Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 54199 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Firmanzah
"Privatisasi untuk sementara waktu menjadi trend di banyak negara tentang bagaimana suatu negara merestrukturisasi state owned enterprise (SOE). Tidak banyak penelitian dan analisa yang meliaht proses transformasi organisasi setelah privatisasi dilakukan oleh pemerintah suatu negara (post-provatisasi). Tulisan ini akan memfokuskan pada proses transformasi organisasi di periode post-privatisasi dan bagaimana proses ini bisa berjalan lancar seperti yang diharapkan."
[Place of publication not identified]: Manajemen Usahawan Indonesia, 2003
MUIN-XXXII-05-Mei2003-3
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Luli Bartini
"Tesis ini menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya privatisasi BUMN di Indonesia daiam masa krisis Asia dan implementasinya. Hakekat privatisasi itu sendiri adalah proses pemindahan atau pengembalian aktivitas perekonomian kepada masyarakat atau pasar dengan membatasi peran pemerintah dalam perekonomian suatu negara. Privatisasi pun dilakukan dengan spektrum yang lebih luas yakni sebuah upaya reformasi (kebijakan) ekonomi yang lebih luas yang mencakup deregulasi, debirokratisasi dan Iiberalisasi. IMF melalui Letter of Intent yang disepakati bersama dengan pemerintah Indonesia mendorong untuk dilakukannya Privatisasi BUMN. Hal tersebut seiring dengan permohonan bantuan pemerintah Indonesia kepada IMF sebagai Iembaga moneter internasionai Imbas dari krisis moneter yang melanda Indonesia sejak tahun 1997. IMF sebagai Iembaga monster internasional memberikan beberapa persyaratan untuk dapat memulihkan perekonomian Indonesia yang dikenai dengan sebutan Washington Consensus yang isinya tentang kebijakan pembangunan yang harus dilakukan oleh negara berkembang. Kebijakan IMF yang diterapkan di Indonesia dengan melaksanakan paket kebijakan Structural Adjustment Policy (SAP) yang mencakup berbagai pembaruan kebijakan ekonomi makro dan perubahan kelembagaan untuk menghapuskan inefisiensi serta menjamin tingkat pertumbuhan yang memadai.
Privatisasi yang diiakukan di Indonesia bertujuan untuk memperoleh bantuan dana untuk menutup APBN. Sedangkan tujuan seterusnya pemerintah RI melakukan privatisasi karena hal tersebut termasuk dalam program reformasi ekonomi yang merupakan kesepakatan antara pemerintah RI dan IMF. Perkembangan selanjutnya terjadinya privatisasi PT. Indosat Tbk. sebagai saIah satu upaya penyehatan BUMN dan reformasi ekonomi secara umum. Akan tetapi motivasi privatisasi di Indonesia Iebih diwarnai oleh motivasi untuk mengurangi defisit anggaran daripada upaya restrukturisasi ekonomi.
Untuk itu teori yang digunakan daiam peneiitian ini berdasarkan kepada IiberaIisme,sedangkan konsep utamanya Structural Adjustment Policy (SAP) , Washington Consensus. Rujukan yang digunakan untuk dapat memformulasikan konsep adaiah buku-buku Globalisasi, seperti Robert GiIpin,David Held maupun buku -buku kontemporer seperti karya Joseph E Stiglits. Selain itu juga digunakan beberapa buku Iainnya untuk melengkapi.
Kesimpulan yang diperolen melalui penelitian ini adalah bahwa privatisasi di Indonesia sudah benar dan perlu, alfran tetapi harus secara bertahap. karena masyarakat Indonesia masih mempunyai keterbatasan untuk dapat ikut memiliki BUMN, terlebih dimasa krisis ekonomi. Sebagian besar pelaku ekonomi besar terpuruk, tidak ada kekuatan ekonomi kelas menengah (bollow middle) dan kekuatan ekonomi kecil yang hidup day by day. Maka sebelum pelaksanaan privatisasi di Indonesia yang harus diiakukan terlebih dahuIu adalah restrukturisasi manjemen, profitisasi setelah itu privatisasi, sehingga pembelinya adalah masyarakat Indonesia sendiri.
