Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 88491 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rizal Subahar
"Daerah Jayawijaya, termasuk Kecamatan Wamena dan Assologaima, adalah daerah yang hiperendemis penyakit taeniasis/sistiserkosis. Dikatakan bahwa taeniasis/sistiserkosis adalah penyakit yang disebut penyakit rumah tangga yaitu suatu penyakit dengan karakteristik sebagai berikut: sering dijumpai lebih dari 1 anggota keluarga di suatu rumah tangga yang terinfeksi penyakit tersebut. Tujuan studi ini adalah mendapat gambaran taeniasis/sistiserkosis pada keluarga yang tinggal di satu komplek perumahan (silimo) dan mengetahui distribusi penderita sistiserkosis yang tinggal bersama penderita taeniasis (adult worm carriers). Telah dilakukan studi terbatas terhadap adanya antibodi terhadap antigen Taenia solium dan tes ELISA-coproantigen. Tes imunoblot menggunakan glikoprotein yang dimurnikan (GP) yang bertindak sebagai antigen Taenia solium. Antibodi anti-sistiserkosis yang terdeteksi sebesar 51.7% dari 89 sampel serum manusia. Angka seroprevalensi ini pada keluarga di Kecamatan Wamena (68.4%, 26/38) lebih tinggi dibandingkan di Kecamatan Assologaima (35.3%, 18/51), pada laki-laki (61.2%, 30/49) lebih banyak yang terinfeksi dari perempuan (40.0, 16/40). Disamping itu ELISA-coproantigen yang terdeteksi positif sebesar 2.4% (3/42) hanya ditemukan pada keluarga di Assologaima, sedangkan pada 5 keluarga di Kecamatan Wamena maupun Assologaima ditemukan anggota keluarga seropositif tanpa adanya individu coproantigen positif di rumah komplek masing-masing. Di daerah hiperendemis taeniasis/sistiserkosis seorang dapat terinfeksi oleh keluarganya yang tinggal bersama di silimo maupun mendapat infeksi ini dari keluarga lain. Semua penderita taeniasis mengkontaminasi lingkungan.

Taeniasis/cysticercosis among family members in villages of Jayawijaya District, Papua. The area of Jayawijaya, including the Subdistricts of Wamena and Assologaima, is a hyperendemic area of taeniasis/cysticercosis. The disease is considered as a household disease because often if one family member is infected with the disease we can also expect other family members with the same disease. The aim of this study is to obtain data on the condition of taeniasis/cysticercosis in families living in a complex of houses (silimo) and to know the distribution of cysticercosis patients living together with taeniasis patients (adult worm carriers). A limited study was conducted using a test on the detection of antibodies against antigen Taenia solium and the ELISA-coproantigen test. The immunoblot test used purified glycoproteins (GP) as a Taenia solium antigen. Antibodies anti-cysticercosis were detected in 51.7% of 89 human sera samples. The seroprevalence of families in Wamena (68.4%, 26/38) was higher in comparison with that in Assologaima (35.3%, 18/51), men (61.2%, 30/49) were more infected than women (40.0, 16/40). In addition positive ELISA-coproantigen was found in 2.4% (3/42) of the families in Assologaima, whereas in 5 families in Wamena as well as in Assologaima family members were found seropositive without an individu with coproantigen positive in their families living in their respectively silimo?s. In hyperendemic areas of taeniasis/cysticercosis one can be infected by his family living in the same complex of houses as well as by other families. All adult worm carriers are contaminating the whole environment."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan ; Asahikawa Medical College. Department of Parasitology ; Universitas Indonesia. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat, 2005
