Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 92598 dokumen yang sesuai dengan query
cover
"Plants cells response to environmental simuli by increasing intracellular calcium ion (Ca2,concebtration....."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Nining Handayani
"Latar belakang: Pasien dengan total oosit immatur atau rendah jumlah oosit matur yang diperoleh dari proses ovum pick up OPU pada siklus berulang cenderung tidak dapat ditangani dengan kultur in-vitro atau in vitro maturasi IVM . Sejauh ini, pasien dengan riwayat rendah/kegagalan total maturasi yang kembali mengulang siklus in vitro fertilisasi, hanya ditangani dengan merubah protokol stimulasi untuk merubah respon ovarium dengan hasil yang belum memuaskan. Jalur pensinyalan Ca2 diketahui berperan penting dalam proses maturasi oosit. Karenanya, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah modifikasi regulasi Ca2 intraseluler oosit yang tetap immatur paska kultur in-vitro dengan aktivasi A23187 mampu menjadi solusinya. Metode: Oosit immatur dikoleksi dengan metode diseksi ovarium dan dilanjutkan kultur maturasi secara grup selama 20-24 jam berdasarkan status sel kumulus dengan atau tanpa sel kumulus . Oosit yang tetap immatur paska kultur maturasi, dibagi secara acak kedalam kelompok kontrol dan perlakukan aktivasi dengan CaI A23187 untuk mendorong maturasi. Proses aktivasi dilakukan selama 30 menit, kemudian dilanjutkan kultur maturasi kembali. Setelah 20-24 jam kultur, dilakukan evaluasi maturasi paska aktivasi dengan melihat ekstruksi badan polar I. Untuk memperoleh gambaran perubahan level Ca2 selama proses aktivasi, dilakukan pengukuran intensitas pendaran oosit immatur terlabel pewarna berfluoresen Fura-Red yang mampu berikatan dengan kalsium bebas intrasel menggunakan confocal laser scanning microscope CLSM pada panjang gelombang 405 dan 488nm. Hasil penelitian: Aktivasi oosit immatur dengan CaI A23187 secara bermakna meningkatkan jumlah maturasi dibandingkan dengan kelompok kontrol P
Background Patients with total immature or high number of immatured oocyte obtained from repeated cycles of ovum pick up OPU are unlikely to be treated only with extended in vitro culture or in vitro maturation IVM . As known, patients with high percentage of immature failure history repeating in in vitro fertilization cycle are treated only by changing the stimulation protocol to change the ovarian response with unsatisfactory results. The Ca2 signaling is known to play an important role in oocyte maturation. Therefore, the aim of this study was to determine whether the modification of intracellular Ca2 of oocytes failed to resume meiosis even following subsequent in vitro culture could reach metaphase II after Calcium Ionophore A23187 activation.Method Immature oocytes were collected by ovarian dissection method and continued with group maturation culture for 20 24 hours based on cumulus cell status intact and without cumulus cells . Oocytes shows immature resistant after in vitro culture were randomly allocated to control and treatment groups. Oocyte activation group was exposed to A23187 solution for 30 minutes and then washed extensively. Maturation was evaluated 20 24 hours after CaI A23187 exposure by observing the first polar body extrusion. To identify Ca2 response during activation, Ca2 imaging was conducted using confocal laser scanning microscope CLSM . Oocytes were loaded to 10 M L of the ratiometric Ca2 sensitive dye Fura Red acetoxymethyl AM ester. Fluorescent measurement were made with filter that provided excitation at wavelengths of 405 and 488nm. Result Activation of resistant immature oocytes with CaI A23187 significantly increased number of maturation compared with the control group p"
2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Klaus Groschner, editor
"This book provides an extensive overview of the role of SOCE pathways in molecular physiology and cell biology, as well as their clinical significance. (Patho)physiological principles and emerging therapeutic strategies are delineated in a way that is valuable both for the education of graduate students in advanced cell biology/molecular physiology and for the promotion of innovative research and developments in the clinical/therapeutic fields. A comprehensive, clear and elaborate representation of current concepts is provided, including a pathophysiological section arranged in a tissue/organ/system-oriented manner. The book is intended for basic researchers specializing in cell signaling, ion transport, or pharmacology, as well as biomedical scientists and clinicians with a focus on immunology, neurology or cardiology."
