Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 152689 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wieke Wiana
"Wieke, Wiana. "Strategi Persuasi Kampanye Senator Hillary Rodham Clinton Sebagai Kandidat Calon Presiden 2008 Partai Demokrat di Amerika Serikat". Jakarta: Program Pascasarjana Kajian Wilayah Amerika Universitas Indonesia, 2008 Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan kegagalan strategi kampanye Hillary Clinton sebagai seorang calon presiden dari partai Demokrat Amerika yang memiliki peran penting dalam menciptakan serangkaian program kegiatan kampanye dengan strategi dan taktik komunikasi secara persuasif. Permasalah penelitian adalah bagaimana kegagalan strategi persuasi Hillary Clinton mengubah pendapat-pendapat umum menjadi pendapat politik dalam menciptakan Hillary Clinton menjadi calon presiden di partai Demokrat. Metode yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis interpretatif, yaitu akan mendekripsikan dan menginterprestasikan berbagai peristiwa dan konteks yang berkaitan dengan strategi persuasi Hillary Clinton selama masa kampanye. Adapun teknik penelitian dilakukan dengan studi kepustakaan. Strategi kampanye yang diterapkan dalam kampanye Hillary Clinton dalam pencalonan presiden di partai demokrat di bantu oleh sekelompok orang dan dipimpin oleh chief strategist yang menjalankan secara profesional yang bertujuan menciptakan kegiatan-kegiatan promosi yang dikemas dalam bentuk publikasi selama masa kampanye berlangsung, dengan menggunakan media cetak maupun media elektronik sebagai bahan promosi. Penerapan penggunaan media sebagai bahan promosi merupakan perwujudan dari penerapan siklus komunikasi dua arah dan pihak komunikator menyampaikan pesan-pesan melalui media kepada penerima pesan, untuk memberikan image positif pada penerima pesan dalam hal ini masyarakat Amerika agar memberikan hak suaranya kepada Hillary Clinton sebagai calon presiden dari partai Demokrat. Tetapi hasil pemungutan suara menghasilkan suara terbanyak adalah Senator Barack Obama dengan selisih suara yang tidak terpaut jauh dengan Senator Hillary Clinton di pemilihan awal partai Demokrat dan menunjukkan bergesernya strategi komunikasi politik persuasi Hillary Clinton ke taktik incumbency challenger atau strategi offensif."
Depok: Universitas Indonesia, 2008
T24965
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Riza Annisa Putri
"ABSTRAK
Secara umum, pidato kampanye lebih menekankan pada membujuk dan meyakinkan seseorang terhadap sebuah pandangan tertentu. Dengan demikian, salah satu hal yang perlu diperhatikan untuk memengaruhi dan membujuk lawan bicara yaitu menyusun argumen yang solid. Penggunaan strategi persuasi yang tepat sangat berpengaruh besar terhadap keberhasilan seorang politisi untuk memersuasi. Sebagai analisis wacana politik, penelitian ini bertujuan mengetahui penggunaan strategi persuasi yang digunakan oleh Michelle Obama dalam pidatonya pada acara kampanye ldquo;Hillary for America rdquo; di Manchester, New Hampshire pada tahun 2016. Penelitian ini menggunakan teori Johnstone mengenai strategi persuasi sebagai kerangka teori untuk menganalisis penggunaan penanda persuasi pada orasi Michelle. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis wacana dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian membuktikan bahwa Michelle menggunakan ketiga strategi persuasi dengan baik guna memengaruhi pendengarnya. Analisis data menunjukkan bahwa strategi persuasi yang sering digunakan oleh Michelle adalah penalaran logis dan pengulangan. Dengan berhasilnya Michelle mengaplikasikan ketiga strategi persuasinya, menandakan bahwa Michelle memiliki kemampuan persuasi yang baik.

ABSTRACT
Campaign speech puts more emphasis on persuading and convincing people rsquo;s beliefs. Therefore, constructing a solid argument is essential to influence the audience. To understand how a politician could successfully stir the audience, it is important to see the strategy used. This research paper aims to identify the use of Johnstone rsquo;s persuasive strategies in Michelle Obama rsquo;s remark at ldquo;Hillary for America rdquo; campaign event in Manchester, New Hampshire, in 2016 as a political discourse analysis. Johnstone rsquo;s 1989 theory of persuasive strategies serves as the framework to analyze Michelle rsquo;s use of persuasive markers in her remark. This research uses a qualitative approach and employs discourse analysis as a method. The findings disclose that the three persuasive strategies are used effectively to convince the audience. The data analysis has revealed that Michelle mostly used logical reasoning and repetition throughout her speech. Having successfully implemented the strategies, Michelle has remarkable persuasive skills as a political actor."