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh stadium larva Taenia solium (cacing pita babi), sedangkan taeniasis solium disebabkan cacing dewasa yang hidup di dalam rongga usus halus manusia. Penyakit ini sampai sekarang terutama ditemukan di tiga propinsi yaitu Bali, Sumatera Utara dan Papua. Prevalensi tertinggi ditemukan di Propinsi Papua pada tahun 1997 yaitu 42.7%. Studi kasus kontrol ini bertujuan untuk mendapatkan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian sistiserkosis di Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya. Kelompok kasus ini merupakan seluruh penderita sisterserkosis berusia lebih dari 8 tahun yangditemukan melalui kuesioner pada surveri Tarniasis, Sistiserkosis dan Neurosistiserkosis yang dilaksanakan oleh tim bulan Januari sampai dengan Februari 2002, sedangkan kelompok kontrol diambil secara acak dari orang yang tidak menderita sistiserkosis pada survei tersebut. Diagnosis sistiserkosis ditentukan dengan pemeriksaan ELISA terhadap serum antibodi parasit tersebut baik pada kasus maupun kontrol. Dari seluruh variabel yang ditelliti didapatkan beberapa faktor yang secara statistik berhubungan bermakna dengan kejadian sistiserkosis setelah dikontrol secara bersamaan yaitu cuci tangan (OR 4.9 95% CI:2.55-9.61), jenis pekerjaan (OR 2.11 95% CI:1,14-4\3.91), frekuensi mandi (OR 2.59% CI: 1.31-5.12), jenis sumber air bersih (OR 2.41 95 CI:1.31-4.44) dan tempat buang air besar (OR 6.25 95% CI:3.14-12.44). Perlu dilakukan pendidikankesehatan kepada masyarakat tentang hal hal sebagai berikur: kebiasaan mencuci tangan, pentingnya mandi dengan menggunakan air bersi serta membuang air besar pada tempat yang terlindung. Pemerintah daerah perlu mengadakan saranan air bersih da n sarana umum untuk tempat buang air besar.
Factors Associated With Occurrence of Cysticercosis Among Wamena People’s, at Jayawijaya District, Papua
Province, In 2002. Cysticercosis is a disease caused by the larva of Taenia solium, the pig tapeworm, whereas taeniasis
solium is caused by the adult worm, which lives in the small human intestines. The prevalence of
taeniasis/cysticercosis in Indonesia varies from 1.0% to 42.7% and until now is found predominantly in three provinces
i.e. Bali, North Sumatera and Papua. The highest prevalence was found in Papua during the year 1997 (42,7%). This
case-control study was designed for finding factors in connection with the existing cysticercosis in Sub-district
Wamena, District Jawawijaya. The number of cases consisted of all patients suffering from cysticercosis aged more
than 8 years, found by questionaires during a survey for Taeniasis, Cysticercosis and Neurocysticercosis, conducted by
the team from January till February 2002 and the control group consisted of individuals without cysticercosis during the
survey. The diagnosis of cysticercosis was determined with ELISA by antibody detection of the parasites in the serum
of both groups. Among the total number of variables several factors were found significantly associated with the
existence of cysticercosis after calculation as a whole i.e. washing hands (OR 4.9 95%CI:2.55-9.61), profession (OR
2.11 95%CI:1.14-3.91), frequency of bathing (OR 2.59 95%CI:1.31-5.13), source of clean water (OR 2.41 95%CI:1.31-
4.44) and sanitation (OR 6.25 95%CI:3.14-12.44). Community health education is recommended on topics such as the
habit of washing hands, bathing with clean water and using standard toilets. It is suggested that the local government
provides clean water facilities and general sanitation facilities."