Wien: [Springer, ], 2012
e20418090
eBooks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratna Farida Soenarto
"Latar belakang: Halotan, anestetika inhalasi yang poten semakin banyak ditinggalkan karena efek aritmogeniknya. Penelitian di tingkat selular kebanyakan dilakukan pada penyandang hipertermia maligna (MH), membuktikan bahwa halotan mengaktivasi reseptor ryanodin (RyR) pada otot rangka, menyebabkan penglepasan berlebihan Ca2+ dari retikulum sarkoplasmik (SR) ke sitosol, memicu hiperkontraktur otot rangka. Diasumsikan halotan mempunyai efek serupa pada otot jantung. Belum banyak penelitian mengenai efek pemberian Mg2+ terhadap perubahan konsentrasi Ca2+ akibat halotan, meskipun Mg2+ dikenal sebagai obat antiaritmik. Mg2+ diduga menurunkan konsentrasi Ca2+ sitosol dengan cara meningkatkan ambilan kembali ke dalam SR melalui aktivitas SERCA.
Metode penelitian: Penelitian ini adalah penelitian eksperimental in vitro, dengan subjek sel kultur miosit jantung tikus. Miosit yang dimuat dengan indikator Indo1 dibagi menjadi lima kelompok. Sel kontrol tidak dipajankan dengan halotan. Kelompok sel lainnya dipajankan dengan halotan berkonsentrasi 2 mM (setara dengan 1 - 3 MAC) selama 5 menit. Pada kelompok 1, setelah dipajankan dengan halotan, pajanan dihentikan dan diperiksa besar emisinya (penghentian menit ke- 0). Selanjutnya pemeriksaan emisi dilakukan setelah penghentian pajanan diteruskan selama 5, 10, 15 dan 20 menit. Sel kelompok 2 dan 3 diberi MgSO4 11 M dan 22 mM setelah pajanan halotan, kelompok 4 dan 5 diberi MgSO4 11 mM dan 22 mM sebelum pajanan halotan. Perubahan konsentrasi Ca2+ sitosol diketahui dengan pemindaian laser menggunakan mikroskop konfokal, dihitung dari perubahan besar emisi pada sel terpajan dengan analisis pixel.
Hasil: Halotan meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung secara bermakna. Pemberian MgSO4 sebelum pajanan halotan tidak mencegah peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol. Pemberian MgSO4 setelah pajanan halotan tidak bermakna menurunkan konsentrasi Ca2+ sitosol, namun ditemukan kecenderungan turunnya konsentrasi Ca2+ sitosol dengan penambahan dosis MgSO4, setara dengan efek penghentian pajanan halotan selama 10 menit. Lima belas menit setelah penghentian pajanan halotan, konsentrasi Ca2+ turun secara bermakna. Dua puluh menit setelah pajanan halotan dihentikan, konsentrasi Ca2+ sitosol telah kembali ke nilai awal.
Simpulan: Halotan meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung. Mg2+ tidak bermakna menurunkan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung dan tidak mencegah peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol jantung akibat pajanan halotan. Setelah penghentian pajanan halotan selama 15 menit, konsentrasi Ca2+ sitosol turun secara bermakna.

Background: Halothane, a potent inhalational anesthetic, has been recognized to cause arrhythmia, probably due to activation of ryanodine receptor (RyR), triggering Ca2+ release from sarcoplasmic reticulum (SR) to the cytosol. The similar mechanism had been known in skeletal muscle of malignant hyperthermia (MH) patients. Mg2+ hypothetically prevents Ca2+ release by inhibition of RyR and increasing Ca2+ reuptake to SR by SERCA activity. Although Mg2+ had been used as an antiarrhythmic agent, the effect on reducing halothane-induced high intracellular Ca2+ concentration is not well studied.
