Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 27374 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Herry Zudianto
Yogyakarta: Kanisius, 2008
307.760 9 HER k
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
Andre Wirasakti
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 1998
S48213
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Utami Widyaningsih
"Slow city atau kota perlahan merupakan satu dari fenomena yang baru-baru ini muncul di negara eropa sejak tahun 1999. Kemunculannya menjawab dari sebagian masyarakat yang lelah dengan kondisi kota yang umumnya terlihat hiruk pikuk dan sibuk tiada henti. Gerakan slow city menginginkan kondisi kota yang lebih nyaman untuk didiami. Agenda yang dijalankan kota slow city menitikberatkan pada menjaga dan mempertahankan kondisi budaya lokal dan memajukan kekhasan di dalam kotanya. Budaya slow menjadi tolok ukur dalam terbentuknya slow city. Pada kasus ini waktu bukan dianggap lagi sebagai sesuatu yang sekedar bernilai kuantitas melainkan kualitas, sehingga tujuan akhir dari gerakan ini adalah mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Kualitas hidup yang ingin dicapai dari perkumpulan ini diturunkan ke dalam konsep 3E yakni economy, environment, equity. Konsep tersebut dijalankan melalui program yang berlandaskan pada good food, good environment dan good community.
Slow city berkembang di negara eropa meskipun budaya slow juga dimiliki oleh beberapa negara timur, salah satunya adalah kota di Indonesia, yaitu kota Yogyakarta. Skripsi ini akan menganalisis pendekatan kota Yogya sebagai salah satu kota di negara timur yang memiliki akar budaya sama dengan gerakan slow city, dengan semboyan kota Yogya ?alon-alon asal kelakon?. Seperti apakah persamaan maupun perbedaan dari keadaan kota-kota tersebut? Studi kasus pada kota Yogya selanjutnya menjawab apakah kota Yogya memiliki potensi serta karakteristik untuk bisa menjadi kota slow city.

Recently, Slow city rise in some Europe countries. It comes to face some people that tired with the condition of the world. The condition of the world that signed with many things technologies. It makes people easy to done everything. Everything become fast. Slow city is a city based on slow philosophy. It develops the culture and the unique of the city. Slow city movement want the condition which are pleasant to life. In other word slow city will give the citizen good quality of life. The agenda which are done are maintain and preserve the locality of the region. The concept of its quality included 3E: economy, environment, equity. The concept is done through the program good food, good environment and good community.
Slow city growth in many Europe countries, but some east countries actually has the slow culture like slow city movement. One of that?s country is Indonesia, especially for Yogyakarta. Yogyakarta with its slow culture: ? slowly but safety?. I will explore the same and the difference between slow city and Yogyakarta. The Analysis of Yogyakarta will be answer that the Yogyakarta has the potency to become a slow city?
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2008
S48426
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmadea Jovitasari
"ABSTRAK
Shopping street merupakan pertokoan deret sepanjang satu atau dua sisi jalan. Landmark adalah sebuah penanda yang membantu mengenali suatu tempat. Shopping street berperan sebagai landmark kota, didasari oleh pembentukan identitas. Shopping street mempunyai ciri khas dan potensi untuk membuat kota menjadi hidup. Kawasan Malioboro merupakan tempat belanja oleh-oleh yang didatangi oleh banyak wisatawan dan terjadi pengulangan berbelanja terus setiap tahunnya, sehingga Malioboro dikenal oleh banyak orang. Malioboro merupakan satu-satunya shopping street di Yogyakarta. Kuatnya identitas Malioboro sebagai tempat belanja menjadikan Malioboro sebagai landmark tempat belanja di kota Yogyakarta sehingga terciptanya power dan identitas.

ABSTRAK
Shopping street is a line of shopping complex either one side or both side of the road. Landmark is a sign that is created to identify places. Shopping street has a role as cities? landmark with a foundation of creating identities. Shopping street has a particular characteristic and potential to make cities more alive and has a role as Cities? landmark. Malioboro complex is a shopping place that provides a traditional gift for tourist and most of the tourists frequently visit this site every time they visit Jogjakarta and tend to make repeat purchase on this shopping street and as the result, a lot of people know about Malioboro. Furthermore, Malioboro is the only one shopping street Jogjakarta City has. And lastly the strength of Malioboro identity as shopping street makes Malioboro become a landmark in Jogjakarta and it creates power and identity."