Universitas Indonesia, 2003
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Dilaporkan kasus seorang perempuan Bali, berumur 33 tahun, agama Hindu dengan nodul multipel sistiserkosis di bawah kulit dan otak. Ditemukan gejala kejang sejak remaja yang kemudian tidak diobati. Sejak tiga tahun sebelum dirawat di rumah sakit, penderita menemukan nodul multipel di dalam kulit, mulai pada dahi dan sejak setahun yang lalu juga di bagian lain dari kepala dan tubuh, seperti pada bahu, dada dan punggung. Ternyata sampel serum yang diperiksa dengan cara immunoblot positif terhadap antigen Taenia solium. Hasil tes kopro-antigen yang juga positif memberi petunjuk adanya cacing dewasa T. solium di usus. Penderita diterapi dengan prazikuantel terhadap infeksi dengan cacing dewasa dan kemudian dengan albendazol terhadap stadium larva, yang berupa kista. Tidak berhasil ditemukan cacing dewasa di dalam tinja 24 jam. Setelah tiga minggu jumlah kista yang teraba di dalam kulit sangat berkurang, demikian juga di dalam otak. Setelah setahun tes imunoblot masih positif. (Med J Indones 2002; 11: 169-73)

A case of multiple subcutaneous and cerebral cysticercosis in a 33-year-old Balinese female, is reported. The patient suffered from seizures since adolescence, which was not treated. Since three years before admission she started developing multiple nodules in the skin, starting from her forehead and since a year ago also in other parts of the head and body such as shoulders, chest and back. Serum sample tested against cysticercus antigen by immunoblot assay against antigen of Taenia solium was positive. The copro-antigen test was also positive, indicating the presence of the adult worm in the intestines. The patient was treated with praziquantel for the adult T. solium infection and thereafter with albendazole for the larval stages, which resulted in obvious reduction of the cerebral cysts and most of the subcutaneous nodules disappeared. However the adult worm was not recovered in the 24 hours stool specimen and after one year the immunoblot test was still positive. (Med J Indones 2002; 11: 169-73)"
Medical Journal of Indonesia, 11 (3) July September 2002: 169-173, 2002
MJIN-11-3-JulSep2002-169
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Metode mutakhir, dosis dan hasil pengobatan medik taeniasis/ sistiserkosis, penyakit zoo-parasitik yang disebabkan Taenia solium dan Taenia saginata dibahas. Pada kasus sistiserkosis T. solium, khususnya neurosistiserkosis waktu optimal dan dosis untuk sistiserkosis dengan albendazol adalah selama 8 hari, 15 mg/kg/hari dibagi untuk dua kali sehari ditambah prednison 50 mg/hari pada pagi hari. Obat ini efektif terhadap parasit di hampir semua lokasi sebanyak yaitu 80-90% terhadap kista yang makroskopik tampak dengan cara imaging. Untuk taeniasis dosis tunggal prazikuantel, 10-15 mg/kg memberi hasil angka penyembuhan lebih dari 90%. Efek samping ringan seperti nausea, sakit kepala dan perut dapat ditemulan. Evaluasi terapi dengan obat dilakukan berdasarkan evaluasi klinik, radiologi dan serologi. Di Papua (=Irian Jaya) sembilan kasus dengan diagnosis kemungkinan neurosistiserkosis, sero-positif, telah diterapi dengan albendazol, 1200 mg dosis tunggal selama 15 hari. Ditambah dengan prednison, tiga kali sehari 1 tablet, 5 mg selama 7 hari. Setelah setahun 6 kasus masih tetap sero-positif. Pada waktu yang sama prazikuantel, 1200 mg, dosis tunggal diberikan kepada sepuluh pasien selama 15 hari dengan prednison, 3 kali sehari 1 tablet, 5mg selama 7 hari. Setelah setahun 5 kasus masih tetap sero-positif. Kedua-duanya, albendazol dan prazikuantel, adalah obat yang efektif terhadap taeniasis dan sistiserkosis dengan efek samping ringan. Terapi simptomatik diberikan bilamana dianggap perlu. (Med J Indones 2005; 14:253-7)

