Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 90876 dokumen yang sesuai dengan query
cover
cover
cover
Moniaga, Edwin R.Ch.
"Globalisasi ekonomi di abad 21 memunculkan tantangan baru, karena ketatnya persaingan terutama ditingkat pekerja dengan masuknya tenaga kerja asing yang tentunya mempunyai semangat kompetitif dan kemampuan intelektual yang unggul yang terbuka untuk bersaing dengan pekerja lokal, realitas yang tidak bisa dihindari ini tentunya hams direspons dengan Sumber Daya Manusia Indonesia yang juga siap bersaing dalam artian mempunyai kualitas yang kompetitif. Pembentukaan Sumber Daya Manusia Indonesia yang mempunyai kemampuan intelektualitas juga religisiutas maka Perguruan Tinggi Negeri merupakan salah satu institusi formal yang dapat diharapkan perannya dalam membentuk Sumber Daya Manusia Indonesia yang unggul dan kompetitif.
Pemerintah telah memodifikasi Status Hukum pada PTN menjadi Badan Hukum untuk memberi ruang agar PTN dapat melakukan usaha-usaha komersil dengan sebagian kekayaannya dalam rangka mendapatkan laba untuk mencukupi pembiayaan mahasiswa yang menurut penelitian Dirjen Dikti untuk membentuk mahasiswa yang berkualitas dibutuhkan Rp. 18 Juta/Mahasiswa untuk satu tahun (unit cost) atau Rp. 14 Triliun untuk 48 PTN yang ada di seluruh Indonesia, sementara yang dapat dibiayai oleh pemerintah hanya 2/3 dari Rp. 14 Triliun atau dengan unit cost Rp. 5-6 Juta/mahasiswa untuk satu tahun, defisit ini akibat krisis ekonomi yang berkepanjangan, kekurangan ini yang dicoba disiasati lewat konsep Badan Hukum pada PTN dalam rangka mencukupi dana yang tidak mencukupi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Badan Pembinaan Hukum Nasional, Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, 2005
370 IND p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Gerda Netty Octavia
"Era globalisasi ekonomi telah menimbulkan iklim persaingan yang sehat namun juga ketat antara negara-negara di dunia sehingga mendorong globalisasi Hak Kekayaan Intelektual dimana semuanya itu dapat dipertahankan dengan adanya iklim persaingan sehat ditunjang dengan sistem pengaturan yang lebih memadai dan selaras dengan diratifikasinya perjanjian-perjanjian internasional yang diperlukan di Indonesia. Dengan adanya permasalahan Hak Kekayaan Intelektual pada umumnya dan merek pada khususnya yang semakin kompleks maka upaya perlindungan terhadap barang dan jasa produksi dalam negeri harus ditingkatkan sebagai konsekuensi keikutsertaan Indonesia dalam persetujuan TRIPs yaitu dengan disempurnakannya Undang-Undang Merek lama menjadi Undang-Undang No. 1S Tahun 2001 Tentang Merek. Konsep perlindungan hukum terhadap hak merek mengacu pada sifat merek yang bersifat khusus dimana hak itu hanya dapat dilaksanakan oleh pemiliki merek dan apabila dipergunakan oleh orang lain maka harus dilakukan perjanjian lisensi merek terlebih dahulu dan adanya pengaturan tentang hal-hal tersebut diatas adalah sebagai bukti adanya perwujudan perlindungan merek dagang dalam negeri terutama bagi pemilik merek dagang yang sah. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi upaya penegakan hukum antara lain adalah faktor materi hukum, kelemahan kantor Merek dan kinerja aparat kantor merek, kelemahan aparat penegak hukum serta kurangnya apresiasi dan kesadaran hukum masyarakat terhadap hak milik intelektual, sehingga bila ditinjau dari unsur penegakan hukum tersebut maka perlindungan merek jelas ditunjang oleh upaya penegakan hukum yang dilaksanakan secara konsisten, konsekuen, efektif dan efisien dalam kenyataan empiris dalam praktek perdagangan di lapangan, yang ditunjang pula dengan adanya kesungguhan kinerja aparat penegak hukum pada umumnya dan aparat kantor merek. pada khususnya dalam pencegahan dan pemberantasan pelanggaran merek dagang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16632
