Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 207115 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Wendra
"Perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka Penanaman Modal Asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif dan batubara, dilakukan dalam bentuk Kontrak Karya. Kontrak Karya pertambangan Umum bersifat "Lex Specialis" artinya segala ketentuan-ketentuan yang telah tercantum dalam kontrak karya tidak akan ikut berubah karena terjadinya perubahan atas peraturan Undang-undang yang berlaku umum. Pernyataan Lex Specialis ini dapat dilihat dalam Surat Menteri Keuangan S-1032/MK.04/1998.
Dalam pendirian perusahaan kontrak karya ada pengeluaranpengeluaran yang harus dikeluarkan oleh pemegang saham sebelum perusahaan kontrak karya berdiri yang lebih dikenal dengan nama Pre Contract of Work Expenditures (Pre-COW Expenditures). Pre-Cow Expenditures ini dilakukan dalam melaksanakan kegiatan Preliminary Exploration Work, dimana pekerjaan inilah yang nantinya akan menentukan apakah dari hasilnya akan dilanjutkan ke tahap pendirian perusahaan kontrak karya atau bukan.
Sehingga jika hasil Preliminary Exploration Work memberikan perhitungan yang tidak memungkinkan untuk dilanjutkan ke tahap pendirian perusahaan kontrak karya maka Pre-COW Expenditures akan menjadi beban calon pemegang saham perusahaan kontrak karya itu dan kalau ternyata dilanjutkan ke tahap pendirian perusahaan kontrak karya maka Pre-COW Expenditures akan dialihkan ke perusahaan kontrak karya untuk dibebankan sebagai unsur biaya dalam perusahaan kontrak karya seperti yang dinyatakan dalam Kontrak Karya Generasi VI Pajak Penghasilan.
Dalam Annex H butir butir (6) ini dinyatakan bahwa pengeluaran-pengeluaran sebelum perusahaan didirikan yang telah dikeluarkan oleh para pemegang saham dan langsung berhubungan dengan proyek Kontrak Karya, dapat dikonsolidasikan ke dalam rekening Perusahaan sebagai unsur-unsur biaya. Pengeluaran-pengeluaran tersebut harus diaudit oleh akuntan publik dan disetujui oleh Direktur Jendera Pajak. Dari pernyataan dalam Annex H butir (6) Kontrak Karya ini dapat disimpulkan bahwa syarat Pre-COW Expenditures ini dapat dikonsolidasikan ke perusahaan Kontrak Karya sebagai unsur-unsur biaya pengurang penghasilan (deductible expenses), ada 4 (empat), yaitu pengeluaran itu harus dikeluarkan oleh pemegang saham, harus berhubungan langsung dengan proyek Kontrak Karya, harus diaudit oleh akuntan publik dan terakhir harus diaudit oleh Direktur Jenderal pajak.
Umumnya dalam pertambangan di Indonesia dalam mengerjakan pekerjaan yang berhubungan dengan Pre-COW Expenditures, pemegang saham meyerahkan seluruh proses pekerjaan itu kepada perusahaan jasa pertambangan (Mining Service Company) sebagai agent of payment dari pemegang saham, maka semua Pre-COW Expenditures yang dikeluarkan oleh Mining Service Company bukanlah biaya bagi Mining Service Company itu, tetapi adalah harta/property milik pemegang saham.
Dari studi atas sengketa pajak pada PT "X", diketahui bahwa sampai saat ini pihak pemerintah terutama pihak Direktorat Jenderal Pajak belum pernah mengeluarkan suatu peraturan atas Pre-COW Expenditures yang mengatur tentang bagaimana prosedur pelaksana atas pernyataan yang terdapat dalam kontrak karya Annex H butir (6), apa itu mengenai kriteria pengeluaran yang berhubungan dengan proyek kontrak karya, bagaimana cara pengalihannya, kapan seharusnya mulai diamortisasi, bagaimana tatacara pemberian persetujuan, apakah melalui permohonan khusus atau melalui penyampaian SPT PPH Badan yang kemudian persetujuannya berupa Surat Ketetapan pajak, apakah proses mendapatkan persetujuan itu harus dilakukan di kantor pusat atau cukup melalui KPP tempat wajib pajak terdaftar.
Direktorat Jenderal pajak dalam memberikan suatu persetujuan untuk menerima atau menolak atas pembebanan Pre-COW Expenditures, harus memperhatikan asas pemungutan pajak terutama asas keadilan, asas kepastian hukum dan asas efisiensi sehingga tidak ada pihak-pihak yang merasa dirugikan baik itu pihak wajib pajak maupun pihak Pemerintah atau Direktorat Jenderal pajak.