Kontroversi privatisasi di Indonesia dapat dihindari jika pemerintah pandai menentukan waktu yang tepat untuk memperoleh harga (price) dan perolehan (proceeds) yang optimal. Pilihan ternadap BUMN mana yang perlu diprivatisasi praktis sudah benar. Selain didukung teori (keduanya bukan natural monopoli), sifat industrinya amat kompetitif sehingga tidak perlu dikelola oleh pemerintah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21714
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harum Setiawati
"Ketentuan Kepemilikan Tunggal pada Perbankan sebagaimana diatur dalam PBI No. 8/16/PBI/2000 tanggal 5 Oktober 2006 mengatur bahwa setiap pihak hanya dapat menjadi Pemegang Saham Pengendali pada 1 (satu) Bank. Berlakunya ketentuan tersebut menyebabkan Pemerintah Indonesia yang saat ini menjadi Pemegang Saham Pengendali di 4 (empat ) Bank BUMN yakni PT. Bank Mandiri. PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Negara Indonesia dan PT. Bank Tabungan Negara perlu menyesuaikan struktur kepemilikannya. Terdapat 3 opsi sebagai jalan keluar bagi Pemerintah yakni (i) melakukan merger atau konsolidasi atas bank yang dibawah pengendaliannya (ii) mengalihkan sebagian atau seluruh saham yang dimilikinya sehingga maksimal hanya menjadi PSP di 1 Bank atau (iii) membentuk Bank Holding Company. Dari 3 opsi yang tersedia, penulis berpendapat bahwa opsi privatisasi seluruh kepemilikan saham Pemerintah di Bank BUMN merupakan opsi yang terbaik dengan didasarkan pertimbangan (i) 2 (dua) opsi lainnya akan menghadapi kendala dalam pelaksanannya, (ii) Berbagai studi empiris menunjukkan terdapatnya korelasi negatif antara besarnya kepemilikan Pemerintah di bank dengan kinerjanya (iii) Kepemililkan Pemerintah di Bank BUMN memiliki beberapa sumber kelemahan yang dapat menghambat optimalisasi kinerja dan berpotensi membebani negara.

Single Presence Policy Regulation (Bank Indonesia Regulation No 8/16/PBI/2000 dated October 5, 2006), regulates that every party should only become a controlling owner in 1 (one) Bank. This regulation have an implication for Government of Indonesia who become a controlling owner in 4 (four) Bank which is PT. Bank Mandiri. PT. Bank Rakyat Indonesia, PT. Bank Negara Indonesia and PT. Bank Tabungan Negara. There are three options that could be a solution (i) merger or consolidation the Banks (ii) assign the Government shares, wholly or partly, to other party (privatization) and (iii) establish the Bank Holding Company. In line with this options, the writer have an opinion that privatization is the best solution to implemented the Single Presence Policy Regulation. This opinion based on some consideration which are (i) two other option will face problem in implementation, (ii) empirical studied have proved that there is a negative correlation between government shares in Banks and the Bank performance (iii) The are some weakness in line with the government of Indonesia shares in Bank that might hamper optimalization of the bank performance and potentially could affect to the Government budget."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T37440
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evan Chrisentius
"ABSTRAK
Kebijakan hukum Indonesia saat ini sangat bergantung kepada kebijakan kriminal.