2016
S63678
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Rahadianto Sutopo
"Tesis ini membahas mengenai dinamika kekuasaan dalam komunitas jazz Yogyakarta 2002-2010. Pada tahun 2002-2006 komunitas gadjah wong mendominasi komunitas jazz yang lain, strategi yang digunakan adalah dengan membangun wacana dominan ( doxa ) mengenai jazz standart. Mekanisme pembentukan habitus melalui berbagai sarana antara lain: jam session, kurikulum pendidikan dan magang. Muara dari pembentukan wacana dominan ini adalah supaya event tahunan Jazz Gayeng di Yogyakarta tetap diadakan. Pada tahun 2007, terjadi pergantian posisi dominan dimana komunitas samirono yang sebelumnya melakukan perlawanan (heterodoxa) menjadi pihak yang dominan dengan dukungan agen dari luar komunitas jazz Yogyakarta. Saat ini pihak yang dominan menerapkan strategi untuk mempertahankan posisi dengan membangun wacana jazz terbuka, muaranya adalah demi terlaksananya event tahunan Ngayogjazz di Yogyakarta. Metode observasi partisipasi dan wawancara bebas digunakan dalam penelitian ini. Berdasarkan hasil penelitian disarankan supaya dibangun budaya yang lebih toleran serta pembagian kapital ekonomi yang lebih adil dalam komunitas jazz Yogyakarta.

This thesis focuses on the power dynamics among Yogyakarta?s jazz communities during the period of 2002-2010. In 2002-2006 the Gadjah Wong community dominated jazz communities in Yogyakarta, Gadjah Wong employed a strategy of building a dominant discourse (doxa) about a standart jazz to dominate the communities. It is also built a habitus through jam sessions, educational curriculum and apprenticeships. The main reason for maintaining this dominant discourse was so that it could hold the annual event, Jazz Gayeng in Yogyakarta. In 2007, the dominant position was taken over by Samirono community which was previously in a subordinate position mounted a counter discourse (heterodoxa), and began to dominate through the support of an agent from outside the jazz community. Now, Samirono as the dominant community, is trying to maintain its position through building discourse about open jazz, and the main goal is to make sure that the annual event Ngayogjazz happens. This research applied a participant observation and unstructured interviews for collecting its data info. The recommendations from this research are that the tolerant culture should be strengthened and there should also be more fair distribution of economic capital in Yogyakarta jazz communities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2010
T27932
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Edy Muladi
"Masyarakat ada dalam dunia sosial yang kemudian menghasilkan produk sosial; salah satunya adalah ruang. Ruang seringkali diartikan sebagai sesuatu dimana kita dapat bergerak di dalamnya, atau secara konseptual diartikan sebagai tempat dimana tindakan-tindakan dilakukan. Dalam konteks tersebut, keragaman kebutuhan masyarakat akan sangat mendorong lahirnya konsep pemanfaatan ruang, termasuk ruang publik.
Ruang publik didefinisikan sebagai tempat yang responsif, demokratis dan penuh makna dimana kepentingan penggunanya dilindungi. Ruang publik dapat diakses oleh berbagai kelompok untuk tindakan-tindakan bukan hanya yang bersifat bebas namun juga untuk klaim penguasaan yang temporer. Sebuah ruang publik dapat berupa ruang dimana setiap orang dapat bertindak secara Iebih bebas. Konsekuensinya, ruang publik dapat diubah oleh tindakan publik karena ruang publik dimiliki oleh semua orang.
Ruang publik tersebut di atas, kemudian berubah menjadi ruang kuasi-publik (ruang publik semu) oleh mereka yang menginginkan akses tak terbatas, dan rentan dengan interpretasi negara akibat berbagai peraturan yang dilekatkan di dalamnya. Negara yang dianggap sebagai moderator penciptaan ruang-ruang publik, kemudian dengan representasi dari ?kepublikan' mempunyai peranan dan porsi besar di dalam bentuk kekuasaan. Ia memegang legitimasi kekuasaan yang besar melalui kelegalan, hukum dan perundangan. Kekuasaan negara yang dijalankan dengan mengatasnamakan yang "pubIik" tersebut tidak lain adalah "privat" alias merepresentasikan kemenangan sebuah kepentingan.
Studi dilakukan di Hutan Kota Srengseng, kelurahan Srengseng, kecamatan Kembangan, Jakarta Barat sebagai salah satu Ruang Terbuka Publik yang ditetapkan berdasarkan SK Gubernur No. 202 tahun 1995. Metode yang diterapkan dalam Studi ini adalah metode kualitatif dengan pengamatan dan wawancara mendalam. Studi berisi gambaran tentang pemanfatan Hutan Kota oleh berbagai peran di dalamnya dan berbagai relasi sosial dan kekuasaan yang dijalinnya baik oleh kelompok maupun individu. Studi bertujuan memperlihatkan adanya hubungan antara penguasaan dan pemanfaatan ruang publik dengan bentuk-bentuk relasi sosial dan kekuasaan yang dibangun.