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"makalah ini disampaikan dalam seminar tentang revitalisasi dan reinterpretasi nilai-nilai hukum tidak tertulis dalam pembentukan dan penemuan hukum, diselenggarakan oleh BPHN DEPKUMHAM RI tanggal 28-30 september 2005 di makassar"
300 MHN 1:1 2006
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ida Haiyoe Wulanndari
"ABSTRAK
Sejarah pengaturan mengenai Koperasi di Indonesia terbagi dua yakni masa sebelum kemerdekaan dan masa setelah kemerdekaan. Berawal dari tahun 1915, dimana pada masa itu Indonesia dijajah oleh Belanda sehingga berlakulah asas konkordansi hingga pada akhirnya setelah Indonesia merdeka, Pemerintah membuat peraturan baru yaitu Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan mencabut Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 Tahun 1933 dan Regeling Cooperatieves Verenigingen Stb. 179 Tahun 1949. Sedangkan Undang-undang yang berlaku saat ini adalah Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian. Ketentuan yang mengatur bahwa Koperasi harus berbentuk badan hukum tidak terlalu diatur secara jelas. Baru pada Rancangan Undang-undang Koperasi yang baru ini, Koperasi wajib didirikan dalam bentuk badan hukum. Koperasi merupakan perkumpulan orang dan bukan semata-mata perkumpulan modal, adanya kesamaan tujuan, kepentingan yang menyebabkan lahirnya Koperasi. Pembentukan Koperasi menjadi perkumpulan usaha yang berbadan hukum didasarkan pada sifat usahanya yang memenuhi kriteria badan usaha yang dapat dikategorikan sebagai badan hukum dan dalam hal ini Pemerintah mendukung dengan menerapkan pendirian Koperasi dalam bentuk badan hukum pada peraturan perundang-undangan tentang perkoperasian. Sejalan dengan perkembangan perekonomian yang begitu pesat, Koperasi dituntut untuk dapat mengikuti dinamika perkembangan yang ada namun dengan tetap mempertahankan nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar Koperasi, karena nilai dan prinsip Koperasi ini tidak terdapat pada bentuk usaha lain. Koperasi memiliki ciri khasnya sendiri selain berwatak ekonomi juga memiliki watak sosial. Oleh karenanya masa depan Koperasi selain harus mampu bertahan dalam menghadapi perkembangan jaman juga harus tetap memegang teguh nilai-nilai dan prinsipprinsipnya. Pembinaan dan pemberdayaan yang dilakukan Pemerintah dengan tujuan untuk melindungi dan mempertahankan eksistensi Koperasi tidak perlu dilakukan dengan cara yang berlebihan. Pembuatan peraturan-peraturan mengenai perkoperasian justru dapat membelenggu Koperasi dan membuat Koperasi menjadi tidak mandiri dan bergantung kepada Pemerintah. Pemerintah berencana untuk mengganti Undang-undang No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian dengan perundang-undangan yang baru, dimana saat ini Rancangan Undangundang (RUU) sedang dalam tahap pembahasan di Dewan Perwakilan Rakyat. Pada RUU Koperasi yang baru ini dikenal istilah saham Koperasi serta penggabungan dan peleburan yangmana hal ini belum diatur dalam undangundang sebelumnya.

