Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170806 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Reinaldy Ryanto
"ABSTRAK
Pelelangan 58.000 (limapuluh ribu) ton gula kristal putih ilegal pada tanggal
4 Januari 2005 telah menimbulkan banyak kntik dari masyarakat. Masyarakat
menuntut pembatalan lelang tersebut karena harga lelang yang tercipta sangat rendah
sehingga dapat mengganggu perekonomian Negara. Banyak pihak yang
mempertanyakan mengenai keabsahan lelang tersebut karena banyaknya kejanggalan
dalam pelaksanaan lelang tersebut. Komisi Pengawas Persaingan usaha (untuk
selanjutnya disebut KPPU ) merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap
pelelangan tersebut dan memutuskan bahwa telah ada pelanggaran ketentuan Pasal
22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat dan oleh karenanya menghukum pihak-pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan lelang tersebut. 2 (dua) permasalahan utama dalam Tesis
ini adalah mengenai keabsahan lelang gula ilegal tersebut dan mengenai kewenangan
KPPU dalam memeriksa pelelangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian Yuridis Normatif (penelitian kepustakaan) mengenai hukum lelang
dengan tipe penelitian eksplanatoris untuk memperoleh informasi secara menyeluruh
dan terintegrasi yang terkait dengan kasus pelelangan gula ilegal. Sumber data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier yang diteliti secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelelangan
gula ilegal tersebut telah memenuhi tata prosedur suatu pelelangan berdasarkan
ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan Putusan KPPU yang
menyat an a anya pelanggaran Pasal 22 mengenai mengenai persengkongkolan
untuk menentukan pemenang tender, KPPU telah menyamakan definisi tender
dengan lelang, dimana sesungguhnya antara lelang dan tender adalah 2 (dua)
per ua an um yang erbeda, serta lelang gula ilegal ini adalah termasuk lelang
eksekusi yang termasuk dalam pengecualian dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
sehingga KPPU seharusnya menyatakan dirinya tidak berwenang memeriksa
pelelangan gula ilegal tersebut.

ABSTRACT
An auction of 58.000 ton illegal white crystal sugar in January 4th 2005 has
raised many critics from society. The society demanded that the auction to be
cancelled since the price formed in the auction can negatively influence Indonesia
economy. Many people questioned the legality of the auction procedures since it was
considered had many anomalies. Business Competition Supervisory Committee
(“KPPU”) decided to scrutiny on the auction and has decided that there was a
violation of Article 22 Monopoly Regulation and Fair Trade Act, Act Number 5 of
1999 and punished parties related to the auction. There are two major issues
regarding the auction which are the legality of the auction and the competency of
KPPU in examining the auction. This research’s methodology is Yuridis Normatif
(library research) focus on Auction Law with explanatory research type to have a
holistic and integrated information regarding the auction. The data sources are from
secondary type of data which consist of primary, secondary, and tertiary source of
data. The result shows that the auction has fulfilled the obligatory requirements set
on Finance Ministerial Decree Number 304/KMK.01/2002 about Auction Guidance,
and regarding KPPU decision of violation Article 22 about scheme in tender offers,
KPPU has made no differences between an auction and a tender offer where as an
auction and a tender offer is two different legal conducts, moreover the auction is
classified as execution auction which is excluded from Monopoly Regulation and
Fair Trade Act, Act Number 5 of 1999, therefore KPPU should have no authority in
examining the auction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T24743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Reinaldy Ryanto
"ABSTRAK
Pelelangan 58.000 (limapuluh ribu) ton gula kristal putih ilegal pada tanggal
4 Januari 2005 telah menimbulkan banyak kntik dari masyarakat. Masyarakat
menuntut pembatalan lelang tersebut karena harga lelang yang tercipta sangat rendah
