Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 188438 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Trixsaningtiyas Gayatri
"Bagi Indonesia, IJEPA merupakan kebijakan perdagangan bebas bilateral pertama yang diambil Indonesia dalam rangka memenuhi kepentingan nasional bidang ekonomi khususnya perluasan akses pasar produk ekspor di pasar Jepang, mengembalikan investasi Jepang yang menurun dalam beberapa waktu terakhir dan juga sebagai kerangka bagi alih teknologi industri manufaktur Indonesia.
Secara politis IJEPA memberikan Indonesia kedudukan setara dengan negara lain yang telah terlebih dahulu menjalin kerjasama perdagangan bebas dengan Jepang. Sedangkan bagi Jepang, IJEPA merupakan kebijakan diplomasi perdagangan internasional yang merupakan komplementer dari kebijakan perdagangan internasional Jepang sebelumnya yang hanya menganut multilateralisme melalui WTO. Situasi global dengan semakin meningkatnya perjanjian perdagangan bebas regional/bilateral di berbagai kawasan mendorong Jepang untuk mengamankan pasarnya dan memenuhi kepentingan ekonominya khususnya di Asia Tenggara.
Secara khusus IJEPA bagi Jepang merupakan upaya untuk memenuhi kepentingan ekonomi antara lain perluasan akses pasar produk Jepang, mengamankan investasi, serta mengamankan pasokan energi dan sumber daya mineral sebagai kebutuhan utama bagi industrinya. Secara politis IJEPA pun memberikan Jepang peluang untuk tetap menjadi negara penjamin stabilitas ekonomi dan politik kawasan. Dengan semua asumsi dan hipotesis yang ditawarkan, tesis ini menyimpulkan bahwa IJEPA adalah suatu kebijakan luar negeri yang dibentuk atas dasar kepentingan ekonomi dan politik kedua negara.

As for Indonesia, The 2007 IJEPA was the first bilateral free-trade policy which was issued to meet its several domestic economical interests, particularly in regard to the economic expansion of market access for all Indonesia?s exported goods to Japan, restoring the Japan?s investment which has been declining for the last few years, and also as a technology transfer framework within Indonesia?s manufacturing industry as well.
The 2007 IJEPA politically put Indonesia at the same and equivalent position to other countries that have formed earlier freetrade partnership with Japan. While for Japan, The 2007 IJEPA was a kind of international trade diplomacy that also become a complementary to its international trade policy which previously only follow multilateralism through WTO. The situation inside the global world which provides an increase of either bilateral or regional free-trade agreement at various areas also encourages Japan to secure its market and economical interest, especially within the South-East Asian region.
Specifically for Japan, The 2007 IJEPA is sort of effort to meet its economical goal, among others, market expansion for products of Japan, to secure the investment, and also to secure the supplies of energy and mineral resource for its industry consumption. In the other hand, The 2007 IJEPA also politically gives Japan more opportunity to remain become one of the economic and political stabilizer countries within the region. Through all the hypothesis and assumptions presented in this thesis, it can be obviously concluded that The 2007 IJEPA is a kind of international policy that is established based on both economical and political interest between the two countries."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T25101
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Limifroha
"Indonesia dan Jepang sepakat membentuk kerjasama Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) pada tanggal 13 Juli 2008 dengan mengikutsertakan sektor otomotif. Hal ini mengundang pertanyaan karena Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif seperti infrastruktur memadai, tenaga kerja terampil, dan teknologi yang dapat bersaing dengan negara lain. Melalui penelaahan terhadap konsep FTA, trickle down, dan spillover effect, didukung wawancara dengan beberapa institusi, ditemukan bahwa Indonesia menginginkan investasi dan penurunan tarif, peningkatan bargaining power, perluasan akses pasar, serta transfer teknologi. Kelima hal tersebut menjadi alasan yang mendasari disepakatinya sektor otomotif dalam kerjasama IJEPA. Sektor otomotif Indoesia juga memiliki nilai strategis dan berpotensi sebagai pasar otomotif terbesar di kawasan Asia Tenggara sehingga Jepang pun berniat menjalin kerjasama otomotif dengan Indonesia.