Agreements between the Government of the Republic of Indonesia and Indonesian legal entity-based business companies for the purpose of Foreign Investment in the mining of minerals, exclusive of petroleum, natural gas, geo-thermal energy, radio active and coal, are entered into in the form Contracts of Work. The Contract of Work on General Mining Operations is "Lex Specialis," which means that all legal provisions contained in the contract of work will not be subject to change in case of amendment to any of the prevailing laws and regulations. This 'lex specialis' statement appears in the Letter of the Minister of Finance under Number S-1032/MK.04/1998.
Incorporation of a contract of work - based business enterprise involves pre-establishment expenses by the shareholders better known as the Pre-contract-of-Work Expenditures (Pre-COW Expenditures). These Pre-COW Expenditures form part of the Preliminary Exploration Work. It is this work that will determine whether or not the results will proceed to the phase of incorporating a contrac-of-work-based business company.
If the results of the Preliminary Exploration Work generate a calculation making impossible to proceed to the phase of incorporating a contrac-of-workbased business company, the Pre-COW Expenditures will be to the cost of the prospective shareholders of the contrac-of-work-based company. If the results, as it turns out, do to the phase of incorporation, the Pre-COW Expenditures will be transferred to the the contrac-of-work-based company for debiting as a cost element therein, as specified in the Generation VI Contract of Work of General Mining in Annex H, point (6) on the Rule on Income Tax Calculation.
Annex H point (6) provides that any preincorporation expenses, spent by the shareholders and immediately associated with the contrac-of-work-based projects, are capable of consolidation into the Company?s account as a cost element. Such expenses are subject to audit by an public accountant and to the approval of the Director General of Taxation. From the statement in Annex H, point (6) of the Contract of Work a conclusion can be drawn that the Pre-COW Expenditures can be consolidated into the contrac-of-work-based company as deductible expenses, under 4 (four) conditions: expenses are to be spent by the shareholders; are in direct relation to the the contrac-of-workbased projects; are to be audited by a public accountant, and, lastly, are to approved the Director General of Taxation.
In general, in the mining sector in Indonesia, in jobs relative to the Pre-COW Expenditures, the shareholders pass the entire process to a Mining Service Company as their agent of payment. All such Pre-COW Expenditures spent by the Mining Service Company are not so to the Mining Service Company, but the property of the shareholders.
The study of a tax dispute facing PT "X", has led to the discovery that the Government, in this case, the Directorate General of Taxation, has not as yet issued issued any regulation on the Pre-COW Expenditures governing the procedure for implementation of the statement in the contract of work in Annex H, point (6), concerning the criteria for expenditure associated with the contract-of-work-based projects, for transfer, when should amortization commence; for approval, whether through a special application or submission of the Business Entity-related Annual Income Tax Return further approved in the form of the Tax Assessment Notice; whether the process of obtaining the approval is to proceed at the head office only at the Tax Service Office with which the taxpayer has been registered.
The Directorate General of Taxation in the issuance of the approval/acceptance or of the rejection of the debiting of the Pre-COW Expenditures, must take note of the principles of tax collection, mainly relative to fairness, legal certainty, and efficiency so that not a single party feels having been put at a disadvantage, whether it is the taxpayer, Government, or Directorate General of Taxation."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
T24569
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Hannaria
"Semua sumber daya mineral yang terdapat di dalam wilayah hukum Republik Indonesia, termasuk daerah lepas pantai adalah kekayaan Bangsa Indonesia. Untuk itu pemerintah mendorong dan meningkatkan kegiatan eksplorasi dan pengembangan sumber daya mineral Indonesia. Hal ini akan menciptakan pertumbuhan bagi pembangunan daerah, menciptakan kesempatan kerja yang lebih banyak, mendorong pertumbuhan usaha setempat, menjamin alih ketrampilan, pengetahuan dan teknologi, melindungi serta merehabilitasi lingkungan alam untuk pembangunan Indonesia selanjutnya.
GBHN menegaskan bahwa pembangunan nasional memerlukan investasi dalam jumlah besar, yang pelaksanaannya harus berlandaskan kemampuan sendiri, sedangkan bantuan luar negeri merupakan pelengkap. Untuk itu, pemerintah melakukan kerjasama dalam bentuk Kontrak Karya dengan investor asing dengan sasaran untuk optimasi pendapatan Negara. Dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Undang-Undang Pokok Pertambangan dan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan perubahannya Undang-Undang Nomor 11 tahun 1970 serta peraturan perundang-undangan yang berkaitan.