sehingga dapat mengganggu perekonomian Negara. Banyak pihak yang
mempertanyakan mengenai keabsahan lelang tersebut karena banyaknya kejanggalan
dalam pelaksanaan lelang tersebut. Komisi Pengawas Persaingan usaha (untuk
selanjutnya disebut KPPU ) merasa perlu untuk melakukan pemeriksaan terhadap
pelelangan tersebut dan memutuskan bahwa telah ada pelanggaran ketentuan Pasal
22 Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat dan oleh karenanya menghukum pihak-pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan lelang tersebut. 2 (dua) permasalahan utama dalam Tesis
ini adalah mengenai keabsahan lelang gula ilegal tersebut dan mengenai kewenangan
KPPU dalam memeriksa pelelangan tersebut. Metode penelitian yang digunakan
adalah penelitian Yuridis Normatif (penelitian kepustakaan) mengenai hukum lelang
dengan tipe penelitian eksplanatoris untuk memperoleh informasi secara menyeluruh
dan terintegrasi yang terkait dengan kasus pelelangan gula ilegal. Sumber data yang
digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan
tersier yang diteliti secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukan bahwa pelelangan
gula ilegal tersebut telah memenuhi tata prosedur suatu pelelangan berdasarkan
ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
304/KMK.01/2002 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dan Putusan KPPU yang
menyat an a anya pelanggaran Pasal 22 mengenai mengenai persengkongkolan
untuk menentukan pemenang tender, KPPU telah menyamakan definisi tender
dengan lelang, dimana sesungguhnya antara lelang dan tender adalah 2 (dua)
per ua an um yang erbeda, serta lelang gula ilegal ini adalah termasuk lelang
eksekusi yang termasuk dalam pengecualian dalam Undang-Undang No. 5 Tahun
1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat,
sehingga KPPU seharusnya menyatakan dirinya tidak berwenang memeriksa
pelelangan gula ilegal tersebut.

ABSTRACT
An auction of 58.000 ton illegal white crystal sugar in January 4th 2005 has
raised many critics from society. The society demanded that the auction to be
cancelled since the price formed in the auction can negatively influence Indonesia
economy. Many people questioned the legality of the auction procedures since it was
considered had many anomalies. Business Competition Supervisory Committee
(“KPPU”) decided to scrutiny on the auction and has decided that there was a
violation of Article 22 Monopoly Regulation and Fair Trade Act, Act Number 5 of
1999 and punished parties related to the auction. There are two major issues
regarding the auction which are the legality of the auction and the competency of
KPPU in examining the auction. This research’s methodology is Yuridis Normatif
(library research) focus on Auction Law with explanatory research type to have a
holistic and integrated information regarding the auction. The data sources are from
secondary type of data which consist of primary, secondary, and tertiary source of
data. The result shows that the auction has fulfilled the obligatory requirements set
on Finance Ministerial Decree Number 304/KMK.01/2002 about Auction Guidance,
and regarding KPPU decision of violation Article 22 about scheme in tender offers,
KPPU has made no differences between an auction and a tender offer where as an
auction and a tender offer is two different legal conducts, moreover the auction is
classified as execution auction which is excluded from Monopoly Regulation and
Fair Trade Act, Act Number 5 of 1999, therefore KPPU should have no authority in
examining the auction."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37029
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Badril Munir
"Industri gula dalam beberapa tahun terkhir ini, telah berkembang menjadi bahan pembicaraan masyarakat khususnya kalangan industri penggunanya sebagai bahan Baku. Gula yang dikenal masyarakat adalah gula berbahan baku tebu, yang dikenal gula putih atau gula pasir. Konsumsi masyarakat terus mengalami peningkatan, seiring dengan pertumbuhan penduduk. Tahun 2006, kebutuhan untuk konsumsi 3,5 juta ton, sementara produksi dalam negeri baru mencapai 2,3 juta ton/tahun. Dengan demikian terdapat kekurangan pasok kebutuhan bagi masyarakat.
