Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 94547 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Rumah susun yang di bangun Pemerintah Kota Yogyakartaterletak di Kampung Cokrodirjan,kelurahan Suryatman,Kecamatan Danurejan,Kota Yogyakarta...."
PATRA 9(1-2) 2008
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Asih Putrina Taim
"Salah satu bentuk permukiman di tepi sungai adalah yang terdapat di kota Palembang Sumatera Selatan. Palembang merupakan salah satu permukiman tepi sungai yang memiliki sejarah panjang dan lama di Indonesia. Seperti permukiman tadisional yang lainnya di Sumatera, sungai merupakan faktor yang cukup vital dalam berkembangnya suatu pemukiman. Berdasarkan sejarah dan hasil temuan arkeologis, bukti-bukti tentang adanya kegiatan bermukim di wilayah ini telah ada sejak abad ke 6 masehi ( Pusat Penelitian Arkeologi Nasional,1994).
Pada masa kesultanan hingga kolonial dan masa kemerdekaan, permukiman penduduk di kota Palembang berkembang dan terpusat di tepi sungai Musi terutama di tepi bagian utara. Pada masa kesultanan terdapat peraturan yang mengatur tentang kepemilikan dan penggunaan lahan. Oleh karena Palembang terletak di dataran rendah yang berawa-rawa dan dialiri oleh banyak anak sungai sehingga hanya pada bagian - bagian tertentu terdapat tanah-tanah tinggi dan padat, maka pembagian lahan serta letak permukiman pun di atur berdasarkan status sosial dan mata pencaharian masyarakat masa itu ( Sevenhoven, 1971). Pada masa berkembangan hingga kini warisan masa lalu pun masih diterapkan oleh para pemukim di kota Palembang, namun karena makin bertambahnya penduduk dan makin kompleksnya hubungan sosial yang ada serta berubahnya kondisi lingkungan, menimbulkan masalah baru bagi masyarakat di kota ini untuk beriteraksi baik antar masyarakat maupun dengan lingkungan mereka.
Kondisi wilayah permukiman tepi sungai yang dahulunya telah ditata rapi pada masa kesultanan kini telah menjadi suatu kawasan padat dan tidak teratur serta terkenal cukup rawan baik sosial, budaya, dan lingkungan. Derasnya arus urbanisasi dari berbagai daerah di sekitar kota Palembang, dengan berbagai latar belakang kebudayaannya, dan tidak jelasnya peraturan yang ada sekarang membuat permukiman di tepi sungai menjadi semakin padat dan tak teratur, sedangkan warga sendiri selanjutnya tidak membuat aturan dalam penerapan tata ruang dalam pemukiman.
Penelitian dilakukan di dua Kecamatan , masing-masing terletak di sisi tepian sungai yang berbeda (berseberangan) yaitu Kecamatan Ulu Barat II dan Seberang Ulu I. Dari hasil penelitian ini diketahui ternyata bukan raja urbanisasi yang membuat padat dan kumuh permukiman di tepi sungai, tetapi juga kebiasaan dan kecenderungan penduduk setempat untuk tinggal dekat dengan sanak keluarga dan memanfaatkan ruang yang ada untuk tempat tinggal anak-anak mereka yang telah menikah atau untuk di sewakan kepada para pendatang, meskipun seringkali kondisi fisik lingkungan dan tempat tersebut sudah sangat tidak layak."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9471
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Masyuri Kurniawan
"Meningkatnya jumlah penduduk di kota menyebabkan menjamurnya permukiman informal, salah satunya berupa kampung kota yang dikenal dengan kepadatan bangunan dan penggunaan material semi permanen pada bangunannya. Kondisi tersebut membuatnya rentan terhadap bencana kebakaran akibat arus listrik. Sebagai bentuk bantuan, pemerintah membangun kembali rumah yang rusak. Namun, tidak ada parameter berkelanjutan yang dapat mengatur standar fisik bangunan untuk pembangunan kembali pasca kebakaran. Dalam studi ini, proses pembangunan kembali dua desa, Kampung Duri dan Kampung Kwitang, akan dibandingkan untuk menyimpulkan aspek-aspek apa yang dapat dijadikan ide dalam menyusun parameter. Penelitian ini menunjukkan bahwa jangka waktu bantuan, jenis bantuan, dan kerjasama masyarakat harus menjadi parameter bagaimana bantuan akan diberikan.