Kebijakan fiskal adalah satu kebijakan makro ekonomi yang dilakukan pemerintah untuk mengendalikan kondisi perekonomian (sebagai stabilisator perekonomian). Kontrak karya yang sudah ada dari tahun 1967 generasi I dan sampai saat ini sudah memasuki generasi VIII. Kontrak karya tersebut memiliki peraturan perpajakan khusus (lex spesialist). Pada setiap kontrak karya tersebut pemerintah memberikan fasilitas perpajakan. Hal ini dikarenakan keunikan sektor pertambangan dan untuk meningkatkan penanaman modal asing di Indonesia. Salah satu perlakuan khusus yang diberikan adalah tentang pengalihan pengeluaran sebelum Perusahaan Kontrak Karya didirikan. Biaya yang telah dikeluarkan oleh para pemegang saham dan langsung berhubungan dengan proyek kontrak karya, dapat dikonsolidasikan ke dalam rekening Perusahaan sebagai unsur biaya dengan syarat pengeluaran tersebut harus diaudit oleh akuntan publik dan disetujui oleh Direktorat Pajak.
Agar perusahaan Kontrak Karya dapat memaksimumkan keuntungan dari pengalihan tersebut, maka pemerintah sebaiknya memberikan keterangan yang lebih rinci tentang ketentuan di atas dan prosedur yang tepat dan menjamin bahwa ketentuan tersebut pasti.
Metode penelitian yang dilakukan untuk menyusun tesis ini adalah penelitian kepustakaan dan wawancara dengan pejabat-pejabat yang terkait dengan bidang pertambangan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan mempelajari buku-buku mengenai dan yang berhubungan dengan perpajakan pertambangan dan menggunakan data-data sekunder dan Laporan Audit kantor Akuntan Publik, Indonesian Mining Association, Laporan Pertambangan.
Dari hasil pembahasan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa pengeluaran sebelum perusahaan didirikan yang telah dikeluarkan oleh para pemegang saham dan langsung berhubungan dengan proyek Kontrak Karya tidak terkena pajak sepanjang biaya-biaya tersebut belum dibiayakan/dicostkan di perusahaan yang mengeluarkan biaya tersebut."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4352
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Isabella Magdalena
"Corporate charitable giving is growing up in Indonesia. It can be classified into 3 (three) motives which are first a strategy to raise profits, second as a compliance because they are forced to do so, and third as beyond compliance as the company is part of the community. Those three motives do reflecting the income tax treatment on charitable giving. PT X as one of the company also does charity. The charitable giving done by PT X becomes unique since PT X is a Contract of Work (CoW) holder. But practically, the CoW results in law uncertainty. The tax auditor adjusted the charitable giving by PT X which were fund contribution and donation to Aceh and Sumatera Utara.
The researcher focuses on charitable giving by PT X with qualitative approach. The researcher would like to identify how PT X does the charitable giving and the law certainty of income tax treatment on those charitable giving. With regards to that, the researcher uses a study-case. The researcher obtains the data from interview, field research and library research.
Based on the field and library research, there are situations of charitable giving generally in Indonesia and specifically in PT X. On those charitable giving, there are income tax treatment in income taxation law and the regulations underneath. Spesifically, the researcher observes the income tax treatment of charitable giving done by PT X, which can be gathered from the tax audit cases of OT X.
From the situations above, it can be analyzed that the charitable giving done by PT X is divided into 3 (two) kinds which are philanthropy and charity. Besides that, there are three motives of charitable giving, as previously mentioned, practiced by PT X, which are related to the income tax treatment. And the focus of this research is the law certainty of income tax treatment on charitable giving of PT X."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2008
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Saragih, Daud Jahya
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
S10240
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Manalu, Silvia M.
"Kilau pesona berbagai hasil tambang di Indonesia mampu menarik minat kalangan investor untuk menanamkan modalnya di bidang pertambangan. Meski gejolak moneter tengah melanda Indonesia, ternyata minat pengusaha asing untuk melakukan bisnis di sini tetap tinggi. Salah satu pemenuhan kewajiban perpajakan yang diterapkan dalam bidang pertambangan adalah pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan atau lebih dikenal dengan Pajak Penghasilan Pasal 25.
Pokok permasalahan adalah bagaimana ketepatan pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan selama ini di bidang pertambangan. Permasalahan lainnya adalah bagaimana pendapat pihak - pihak yang berkait dengan sistem pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan tersebut serta bagaimana seyogyanya diterapkan pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalannya, sehingga lebih mendekati pajak yang terutang di akhir tahun,
Penulisan dalam tesis ini bersifat kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif analitis. Dengan menguraikan data yang diperoleh dari penelitian kemudian mengadakan analisis sehingga dapat ditarik kesimpulan dan memberikan saran yang dianggap perlu. Sedangkan metode pengumpulan data dilakukan melalui penelitian dokumen yang terkait dan data lapangan.