2018
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Dhita Hapsarani
"[ABSTRAK
Ketika Hillary Rodham Clinton memutuskan untuk menjadi presiden, salah satu tantangan terbesarnya adalah mengatasi representasi-representasi negatif tentang dirinya yang beredar di berbagai media di Amerika. Salah satu cara yang ditempuhnya adalah dengan membangun representasi yang baru sebagai seorang tokoh politik perempuan yang berpotensi menjadi pemimpin politik melalui penulisan autobiografinya, Living History (2003). Namun setahun menjelang pemilu 2008, dua biografi tentang Hillary diterbitkan, A Woman in Charge dan Her Way. Kedua teks ini banyak mengacu dan melakukan reinterpretasi terhadap Living History. Dengan memakai analisis framing berperspektif retorika, penelitian ini membandingkan bagaimana Hillary merepresentasikan dirinya dan bagaimana ia direpresentasikan untuk menyingkapkan bagaimana posisi kandidat presiden perempuan dalam tatanan politik Amerika yang bias gender. Analisis framing dilakukan dengan menganalisis diksi, mitos, stereotip gender dan ikatan ganda yang dipergunakan dalam teks. Dari pembingkaian-pembingkaian yang terkumpul ditentukan pola pembingkaian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketika membangun representasi dirinya dalam autobiografi, kandidat presiden perempuan harus memperhitungkan dan bernegosiasi dengan beberapa aspek, yaitu konvensi penulisan autobiografi yang bergender karena pola-pola repesentasi dalam autobiografi bersifat maskulin dan jebakan-jebakan ikatan ganda (double binds). Penelitian terhadap representasi Hillary dalam kedua biografi memperlihatkan bahwa bingkai stereotip gender, bingkai standar ganda, bingkai pencitraan dan bingkai karakter negatif dipakai dalam mengisahkan kehidupan Hillary. Dengan pembingkian ini keduanya membangun representasi yang negatif tentang subyek dan menyimpulkannya belum layak dipilih sebagai presiden karena memiliki karakter dan kepribadian negatif. Terlepas dari persoalan-persoalan yang memberatkan Hillary (seperti keinginannya untuk menjadi First Lady non-konvensional, kecurigaan dan ketertutupannya pada media, dan skandal-skandal seks suaminya, serta keputusannya mendukung resolusi Irak Bush dan kejenuhan publik akan pemerintahan suaminya yang penuh intrik), penggunaan stereotip gender, standar ganda, ikatan ganda dalam strategi resistensi terhadap pencalonannya sebagai presiden memperlihatkan bahwa ketidaksetaraan gender masih kuat beroperasi dan masih harus disiasati oleh kandidat presiden perempuan. ;

ABSTRACT
When Hillary Rodham Clinton decided to enter the presidential election in 2008, the biggest challenge she had to face was the negative representations circulating in the media. Writing a campaign autobiography, Living History (2003) was one of the ways she chose to portray herself as a potential presidential candidate. A year prior to the election, two biographies on Hillary was published, A Woman in Charge and Her Way. The two texts reread and reinterpreted Living History. By using framing analysis method with rhetorical perspective, the research compares how Hillary represents herself and how she is represented in order to reveal the position of female presidential candidate within American political order. Framing analysis is conducted by analyzing the diction, myths, gender stereotypes, and double binds to identify the patterns of framing used in the texts. The result of the research indicates that female presidential candidates should consider and negotiate the gendered conventions of autobiographical narratives as well the double binds in gender inequality. The representation of Hillary Clinton in the two biographies indicates the use of particular framings perpetuating gender stereotypes, sexual double standard and double binds. With these framings, the two texts construct negative representations of the subject that lead to a conclusion that the subject has not met the criteria to hold the position as president due to her lack of integrity and capabilities. Despite the fact that Hillary has her own baggage (from her insistence of performing a non-conventional role as first lady, the Whitewater and Travel Office cases, her husband’s sex scandals up to her decision to support Iraq Resolution that lead to Iraq war and Clinton fatigue syndrome), the use of gender stereotypes, sexual double standars and double binds in resisting Hillary’s candidacy as president in 2008 shows that female presidential candidate still have to face gender inequality and discrimination which are entrenched in American politics.