Hal ini dapat dilihat dari banyaknya peraturan perundang-undangan yang
mencantumkan aspek hukum pidana. Ketergantungan kepada kebijakan kriminal
ini, tidak lagi menempatkan hukum pidana sebagai ultimum remedium sehingga
menimbulkan overkriminalisasi. Terlebih lagi kebijakan kriminal ini masih
menempatkan sanksi pidana penjara sebagai primadona. Sehingga menyebabkan
berbagai permasalahan di dalam sistem pemasyarakatan Indonesia. Berbagai
permasalahan ini menyebabkan krisis yang jarang menjadi perhatian akademisi
maupun pemerintah. Di beberapa negara telah dikembangkan konsep privatisasi
penjara untuk mengatasi krisis di sektor penjara yang terjadi di negara tersebut. Di
Indonesia sendiri konsep privatisasi penjara ini merupakan konsep yang baru,
sehingga apabila ingin diterapkan perlu dikaji secara mendalam. Penelitian ini
dilakukan untuk menjawab pertanyaan apakah yang dimaksud privatisasi penjara
di dalam sistem peradilan pidana, apakah dengan kondisi Lembaga
Pemasyarakatan Indonesia saat ini dapat diterapkan privatisasi penjara, dan
faktor-faktor apa saja yang harus diperhatikan apabila ingin menerapkan
privatisasi penjara di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian normatif.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa yang dimaksud dengan privatisasi penjara
adalah keterlibatan pihak privat ke dalam sistem penjara yang selama ini
dimonopoli negara, privatisasi penjara ini dapat menggunakan dua bentuk yaitu
full privatisasi atau hybrid sistem. Kondisi Lembaga Pemasyarakatan di Indonesia
saat ini telah mencapai tahap krisis, ini ditandai dengan overcrowded,
ketidaksesuaian jumlah penghuni Lapas dengan petugas pemasyarakatan dan
ketidakmampuan negara dalam mengoptimalkan anggaran. Untuk itu keterlibatan
pihak privat dapat menjadi solusi bagi reformasi sistem pemasyarakatan. Untuk
menerapkan privatisasi di sistem pemasyarakatan ada beberapa faktor yang harus
diperhatikan, yaitu tujuan pemidanaan, faktor normatif, dan sumber daya manusia.
Di Indonesia ada dua model yang dapat dijadikan alternatif privatisasi Lembaga
Pemasyarakatan, yang pertama Public Private Partnership dan yang kedua
penjara privat non-profit.

ABSTRACT
Indonesian law policy currently relies heavily on criminal policy. It can be seen
from many laws and regulations that include aspects of criminal law. Addiction to
this criminal policy, criminal law is no longer placing asultimum remedium
causing over criminalitation.Moreover, this criminal policy still puts sanctions
imprisonment as a primadona. Thereby, it causes various problems in the
Indonesian prison system. These problems led to a crisis that is rarely a concern
from academia and government side. Several countries have developed the
concept of prison privatization in the sector to address the prison crisis that
occurred in the country. In Indonesia the concept of prison privatization is a new
concept, so it still needs a depth study to apply it. This study was conducted to
answer the question what privatized prisons in the criminal justice system is,
whether the condition of Indonesian's prisons privatization can be applied, and
what factors should be considered to implement the privatization of prisons in
Indonesia. This research was normative. Based on the results, the privatization of
prisons is the involvement of private parties in a prison system that has been
monopolized by the government; prison privatization is to use two forms of full
privatization or hybrid systems. Penitentiary conditions in Indonesia has reached a
crisis stage, is characterized by overcrowded, prisons discrepancy with the
number of occupants and the inability of the government penitentiary officers in
optimizing budgets. The involvement of private parties can be a solution to reform
the penal system. There are several factors to be considered to implement
privatization in the corrections system; such as the purpose of punishment,
normative factors, and human resources. In Indonesia, there are two models which
can be used as an alternative privatization of corrections, the first is Public Private
Partnership and the second is non-profit private prisons."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kukuh Fadli Prasetyo
"Kajian di dalam tesis ini berangkat dari program privatisasi yang dijalankan di Indonesia sebagai wahana untuk merevitalisasi dan memperbaiki kinerja keuangan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Selain itu, semangat di dalam privatisasi tidak hanya sekedar sebagai upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN saja, tetapi sebagai bagian dari administrative reform. Di dalam tesis ini, Peneliti mengemukakan dan mengembangkan tiga gagasan. Pertama, privatisasi BUMN di dalam tertib hukum Indonesia. Dalam uraiannya, gagasan ini diawali dengan mengemukakan keberadaan BUMN sebagai pengejewantahan norma di dalam Pasal 33 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Peneliti menemukan bahwa privatisasi di Indonesia merupakan administrative reform yang menitikberatkan pada tujuan efisiensi. Kedua, privatisasi BUMN dan status kelembagaan dan keuangan BUMN. Privatisasi BUMN, setelah Peneliti telusuri, ternyata telah mengakibatkan adanya perubahan di dalam status hukum kelembagaan dan keuangannya. Untuk status hukum kelembagaannya, BUMN yang diprivatisasi telah mengalami perubahan tujuan operasional dari non-profit