Recent methods, doses and results of medical treatment on taeniasis/cysticercosis, a zoo-notic parasitic disease caused by Taenia solium and Taenia saginata are discussed. In cases of cysticercosis T. solium, especially neurocysticercosis the optimal length and dose of albendazole is a course of 8 days with doses of 15 mg/kg/day divided in two times added by 50 mg/day of prednisone in the morning. The drug is effective in almost any location of the parasites for 80-90% of macroscopic cysts seen by imaging studies. For taeniasis a single dose of praziquantel, 10-15 mg/kg achieves cure rates of more than 90%. Side effects such as nausea, headache and abdominal pain are mild. Evaluation of drug treatment is done by clinical, radiological and serological evaluation. In Papua (=Irian Jaya) nine cases with suspected neurocysticercosis, serologically positive, were treated with 1200 mg single dose albendazole for 15 days. Prednisone tablets, three times daily one tablet, 5 mg during 7 days were added. After one year 6 cases were still serologic positive. At the same time praziquantel, 1200 mg, single dose was given to ten cases during 15 days and prednisone tablets, 3 times daily one tablet, 5 mg during 7 days. After one year 5 sero-positive cases were still found. Albendazole and praziquantel are both effective drugs for taeniasis and cysticercosis, with minor side effects. In addition symptomatic treatment should be given if necessary. (Med J Indones 2005; 14:253-7)"
Medical Journal Of Indonesia, 14 (4) October December 2005: 253-257, 2005
MJIN-14-4-OctDec2005-253
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"Taeinia saginata dan Taeinia solium ditemukan di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berkembang. Kedua jenis
cacing pita ini hidup dalam rongga usus halus. Hospes perantaranya adalah ternak dan babi. Gejala-gejala berat
ditemukan bilamana T. solium menginfeksi sistim saraf pusat. Kasus-kasus dengan kejang epilepsi dan perilaku
abnormal sering ditemukan di daerah endemis. Di Mexico diantara 68.754 sampel serum manusia 0,06-2,97%
ditemukan positif untuk cysticercosis. Rupa-rupanya ada hubungan antara angka sero-prevalensi yang tinggi dengan
tingkat keadaan sosio-ekonomi yang rendah. Di berbagai negara di Amerika Latin ditemukan prevalensi antara 0,1-
8,7%, sedangkan prevalensi berkisar antara 0,05-10,4% di Asia dan Afrika. Di Indonesia taeniasis/sistiserkosis terutama
ditemukan di tiga provinsi yaitu Sumatera Utara, Bali dan Irian Jaya (Papua). Sejumlah kasus juga ditemukan di
Lampung, Sulawesi Utara, Sulawesi Tenggara, Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan Barat. Di Indonesia prevalensi
taeniasis/sistiserkosis berkisar antara 1,0-42,7%. Prevalensi tertinggi ditemukan di Irian Jaya. Tidak banyak laporan
mengenai sistiserkosis pada ternak di dunia, termasuk Indonesia. Pengumpulan data epidemiologi seperti tentang
prevalensi dan distribusi diperlukan supaya program penanggulangan berhasil. Disamping itu perlu dilakukan
penyuluhan kesehatan di masyarakat pada tiap program penaggulangan
Prevalence and distribution of Taeniasis and Cysticercosis. Taenia saginata and Taenia solium are found through
the whole world, especially in developing countries. These tapeworms live in the small intestines of humans. Cattle and
pigs are the intermediate animal hosts. Serious signs and symptoms are found if T. solium is infecting the central
nervous system. Cases with epileptic seizures and abnormal behavior are often found in endemic areas. In Mexico
among 68.754 human serum samples 0,06-2,97% were found positive for cysticercosis. Apparently there was an
association between high sero prevalence rates and low socio-economic conditions. In several countries in Latin
America, prevalences were between 0,1-8,7%, whereas prevalences between 0,05-10,4% were detected in Asia and
Africa. In Indonesia taeniasis/cysticercosis are mostly found in three provinces i.e. North Sumatra, Bali and Irian Jaya.
Cases were also discovered in North Sulawesi, Southeast Sulawesi, East Nusa Tenggara and West Kalimantan. The
prevalences of taeniasis/cysticercosis in Indonesia were between 1,0-42,7%. The highest prevalence rate was in Irian
Jaya (Papua). Not many reports are available for cysticercosis in cattle and in pigs in the world, including Indonesia.
The collection of epidemiological data such as on prevalence rates and distribution are needed for a successful control
program. In addition community health education should be implemented in control programs."