, When Hillary Rodham Clinton decided to enter the presidential election in 2008, the biggest challenge she had to face was the negative representations circulating in the media. Writing a campaign autobiography, Living History (2003) was one of the ways she chose to portray herself as a potential presidential candidate. A year prior to the election, two biographies on Hillary was published, A Woman in Charge and Her Way. The two texts reread and reinterpreted Living History. By using framing analysis method with rhetorical perspective, the research compares how Hillary represents herself and how she is represented in order to reveal the position of female presidential candidate within American political order. Framing analysis is conducted by analyzing the diction, myths, gender stereotypes, and double binds to identify the patterns of framing used in the texts. The result of the research indicates that female presidential candidates should consider and negotiate the gendered conventions of autobiographical narratives as well the double binds in gender inequality. The representation of Hillary Clinton in the two biographies indicates the use of particular framings perpetuating gender stereotypes, sexual double standard and double binds. With these framings, the two texts construct negative representations of the subject that lead to a conclusion that the subject has not met the criteria to hold the position as president due to her lack of integrity and capabilities. Despite the fact that Hillary has her own baggage (from her insistence of performing a non-conventional role as first lady, the Whitewater and Travel Office cases, her husband’s sex scandals up to her decision to support Iraq Resolution that lead to Iraq war and Clinton fatigue syndrome), the use of gender stereotypes, sexual double standars and double binds in resisting Hillary’s candidacy as president in 2008 shows that female presidential candidate still have to face gender inequality and discrimination which are entrenched in American politics.
]"
2014
D2001
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dony Hermawan
"Tujuan penelitian ini adalah untuk menunjukkan bahwa Public Relations Bill Clinton sebagai bagian dad tim sukses seorang calon presiden Amerika memiliki peran dalam menciptakan serangkaian program kegiatan kampanye dengan strategi dan taktik komunikasi.
Permasalahan penelitian ini adalah bagaimana peran tim Public Relations selama proses kampanye berlangsung disertai kegiatan promosi Bill Clinton untuk menjadi presiden Amerika Serikat pada tahun 1992.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan analisis-interpretatif. Teknik pengurnpulan data melalui studi kepustakaan.
William Blythe Jefferson atau dikenal dengan Bill Clinton telah terpilih menjadi presiden Amerika Serikat ke-42 pada tahun 1992. Keberhasilannya merupakan basil kerja keras tim Public Relations-nya yang kuat dan profesional. Tim Public Relations berperan dalam membentuk proses komunikasi dua arah untuk kemudian merespon dan menciptakan pesan untuk disampakikan kepada publik. Pesan-pesan tersebut dikemas dalam berbagai bentuk kampanye guna menciptakan opini publik yang positif terhadap Bill Clinton.
Berbagai strategi dan taktik dilakukan oleh tim Public Relations seperti pembuatan pidato, penanggulangan isu, debat calon presiden, pembuatan publisitas periklanan seperti iklan di media cetak dan elektronik ataupttn slogan-slogan untuk meningkatkan popularitas Bill Clinton pada saat itu.
Tim Public Relations meherapkan beberapa hal panting dalam menciptakan koniunikasi dua arah selama mass kampanye, yaitu a story, be brie, be emotional, be unige, be relaxant, repeal your message relentlessly. Tahapan-taltapan tersebut telah membawa pesan-pesan itu mendapat umpati batik {feedback) dari masydrakat Amerika, yang tercermin di media cetak dan elektronik.
Hasil pemilihan umum tahun 1992 di Amerika Serikat menunjukkan bahwa kinerja tim Public Relations sebagai bagian dari tim sukses Bill Clinton merupakan bentuk keberhasilan dari profesionalisme tim Public Relations dalam mengemban tugasnya selama kampanye berlangsung.

The purpose of the research is to show that the public relations is a part of the successed team of candidate of the American president, have had a role in created campaign program with communication strategy and tactic.