oriented menjadi profit oriented. Oleh karena itu. BUMN yang diprivatisasi telah mengalami perubahan status hukum kelembagaannya dari badan hukum publik menjadi badan hukum privat. Sedangkan dari status hukum keuangannya mengakibatkan adanya perubahan di dalam status hukum keuangannya dari keuangan negara menjadi keuangan privat. Ketiga, paradoksalitas antara privatisasi BUMN dan konsepsi negara kesejahteraan di Indonesia. Sebagaimana kita ketahui, pelembagaan negara kesejahteraan di Indonesia memberikan ruang kepada negara untuk mengintervensi aspek kehidupan ekonomi masyarakat, seperti menyelenggaraan usaha-usaha penyediaan barang publik. Selain itu, dengan menulusuri ide-ide demokrasi ekonomi yang digagas oleh the founding fathers, privatisasi dengan melepaskan saham BUMN kepada pihak swasta saat ini, sebagai bagian dari kampanye neoliberalisme, tidak sesuai dengan ide-ide demokrasi ekonomi tersebut. Namun dengan formulasi dan komposisi yang tepat, privatisasi dapat disinergikan dengan semangat pelembagaan negara kesejahteraan. Hal itu tertuang di subbab saran, dimana Peneliti merekomendasikan untuk melakukan restrukturisasi (sejalan dengan gagasan privatization of management) tanpa melakukan divestasi.

This thesis is built from the studies of privatization program in Indonesia established to revitalize and improve financial performances of State-owned Enterprises (SoE). In other side, the spirits that constitute privatization program do not means improving SoE’s performances motive only, but also as a part of administration reform in Indonesia. In this thesis, Researcher proposes and explores at least three ideas. First, privatization is a part of legal order in Indonesia. Descriptively, this idea begins from the existences of SOE which are institutionalized by Article 33 paragraph (2) The 1945 Constitution of Republic of Indonesia. Then, privatization program must be traced to analyze its compatibility to the administrative reform’s principles. Researcher concludes that privatization is a part of administrative reform which emphasizes the efficiency principle. Second, Researcher analyzes the correlation between privatization and SoE’s legal entity and finance status. After analyzing those, Researcher proposes that privatization had changed the legal entity and finance status. In legal entity perspective, privatized SoE changed its vision from non-profit oriented to profit oriented. It means that privatized SoE has changed its legal entity status from ‘badan hukum publik’ to ‘badan hukum privat’. In finance perspective, privatization scheme changes finance status of SoE from public finance to so-called private finance. Third, there are paradoxes between privatization of SoE and welfare state conception in Indonesia. As we know, welfare state conception gives state more spaces to intervene economic spheres, such as providing the public goods. By tracing the ideas of economic democracy which stated by the founding fathers, privatization as a part of neoliberalism campaign does not conform to these ideas. However, by formulating the good formulation of privatization, we can be sure that privatization can be compatible with welfare state conception and the economic democracy principles. As Researcher suggests, privatization can be adjusted to so-called “restrukturisasi” (as implementation of privatization of management) without divestment schemes in order to establish the ideal privatization.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
T32773
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnia Nurrahma Dewi
"Skripsi ini membahas perbedaan pendapat tentang perbuatan hukum pengalihan saham yang menyatakannya sebagai privatisasi atau bukan. Secara khusus skripsi ini menjelaskan apakah makna privatisasi, baik ditinjau dari standar internasional, Inggris, Belanda, Malaysia, dan Indonesia, serta menjelaskan apakah perbuatan hukum pengalihan saham kepada PT Indonesia Asahan Alumunium (Persero) oleh PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Aneka Tambang Tbk termasuk ke dalam pengertian privatisasi. Berdasarkan penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan pendekatan perbandingan, pendekatan konseptual, dan pendekatan peraturan perundang-undangan, penulis menyimpulkan bahwa, Pertama, Di Inggris privatisasi diartikan sebagai pengalihan kepemilikan dan kontrol yang dimiliki negara kepemilikian swasta; Di Belanda privatisasi diartikan sebagai suatu proses dimana aktivitas tertentu dialihkan seluruhnya atau dikurangi keikusertaannya dari campur tangan pemerintah; Di Malaysia privatisasi diartikan sebagai pengalihan kepemilikan aset atau saham dari pemerintah kepada perusahaan swasta, dan Di Indonesia, privatisasi diartikan sebagai penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya, kepada pihak lain, dalam rangka memperluas pemilikan saham oleh masyarakat. Kedua, Apabila ditinjau dari pengertian privatisasi menurut OECD, Inggris, Belanda, Malaysia, dan Indonesia, pengalihan saham kepada PT Inalum (Persero) tidak termasuk pengertian privatisasi karena secara ruang lingkup dan pihak yang dituju tidak terpenuhi. Namun di Indonesia pengertian privatisasi dapat menimbulkan penafsiran dapat dilakukan kepada pihak swasta. Saran berdasarkan hasil penelitian ini ialah definisi privatisasi dalam UU BUMN perlu diperjelas lagi berkaitan dengan pihak lain.