Method: This experimental in vitro study was done on cultured cell of rat cardiomyocytes. Cells divided into 6 groups. 5 groups were exposed to halothane for 5 minutes (at concentration of 2 mM, equal to 1-3 MAC) and one was not. Of the 5 halothane-exposed groups, group 1 received no additional treatment, but observed immediately after discontinuation of halothane exposure, then 5, 10, 15 and 20 minutes after discontinuation. Group 2 and 3 were given 11 mM and 22 mM MgSO4 after halothane exposure, respectively. Group 4 and 5 had the corresponding MgSO4 treatment prior to exposure. The change in cytosolic Ca2+ was observed by a confocal microscope and measured by pixel analysis for the emission.
Results: Halothane increased cytosolic Ca2+ concentration in rat cardiac myocytes, in which was not substantially altered by MgSO4 given before or after the exposure. There was a trend of decreasing Ca2+ concentration with higher dose of Mg2+. MgSO4 of 22 mM decreased cytosolic Ca2+ concentration to the same extent as discontinuation of halothane for 10 minutes. The cytosolic Ca2+ concentration significantly decreased 15 minutes after discontinuation of halothane exposure and the cytosolic Ca2+ concentration returned to the basal level 20 minutes after discontinuation of halothane exposure.
Conclusion: Halothane increases cytosolic Ca2+ concentration in rat cardiac myocytes. Neither pre- nor post-halothane exposure administration of MgSO4 substantially alters this phenomenon. Cytosolic Ca2+ concentration was significantly reduced 15 minutes after discontinuation of halothane exposure.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Susanti
"Alga nijau telah diketahui dapat menyerap ion logam berat seperti ion logam Cr (VI) dalam Iarutan. Namun kemampuan alga dalam menyerap ion logam berat dibatasi oleh beberapa kelemahan seperti mudah rusak karena degradasi olen mikroorganisme Iain, ukurannya yang sangat kecil, dan berat jenisnya yang rendah. Selain itu alga mudah sekali Iarut dalam asam. Oleh karena itu biomassa alga tersebut diimmobilisasi dengan kalsium alginat agar diperoleh struktur yang Iebih stabil dalam asam. Selain itu, kalsium alginat diketahui juga dapat menyerap ion logam Cr (VI) dalam larutan. Biomassa alga, biomassa alga terimmobilisasi, dan kalsium alginat sebelum dan setelah mengikat ion logam Cr (VI) dikarakterisasi menggunakan SEIVI-EDX dan FTIR. Dari hasil penelitian menunjukkan banwa pH maksimum untuk ion logam Cr (VI) oleh biomassa alga, biomassa alga terimmobilisasi, dan kalsium alginat berada pada pH 2 dengan waktu kontak 120 menit. Recovery ion logam Cr (VI) dilakukan dengan menggunakan variasi konsentrasi HNO3 dan NaOH."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2009
S30494
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Ari Pujianto
"Antibodi antisperma adalah salah satu penyebab infertilitas pada manusia. Antibodi ini berikatan dengan protein pada permukaan sperma dan dapat menyebabkan berbagai gangguan pada sperma yang menghambat proses fertilisasi secara langsung maupun tak langsung. Identifikasi antigen sperma diharapkan akan menjelaskan mekanisme terjadinya infertilitas autoimun. Selain itu, apabila antigen tersebut berhubungan langsung dengan proses fertilisasi, studi ini dapat pula memperjelas mekanisme fertilisasi pada tingkat molekul.
Tesis ini melaporkan basil penelitian awal dari sebuah penelitian besar yang mempelajari tentang mekanisme infertilitas imunologis. Penelitian awal ini mencakup identifikasi antigen sperrna dengan menggunakan sera pasien infertil dan isolasi klon cDNA yang menyandi salah satu antigen tersebut. Identifikasi antigen dilakukan dengan Western immunoblotting menggunakan 13 sera yang berasal dari individu fertil sebagai kontrol (kode EIC) dan 37 sera dari pasien infertil (kode EIS). Serum pasien yang memberikan reaksi kuat dan konsisten kemudian digunakan untuk mengisolasi klon cDNA dari pustaka cDNA testis manusia.