The research problem is how the role of public relations team during the campaign process with Bill Clinton's promotion program to became the American president in the year of 1992.
The research methodology is qualitative methodology with analysis-intrepretative approach. The data collecting is the library research.
William Blythe Jefferson or called Bill Clinton has elected for the American president 42"d in 1992. The successed is result of working the public relations team which strong and professional. The public relations team role is created two ways communication process, further more to responsed and created message to be informed to the public. Those messages packed in many campaign program to create positive public opinion about Bill Clinton.
Many strategy and tactic had used by the Public Relations team such as make a speechs, solved issues, American candidat debates, make publication such as advertsing in printed and electronic media or slogans to increase popularity Bill Clinton in that time.
The- public relations team occupied some important things in two ways communication in campaign process, are a .story, he brief, be emotional, he uniqe, be re/avant, repeat your message relentlessly. The steps has brought messages took feedback from the American society, which reflected in printed and electronic media.
The American election result in 1992 indicated that the public relations team as a part Bill Clinton's success team is the success from the public relations professionalism during the American president campaign.
"
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T20552
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Claudia Milenia Lembang
"Pada April 2015, Hillary Clinton mengumumkan di YouTube tentang pencalonannya sebagai presiden Amerika Serikat. Pengumumannya disambut oleh berbagai kalangan, bahkan lembaga survei opini publik memprediksikan kemenangan Clinton dalam pemilu 2016. Namun hasil pemilu menunjukkan hal sebaliknya. Banyak faktor yang mengakibatkan kekalahannya, termasuk perubahan dalam politik Amerika Serikat.
Selama bertahun-tahun, politik Amerika Serikat dipenuhi dengan praktik spin yang hanya menguntungkan para elit. Namun belakangan ini, telah terjadi gerakan anti-elit sebagai akibat krisis keuangan tahun 2008 yang menyebabkan para kelas pekerja kehilangan pekerjaan dan rumah mereka. Situasi ini memburuk karena orang-orang melihat Clinton sebagai wajah dari elit global.
Selain itu, Clinton telah dihadapi oleh banyak skandal dan isu, terutama terkait peretasan e-mail dan Clinton Foundation. Ditambah, Clinton mempunyai hubungan yang buruk dengan media, yang membuat peliputan mengenai Clinton negatif. Media mempunyai peran dalam membuat citra seorang politikus dan ini sesuai dengan teori agenda-setting yang mengatakan bahwa media dapat membentuk persepsi publik.
Riset ini akan meninjau hubungan Hillary Clinton dengan spin-timnya, outlet media nasional Amerika Serikat, dan publik selama masa pemilihan presiden di 2016. Riset ini menemukan bahwa Clinton dan timnya telah menjalin hubungan yang buruk dengan media karena Clinton berlindung dibalik Clintonesque-nya sebagai front-stage performance. Selain itu, riset ini menemukan pentingnya menjalin hubungan dengan media di dalam lingkungan demokrasi liberal.

In April 2015, Hillary Clinton announced on YouTube about her United States presidential candidacy. Her announcement was widely received, even the public opinion pollster predicted that Clinton was going to win the 2016 election. However, the election results showed the opposite. Many factors contribute towards her loss, which include the changes within the United States politics.
Throughout the years, the United States politics had been filled with spin practices who benefit only the elites. However, there has been a movement against the elite in recent years as a result of the 2008 financial crash that caused the working class to lose their jobs and homes. This situation worsened as Clinton has been deemed as the pinnacle of the global elite.
Moreover, Clinton was faced with many scandals and issues, in particular regarding the leaked e-mails and Clinton Foundation. In addition to that, Clinton had a rough relationship with the media, and it caused the media to cover negative stories about Clinton. The media has a role in making the image of the politician and this is aligned with the agenda-setting theory that states that the media shapes what the public thinks.