Departemen Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Pembinaan Lingkungan Pemukiman ; Universitas Indonesia. Fakultas Kedokteran, 2001
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Said Hindom
"Secara keseluruhan Tesis ini mempelajari dampak pembangunan nasional terhadap petani Dani, terutama mengkaji respon-respon yang tampak maupun tidak tampak dalam kehidupan sehari-hari mereka dalam lingkungan pembangunan nasional. Permasalahan yang dapat dirumuskan dalam kajian tesis ini adalah kehidupan ekonomi nasional memasuki kehidupan ekonomi orang Dani yang bertumpu pada budi daya mereka yang secara mendalam telah terpadu serta mengakar dan merupakan bagian dari budaya mereka yang sulit terpisahkan. Kehadiran pembangunan mau tidak mau terjadi berbagai benturan. Untuk itu dapat dilihat sejauhmana antisipasi masyarakat terhadap benturan akibat pembangunan tersebut dan perlu dilihat dari berbagai respon yang timbul hal inilah yang menjadi pokok perhatian dalam kajian tesis ini.
Pembangunan nasional bukan bertujuan semata-mata untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat secara fisik tetapi lebih dari itu untuk meningkatkan olah pikir masyarakat agar cita rasa dan perilakunya berubah ke arah nilai-nilai yang mengharapkan kehidupan yang lebih baik. Begitu pula dengan kehidupan pembangunan bagi orang Dani yang mendiami lembah Baum yang menginginkan agar kehidupan mereka hari esok lebih baik dari kehidupan sebelumnya. Hal ini terbukti dengan adanya berbagai perubahan-perubahan yang secara sadar dilakukan oleh masyarakat walaupun dalam konteks yang kecil dan berjalan secara lamban. Perubahan yang nampak lebih adaptif bagi masyarakat adalah perubahan pada sektor pertanian karena adanya keterbukaan masyarakat mengadoptif berbagai perubahan yang ada. Disamping itu selain sebagai makanan pokok mereka juga mempunyai hubungan dengan kebudayaan mereka dimana ubi manis dan babi merupakan konsumsi utama dalam merayakan berbagai perayaan adat mereka.
Ubi manis merupakan jenis tanaman yang diusahakan secara turun temurun dari generasi ke generasi, dan juga babi kedua bahan makanan ini memiliki nilai religi yang sangat tinggi. Sehubungan itu kelestariannya sampai saat ini terus di jaga dan dipelihara malah ditingkatkan lagi karena telah menambah fungsi ekonomi bagi mereka. Walaupun dikatakan ubi manis merupakan jenis tanaman transfer dari leluhur mereka begitu juga babi tetapi mereka adaptif dengan keanekaragaman jenis tanaman lain begitu juga ternak yang diperkenalkan baik pertama kali oleh para missionaris maupun melalui kegiatan pembangunan. Ini menandakan adanya respon masyarakat yang sangat positif mengadaptasi berbagai perubahan.
Baik pembangunan fisik maupun non fisik yang telah menyentuh masyarakat Dani di Wamena, merupakan suatu peluang untuk dapat merubah pola kehidupan kearah yang lebih baik. Orang Dani berhasil menangkap peluang-peluang akibat sentuhan pembangunan itu dengan menggeserkan pola kehidupan mereka dahulu dari pertanaian berburu dan meramu yang hasilnya sekedar untuk memenuhi kebutuhan yang terbatas telah bergesar ke pertanian menetap untuk memenuhi kebutuhan konsumen hingga orientasi produk mereka bukan semata orientasi subsisten tetapi telah ke orientasi pasar. Ini merupakan suatu kompetisi positif dimana mereka berperan aktif didalamnya dan mau menerima berbagai peluang.
Perubahan lainnya yang nampak pada kehidupan masyarakat Dani adalah perubahan di sektor pendidikan baik formal maupun informal, kesehatan, kemasyarakatan, pariwisata, industri rumah tangga dan telah tersedianya berbagai sarana dan prasarana yang kesemuanya ini mengharapkan adanya perubahan bagi masyarakat. Dengan melihat berbagai kegiatan masyarakat yang beradaptasi dengan pembagunan nasional itu sendiri dapat dikatakan respon masyarakat positif terhadap penyelenggaraan pembangunan.