Indonesia and Japan agreed to establish a bilateral cooperation called an Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) on July 13 2008 that include automotive sector. But it had problems, because Indonesia did not have a comparative advantage such as adequate infrastructure, skilled labor, and technology that can compete with other countries. That's why, this research use FTA, trickle down, spillover effect cncept, and backep up interview with several institutions to analyse problem it. There are five reasons of the Government of Indonesia to agree on automotive sector in IJEPA like Indonesia wants investment and tariff reduction, increased bargaining power, expanding market, as well as technology transferr. Indonesia automotive sector also has strategic value and potential as the largest automotive market in Southeast Asia. Because of that, Japan joins in automotive cooperation with Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2015
S61981
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: BPPK, 2009
382.72 ASS
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Lilis Nurul Husna
"Makalah ini membahas dampak penurunan tarif FTA terhadap kualitas produk impor dan ekspor di Industri Otomotif. Kualitas diukur dengan pendekatan unit value. Dengan data ekspor-impor dari dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB) dan Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB), makalah ini menangkap dampak penurunan tarif level perusahaan terhadap harga impor dan ekspor menggunakan metode Difference-in-Difference (DiD). Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan tarif tidak berpengaruh terhadap harga impor. Penurunan tarif FTA dengan negara berpendapatan rendah berdampak pada penurunan harga ekspor. Hal ini mengindikasikan terjadinya economies of scale. Sementara itu penurunan tarif FTA dengan negara berpendapatan tinggi belum berdampak pada peningkatan kualitas produk ekspor

This paper discusses the impact of reducing FTA tariffs on the quality of imported and exported products in Automotive Industry. Quality is measured by unit value approach. Using data from Indonesia customs declaration documents, this paper captures the causality of firm level tariffs reduction on import and export prices using the Difference-in-Difference (DiD). The results show that tariffs reduction has no effect on import prices. The reduction in FTA tariffs with low-income countries will lower export prices. It indicates the occurrence of economies of scale. Meanwhile, the reduction in FTA tariffs with high-income countries has no impact on improving the quality of export products."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wilim Mario Zega
"Implementasi perjanjian perdagangan dapat mempengaruhi perdagangan melalui dua efek yaitu trade creation dan trade diversion. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efek trade creation dan trade diversion dari implementasi ASEAN +1 FTA terhadap perdagangan bilateral Indonesia dengan 25 negara mitra dagangnya pada periode 2000-2019 yang mana perdagangan bilateral ini menggunakan data ekspor dan impor Indonesia. Metode estimasi menggunakan model gravitasi dengan menambahkan dummy anggota dan bukan anggota. Dengan menggunakan fixed effect time, hasil penelitian ini menemukan adanya trade creation, dan tidak ditemukan trade diversion. Pengaruh implementasi ASEAN +1 FTA ternyata sama-sama meningkatkan ekspor dan impor Indonesia dengan negara anggota dan bukan anggota.

Free Trade Agreement implementation can affect trade through two effects: trade creation and trade diversion. This study aims to analyze the effects of trade creation and trade diversion from the implementation of the ASEAN+1 FTA on Indonesia's bilateral trade with 25 of its trading partner countries in the 2000–2019 period, where this bilateral trade uses Indonesian export and import data. The estimation method uses a gravity model by adding dummy members and non-members. By using the fixed effect time, the results of this study found trade creation and no trade diversion. The effect of implementing the ASEAN +1 FTA turned out to be that both member and non-member countries increased Indonesia's exports and imports."
Depok: Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sembiring, Dhinhawati
"Skripsi ini membahas tentang pengaruh keberadaan NAFTA terhadap penanaman modal asing antara Indonesia dan Kanada dengan mengaitkannya dengan penanaman modal asing di negara-negara ASEAN. Berdasarkan penelitian yang diperoleh, dari sisi ekonomi negara-negara ASEAN secara positif dipengaruhi oleh NAFTA dari sisi penanaman modal asing karena terjadi peningkatan arus penanaman modal asing ke negara-negara ASEAN. Demikian pula halnya dengan penanaman modal asing yang terjadi antara Indonesia dan Kanada, di mana Indonesia mendapatkan keuntungan dengan menjalin kerja sama bilateral dengan Kanada. Namun, secara hukum dampak NAFTA terhadap negara-negara ASEAN tidak signifikan.

The concern of this thesis is the impact of NAFTA on foreign direct investment between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in association with foreign direct investment in ASEAN countries post-NAFTA. The outcome of this research indicates that ASEAN countries are afftected positively in term of economics based on the increase of FDI flows into these countries. That result is also applied for FDI between the Republic of Indonesia and the Government of Canada, in which both countries benefit from NAFTA?s Inception for further bilateral cooperation. Although there is an impact from economic sector, there is no significant impact post-NAFTA in ASEAN countries legally."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S44514
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Arif Junaidi
"

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dampak ACFTA terhadap neraca perdagangan dari negara ASEAN dan China serta Indonesia. Dengan mengacu pada model gravitasi, penelitian ini membuktikan bahwa penurunan tarif sebagai konsekuensi dari ACFTA berpengaruh signifikan pada peningkatan ekspor dan impor pada negara ASEAN dan China. Namun, ACFTA tidak mempengaruhi keseimbangan neraca perdagangan pada negara ASEAN dan China secara agregat karena dampak ACFTA pada ekspor dan dampak ACFTA pada impor dapat saling meniadakan. Studi ini juga menunjukkan bahwa penurunan tarif bukan merupakan faktor penting dalam peningkatan ekspor dan impor di Indonesia. Sehingga, dampak ACFTA terhadap keseimbangan neraca perdagangan tidak dapat diukur secara akurat.