The increasing number of residents in the city has led to the proliferation of informal settlements, one of which is in the form of Kampung Kota that are known for their density of buildings and the use of semi-permanent materials in their buildings. The condition makes it vulnerable to fire disasters caused by electric currents. As a form of assistance, the government rebuilds damaged houses. However, there are no sustainable parameters that can regulate a building's physical standard for the post-fire rebuild. In this study, the process of rebuilding two villages, Kampung Duri and Kampung Kwitang, will be compared to conclude what aspects can be used as ideas in compiling the parameter. This research shows that the period of assistance, types of assistance, and cooperation of the community should be the parameter on how the assistance would be given."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sindoro Soekarno Effendie
"Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara objektif mengenai kehidupan sosial dan merumuskan model pemberdayaan komunitas lokal di Rumah Susun Kemayoran (RSK).
Isinya menggambarkan kondisi Rumah Susun Kemayoran saat ini, baik fisik, lingkungan, potensi sumber lokal, kehidupan sosial komunitas, dan permasalahan yang muncul serta upaya mengatasinya.
Dari hasil penelitian di RSK dijumpai adanya permasalahan, bahwa komunitas RSK seteiah lebih dari sepuluh tahun tinggal di rumah susun, ternyata masih menghadapi keterbatasan kemampuan sehingga masih kurang sejahtera. Berangkat dan permasalahan tersebut, maka pertanyaan penelitian adalah: Mengapa kondisi kehidupan komunitas di RSK masih kurang sejahtera?. Bagaimana alternatif solusi upaya untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas warga di RSK?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, peneliti melakukan penelitian dengan menggunakan metode pendekatan kualitatif, yaitu melalui wawancara mendalam guna menggali informasi yang penting. Untuk itu telah dipenuhi oleh enam orang informan. Seianjutnya untuk mempertajam analisis penelitian ini didukung pula dengan data kuantitatif melalui kegiatan survei dengan sampel kuesioner kepada 100 orang responden. Responden tersebut dipilih secara acak eksidental, ditambah pula dengan studi keputakaan.
Dalam penelitian ini peneliti mencoba mengungkapkan bagaimana upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut agar kehidupan sosial komunitas RSK meningkat kesejahteraannya. Upaya tersebut dilandasi kerangka berpikir/teori sebagai berikut. Saat ini komunitas warga RSK kondiisinya masih tetap kurang sejahtera. Maka alternatif solusinya adalah upaya pemberdayaan komunitas lokal, yaitu melalui kegiatan program pemberdayaan guna meningkatkan kekuatan sosial, politik, dan psikologis para rumah tangga warga RSK sebagaimna pandangan teori Friedmann (1998).
Sehingga mereka menjadi meningkat kemampuannya, yaitu mampu mengambil keputusan, tahu berdemokrasi, mampu berpartisipasi mengidentifikasikan masalah, dan bersama-sama menyusun program yang sesuai keinginan mereka, untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi. Secara garis besar mampu menangani masalah dan memenuhi kebutuhannya (Payne, 1986 dan Hikmat,RH : 2001).
Kegiatan ini merupakan bagian den aktivitas manajemen komunitas RSK. RWIPPRS melakukan manajemen komunitas dengan menerapkan teori "community - based resource management system" (Korten 1987), yaitu mengelola RSK dengan mendayagunakan sumber lokal secara produktif untuk memenuhi kebutuhan dan pelayanan warga.
Pelaksanaan ini diikuti dengan program strategic yang berdasarkan teori analisis SWOT (Robbins, SP: 2000 dan Rajan, Des : 2000). Program strategis tersebut antara lain adalah program pemberdayaan warga dan pengurus serta program pengembangan kapasitas organisasi bagi pengurus kelompok/organisasi formal dan non formal (Korten, 1986). Tujuannya untuk mencapai komunitas RSK yang kesejahteraannya mendekati suatu masyarakat yang oleh Elizabeth A. Segal (1998) disebut asocial welfare", masyarakat yang well - being, warga sehat, ekonomi mapan, bahagia, dan hidup berkualitas. Penanganan komunitas RS yang kondisinya kurang sejahtera dengan cara - cara tersebut diatas, diusulkan sebagai model pemberdayaan komunitas RS.