Tidak dipungkiri pembangunan selain mengahasilkan hal-hal yang positif juga dapat menciptakan berbagai hal yang bertentangan dengan kehendak masyarakat. Namun kesemua ini oleh masyarakat Dani di lembah Balim sementara ini dapat mengatasinya dengan baik. Padi yang dulunya mendapat tanggapan benturan seakan-akan mengganggu kelestarian budaya mereka sekarang telah dikembangkan dengan begitu pesat dan memberi peluang ekonomi yang cukup besar bagi mereka.
Semua keterlibatan masyarakat dalam menangkap berbagai speluang yang ada menandakan masyarakat merasa diperlakukan sebagai pelaku dalam pembangunan nasional.
Intervensi budaya luar yaitu semenjak kehadiran para missionaris sekitar tahun 1954 telah mengadopsi budaya-budaya baru dan secara bertahap masyarakat mulai mengalami perubahan. Bila lihat dari kurun waktu di atas dan perubahan yang sekarang dialami masyarakat dapat dikatakan masyarakat telah cepat mengalami perubahan dan dengan budi daya yang ada mereka berusaha meningkatkan usaha mereka di satu pihak mereka masih menjaga kelestarian budaya mereka walaupun sudah terjadi modifikasi antara lain budaya perang-perangan.
Akhirnya dapat dikatakan respon masyarakat Dani terhadap pembangunan nasional sangat positif, kemudian daya vita rasa masyarakat yang membentuk prilaku mereka mudah mengadopsi barbagai perubahan yang datang merupakan suatu sumber daya yang secara alamiah dimiliki oleh masyarakat. Untuk itu perlu di jaga dan dilestarikan serta diperhatikan sebagai modal pembangunan di masa datang."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lea Meirina Trisnawati
"Kasus HIV dan AIDS di Indonesia terus meningkat. Sementara untuk penularan dari ibu ke bayi atau anak, jika tidak dilakukan intervensi program PPIA, kemungkinan penularannya akan lebih besar. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan peran penentu baik bidang kesehatan dan non kesehatan dalam pelaksanaan program PPIA. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan mengambil lokasi di Kabupaten Jayawijaya. Teknik pengumpulan data menggunakan data primer yaitu melalui wawancara mendalam, observasi dan dokumentasi sedangkan data sekunder berasal dari survei fasilitas kesehatan yang dilakukan di Papua. Jumlah informan adalah 11 orang.
Hasil penelitian ini menggambarkan pelaksanaan program PPIA dilihat dari peran sistem kesehatan masih kurang memadai. Mengingat luasnya wilayah dan kesulitan akses ke pelayanan kesehatan, Pemerintah Daerah perlu segera melakukan perluasan layanan PPIA yang komprehensif, pemberian Obat ARV pada ibu hamil dan kebutuhan reagen, serta dukungan psikososial pada ODHA.

HIV and AIDS cases are increasing progressively. Especially on HIV transmission from mother to child, the possibility is greater than others if we do not apply PMTCT intervention. The objective of this research is to determine role of health system to the implementation of PMTCT. This is qualitative research located in Jayawijaya district. Primary data is collected through in depth interview, observation, and documentation, while secondary data is collected based on health facilities survey in Papua. The informant of this research is 11 people.
This research is resulting insufficient PMTCT coverage due to the weak of health system. Access to health facilities is still challenging, so local government is required to provide and expand comprehensive PMTCT services, ensuring provision of HIV related commodities to people living with HIV."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
T41935
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purba, Wilfried Hasiholan
"Sistiserkosis adalah penyakit yang disebabkan oleh stadium larva cacing pita babi yaitu Taenia solium. Manusia merupakan hospes definitif dan sekaligus hospes perantara, sedangkan babi dan anjing merupakan hoepes perantara cacing ini. Di Indonesia. sistiserkosis terutama ditemukan di tiga propinsi yaitu Sumatera Utara, Bali dan Papua. Angka prevalensi sistiserkosis di beberapa propinsi di Indonesia berada pada rentang 1,0% -42,7%, prevalensi tertinggi ditemukan di Papua (42,7%).