This research will observe Hillary Clinton’s relationship with her spin-teams, the United States national media outlets, and the public during the 2016 Presidential election campaign. From the findings, the research has found that Clinton and her spin-teams had run a bad media relation as her front-stage performance would be concealed under her Clintonesque façade. This research has also underlined the importance of media relations in liberal democracy setting.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2021
MK-pdf
UI - Makalah dan Kertas Kerja  Universitas Indonesia Library
cover
Arbie Sadputra Haman
"ABSTRAK
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menyajikan pragmatisme dari Partai Demokrat di Amerika Serikat (AS) atas peran sertanya dalam isu proposal Federal Marriage Amendment (FMA) tahun 2004. Dengan menentang proposal FMA, maka Partai Demokrat dapat memberikan citra sebagai partai politik yang mengakomodir kepentingan kelompok Lesbian, Gay, & Bisexual (LGB). Adapun kepentingan kelompok LGB yang dimaksud adalah tuntutan mereka untuk dapat menikah, yang secara substansi akan tereliminasikan apabila proposal FMA berhasil lolos menjadi Amandemen Konstitusi AS. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk menginterpretasikan mengenai bagaimana Partai Demokrat sebagai sebuah partai politik, memiliki dan menempatkan kepentingan partai sebagai tujuan utama di balik upayanya dalam mengakomodir kepentingan dari kelompok LGB melalui isu proposal FMA. Peristiwa-peristiwa yang melatar-belakangi hadirnya proposal FMA, ditambah faktor-faktor pendukung lainnya, memberikan momentum bagi Partai Demokrat untuk mengupayakan kepentingannya.

ABSTRACT
This research focuses on presenting the pragmatism of the Democratic Party in the United States (US) with regard to its role and involvement on the issue of Federal Marriage Amendment (FMA) proposal 2004. By means of opposing FMA proposal, so the Democratic Party was enabled set up an image as a political party that accommodated the interest of Lesbian, Gay, & Bisexual (LGB) group. As for the interest of LGB group is referring to their demand to be able to marry, which is substantially will be eliminated if the FMA proposal has succeeding become a US Constitutional Amendment. This research uses qualitative method to interpret how the Democratic Party as a political party has its own interest and placed it as the main goal to be achieved behind their effort in accommodating the interest of the LGB group through the FMA proposal issue. Several events as the background of the FMA proposal, with other supporting factors, gave it momentum so that the Democratic Party was able to attain the partys interest."
2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
A. Syamsul Zakaria
"ABSTRAK
Tesis ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana landasan hukum dan
mekanisme konvensi nasional pemilihan calon presiden yang dianut oleh Partai
Golongan Karya 2003-2004 serta mengetahui bagaimana pelaksanaan reknitmen
Konvensi Nasional pemilihan calon presiden Partai Golongan Karya. Selain itu, tesis
ini juga bertujuan untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara Konvensi
Nasional pemilihan calon presiden yang dilaksanakan Partai Golongan Karya dengan
konsep Konvensi Nasional pemilihan calon presiden di Amerika Serikat, baik Partai
Demokrat maupun Partai Republik.
Secara metodologi, penelitian ini cenderung bersifat kualitatif dengan kategori
deskripsi analitis. Teknik pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data
primer {indepth interview) dan sekunder (dokumen partai dan sumber pustaka). Proses
analisa dilakukan dari penggabungan kedua data ini.
Temuein dari penelitian tesis ini ialah; pertama, dalam mekanisme pelaksanaan
konvensi, partai Golongan Karya cenderung bersifat reaksioner atas perkembangan
isu-isu aktual yang berkembang, mekanisme konvensi masih terkatagorikan tidak
baku. Artinya aturan dasar konvensi hanya terdapat pada Keputusan Rapim, tidak
diataur dalam AD/ART. Hal itu tentunya berbola dengan Konvensi di Amerika
Sertikat, dimana ketentuan dasar Konvensi diatur dalam AD/ART Partai Politik, baik
Partai DemokratmaupunPartai Republik.
Ketidakbakuan mekanisme itu terlihat mulai dari tahap persiapan hingga tahap
pemilihan. Ketidakbakuan mekanisme tersebut karena konvensi tidak memiliki
kedudukan politik dan hukum yang kuat dalam tata organisasi partai. Ini disebabkan
konvensi tidak diatur dalam AD dan ART Partai sebagaimana di Amerika Serikat
(partai Republik dan partai Demokrat) sehingga hasil konvensi pun tak memiliki
kekuatan yang tetap sebab ada peluang rapat pimpinan (Rapim) bisa mengubahnya
kembali.