This study estimates the impact of ACFTA on ASEAN countries and China`s trade balance in general, and also Indonesia`s trade balance in specific. Using the gravity model, this paper finds that the impact of tariffs elimination due to the implementation of ACFTA increased exports and imports for ASEAN countries and China. However, the aggregate trade balances of ASEAN member countries and China is zero since the impact of ACFTA on imports offset the impact of ACFTA on exports. Tariffs have not played significant role on increasing Indonesia`s exports and imports. As a result, the impact of ACFTA on Indonesia`s trade balance cannot be quantified clearly.

"
2019
T54041
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Gunawan
"Tugas karya akhir ini membahas mengenai bagaimana perspektif realis, liberalis, dan strukturalis menganalisis perjanjian perdagangan bebas Amerika Utara (NAFTA). Terdapat tiga teori yang merepresentasikan pandangan ketiga perspektif ini terhadap NAFTA. Realis melihat NAFTA melalui teori stabilitas hegemoni yang menekankan kepada peran negara dan kepentingannya di dalam suatu perjanjian perdagangan bebas. Berbeda dengan realis, liberalis melihat NAFTA melalui teori regionalisme baru yang melihat peran NAFTA yang memiliki kekuatan pasar dan meningkatkan penawaran para anggotanya. Sedangkan strukturalis melihat NAFTA melalui teori sistem dunia yang menekankan kepada keberadaan negara inti, semi-periferi, dan periferi serta ketidakseimbangan kawasan di dalam NAFTA.

This research discusses about how realist, liberalist, and structuralist analyze North American Free Trade Agreement (NAFTA). There will be three theories which represent the thoughts of these three perspectives. Realist sees NAFTA through hegemony stability theory which emphasizes on the role of state and its interests in a free trade agreement. Liberalist sees NAFTA through new regionalism theory which analyzes NAFTA as an agreement having the market power and able to increase the competitiveness of the members. Stucturalist sees NAFTA through world system theory which emphasizes on the existence of core, semi-periphery, and periphery as well as imparity in NAFTA.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Akmal Irsyad
"Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah merupakan suatu kegiatan pembelian barang dan jasa yang dilakukan oleh pemerintah dimana pendanaannya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD). Indonesia telah memiliki ketentuan terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah yang dituliskan dalam ketentuan Peraturan Presiden. Namun, Indonesia memiliki wacana untuk bergabung terhadap keanggotaan OECD yang merupakan sebuah lembaga think tank yang memberikan berbagai macam rekomendasi aturan seperti perdagangan, pendidikan, hingga Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Sehingga kita telah mengetahui bahwa terdapat ketentuan terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah dalam lingkup internasional. Ketentuan internasional terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah juga terdiri dari ketentuan GPA WTO dan Free Trade Agreement. Penelitian ini akan membahas bagaimana regulasi internasional dan nasional terkait pengadaan barang dan jasa. Lalu, penelitian ini juga akan membahas terkait kesesuaian hukum Indonesia terhadap prinsip dan definisi ketentuan internasional terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah. Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian doktrinal yang menggunakan peraturan nasional, peraturan internasional, dan berbagai perjanjian internasional. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui ketentuan internasional terkait Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah berdasarkan ketentuan OECD, GPA WTO, dan FTA, mengetahui ketentuan nasional terkait pengadaan, dan kesesuaian antara peraturan nasional terkait definisi dan prinsip berdasarkan ketentuan internasional Adapun kesimpulan yang dapat diambil bahwa terdapat ketidaksesuaian pengaturan indonesia terkait definisi dan prinsip pengadaan berdasarkan ketentuan internasional. Adapun saran yang diberikan kepada pemerintah untuk melaksanakan harmonisasi peraturan indonesia secara keseluruhan.