Kecamatan Wamena terletak di Kabupaten Jayawijaya, dibagian tengah propinsi Papua serta berbatasan dengan Papua Nugini disebelah timur. Tingkat kebersihan masih sangat rendah dan pemakaian jamban masih belum menjadi kebiasaan, sehingga penduduk berisiko terkena sistiserkosis.
Penelitian ini menggunakan desain kasus kontrol yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara mencuci tangan sebelum makan dengan kejadian sistiserkosis pada penduduk Kecamatan Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Propinsi Papua Tahun 2002.
Pada hasil studi ini dapat disimpulkan bahwa faktor mencuci tangan sebelum makan berhubungan dengan kejadian sistiserkosis, setelah dikontrol variabel lain dengan OR 5,611 (95% CI 3,066 - 10,269). Dengan kata lain dapat disederhanakan bahwa responden yang tidak mencuci tangan sebelum makan memiliki risiko 5,611 kali menderita sistiserkosis dibanding yang tidak mencuci tangan.
Disarankan agar melakukan penyuluhan kesehatan terutama di daerah endemis tentang kebersihan diri yaitu mencuci tangan sebelum makan, dengan kampanye kepada masyarakat melalui media massa seperti radio, televisi, pemutaran film, spanduk, papan iklan. Disamping itu dapat dilakukan pendekatan melalui sosio anthropologi bagi masyarakat umum antara lain dengan menggunakan bahasa setempat.
Daftar pustaka : 33 (1974 - 2001)

The Association Between Washing Hands, Before Meals And The Occurrence Of Cysticercosis In Wamena Sub-District Jayawijaya District, Papua Province In 2002Human cysticercosis is a disease caused by the larval stage of the pig tapeworm, Taenia solium. Man is the definite and also intermediate host of this tapeworm, whereas the pig and dog are intermediate hosts. In Indonesia, cysticercosis, is mostly found in three provinces i.e. North Sumatera. Bali and Papua. The prevalence rate of cysticercosis in several provinces of Indonesia range from 1.0 % - 42,7 %, the highest prevalence rate is found in Papua (42,7 %).
Wamena Sub-district is located in Jayawijaya District, in the center of the province of Papua and on the eastern side is bordered to Papua Nugini. The hygienic is very low and people are not in the habit in using sanitary facilities, therefore the risk of people to be infected with this tapeworm is high.
The objective of this case control study was to determine the association between washing hands, before meals and the occurrence of cysticercosis. Data were collected in Wamena Sub-district, Jayawijaya District, Papua Province during January-February 2002. This study shows that the relationship between washing hands, before meals and the occurrence of cysticercosis, after being adjusted by frequency of bathing and water sources is significantly associated OR= 5,611 ; 95% CI: 3,066 - 10,289. This means that respondents who were not washing hands before meals have the risk 5,611 times more to suffer from cysticercosis compared to respondents who are washing their hands. Furthermore the covariate variable among nine variables associated with the occurrence cysticercosis.