Hasil Western immunoblotting menunjukkan bahwa EIS mengenali satu atau beberapa protein sperma dengan berat molekul yang bervariasi mulai dari 34 hingga 105 kDa. Sebagian besar EIC (11 dari 13) juga berikatan dengan beberapa protein sperma namun intensitasnya lebih lemah dibanding EIS. Serum dengan kode EIS07 memperlihatkan reaksi yang kuat dan spesifik dengan protein berukuran 66 kDa clan 88 kDa. Serum ini kemudian digunakan sebagai pelacak pada skrining pustaka cDNA testis manusia. Dari skrining tersebut berhasil diisolasi sebuah klon positif dari kurang lebih 225.000 klon. Klon ini membawa potongan cDNA berukuran kurang lebih 2.3 kpb yang selanjutnya disebut cDNA AIR (Autoimmune Infertility Related). cDNA AIR selanjutnya disubklon ice dalam vektor plasmid pGEX-4T2. Plasmid rekombinan ini kemudian dipotong dengan berbagai enzim restriksi untuk membuat peta restriksi pada fragmen eDNA AIR tersebut. Hasil pemetaan menunjukkan adanya situs restriksi untuk enzim Pstl, ApaI, HindIII, KpnI, SacI, dan Xbal. "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arizah Kusumawati
"Interferon (IFN) merupakan sitokin yang diproduksi oleh berbagai tipe sel sebagai respon rangsangan terhadap stimulasi virus, bakteri, parasit, sel tumor, atau antigen lain. Interferon α termasuk kelompok IFN tipe I yang mempunyai berbagai efek biologis yang meliputi antiviral, antitumor dan juga sebagai immunoterapetik. Penelitian ini bertujuan untuk mensintesis protein rekombinan human IFN α2a melalui sistem ekspresi pada bakteria E. coli BL21(DE3). Pada gen human ifn α2a dilakukan penambahan situs pemotongan enzim restriksi Nco I dan Xho I menggunakan metode PCR, kemudian dilanjutkan dengan proses ligasi ke vektor pET-32b(+) dan selanjutnya ditransformasikan pada E. coli DH5α.
Hasil sekuensing menunjukkan bahwa vektor rekombinan (pET-32b(+)-IFN α2a) memiliki urutan nukleotida yang benar. Vektor rekombinan ini selanjutnya ditransformasikan ke dalam E.coli BL21(DE3). Klon transforman yang diperoleh dikultur dan diinduksi dengan penambahan IPTG 1 mM sehingga mengekspresikan protein rekombinan human IFN α2a. Dari hasil isolasi, diperoleh protein rekombinan human IFN α2a dalam bentuk protein terfusi sehingga mempermudah proses deteksi dan purifikasi. Protein dikarakterisasi melalui metode SDS PAGE dilanjutkan dengan Western blot dan pewarnaan CBB. Pita protein rekombinan human IFNα2a yang diperoleh berukuran 36 kDa. Hasil maksimal ditunjukkan ekspresi pada suhu 37⁰C dengan waktu inkubasi 5 jam setelah induksi.

Interferon (IFN) is a cytokine produced by various cell types as a response of stimulation to viruses, bacteria, parasites, tumor cells, or other antigens. Interferon α type I IFN groups have various biological effects, including antiviral, antitumor and immunotherapeutic. The aim of this research is to synthesize recombinant human IFN α2a proteins through bacterial expression systems in E. coli BL21 (DE3). Addition genes of human IFN α2a, which are restriction enzyme cutting sites for Nco I and Xho I, are added through PCR method. This step is followed by ligation process to the pET-32b(+) vector and then transformed into E. coli DH5α.