Berangkat dari perkembangan gula putih atau gula pasir tersebut, maka industri gula rafinasi mulai dikenal masyarakat, industri gula rafinasi merupakan salah satu industri pengolahan yang sangat menjanjikan, sejak tahun 2002 telah bermunculan investasi dibidang industri gula rafmasi. Perkembangannya dari 1 perusahaan menjadi 5 perusahaan. Berkembangannya konsumsi gula, telah dirasakan tergeser oleh industri gula rafinasi. Tahun 2002 realisasi produksi gula rafinasi baru mencapai sebesar 150.000 ton/tahun, empat tahun kemudian (tahun 2006) telah mencapai 1.125.000 ton/tahun (laporan AGRI, 2005/2006), sementara konsumsi gula putih/gula pasir yang semula (2002) oleh masyarakat umum tercatat sebesar 2.668.305 ton dan tahun 2006 meningkat mencapai 3.177.765 ton/tahun, sedangkan konsumsi industri sebesar 1.100.000 ton/tahun oleh industri makanan dan minuman berskala menengah dan besar.
Gejala terkonsumsinya gula rafinasi mulai dirasakan oleh masyarakat petani tebu, yang memproduksi gula putih, adalah tidak mustahil gula rafinasi akan menggeser konsumsi gula putih dikemudian hari baik diserap oleh masyarakat maupun industri penggunanya, sebab gula rafinasi mempunyai tingkat kualitas lebih baik. Saat ini, ketentuan pemerintah terhadap gula rafinasi dibatasi hanya diperuntukkan oleh konsumsi masyakat industri.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa PT. Angels Products terus memacu peningkatan produksi, sejak awal berdiri (2003) berproduksi Baru 94.896,3 ton, memasuki tahun 2006, produksi mencapai 320.000 ton atau mengalami kenaikan 225.103,7 ton, kurun waktu 3 (tiga) tahun atau rata-rata 75.035 ton/tahun. Namun dalam kenyataan, PT. Angels Products masih mengandalkan pasar industri makanan dan minuman skala menengah dan besar. Ruang pasar ini direbut oleh industri gula rafinasi dalam negeri lainnya dan gula rafinasi asal impor, sementara potensi pasar lainnya belum tergarap seperti pasar industri kecil dan industri rumah tangga.

Sugar industries in last few years has been public issues consumed directly and known by industry societies as raw material. Sugar known in public is sugar from raw material cane and known as white sugar. The rate of public consumption continually increase, together with the growth of population. In 2006, the amount of consumption need is 3,5 million ton, meanwhile domestic production is only 2,3 million ton 1 year. So, there is less supply to meet public needs. Starting from the progress of white sugar, refinery sugar industry is initially known by public, especially for consumed industries.
Refinery sugar industry is one of promised processing industries, since 2002 many investments appear in refinery sugar industry field. This indicate that this industry has enough potency to develop in domestic. From 2002, shown that white sugar consumption known has been shifted by refinery sugar industry. If in 2002, realization of refinery sugar production is only as amount of 150.000 ton/year, so four year later (in 2006), the production has reached 1.125.000 ton 1 year (AGRI report, 2005 1 2006), so white sugar consumption for public consumption from 2.668.305 ton in 2002 has increased to 3.177.765 ton 1 year in 2006, meanwhile industrial consumption is 1.100.000 ton 1 year consumed by middle and big scale food and beverage industries.
This consumption of refinery sugar tendency is initially felt by cane farmer, who produce white sugar, and not impossible refinery sugar will shift white sugar consumption in the future, either consumed by public or industries, because refinery sugar has better quality level than white sugar produced by cane-based sugar plant from cane farmer. The policy is amended, so refinery sugar companies have subjected to this policy.
Based on the result of research, that PT. Angels Products has persistently boosted its production since the initial established (2003) with total production around 94.896,3 ton, and furthermore in 2006, total production is estimated 320.000 ton or increase 225.103,7 ton, and average production is 75.035 ton 1 year in three years. In this progress, PT. Angels Products still relies on his selling to foods and beverages industries in middle and big scale. In the fact, PT. Angels Products together with other refinery sugar industries should be able to produce for consumed industries. Meanwhile refinery sugar for small industries and household industries is not yet worked on optimally."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T22475
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Hari Benarto J.M.H.