ABSTRACT
The history of arrangement regarding the Cooperative in Indonesia is divided into 2 (two) parts that are the period before independence and after independence. Commencing in 1915, whereas in that period Indonesia was colonized by the Dutch so the principle of concordance was valid until finally after Indonesian independence, the government made a new regulation that was Law No. 79 of 1958 regarding the Cooperative Society and revoke the Algemene Regeling op de Cooperatieve Verenigingen Stb. 108 of 1933 and Regeling Cooperatieves Verenigingen Stb. 179 of 1949. Meanwhile, the prevailing law currently is Law No. 25 of 1992 regarding the Cooperative. The provision regulating the Cooperative that should be formed of a corporate is not clearly organized. Then, in this new Cooperative Legislation Draft, it is stated that the Cooperative must be established in the form of cooperate. The Cooperative is an association of people and not merely the association of capital, the presence of a common purpose, and the interests that led the birth of Cooperative. The establishment of Cooperative to be an association of legal status business is based on the nature of his business that meets the criteria of venture which can be categorized as a corporate, and in this case the government gives the support by applying the establishment of Cooperative in the form of corporate in the legislation regarding the Cooperative. In line with the development of economy that is so rapid, the Cooperative is required to be able to follow the dynamics of the existing development but keep maintain the value and basic principle of Cooperative due to those value and principle of this Cooperative do not exist in other venture. This Cooperative has its own characteristic, beside its economic character; it also has a social character. Therefore, in addition to be able to survive in facing the era development, the future of Cooperative must also keep uphold those value and principle. The coaching and empowerment performed by the government with the purpose of protecting and maintaining the existence of Cooperative does not need to be done in an excessive manner. The making of regulation on the Cooperative thus may fetter the Cooperative and it may become no independent then relies on the government. The government has a plan to amend the Law No. 25 of 1992 on the Cooperative with the new legislation whereas the Legislation Draft is still in the discussion process in the House of Representatives. In the new Cooperative Legislation Draft known the term of Cooperative share, incorporation and merger which have not been arranged yet in the previous law."
2012
S43542
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Sri Sotijaningsih
"Perguruan tinggi (PT) sebagai pusat penyebaran dan pengembangan ilmu pengetahuan akan berperan sangat penting di era milenium baru, Di Indonesia peran perguruan tinggi mulai ditunjukkan sejak kebangkitan nasional pertama sampai jaman revolusi kemerdekaan, dan berlanjut terus di masa orde baru hingga saat ini yang juga ikut menentukan perjalanan hidup bangsa dan negara kita. Sejalan dengan semangat Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah bahwa bidang pendidikan merupakan tugas dan kewenangan daerah, maka trend pendidikan tinggi semakin mengarah pada dcmokratisasi dan desentralisasi yang setanjutnya akan membawa PT ke arah yang lebih serius untuk menjadikan masyarakat perguruan tinggi sebagai mitra pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan potensi diri dan wilayahnya.
Terkait dengan kemandirian PT yang sering disebut dengan otonomi perguruan tinggi, maka Fokus permasalahan dua tahun terakhir ini adalah masalah manajemen. Paradigma haru pendidikan tinggi menghendaki otonomi pendidikan tinggi dalam arti pengelolaan yang seluas-luasnya atas segala potensi sumber daya yang dimiliki secara manajerial.
Permasalahan utama yang terkait erat dengan otonomi PT adalah pembiayaan dalam penyelenggaraan pendidikan. Sejak tahun 2000 empat PTN (UI, UGM, IPB dan 1TB) dinyatakan sebagai perguruan tinggi berbadan hukum atau Pergurun Tinggi Badan Hukum Negara (P 4311....1 berdasarkan PP No. 152-155/2000. Finis 2001 adalah awal masa h'ansisi bagi 4 PT-131-IMN lcrsehut untuk menerapkan PP tersebut-yang direncanakan sampai 2005 karcna banyak hal yang harus dilakukan dan untuk kemandirian PT tersebut terutama dalam penataan pegawai termasuk dosen, dan pengelolaan keuangan.