Temuan dalam studi ini adalah bahwa relasi-relasi sosial dan kekuasaan ditandai dengan adanya hubungan kekuatan (sosial dan ekonomi) yang bertujuan pada pembentukan situasi yang dianggap strategis demi tujuan-tujuan berbagai peran yang rnemanfaatkan ruang publik. Relasi-relasi tersebut mendorong terjadinya perubahan gagasan secara terus menerus berhubungan dengan ketentuan: apa yang boleh, apa yang tidak boleh; apa yang dianjurkan dan apa yang ditentang. Pembahan yang terus menerus tersebut berkaitan dengan berkembangnya konflik-konflik, negosiasi-negosiasi dan teknik-teknik untuk menjaga dan meningkatkan posisi sosial berbagai peran, mulai dari cara-cara psikologis hingga melakukan kekerasan lewat intervensi material terhadap ruang kehidupan peran lainnya. Hal tersebut dapat terjadi karena Negara dengan Kekuasaannya yang besar sekaligus lemah dalam pelaksanaan peraturan akibat mengemukanya kepentingan pribadi aparat negara."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22162
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Handayani
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T36236
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Isbodroini Suyanto
"ABSTRAK
Tujuan disertasi ini adalah pertama untuk melihat sampai sejauh mana para elit kraton Surakarta dan Yogyakarta masih menghayati faham kekuasaan Jawa. Apakah mereka melihatnya semata hanya sebagai tradisi, mereka rnempercayainya, ataukah mereka hanya mengetahui mengenai hat tersebut. Kedua adalah bagaimana mereka menilai para pemimpin politik masa kini. Karena faham kekuasaan Jawa bersifat adikodrati, maka kekuasaan tersebut bertumpu pada sumber-sumber yang bersifat transcendental yaitu bersifat spiritual dan adiduniawi yang tan kastl mata
Sumber-sumber bagi faham kekuasaan Jawa disusun secara konstruksi teoritis dengan memakai berbagai karya ilmiah para ilmuwan dalam berbagai bidang dalam budaya Jawa. Disamping itu sumber juga berasal dari beberapa Babad, Piwulang, Pewayangan, Mythos dan Legenda.
Penulisan disertasi ini bertumpu pads hasil wawancara mendalam dan pada konstruksi teoritis mengenai faham kekuasaan Jawa tersebut. Semua alit, para informan utama dan pendukung, mendapatkan pendidikan formal. Sebagian besar dari para subjek penelitian berlatar belakang pendidikan sarjana.
Hasil dari wawancara mendalam tersebut menunjukkan bahwa, mereka mempunyai cara pandang yang sama mengenai budaya Jawa dalam kaitannya dengan faham kekuasaan Jawa.
Kesimpulan yang dapat dikemukakan dari penelitian ini adalah bahwa mereka masih kuat dalam menghayati budaya mereka. Hal tersebut bukan semata-mata hanya tradisi bagi mereka tetapi mereka menghayatinya. Begitu pula terhadap para pemimpin politik masa kini, mereka menilainya dengan memakai kacamata Jawa yang bersumber dari piwulang dari leluhur mereka.
Tradisi, simbol-simbol dan berbagai ritual kraton tetap dipertahankan untuk menjaga kepatuhan tradisional dari masyarakat di Surakarta dan Yogyakarta. Ritual-ritual tersebut masih sangat berarti terutama bagi DIY dengan Sri Sultan 1-113 X sebagai Gubernur dan KGPAA Pakualam IX sebagai Wakil Gubernur"
2002
D361
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Baha` Uddin
"Penelitian ini membahas tentang awal terbentuknya Kota Yogyakarta yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I. Artikel ini disusun dengan menggunakan studi pustaka dan artefak tinggalan sejarah yang menjadi simbol-simbol kota sebagai sumber data. Hasil penelitian menunjukkan, Pangeran Mangkubumi membangun Kota Yogyakarta dengan pertimbangan geografis, sosial-budaya, pertahanan dan politis, serta kota yang penuh makna filosofi. Kota dibuat berdasar fungsi-fungsi yang mewadahi aktivitas warga masyarakat, seperti yang terwujud dalam artefak yang sampai sekarang masih dapat dilihat dan menjadi urban heritage di Yogyakarta. Bangunan-bangunan itu adalah kraton itu sendiri yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan; masjid gedhe Kauman sebagai ruang religi dan moral; Pasar Beringharjo sebagai ruang ekonomi dan Alun-alun sebagai ruang publik. Untuk menghasilkan narasi dalam artikel ini memakai metode sejarah dari pengumpulan sumber hingga penulisan."
Yogyakarta: Balai Pelestarian Nilai Budaya D.I. Yogyakarta, 2018
959 PATRA 19:1 (2018)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>