The recombinant vector (pET-32b(+)-IFN α2a) has a nucleotide right sequence after it was being sequenced, after was transformed into E. coli BL21 (DE3). Obtained transformant clones were cultured and induced by addition of IPTG 1 mM to produce the expression of recombinant human IFN α2a proteins. As result of isolation process, recombinant protein of human IFN α2a are collected in fused protein thus can simplify the detection and purification method. The proteins are characterized by the SDS PAGE method followed by Western blot and CBB staining. The results show that the recombinant human IFN α2a protein bands are exactly 36 kDa. The maximum expression results were obtained at 37⁰C with 5 hours incubation after induction process."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T32560
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Penelitian yang bertujuan menghasilkan klona gen NS1 virus dengue
pada vektor ekspresi pGEX-6P1 dalam Escherichia coli BL21 Star™(DE3)
telah dilakukan di Laboratorium Biologi Molekular, LAPTIAB, BPPT, Serpong
selama Januari--November 2008. Gen NS1 dengue diamplifikasi dengan
primer spesifik d3-2336sbam (forward) dan d3-NS1-1056c (reverse). Produk
PCR gen NS1 (1.160 pb) yang telah dipurifikasi, didigesti dengan enzim
BamHI-XhoI (double digestion) kemudian diligasikan pada vektor ekspresi
pGEX-6P1. Reaksi ligasi ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli
BL21 Star™(DE3). Sebanyak 19 koloni diisolasi secara acak dari 162 koloni
yang tumbuh pada medium seleksi ampisilin. Hasil verifikasi dengan digesti
dan PCR menunjukkan koloni 1b3 sebagai koloni positif rekombinan. Hasil
sequencing terhadap 356 basa pertama gen NS1 menggunakan primer
spesifik d3-2716c, menunjukkan bahwa plasmid rekombinan 1b3
mengandung gen NS1. Analisis BLASTN terhadap database DNA pada
GenBank menunjukkan homologi 96% dengan sekuen DEN-3 strain KJ71
(accession number AY858044.2). Kloning gen NS1 dengue pada vektor
pGEX-6P1 dalam E. coli BL21 Star™(DE3) berhasil dilakukan."
Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Femmi Dwinda Agustini
"Latar belakang. Doksorubisin dikenal sebagai antikanker yang sangat poten, namun penggunaanya dibatasi oleh toksisitas terhadap berbagai organ vital, salah satunya jantung. Mekanisme molekuler kardiotoksisitas doksorubisin berhubungan dengan produksi radikal bebas berlebih yang menyebabkan penurunan ekspresi gen-gen yang mengkode protein regulator kalsium intrasel sehingga terjadi gangguan homeostasis kalsium intrasel yang menyebabkan aktivasi jalur apoptosis intrinsik yang dimediasi caspase, terutama caspase-9 dan caspase-12. Stres oksidatif akibat DOX juga menyebabkan peningkatan produksi sitokin proinflamasi yang berperan dalam terjadinya apoptosis. Mangiferin merupakan salah satu kandidat potensial senyawa kardioprotektor untuk terapi doksorubisin, akan tetapi mekanisme molekulernya belum diketahui dengan pasti. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah mekanisme molekuler mangiferin berhubungan dengan regulasi kalsium intraseluler.
Metode. Penelitian dilakukan terhadap tikus Sprague Dawley jantan yang diinduksi doksorubisin dengan dosis total 15 mg/kg BB. Pemberian mangiferin dilakukan dengan dosis 30 dan 60 mg/kg BB secara oral selama tujuh minggu. Parameter yang diamati adalah ekspresi protein regulator Ca2+ intrasel yaitu SERCA2a, parameter apoptosis (caspase-12 dan caspase-9), kadar kalsium sitosol dan mitokondria, serta parameter inflamasi (TNF-α).
Hasil. Induksi doksorubisin menyebabkan penurunan ekspresi SERCA2a, disertai peningkatan ekspresi gen pro-apoptosis yakni caspase-12 dan caspase-9 serta peningkatan derjat inflamasi dan kerusakan jantung. Pemberian mangiferin menyebabkan peningkatan ekspresi SERCA2a, penurunan ekspresi caspase-12 dan caspase-9 serta penurunan derajat inflamasi.
Kesimpulan. Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa normalisasi homeostasis kadar kalsium intrasel merupakan bagian dari mekanisme kardioproteksi mangiferin.