"Pembahasan dalam skripsi ini adalah pemberesan harta pailit melalui pelaksanaan lelang oleh kantor lelang, dengan studi kasus PT Interkon Kebon Jeruk. Dalam proses kepailitan apabila debitor dinyatakan pailit, maka kurator akan melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit. Pasal 185 Undang-Undang Kepailitan mengintrodusir dua cara penjualan aset-aset debitur pailit, yaitu dengan cara melakukan penjualan di muka umum atau melakukan penjualan di bawah tangan dengan izin hakim pengawas. Penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif dengan tipologi penelitian deskriptif. Dalam penelitian ini, yang menjadi pokok permasalahan adalah bagaimana prosedur dan persyaratan lelang eksekusi harta pailit pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang dan apakah persyaratan lelang eksekusi harta pailit PT Interkon Kebon Jeruk telah terpenuhi, sehingga dapat dilakukan pelaksanaan lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang. Pada akhirnya, peneliti memperoleh kesimpulan bahwa lelang eksekusi harta pailit ada tiga tahap yang harus dijalankan, yaitu tahap persiapan lelang, tahap pelaksanaan lelang, dan tahap pasca lelang. Persyaratan bersifat khusus lelang eksekusi harta pailit tidak dapat dipenuhi oleh Kurator dalam pemberesan harta pailit PT Interkon Kebon Jeruk, sehingga tidak dapat memenuhi legalitas formal subjek dan objek lelang yang pada akhirnya tidak dapat dilakukan pelaksanaan lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Jakarta I.

This undergraduate thesis discusses the settlement of bankruptcy assets through auction by the auction office, with the case of PT Interkon Kebon Jeruk used as the case study. In bankruptcy proceedings, if the Debitor has been declared bankrupt, the Curator shall perform the management and settlement of the bankruptcy assets. Article 185 of Law on Bankruptcy introduces two ways of selling the asset of bankrupt Debitor, which is through selling in public and selling in private upon the permission of the Supervisory Judge. This research is a normative research with descriptive type of research typology. In this research, the issue of concern is how is the procedure and requirements of execution auction of bankruptcy assets on the State Assets and Auction Service Office, and whether those requirements of execution auction of bankruptcy assets of PT Interkon kebon Jeruk are fulfilled or not so the implementation of auction by the State Assets and Auction Service Office can be done. In the end, the researcher came to the conclusion that on the execution auction of bankruptcy assets, there are three steps that must be executed. The three steps are auction preparation, implementation of auction, and post-auction. The Curator in the process of settlement of PT Interkon Kebon Jeruk's bankruptcy assets cannot fulfill the special requirements of execution auction of bankruptcy assets, so the formal legality of subject and object of auction cannot be met, which in the end, the State Assets and Auction Service Office Jakarta I cannot implement the auction.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2016
S63845
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jessica
"[Tesis ini membahas kepastian hukum atas batasan nilai gratifikasi sebagaimana diatur dalam Pasal 12B ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi perihal nilai gratifikasi dibawah Rp 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), serta mengenai pelaksanaan lelang atas barang gratifikasi. Penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif yang bersifat ekplanatoris. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak pengaturan mengenai nilai standar gratifikasi yang berbeda-beda. Muncul juga penafsiran gratifikasi yang tidak sesuai dengan UU Tindak Pidana Korupsi. Sehingga penulis menyarankan agar dilakukan unifikasi hukum nasional atas Pasal 12B ayat (1) huruf b UU Tindak Pidana Korupsi melalui peraturan pemerintah. Lelang Barang Gratifikasi dilakukan oleh Kementerian Keuangan melalui lelang non-eksekusi wajib, lelang dilakukan secara lelang terbuka dan terkadang melalui lelang internet.;This thesis analizes the legal certainty of the gratification limitation as regulated by Article 12B paragraph (1) letter b Law Number 20/2001 concerning Corruption Law the amount of gratification under Rp 10.000.000,- (ten million rupiah), as well as the auction of the gratification goods. This thesis is a explorative normative legal study. The study found many regulations give distinctive minimum amount of gratification. Furthermore, some intrepretation even dissent with the Corruption Law. Therefore, the writer suggests the goverment to make some unification of national law concerning the Article 12B paragraph (1) letter b Corruption Law through the enacment of Government Regulation. The Auction concerning gratification goods is executed by Ministry of Finance through compulsory non execution auction, the auction carried by open outcry auction and seldom by online auction., This thesis analizes the legal certainty of the gratification limitation as regulated by Article 12B
paragraph (1) letter b Law Number 20/2001 concerning Corruption Law the amount of
gratification under Rp 10.000.000,- (ten million rupiah), as well as the auction of the gratification
goods. This thesis is a explorative normative legal study. The study found many regulations give
distinctive minimum amount of gratification. Furthermore, some intrepretation even dissent with
the Corruption Law. Therefore, the writer suggests the goverment to make some unification of
national law concerning the Article 12B paragraph (1) letter b Corruption Law through the
enacment of Government Regulation. The Auction concerning gratification goods is executed by
Ministry of Finance through compulsory non execution auction, the auction carried by open
outcry auction and seldom by online auction]"
Universitas Indonesia, 2015
T43990
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aryo Dharmajaya
"Perkembangan dan perubahan pelaksanaan serta berbagai hal yang terkait dengan lelang dalam mengikuti perkembangan masyarakat dapat dilihat antara lain dari perubahan rumusan tentang lelang dalam peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Peraturan tentang lelang di Indonesia diawali dengan Vendu Reglement (Peraturan Lelang) Stb. 1908 Nomor 189 dan Vendu Instructie (Instruksi Lelang) Stb.1908 Nomor 190.
Adanya peraturan lelang dan peraturan pelaksanaannya dimaksudkan agar pelaksanaan lelang di Indoneisa dapat berjalan secara adil, aman, cepat dan efisien, harga wajar serta menjamin adanya kepastian hukum. Namun dalam praktek di lapangan tidak selalu pelaksanaan lelang berjalan secara adil, aman, cepat, efisien dan adanya kepastian hukum sesuai dengan harapan yang diinginkan. Terbukti dari kasus yang terjadi di lapangan dimana si pemenang lelang tidak dapat memperoleh apa yang diharapkan dari pembelian tanah dan bangunan secara lelang yang adil, aman, cepat efisien dan mendapatkan kepastian hukum.
Kasus yang terjadi adalah antara PT. BUMIJAWA SENTOSA sebagai pemenang lelang yang membeli tanah dan bangunan gedung "Aspac" yang dibeli berdasarkan lelang yang diselenggarakan oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) melawan PT. MITRA BANGUN GRIYA .Dalam kasus ini PT. BUMIJAWA SENTOSA sebagai pemilik sah atas tanah dan bangunan gedung " Aspac", Kuningan, Jakarta Selatan, tidak dapat memiliki dan menguasai secara fisik tanah dan bangunan tersebut walaupun sertipikat tanah telah dibalik nama ke atas nama PT. BUMIJAWA SENTOSA, berdasarkan Surat Penetapan Pemenang yang ditetapkan oleh BPPN, karena PT MITRA BANGUN GRIYA sebagai pemilik awal tanah dan bangunan tersebut tidak mau melakukan pengosongan dan menyerahkan objek lelang kepada pemenang lelang.
Dengan metode pendekatan yuridis normatif dapat diketahui bahwa PT. BUMIJAWA SENTOSA adalah sebagai pembeli lelang yang beritikad baik, oleh karena itu haruslah mendapat perlindungan hukum berupa kepastian memproleh obyek lelang baik secara legal maupun secara fisik dan BPPN bertanggung jawab atas palaksanaan lelang agar tercapai pelelangan yang efisien, aman, adil, dan menjamin kepastian hukum.