Selain mekanisme yang cenderung tidak mendukung terhadap pelaksanaan
Konvensi Partai Golongan Karya ke arah yang lebih baik dan berkualitas, juga
pelaksanaan Konvensinya yang inkonsistensi ikut mendorong rusaknya tujuan mulia
d£iri konvensi. Inkonsistensi yang diperagakan pada pelaksanaan Konvensi telah
merampas prinsip-prinsip dasar terciptanya konvensi yang baik dan berkualitas, yakni
kedaulatan pemilih, keterbukaan proses pemilihan dan indefedensi panitia
penyelenggara. Sehingga pada gilirannya dengan mekanisme dan pelaksanaan
konvensi yang baik akan turut membangun demokrasi yang berkualitas dalam tatanan
politik ketatanegaraan. Sementara jika dikomparasikan dengan Partai Republik dan Partai Demokrat di
Amerika Serikat, mekanisme Konvensi Nasional Partai Golongan Karya dapat
dikatakan masih ketinggalan dibanding keduanya. Kenyataan itu terlihat dari tiga
dimensf; (1) landasan hukum (2) mekanisme pelaksanaan konvensi, dan (3) peseita
dan suara. Baik Partai Republik maupun Partai Demokrat sama-sama menerapkan tiga
dimensi ini secara terbuka, independen,dan memiliki kedaulatan tinggi."
2004
T36693
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Putri Sukasmi
"Penelitian ini menganalisis strategi rekrutmen caleg perempuan di Partai Nasional Demokrat dalam upaya memenuhi kebijakan affirmative action 30% keterwakilan perempuan pada Pemilu 2014. Pertanyaan dari penelitian ini adalah strategi Partai Nasional Demokrat merekrut calon legislatif perempuan dalam memenuhiAffirmative Action 30 % keterwakilan perempuan di Pemilu 2014.Penelitian ini beragumen, bahwa strategi Partai NasDem adalah memberikan kemudahan kepada perempuan untuk dapat masuk ke Partai NasDem, memberikan bantuan kepada caleg perempuan, membuat program rekrutmen, dan melakukan rekrutmen secara terbuka melalui media.Untuk menjawab pertanyaan, peneliti menggunakan teori rekrutmen politik yang berasal dari Pippa Norris dan Miriam Budiardjo.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan menggunakan teknik wawancara mendalam sebagai data primer, dan menggunakan data sekunder seperti undang-undang, AD/ART, dan studi literature lainnya. Penelitian ini menemukan 5 strategi Partai NasDem dalam merekrut caleg perempuan, diantaranya; Pertama, Partai NasDem mendirikan organisasi perempuan di bawah naungan Partai NasDem sebagai sumber kader perempuan dalam merekrut calon anggota legislatif perempuan. Kedua, Melakukan rekrutmen terbuka, Ketiga, Memberikan syarat mudah khusus untuk perempuan yang ingin bergabung dengan Partai NasDem.Keempat, Memberikan bantuan kepada caleg perempuan.Kelima, Partai NasDem tidak memungut biaya kepada caleg perempuan yang ingin maju di pemilihan.

This research analyzes the female candidates recruitment strategy in National Democrat (NasDem) party in order to fulfill the 30% female representation affirmative action policy in the election of 2014. The research question is what is National Democrat party's strategy to recruit female legislative candidates in order to fulfill 30% female representation affirmative action in the election of 2014? I argue that NasDem party's strategy is to accommodate women to join NasDem party, providing help for female candidates, making recruitment programs, and conducting recruitment openly through media. To answer the question, I use political recruitment theory from Pippa Norris and Miriam Budiarjo.