It was suggested to conduct health education, especially in endemic areas, on personal hygiene, i.e. washing hands before meals, with campaigns for the community through mass media such as radio, television, films, banners and advertising boards. Beside that the socio-anthropologic approach for the general community should be considered, using the local languages.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T12629
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Sarita
"ABSTRAK
Berat badan lahir bayi merupakan salah satu indikator bayi bertahan hidup. Bayi
dengan berat lahir rendah (BBLR) memiliki risiko yang tinggi untuk mengalami
kematian di usia neonatal. Ibu hamil yang melakukan antenatal care dengan baik
akan memiliki risiko yang semakin rendah untuk melahirkan bayi dengan berat
lahir rendah. Papua merupakan salah satu propinsi yang memiliki angka ibu tidak
melakukan antenatal care cukup tinggi bila dibandingkan dengan propinsi lain di
Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
pelaksanaan ANC dengan berat lahir bayi dan meningkatkan kesadaran
masyarakat mengenai pentingnya memeriksakan kehamilan. Metode penelitian
adalah studi potong lintang dengan consecutive sampling kepada subjek yaitu
anak berusia 0-60 bulan dan ibu sebagai responden di daerah Pegunungan
Jayawijaya, Papua. Data didapatkan melalui wawancara yang kemudian dianalisis
dengan uji Chi square. Hasil dari penelitian ini adalah tidak ada hubungan
frekuensi antenatal care dengan berat lahir bayi (p = 1,000), tidak ada hubungan
kelengkapan antenatal care dengan berat lahir bayi (p = 0,561). Perlu dilakukan
penelitian yang lebih baik untuk mengetahui keterbatasan pelaksanaan antenatal
care di Papua

ABSTRACT
Birth weight indicates survival rate of babies. Babies with low birth weight are at
risk of mortality at neonatal age. Pregnant women who do the antenatal care well
will have least risks of giving birth to a baby with low birth weight. The number of
mothers without antenatal care in Papua is likely higher than most of the
provinces in Indonesia. The aim of this research is to know the correlation
between the antenatal care implimentation and the birth weight, and also to raise
people?s awareness of the importance of antenatal care. This research is using
cross sectional study with consecutive sampling to the subjects, which are
children aged 0-60 months and mothers, as the respondent in Jayawijaya, Papua.
Data were obtained through interviews, which were later analyzed with Chi
square test. As a result of this research, there are no correlation between the
frequency of antenatal care and birth weight (p = 1,000), no relevancy between
the completeness of antenatal care and birth weight (p = 0,561). Further and
better research is needed to find out the limited implementation of antenatal care
in Papua."
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Gabriella Chandra
"ABSTRAK
Jarak kelahiran merupakan komponen penting dalam perencanaan keluarga, dan
jarak kelahiran yang tidak optimal diketahui berkaitan dengan berbagai risiko yang
tidak diinginkan. Berbagai faktor dapat mempengaruhi jarak kelahiran, antara lain
faktor sosiodemografi berupa usia ibu, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan penolong
persalinan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan faktor
sosiodemografi dengan jarak kelahiran pada wanita multipara di Pegunungan
Jayawijaya, Provinsi Papua. Penelitian ini menggunakan metode studi potong lintang
dengan pengambilan sampel secara consecutive sampling, didapatkan 90 wanita
multipara yang memenuhi kriteria inklusi. Seluruh subyek diwawancara berdasarkan
kuesioner yang telah disiapkan untuk mengumpulkan informasi yang dibutuhkan.
Hasil dari data yang dikumpulkan adalah 47,8% subyek memiliki jarak kelahiran
optimal yaitu 36-59 bulan, dengan rerata jarak kelahiran 3,6 tahun, SD = 3,2 tahun.
Hasil analisis studi menyatakan sosiodemografi usia (p = 0,058), pendidikan (p =
0,588), pekerjaan (p = 0,202), dan penolong persalinan (p = 0,948) tidak memiliki
hubungan berbeda bermakna dengan jarak kelahiran. Hasil tersebut diduga
disebabkan oleh pengaruh sosial budaya setempat, dan beberapa keterbatasan
penelitian.

ABSTRACT
Birth interval is one of the components of family planning. Birth interval that is not
optimal is known to be associated with many adverse risks. There are multiple
factors that may affect birth interval, such as sociodemographic factors (maternal
age, maternal education status, maternal occupation, and birth assistant). The
objective of this study is to determine whether sociodemographic factors are related
to birth spacing in multiparous women in the Highlands of Jayawijaya, Papua. A
cross-sectional study design with consecutive sampling was conducted. Ninety
samples that meet the inclusion criteria were interviewed based on a questionnaire.
The result is 47,8% of the subjects have optimal birth interval of 36-59 month, with
the mean birth interval length of 3,6 years (SD = 3,2 years). Analysed data showed
that there is no significant correlation between birth interval and sociodemographic
factors of maternal age (p = 0.058), maternal education (p = 0.588), maternal
occupation (p = 0.202), and birth assistant (p = 0.948). The result may be unrelated
owing to the fact that the subjects? health behavior is still strongly influenced by the
local socio-cultural beliefs and some study limitation"
2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>