Development and change in implementation as well as various matters related to auction in following the development society can be viewed from, among others, change in formulation on auction in applicable legislations. Regulation on action in Indonesia was started with Vendu Reglement (Regulation on Auction) Stb. 1908 Number 189 and Vendu Instrucie (Instruction on Auction) Stb. 1908 Number 190.
Regulation on auction and its executing regulation are aimed at making auction process in Indonesia runs fair, safe, quick and efficient, at proper price as well as provides with legal assurance. However, practice in field shows that not all auctions run fair, safe, quick, efficient, and provide with legal assurance according to that expected. It is proven from a case in field where the auction winner can not obtain what being expected from land and building purchased by fair, safe, quick, efficient and having-legal-assurance auction.
The case occurred between PT. BUMIJAWA SENTOSA as the auction winner purchasing land and building "Aspac" bought on the basis of auction conducted by National Banking Recovery Agency (BPPN) against PT. MITRA BANGUN GRIYA.In this case, PT. BUMIJAWA SENTOSA as a legal owner for the land and building "Aspact", Kuningan, South Jakarta, can not physically own and control the land and building although the certificate of land has been changed into on behalf of PT. BUMIJAWA SENTOSA, by virtue of Winner Certificate issued by BPPN since PT. MITRA BANGUN GRIYA as previous owner of the land and building would not clear out and transfer the auction object to auction winner.
Using normatively juridical approach, it is found that PT. BUMIJAWA SENTOSA as the auction winner has a good will, therefore, it shall be legally protected in form of assurance in obtaining auction object both legally and physically and BPPN shall be responsible to the auction process that efficient, safe, fair, and legal-assuring auction can be reached.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25163
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Elvawanti
"Searah dengan perkembangan dunia perbankan dan lembaga-lembaga pembiayaan lainnya yang tidak bisa lepas resiko kredit bermasalah maka lelang barang jaminan dituntut untuk dapat menjamin kepastian hukum bagi pihakpihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan lelang. Permasalahan pokok adalah perlindungan hukum terhadap Debitor yang harta bendanya dilelang dengan harga jauh lebih rendah dari nilai barang sebenarnya, tanggungjawab Penjual yang mengajukan permohonan lelang atas barang yang dimilikinya secara tidak sah serta batasan tanggungjawab Pejabat Lelang pada Kantor Lelang menurut hukum dalam Putusan Mahkamah Agung nomor 252/K/Pdt/2002. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kepustakaan dengan tipe penelitian explanatoris serta rancangan penelitian Case Study Design untuk memperoleh informasi secara menyeluruh dan terintegrasi yang terkait dengan kasus dalam putusan pengadilan yang diteliti yang didukung bahan hukum primer, skunder dan tertier. Data dihimpun melalui studi dokumen dan wawancara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Peraturan perundang-undangan memberikan perlindungan terhadap Debitor ketika tanahnya dilelang antara lain melalui Pasal 20 ayat (1) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.97/2006 mengenai kewajiban Penjual menetapkan Harga Limit berdasarkan pendekatan penilaian yang dapat dipertanggungjawabkan. Tidak ada ketentuan yang membebani tanggungjawab Pejabat Lelang jika Harga Limit atas Benda yang dijual terlalu rendah jika semua prosedur yang ditetapkan telah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Demikian juga dengan dokumen-dokumen pendukung yang dikemudian hari dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan selama dokumen-dokumen itu telah meznenuhi ketentuan formal menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku kecuali kewajiban moral semata-mata. Dalam rangka melaksanakan prinsip kehati-hatian yang wajib dilakukan dalam pemberian kredit, Bank harus memastikan bahwa seluruh aspek yuridis yang berkaitan dengan pengikatan jaminan telah benar secara hukum. Dalam kasus Putusan Mahkamah Agung Nomor 252K/Pdt/2002, Bank Bali sama sekali tidak memegang jaminan apapun dari Debitor karena pengikatan jaminan Hak Tanggungan tersebut dibatalkan oleh Pengadilan.