This research uses qualitative strategy with deep interview technique for primary data, and using secondary data consisting of constitutions, party's statute and bylaws (AD/ART), and other literature study. This research found 5 NasDem party's main strategies in recruiting female candidates, which consist of; First of all, NasDem party establishes a female organization under the auspices of NasDem party as the source of female cadre in recruiting female legislative candidates. Second of all, conducting open recruitment. Third of all, requiring easily fulfilled requirements for women who want to join NasDem party. Fourth of all, providing help for female candidates. And fifth of all, NasDem party does not collect any payment from female candidates who want to come forward for the election.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2016
TA-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yessi Ratna Sari
"Penelitian ini adalah sebuah kajian linguistik yang diterapkan pada studi kasus dalam debat presiden Amerika Serikat AS 2016 antara Hillary Clinton dari Partai Demokrat dan Donald Trump dari Partai Republik. Debat calon presiden AS yang diselenggarakan pada tahun 2016 lalu merupakan salah satu bentuk dari wacana politik yang dilakukan oleh para politikus untuk menyampaikan pemahaman, pendapat, dan tujuan politiknya pada masyarakat. Selain itu, praktik ini tidak terlepas dari ideologi dan kuasa mereka untuk memengaruhi pemikiran masyarakat.
Tujuan penelitian ini ialah menyingkap identitas ideologis dari para kandidat yang direpresentasikan melalui tuturan. Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan analisis wacana kritis, linguistik fungsional sistemik, dan multimodal sebagai teori. Faktor sosial seperti partai politik membentuk pandangan para kandidat dalam menyelesaikan permasalahan ekonomi di AS.
Hasil penelitian dalam tuturan memperlihatkan bahwa Hillary lebih menekankan keadilan, kesejahteraan, kesetaraan bagi para pekerja dan seluruh lapisan masyarakat dalam mendapatkan pekerjaan, sedangkan Trump memilih untuk bersaing dengan negara asing seperti Cina dan Meksiko demi mempertahankan pekerjaan yang diambil alih oleh negara tersebut. Selain itu, banyaknya proses material yang terdapat di dalam tuturan membuktikan bahwa para kandidat berusaha untuk meyakinkan masyarakat dengan janji-janji dalam memperbaiki perekonomian negara.

This research is a linguistic review on the case study of 2016 US presidential election between Hillary Clinton from the Democratic Party and Donald Trump from the Republican Party. The US presidential debate held in 2016 is one kind of political discourses conducted by politicians to deliver their political understanding, opinions, and purposes. Besides, this practice is inseparable from their ideology and power to influence people's perspectives.
This research aims on revealing ideological identities of presidential candidates represented by their utterances. This research is a qualitative research applying theories of Critical Discourse Analysis and Systemic Functional Linguistics. Social factors such as political parties influence the candidates'perspectives in solving economic problems in the US.
Results of utterance analysis show that Hillary emphasizes more on justice, prosperity, and equivalence for all workers and the whole society to gain jobs while Trump tends to choose to compete against foreign countries such as China or Mexico for the sake of defending jobs taken over by those countries. Besides, the existence of material processes in their utterances proves that the candidates attempt to reassure the society by promising to improve national economy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2017
T49721
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arief Ismaryanto
"Tugas Karya Akhir ini membahas mengenai keterlibatan partai politik dalam memberikan alternatif kebijakan serta mempengaruhi pembuatan kebijakan kesehat an di Amerika Serikat pada tahun 2010. Affordable Care Act tahun 2010 merupakan hasil reformasi kebijakan kesehatan yang dilakukan oleh partai demokrat yang bertujuan untuk menciptakan sebuah layanan kesehatan yang berbasis Universal. Presiden Barack Obama yang merupakan representasi dari Partai Demokrat, mencoba mewujudkan cita-cita Amerika Serikat yang beriringan dengan cita-cita partai demokrat dalam melihat sebagaimana seharusnya pelayanan kesehatan yang ada. Partai Demokrat melalui representasinya Presiden Barack Obama ingin mewujudkan sebuah peran negara dalam mengakomodir sebuah layanan kesehatan secara nasional yang dapat menjamin secara keseluruhan masyarakat Amerika Serikat tidak terkecuali warga miskin, baik itu warga Amerika ataupun minoritas.

This final project explains about the involvement of political parties in providing alternative policies and influencing the health policy decision making process in The United States in 2010. Affordable Care Act 2010 is the result of health policy reformation undertaken by the Democratic Party that is intended to create universal healthcare services. President Barack Obama who is the representation of the Democratic Party, trying to realize the ideals of The United States that are in line with the ideals of the Democratic Party itself in regard to the idea of the way they see how should a proper healthcare be. The Democratic Party through its representation, President Barack Obama, is willing to realize a state's role in accommodating nationwide healthcare services that can guarantee all the people of The United States without exception to the poor and to those who are minorities."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>