Beberapa temuan penting hasil penelitian ini adalah pertama di RSK sejak tahun 1990 telah dibangun sebanyak 2.640 unit, memberikan kontribusi sebanyak 13,53% dari target Pemda DKI Jakarta. Temuan kedua adalah komunitas RSK setelah lebih dari sepuluh tahun tinggal di RS, ternyata masih belum meningkat kesejahteraannya. Berdasarkan analisis studi, komunitas RSK yang kondisinya sebagaimana tersebut di atas, upaya untuk mengatasinya adalah dengan program pemberdayaan terhadap komunitas tersebut.
Kesimpulannya komunitas RSK kondisinya masih kurang sejahtera , maka alternatif solusinya dengan pemberdayaan komunitas lokal.
Rekomendasi yang diusulkan adalah bilamana ada komunitas rumah susun yang kondisinya kurang sejahtera, maka upaya penanganannya melalui Model Pemberdayaan Komunitas Lokal Rumah Susun."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12072
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Kahvi
"Perkembangan pembangunan di Indonesia pada masa kini dapat terbilang masih tidak terlalu mengandalkan jasa arsitek, khususnya dalam membangun hunian. Profesi arsitek sebagai pemberi jasa belum dapat dijangkau oleh beberapa lapisan masyarakat. Dengan "ketidakterjangkauan" arsitek menyebabkan maraknya pembangunan hunian secara swadaya oleh masyarakat. Kebutuhan dasar, ekonomi, material, konstruksi, sosial, budaya dan kepercayaan (Religi) mempengaruhi terbentuknya sebuah hunian. Masyarakat tanpa latar belakang pendidikan arsitektur membangun berdasarkan pengetahuan empiris, yang dimaksud adalah berdasarkan pengalaman dan juga tradisi atau pengajaran informal. Tulisan ini mencoba menganalisis bagaimana proses perancangan pada hunian swadaya yang dilakukan oleh masyarakat dan hal apa saja yang mempengaruhinya.

Construction progresses in Indonesia currently disregard of architect services, especially in built a residential. Architect profession, as service providers have not been able to reach by some segments of society. With 'unreachable' architects led to the rise residential development by the society. Basic needs, economic, material, construction, social, cultural and faith (Religion) affects the appearance of occupancy. A society without architecture educational background construct based on empirical knowledge, which are based on the experience and the traditions or informal teaching. This paper is trying to analyze how the house is built by society without architect's role and what factor that influence it.
"
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2014
S56773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Naniek Widiyaningsih
"ABSTRAK
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengkaji penetapan harga pasar dari rumah
sejahtera tapak dibawah plafon ceiling price yang telah ditetapkan oleh
pemerintah.Dengan menggunakanpendekatankuantitatifdanmetoderegresi linear
bergandadari data panel, hasil dalam penelitian ini bahwa Faktor – factor
determinan yang berpengaruh dalam perhitungan harga rumah sejahtera tapak
dibawah plafon ceiling price pemerintah adalah harga tanah, indek kemahalan
konstruksi, serta biaya penyediaan fasilitas umum. Pengaruh yang diberikan oleh
masing masing factor determinan tersebut cukup relevan secara individu yang
diartikan padasetiap kenaikan harga rumah sejahtera tapak, ketiganya member
kontribusi nilai yang berbeda setiap tahunnya. Sementara untuk factor determinan
lainnya yakni biaya penyediaan PSU dari hasil penelitian ini menunjukan
perubahan searah namun tidak signifikan, sehingga kenaikan harga rumah tapak
sejahtera tidak terpengaruhi oleh keberadaan pembiayaan penyediaan PSU. Hal
ini diasumsikan bahwa pembiayaan penyediaan PSU tidak seluruhnya di
bebankan kepada penyedia jasa bidang perumahan namun dibiayai oleh bantuan
stimulan PSU yang telah diberikan pemerintah sebagai bentuk subsidi bagi
penyedia jasa bidang perumahan.