In the development of Banking and other financial institution, they have issued credit risks. Therefore public auction of collateral is an obligation to guarantee the jurisdiction over the persons concerned in the auction execution. The main problem are how far is The law protection for debtors whose assets have sold by public' auction with the price much lower than the real price. The responsibility of the seller who has made a request over collateral that is illegally owned by him/herself. The auction authority responsibilities according to the law. Research method used by the bibliography research with research explanatory type and also the research Case Study Design device to get information totally and related integrated with case in justice decision checked supported by a substance punish primary, secondary and tertiary Data mustered by document study and interview. Result of research indicate that Law and regulation give the protection to Debtor when its title by auction for example through Section 20 sentence ( 1) Decree Of The Minister For Finance Number 40/KMK.97/2006 hitting Seller obligation price limit of pursuant to assessment approach which can be justified. There are no rule encumbering responsibility of Functionary Auction if Price Limit for Object sold at too low price when all procedure specified have been executed as well as possible. And so it is with supporter document which later on the day expressed null and void by Justice of during that document pursuant to formal according to law and regulation going into effect except moral obligation solely. In order to executing carefulness principle which is obliged to be conducted in credit loan, Bank have to ensure that all aspect of law related to guarantee cordage have real correct judicially. In case Decision of Appellate Court of Number 252K/Pdt/2002, Bali Bank is not at all hold any guarantee from Debtor of because the Responsibility Rights guarantee cordage canceled by The Court."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19583
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Imelda Sotia Browo
"Lelang adalah cara penjualan barang di muka umum yang dilaksanakan oleh atau dihadapan Pejabat Lelang dengan cara pembentukan harga kompetitif, yang mempunyai asas transparansi, akuntabilitas, efesiensi, kepastian, dan adil. Ternyata dalam perkembangannya lelang tidak dapat selalu dengan mudah dilaksanakan sesuai dengan asas lelang, khususnya pada lelang eksekusi dan lelang non eksekusi yang bersifat wajib, barang-barang milik negara. Hal tersebut terjadi karena lelang sulit mendapatkan harga jual yang optimal karena yang menjual bukan pemilik barang langsung, melainkan instansi/ pejabat terkait dan cara penawaran langsung juga dapat menyebabkan kolusi dan tindakan tercela lainnya seperti dalam lelang pada KPKNL Yogyakarta. Oleh karena itu KPKNL Yogyakarta mengupayakan cara lain berupa suatu terobosan dalam ketentuan lelang cara penawaran langsung agar dapat meminimalkan/ menghilangkan kolusi yang terjadi, yaitu dengan menggunakan TROMOL POS dan mengganti Harga Limit dengan harga interval. Ternyata cara tersebut berhasil mencegah terjadinya kolusi antara para peserta lelang yang tidak bertanggung jawab dan dapat menciptakan harga yang optimal.

Auction is method of selling to public conducted by or before Auction Officers by which forming competitive price, based on transparency, accountability, efficiency, certainty and fair. In actual practice, development of auction is not always easily performed in accordance with auction principle, especially in auction execution and non execution with obligatory, state-owned property. These things occurred due to the fact that it is difficult to obtain optimal selling price because of the seiler are not directly owner, but institution / related officer and direct offer can also provoke collusion and other reprehensible actions, such as occurred in auction at KPKNL Yogyakarta. Hence, KPKNL Yogyakarta sought other methods as break through in auction stipulation of direct offer in order to minimize / eliminate collusion from happening, which is, utilizing MAIL BOX, and replacing Price Limit with price interval. Evidently this method succeeds in preventing collusion among irresponsible auction participants and can optimal price may be created."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
T25874
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>