Background. Doxorubicin is well known as a potent anticancer agent despite its toxicity on various vital organs, especially the heart. The molecular mechanism of doxorubicin cardiotoxicity revolves around the overproduction of free radicals which cause downregulation of genes encoding calcium regulatory proteins, leading to disturbance of calcium homeostasis and activation of intrinsic apoptotic pathway mediated by caspases, particularly caspase-12 and caspase-9. Doxorubicin cardiotoxicity is also accompanied by inflammation that is crucial for apoptosis. Mangiferin is currently studied as cardioprotective agents for doxorubicin therapy. However, its molecular mechanism has yet been revealed. This study was aimed to determine whether cardioprotective effect of mangiferin is caused by its effect on intracellular calcium regulation.
Method. Male Sprague Dawley rats were induced by doxorubicin with a total dose of 15 mg/kg BW. Mangiferin was given orally at the dose of 30 and 60mg/kg BW for seven weeks. The parameters examined were mRNA expressions levels of calcium regulatory gene (SERCA2a), proapoptotic genes (caspase-9 and caspase-12) and proinflammatory cytokine gene (TNF-α), as well as mitochondrial and cytosolic calcium levels.
Result. It was found that doxorubicin caused downregulation of SERCA2a expression and increased the expression of both proapoptotic genes. Interestingly, we found that mangiferin could attenuate those things above by increasing SERCA2a expression as well as decreasing caspase-9 and caspase-12 expressions, while ameliorating inflammation.
Conclusion. Based on this finding, we suggest that the cardioprotective effect of mangiferin is at least in part due to the regulation of intracellular calcium homeostasis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fika Enri Aprigiyonies
"Enzim asparaginase digunakan untuk terapi penyembuhan leukemia pada anak-anak (Acute Lymphoblastic Leukemia). Produksi enzim asparaginase saat ini sebagian besar berasal dari bakteri E. coli dimana penggunaanya menimbulkan reaksi alergi. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi gen asparaginase yang berasal dari bakteri Erwinia sp. dan Bacillus circulans, serta melakukan kloning dan sekuensing pada gen asparaginase yang didapat. Isolasi gen dilakukan dengan metode PCR (Polymerase Chain Reaction) dengan menggunakan genom DNA bakteri Erwinia sp. dan Bacillus circulans dengan primer yang telah didesain. Primer yang didisain adalah primer degenerated hasil alignment dari berbagai gen asparaginase yang berasal dari bakteri yang bergenus sama. Dengan menggunakan primer tersebut, berhasil didapat amplikon PCR yang spesifik dari genom bakteri Erwinia raphontici, Erwinia cypripedii, dan Bacillus circulans. Produk PCR diligasikan pada vektor cloning pGEM-T Easy dan dilanjutkan dengan mentransformasikannya ke E. coli. Sekuensing dilakukan pada transforman yang positif. Hasil sekuensing dianalisis dan di dapat gen asparaginase untuk sekuens Erwinia raphontici dan Bacillus circulans yang diprediksi dapat menyandikan enzim aktif.

Asparaginase is to be used for the treatment of acute lymphoblastic leukaemia (ALL) in children. Nowadays, production of asparaginase is mainly from E. coli that can lead to allergic reactions. This research was designed to isolate asparaginase gene from Erwinia sp. and Bacillus circulans, to clone and to sequence asparaginase gene obtained before. Gene isolation was conducted with PCR (Polymerase Chain Reaction) method using Erwinia sp. and Bacillus circulans?s DNA genome with primer that was already designed. Designed primer was degenerated primer as an alignment result from the same genus bacteria genes. By using the mentioned designed primer, specific PCR product was successfully retrieved from Erwinia raphontici, Erwinia cypripedii, and Bacillus circulans?s genome. PCR product was ligated to a cloning vector pGEM-T Easy and was continued to be transformed to E. coli. Sequencing was conducted to positive transformans and the sequences result was analyzed. Erwinia raphontici and Bacillus circulans?s sequence was successfully retrieved and predicted to encode the putative asparaginase."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2011
S810
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>