Indonesia mengenal 2 metode pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan, yaitu Metode Pasal 25 ayat (1) atau dikenal dengan Metode Umum dan Metode Pasal 25 ayat (7) atau dikenal dengan Metode Triwulan. Pada pertambangan, perlakuan pajak tahun berjalan diterapkan dengan Metode Pasal 25 ayat (1). Penerapan Metode Pasal 25 ayat (1) pada perusahaan pertambangan selalu mengalami perbedaaan yang signifikan, baik pada saat produksi naik maupun pada saat produksi menurun. Hal ini tentu berpengaruh bagi cash flow perusahaan pertambangan. Sementara, Pasal 25 ayat (7) Undang - Undang Pajak Penghasilan tidak memberikan defenisi " badan - badan tertentu lainnya" yang diperkenankan menerapkan Metode Pasal 25 ayat (7),
Pemenuhan kewajiban pajak tahun berjalan pada perusahaan tambang berdasarkan kenyataan seyogyanya diizinkan menggunakan Metode Pasal 25 ayat (7), sehingga tidak bertentangan dengan prinsip perpajakan yaitu keadilan dan kepastian hukum. Peraturan perundang-undangan seyogyanya tegas, jelas sehingga tidak menimbulkan interpretasi yang berbeda dari Wajib Pajak dan fiskus."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T11669
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Budi Irawan
"Dalam rangka merangsang iklim investasi di bidang pertambangan di Indonesia, menurut perundang-undangan Penanaman Modal Pengusaha Pertambangan Umum, salah satunya diatur melalui Kontrak Karya yang dibuat berdasarkan persetujuan antara pengusaha pertambangan dengan Pemerintah Indonesia. Di Indonesia saat ini sudah ada sebanyak 7 Generasi. Didalam Kontrak Karya diatur mengenai hak dan kewajiban bagi kedua belah pihak termasuk di dalam bidang perpajakan khususnya Pajak Pertambahan Nilai.
Dalam kaitannya dengan Kontrak Karya Generasi IV, Pemerintah mengeluarkan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai, Reformasi perpajakan dari Undang-undang Nomor 18 tahun 2000 dengan terbitnya petunjuk pelaksanaan yang tertuang dalam PP Nomor 144 Tabun 2000 mengubah status barang hasil tambang berupa emas batangan dari Barang Kena Pajak menjadi Barang Tidak Kena Pajak. Didalam pelaksanaan, proses kebijakan tersebut menimbulkan perbedaan persepsi antara otoritas pajak dengan wajib pajak pertambangan Kontrak Karya Generasi IV dalam hal PPN atas barang hasil tambang.
Kebijakan Perpajakan yang diatur didalam Kontrak Karya Generasi IV disesuaikan dengan Undang-undang Pajak dan Peraturan-peraturan yang berlaku (prevailing law). Sehingga menimbulkan perbedaan interpretasi mengenai aspek Pajak Pertambahan Nilai antara pemerintah dengan wajib pajak.
Tujuan dilakukan penelitian ini adalah, untuk menganalisis perubahan kebijakan Pajak Pertambahan Nilai. Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif analisis dengan teknik pengumpulan data melalui penelitian kepustakaan dan dokumen serta dilakukan melalui kuesioner dan wawancara.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah hendaknya tidak mengubah ketentuan di dalam Kontrak Karya yang kedudukannya lebih tinggi dalam mengatur hal yang sama.
Dengan adanya kebijakan tersebut membawa dampak pada Perusahaan Kontrak Karya Generasi IV terhadap perlakuan PPN masukan yang berkaitan dengan kegiatan perusahaan pertambangan dibidang produksi, pemasaran, distribusi, dan manajemen menjadi tidak dapat dikreditkan.

In order to encourage investment climate in mining in Indonesia, according to the laws of the capital investment of general mining entrepreneurs, one of many ways to do it is managed by a Contract of Work which was made based on the agreement between the mining entrepreneurs and Indonesian's government. At the moment there are 7 Generations in Indonesia. Contract of Work manage the right and the obligation for both sides including the tax, especially the Value Added Tax.
In the connection with the Contract of Work fourth Generation, the government launched the Value Added Tax policy, the tax reform from laws number 18 year 2000 by releasing the direction of execution which is stated in government regulation number 144 year 2000 changing mining product status from Taxable Goods into Non-Taxable Goods. In its application, this policy creates different perception between the tax authorities and the mine tax payer of the fourth Generation of The Contract of Work in the subject of Value Added Tax on mining product.