ABSTRACT
The purpose of this paper is to examine the market pricing of the prosperous tread
below the ceiling price by the government. By using a quantitative approach and
the method of multiple linear regression of panel data, the results in this study that
the factors - factors that influence the calculation of the determinant of house
prices prosperous tread below the ceiling price ceiling is a government land price,
construction cost index, as well as the cost of providing public facilities. Influence
exerted by each factor is quite relevant determinants are defined individually on
each rising landed house price prosperous, contributing three different values each
year . As for the other determinant factors namely cost of providing the PSU from
the results of this study showed changes in the same direction but not significant,
so the rise of landedhouse price prosperous unaffected by the presence of
financing the provision of PSU . It is assumed that the financing of the provision
of the PSU is not entirely in charge to providers of housing financed by a
stimulant but a PSU that has been given by the government as a form of subsidy
for the housing sector service providers ."
Jakarta: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2014
T38598
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Monica Suci Kusuma
"Rumah tinggal menjadi salah satu bangunan penunjang yang terdapat dalam emplasmen perkebunan teh. Dalam membangun sebuah rumah tinggal perlu memperhatikan kondisi lingkungan sekitar. Oleh karena itu, orang-orang Belanda memahami perlunya beradaptasi dengan lingkungan daerah Kabawetan. Adanya kebutuhan untuk beradaptasi dengan iklim dan alam sekitar yang sesuai dengan daerah perkebunan teh Kabawetan mempengaruhi bentuk suatu bangunan. Dengan demikian, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk adaptasi manusia melalui tinggalan budaya materialnya berupa bangunan rumah tinggal. Pendekatan ekologi budaya digunakan untuk mencapai tujuan tersebut. Pada tahapan analisis, penulis menggunakan analisis bentuk, analisis komparatif dan analisis kontekstual. Hasilnya orang-orang Belanda mampu beradaptasi dengan lingkungan daerah Kabawetan. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk-bentuk bangunan rumah tinggal yang mereka bangun. Beberapa elemen rumah merepresentasikan adaptasi terhadap lingkungan daerah Kabawetan, seperti penggunaan atap limas, dinding yang tidak terlalu tebal, pondasi yang ditinggikan dari permukaan lantai dan lain-lain. Dalam penelitian ini proses adaptasi tersebut dilihat melalui mekanisme budaya dimana orang-orang Belanda mengembangkan pengetahuan dan kemampuan teknologi yang dikuasainya untuk beradaptasi.

Residential houses are one of the supporting buildings found in tea plantation emplacements. In building a residential house, it is necessary to pay attention to the surrounding environmental conditions. Therefore, the Dutch people understood the need to adapt to the environment of the Kabawetan area. The need to adapt to the climate and natural surroundings that are suitable for the Kabawetan tea plantation area affects the shape of a building. Thus, this study aims to determine the form of human adaptation through its material cultural heritage in the form of residential buildings. The cultural ecology approach is used to achieve this goal. In the analysis stage, the author uses form analysis, comparative analysis and contextual analysis. The result is that the Dutch people were able to adapt to the environment of the Kabawetan area. This can be seen from the forms of residential buildings that they built. Some elements of the house represent adaptation to the environment of the Kabawetan area, such as the use of pyramid roofs, walls that are not too thick, foundations that are elevated from the floor surface and others. In this study, the adaptation process is seen through a cultural mechanism where the Dutch people develop their knowledge and technological capabilities to adapt."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2023
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Naufal Farhan