Atas dasar hal-hal tersebut maka tesis ini ingin menganalisa potensi otonomi PT BHMN dalam menyongsong pcnerapan paradigma baru pendidikan tinggi yaitu menganalisa struktur/sumber anggaran/pembiayaan PT-BHMN; mengkaji potensi PTBHMN berdasarkan model alokasi anggarannya terhadap struktur/sumber pembiayaannya; dan memberikan rekomendasi untuk mengantisipasi dampak pengurangan atau bahkan penghapusan subsidi terhadap kinerja PTN.
Total pembiayaan/annggaran 4 PT-BHMN selama 12 tahun anggaran (1990/91-2001) menunjukkan kecenderungan yang berfluktuasi dan fluktuasi antar komponennya bervariasi antara D1K dan DIKS di masing-masing perguruan tinggi.
Hasil pendataan model alokasi di 4 (empat) PT-BHMN kurang memuaskan karena tidak signifikannya beberapa variabel yang mempengaruhi alokasi anggarnn baik DIP, DIK maupun DIKS. Namun demikian hasil analisis dapat mendukung kebijakan pemerintah dalam penerapan otonomi di pendidikan tinggi dengan adanya signifikansi antara penurunan alokasi DIP di tahun-tahun mendatang dengan kebijakan pemerintah sesuai PP No 152 - 155 Tabun 2000 Tentang Penerapan 4 PT-BHMN tersebut, dimana secara bertahap alokasi DIP yang merupakan subsidi bagi keempat PT-BHMN tersebut akan berkurang untuk mempersiapkan kemandirian PT-BHMN. Di sisi lain, DIKS yang merupakan sumber dana "asli" PT, tahun-tahun mendatang akan terus meningkat penerimaannya, sesuai dengan kebijakan otonomi yang akan diterapkan untuk mendukung kebutuhan dana penyelenggaraan pendidikan karena DIKS diharapkan akan menutup pengurangan alokasi DIP atau pengurangan subsidi pemerintah.
Untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan sesuai status dan tujuan otominya PTBHMN tidak bisa lagi mengandalkan sumber pembiayaan dari DIP dan D1K yang berasal dari pemerintah. DIP secara berlahap harus dikurangi yang pada akhirnya tidak disediakan lagi. Oleh karena itu sumber pembiayaan yang harus dipacu penerimaannya adalah DIKS yang bersumber dari masyarakat. SPP merupakan yang merupakan sumber utama selain subsidi pemerintah sebagai salah satu komponen DIKS kenaikannya tidak dapat dihindarkan apabila terjadi peningkatan kebutuhan dana penyelenggaraan pendidikan.
Selain itu PT-BHMN perlu mengembangkan sistem yang mengarah kepada subsidi silang, dimana yang kaya/berlebih atau lebih mampu membayar lebih banyak/mahal sedangkan yang tidak mampu akan mendapat subsidi baik dari pemerintah maupun masyarakat peserta didik yang lebih mampu. Pala subsidi silang ini harus ditingkatkan dengan sistem pendataan yang lebih baik dan akurat.
Penerimaan anggaran DIKS juga dapat ditingkatkan dengan kerjasama atau kemitraan dengan lembaga-Iembaga yang relevan misalnya : kerjasama dengan industri dan kalangan bisnis dengan asas saling menguntungkan; kerjasama dengan pemerintah daerah (PropinsilKabupaten/Kota) sekaligus turut berpartisipasi dalam pembangunan daerah di era otonomi; bermitra dengan lembaga/institusi di dalam dan di luar negeri dalam upaya pengembangan kawasan seta ilmu pengetahuan dan teknologi.