Government Procurement of Goods and Services is an activity of purchasing goods and services carried out by the government where the funding comes from the State Revenue and Expenditure Budget (APBN) or Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD). Indonesia already has provisions regarding the Procurement of Government Goods and Services which are written in the provisions of a Presidential Regulation. However, Indonesia has discourse to join membership in the OECD, which is a think tank that provides various regulatory recommendations such as trade, education, and government procurement of goods and services. So we already know that there are provisions regarding the procurement of government goods and services in the international scope. International provisions related to government procurement of goods and services also consist of the provisions of the WTO GPA and the Free Trade Agreement. This research will discuss how international and national regulations relate to the procurement of goods and services. Then, this research will also discuss the suitability of Indonesian law to the principles and definitions of international provisions related to Government Procurement of Goods and Services. This research will use doctrinal research methods that use national regulations, international regulations, and various international agreements. The problem formulation in this research is to find out international provisions related to Government Procurement of Goods and Services based on OECD, WTO GPA and FTA provisions, find out national provisions related to procurement, and the compatibility between national regulations regarding definitions and principles based on international provisions. that there is a discrepancy in Indonesian regulations regarding the definition and principles of procurement based on international provisions. There are suggestions given to the government to implement harmonization of Indonesian regulations as a whole."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Angie Wulandari
"Penelitian ini bertujuan untuk menjawab mengapa Korea Selatan bersedia untuk membuka sektor agrikulturnya kepada Amerika Serikat di bawah skema KORUS FTA. Padahal pada perjanjian perdagangan bilateral sebelumnya, Korea Selatan tidak memasukkan sektor agrikultur ke dalam klausul setiap perjanjiannya. Untuk memahami perubahan tersebut, penelitian ini menggunakan kerangka analisis two-level game dari Robert Putnam. Metodologi yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan analisis eksplanatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada Level I, Amerika Serikat memiliki posisi tawar menawar yang lebih tinggi dan menuntut Korea Selatan untuk membuka sektor sensitifnya sebagai bentuk liberalisasi perdagangan dan negosiator Korea Selata yang US-centered menjadikan strategi negosiasi tidak transparan dalam kesepakatan KORUS FTA. Pada Level II determinan I, terdapat upaya dari organisasi bisnis yang berperan dalam politik domestik Korea Selatan dan mendorong pengesahan KORUS FTA. Pada Level II determinan II, semakin besarnya otonomi badan eksekutif Korea Selatan dan badan legislatif diisi oleh politisi-politisi yang memiliki visi sama dengan eksekutif, sehingga preferensi eksekutif mendominasi dalam proses pengesahan kesepakatan. Untuk itu, KORUS FTA merupakan bentuk perjanjian untuk memperdalam keterikatan baik dari segi ekonomi maupun politik bilateral Korea Selatan dan Amerika Serikat agar mampu beradaptasi di kawasan Asia Timur yang dinamis dan beriorientasi dalam perdagangan internasional. Maka dari itu, penelitian ini menyimpulkan bahwa kesediaan Korea Selatan dalam membuka sektor agrikulturnya terhadap Amerika Serikat di bawah skema FTA merupakan bentuk jaminan dari kompleksitas hubungan Korea Selatan dan Amerika Serikat yang tidak hanya dicapai melalui perekonomian melainkan terdapat unsur keamanan yang saling bergantung dengan negara yang lebih besar.

This study aims to answer why South Korea is willing to open its agricultural sector to the United States under the KORUS FTA scheme. Whereas in the previous bilateral trade, South Korea did not include the agricultural sector in the clause of every agreement. To understand these changes, this study uses a two-level game analysis framework from Robert Putnam. The methodology used is a qualitative approach with explanative analysis. The results of this study indicate that at Level I, the United States has a higher bargaining position and demands South Korea to open its sensitive sector as a form of trade liberalization and the US-centered South Korean negotiators made the negotiation strategy not transparent in the KORUS FTA agreement. At Level II determinant I, there are efforts from business organizations that play a role in South Korean domestic politics and encourage the ratification of the KORUS FTA. At Level II determinant II, the greater autonomy of the South Korean executive and the legislative is filled with by politicians who have the same vision as the executive, therefore the executive preference dominates in the process of ratifying the agreement. For this reason, the KORUS FTA is a form of agreement to deepen ties both from economic and bilateral political aspects of South Korea and the United States, hence both countries are able to adapt to the dynamic of East Asia region oriented towards international trade. Thus, this study concludes that South Korea’s willingness to open its agricultural sector to the United States under the FTA scheme is a form of guarantee of the complexity of the relationship between South Korea and the United States not only achieved through economic relations, but there is a security matters that is interconnected with a larger country."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia , 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>