Taxation policy, which is regulated under the fourth Generation of The Contract of Work, is adjusted to the Taxation laws and the prevailing law. This gives rise to different interpretation about Value Added Tax aspect between the government and taxpayer.
The objective of this research is to analyze the changes of Value Added Tax policy. The research method used is descriptive analytic method with data collecting technique through library and document research as well as questionnaire and interviews.
From the result of the research we conclude that the policy, which was made by the government through government regulation, should not change the points in the Contract of Work which has higher legal footing 1 position in regulating tax issues.
The existence of that policy brings the effect to the Contract of Work fourth Generation's company to the treatment of Value Added Tax as a input which is connected to the activity of mining companies; production, marketing, distribution, management, making it unpredictable.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14195
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinni Hadiati Nugraha
"Contract of Work in management treated as lex spesialist derogates lex generalist against other regulations. This particular regulation may legally null a common regulation if the regulation has a same position, including tax law. if there is taxation in the business agreement, the common applied taxation law cannot be as the ground of tax calculation because they have the same position. The taxation policy, which becomes the ground of Contract Of Work influenced by taxation policy which applied at the time the business agreement is signed. That is why the taxation condition consist in the business agreement is different between the first generation in 1968 until seventh generation in 1999 until now.
The lex spesialis derogat lex generalis taxation condition consist in the Contract Of Work, causing problems in taxation especially to KPP PMA III the tax services office which serve the mining sector. KPP PMA lll appeal upon the decision which is not conform with tax payer application. Among others is Withholding Tax Tariff beside PDBR : Loss Remedy and Value Added Tax.
For data collection and thesis composition, the research type taken is descriptive analytic with qualitative approach, among others through research study at Tax Services Othce PMA lll and interview with 9 information sources, and literature study using tax web site, internet and others literature.
The existence of taxation administration policy which reflect the taxation law principles such as legal certainty, legality principle, hierarchy principle and consistency principle, so a certain regulation will not lie on top on another regulation and will not confused the businessman.
Certain taxation policy reformations not only oriented at tax revenue, but also reflect neutrality against all interest of local and central govemment, especially the regions in Indonesia are autonomy regions, so it will not resist the investors to invest in indonesia, particularly in mining sector.
Backup jurisprudence is needed in a policy formed in legitimately regulation by the House of Representative and that regulation rellect the synchronization between the interest parties among others Directorate General of Tax with Directorate General of Mining and Energy. So there will be no more taxpayer submit an appeal with the same problems in the field."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21895
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rafael Alun Trisambodo
"Penerimaan pajak memegang peranan penting dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), terlebih setelah Indonesia mengalami krisis ekonomi yang berkepanjangan. Banyak usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan penerimaan pajak. Salah satunya adalah menghilangkan fasilitas perpajakan yang tidak bermanfaat.
Fasilitas di bidang Pajak Pertambahan Nilai yang menarik untuk dibahas adalah adanya penundaan penyetoran pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 549/KMK.04/2000 Pemungut PPN diperbolehkan menyetorkan PPN yang dipungut 15 hari bulan berikutnya setelah pelunasan dilakukan. Penundaan ini menimbulkan pelanggaran atas Ketentuan Perpajakan dari pihak yang tidak bertanggung jawab.
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme pemungutan dan penyetoran serta pelaporan PPN oleh pemungut Pajak Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya, serta menganalisis kerugian negara yang timbul karena keterlambatan penyetoran oleh Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan melakukan studi kasus pada tiga perusahaan yang menjadi supplier Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan tiga perusahaan yang menjadi supplier Kontrak Karya. Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi dan studi kepustakaan. Data yang diolah berupa data bukti setoran pajak yang diterima perusahaan untuk transaksi tahun 2001. data diambil sampai dengan September 2002 untuk melihat besarnya kerugian negara dari PPN yang belum disetor ditambah dengan sanksi bunga karena keterlambatan penyetoran.
Dari hasil penelitian dapat diperoleh gambaran bahwa mekanisme pemungutan dan penyetoran serta pelaporan PPN yang dipungut oleh Pemungut Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya berbeda dari mekanisme PPN umumnya, yaitu adanya hak untuk menyetorkan 15 hari bulan berikutnya dari pelunasan transaksi. Hal itu menimbulkan kerugian karena adanya pelanggaran Ketentuan Perpajakan dengan menunda penyetoran lebih lama dari waktu yang ditentukan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T9214
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muda Markus
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1988
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S10122
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>