"Saat ini, semakin banyak orang memilih bermukim di Kota Depok hingga proporsi komuternya tertinggi se-Indonesia. Hal tersebut memberikan dampak terhadap pembangunan wilayah itu, salah satunya yakni membangun perumahan untuk mengakomodasi populasinya yang meningkat. Peningkatan jumlah perumahan di Kota Depok tentunya harus diiringi pula dengan ketersediaan sarananya. Namun, standar tentang sarana perumahan di Indonesia disusun pada tahun 2003 kemudian disahkan pada tahun 2004 sehingga perlu diketahui kesesuaiannya dengan kebutuhan saat ini. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk mengevaluasi penyediaan sarana pada Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan. Tujuan penelitian ini yakni mengetahui kesesuaian ketersediaan sarana perumahan di lokasi penelitian dengan SNI tersebut, keberadaan implikasi sosio-spasial sarana perumahan di lokasi penelitian, dan keberadaan pengaruh ketersediaan sarana perumahan di lokasi penelitian terhadap kepuasan bermukim dan keinginan untuk pindah rumah penduduk setempat. Metode penelitian yang digunakan yakni metode campuran, terdiri atas metode kualitatif dan metode kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana perumahan di Kota Depok masih tidak sesuai dengan SNI terkait. Selain itu, terdapat sarana perumahan yang perlu dan tidak perlu tercantum pada SNI tersebut berdasarkan kebutuhan informan. Lalu, sarana perumahan di Kota Depok memiliki implikasi sosio-spasial. Akan tetapi, ketersediaan sarana tersebut tidak terlalu memengaruhi kepuasan bermukim dan keinginan pindah tempat tinggal penduduk setempat. Meskipun begitu, pemerintah pusat perlu merevisi SNI terkait sarana perumahan berdasarkan kebutuhan masyarakat Indonesia saat ini. Setelah itu, menghasilkan Undang-Undang (UU) baru yang mengharuskan pembangunan perumahan di Indonesia harus berdasarkan SNI terbaru tersebut. Kemudian, pemerintah pusat mensosialisasikan hal tersebut kepada pemerintah daerah. Lalu, pemerintah daerah menerapkannya pada peraturan daerah setempat kemudian mensosialisasikan hal tersebut kepada warga daerah setempat sehingga mereka menaatinya. Nantinya, semua developer dan arsitek membangun perumahan di Indonesia berdasarkan SNI terbaru tersebut. Masyarakat Indonesia juga menjadi kritis terhadap ketersediaan sarana perumahan. Peneliti yang ingin melanjutkan penelitian ini perlu memperluas sampel penelitian dan sarana perumahan yang belum disebutkan pada penelitian ini diperbanyak lagi.

Currently, more people are choosing to live in Depok City until its proportion of commuters is the highest in Indonesia. That matter gives an impact on the development of that area, one of which is building housing to accommodate its increasing population. The increasing in the number of housing in Depok City must be accompanied by the availability of that facilities. However, standards regarding housing facilities in Indonesia were drawn up in 2003 and then finalized in 2004 so it is necessary to know its suitability with current needs. Therefore, the author is interested in researching the provision of facilities in the Indonesian National Standard (Standar Nasional Indonesia abbreviated SNI) 03-1733-2004 concerning Procedure for Environment Housing Planning in Urban Area. The purpose of this study was to determine the suitability of the availability of housing facilities at the research location with mentioned SNI, the existence of housing facilities socio-spatial implications at the research location, and the influence of housing facilities availability at the research location on living satisfaction and the desire to change residence. The research method used is mixed methods, consisting of qualitative method and quantitative method. The research results show that housing facilities in Depok City are still not in accordance with the relevant SNI. Apart from that, there are housing facilities that need and do not need to be listed in the SNI based on the informant's needs. Then, housing facilities in Depok City have socio-spatial implications. However, the availability of these facilities does not really influence the settlement satisfaction and desire to move local residents. Even so, the central government needs to revise SNI regarding housing facilities based on the current needs of Indonesian society. After that, a new Law (UU) was produced which required housing construction in Indonesia to be based on the latest SNI. Subsequently, the central government socialized this matter to regional governments. Then, the regional government applies it to local regional regulations and then socializes this to local residents so that they obey it. In the future, all developers and architects will build housing in Indonesia based on the latest SNI. Indonesian society has also become critical of the availability of housing facilities. Researchers who want to continue this research need to expand the research sample and increase the number of housing facilities that have not been mentioned in this research."
Depok: Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2024
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>