Dengan pergeseran peran pemerintah, maka mekanisme pendanaan PT oleh pemerintah juga hendaknya mengalami perubahan. Mekanisme baru ini diharapkan diterapkan dengan mekanisme pendanaan berbasis block finding yang besarnya tergantung pada jumlah lulusan yang dihasilkan dengan mutu yang tcrjamin. tidak hanya didasarkan kepada jumlah peserta didik/mahasiswa yang terdaftar, disamping juga dengan sistem kompetisi berdasarkan pengelompokan PT."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T12051
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Karnia Cicilia
"Pekerja Rumah Tangga Anak (PRTA) merupakan cerminan lemahnya tingkat ekonomi di Indonesia sehingga menciptakan keadaan dimana anak terpaksa untuk bekerja. Kehadiran mereka memberikan bantuan dalam mengerjakan pekerjaan rumah tangga namun keberadaan mereka selama ini jarang diungkap, padahal pekerjaan yang mereka lakukan rawan kekerasan fisik, pelecehan seksual dan eksploitasi ekonomi. Pokok permasalahan dalam laporan penelitian ini yaitu apa saja permasalahan yang dihadapi oleh PRTA, apa instrumen hukum yang mengatur perlindungan terhadap PRTA, dan upaya apa yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada PRTA.
Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui permasalahan yang dihadapi PRTA, mengetahui instrumen hukum yang mengatur perlindungan terhadap PRTA, dan mengetahui upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada PRTA.
Metode penelitian yang digunakan pendekatan yuridis-normatif, tipologi penelitiannya adalah penelitian deskriptif, dan tipe penelitian hukum yang digunakan adalah penelitian menarik asas hukum.
Simpulan dari penelitian ini yaitu permasalahan yang dihadapi oleh PRTA adalah alasan yang mendorong anak ketika akan bekerja sebagai pekerja rumah tangga dan kekerasan yang dialami pekerja rumah tangga baik fisik, psikologis, seksual, dan finansial. Instrumen hukum yang mengatur perlindungan terhadap Pekerja Rumah Tangga Anak yaitu: dalam hukum nasional: UUD 1945, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak, UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, UU Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Penghapusan Tindak Perdagangan Orang, dalam hukum internasional yaitu: Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, International Covenant on Civil and Political Rights, International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, The Convention on the Rights of the Child), dan Convention for Suppression of the Traffic in Persons and of the Exploitation of the Prostitution of Others). Upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah untuk memberikan perlindungan kepada PRTA yaitu perlunya kontekstualisasi dan peningkatan sosialisasi hukum dan perlunya formalisasi (legislasi) pekerjaan sebagai PRT termasuk di dalamnya PRTA.

Child Domestic Workers are a reflection of weak economic level in Indonesia so as to create circumstances where children are forced to work. Their presence provides assistance in household chores but their presence has been rarely revealed, but the work they do prone to physical violence, sexual abuse and economic exploitation. The principal problem in this research report, namely what the problems faced by Child Domestic Workers, what legal instrument governing the protection of Child Domestic Workers, and what efforts that can be done by government to provide protection to them.
The purpose of this research is to know the problems faced by child domestic workers, knowing the legal instruments governing the protection of domestic workers, and know the effort that can be done by government to provide protection to domestic workers.
The research method-normative juridical approach, typology research is descriptive research, and the type used in legal research is interesting research, legal principle.
Conclusions from this study are the problems faced by domestic workers is the reason that encourages children when going to work as domestic workers and violence experienced by domestic workers, either physical, psychological, sexual, and financial. Legal instruments governing the protection of Child Domestic Workers are: the national law: the Constitution of 1945, Law Number 4 Year 1979 on Child Welfare, Law Number 13 Year 2003 regarding Labor, Law Number 23 Year 2002 on Child Protection, Law No. 23 Year 2004 on the Elimination of Domestic Violence, Law Number 21 Year 2007 on the Elimination of Trafficking in Persons Act, in international law, namely: the Universal Declaration of Human Rights, International Covenant on Civil and Political Rights, the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights, The Convention on the Rights of the Child), and the Convention for suppression of the Traffic in Persons and of the Exploitation of the Prostitution of Others). Effort can be done by government to provide protection to domestic workers is the need for contextualization and the need for improvement and formalization of legal socialization (legislation), work as domestic workers including child domestic workers."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T27946
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>