This thesis discusses differences of opinion about the legal actions of transferring shares which state it as privatization or not. In particular, this thesis explains what the meaning of privatization is, both in terms of international standards, the United Kingdom, the Netherlands, Malaysia and Indonesia, also explains whether the law of transferring shares to PT Asahan Alumunium Indonesia (Persero) by PT Timah Tbk, PT Bukit Asam Tbk, and PT Aneka Tambang Tbk is included in the definition of privatization. Based on normative juridical research, using comparative approach, conceptual approach, and statutory approach, the author conclude, First, In the UK privatization is defined as transfer of ownership and control by the state (central or local government) to private owners; In the Netherlands, the term privatisation is generally used to describe a process by which certain activities are either entirely taken out of, or less directly influenced by, the public sector; In Malaysia privatization is defined as the transfer of ownership of assets or shares from the government to private companies, and in Indonesia, privatization is defined as the sale of shares of Persero, partly or wholly, to other parties, in order to shares ownership by the public. Second, if reviewed from the notion of privatization according to the OECD, United Kingdom, the Netherlands, Malaysia and Indonesia, the transfer of shares to PT Inalum (Persero) does not include into the meaning of privatization. But in Indonesia the notion of privatization can lead to interpretation can be made to the private sector. The suggestions based on the results of this study is that the definition of a privatization in the BUMN Law need to be clarified with regard to other parties.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andreas Hartanto
"ABSTRAK
Peranan dan Konflik Neoliberal versus State-Directed Development dalam Kebijakan Privatisasi Sektor Telekomunikasi pada Masa Megawati Soekarnoputri 2001-2004 , 365 halaman, 6 lampiran, 46 buku, 3 dokumen, 0 tesis, 0 makalah, 5 sumber on-line, 3 kliping surat kabar, dan wawancara 5 narasumber. Latarbelakang penelitian ini adalah terjadinya fenomena serentetan privatisasi BUMN pada masa akhir Orde Baru hingga masa awal Reformasi secara umum khususnya di sektor telekomunikasi, yang dilatarbelakangi oleh konflik aliran Neoliberal dan State-Directed. Eksistensi dua aliran yang hampir seimbang ini telah menimbulkan dinamika tersendiri dalam pola konstruksi negara. Oleh karena itu penelitian ini mengkaji rentetan perubahan pola privatisasi dalam konteks dinamika perubahan pola konstruksi negara, yang terfokus pada jenis privatisasi dan faktor-faktor penyebabnya, yang telah mendahului privatisasi-puncak pada masa Megawati. Fokus penelitian selanjutnya diarahkan pada mengapa terjadi privatisasi secara transfer aset dan faktor-faktor pemaksanya. Hasil temuan menunjukkan adanya pergeseran pola konstruksi negara, pada satu sisi, dari state-directed bertipe kohesif-kapitalis sedang pada masa Oil Boom menjadi fragmented-multiclass pada masa paska-Oil Boom 1982-1990 bahkan cenderung menuju neopatrimonial pada masa akhir Orba 1991-1997 . Namun, pada sisi lain, secara kontradiktif, aliran liberal-kapitalis yang melemah pada masa Oil Boom kini menguat kembali pada masa paska-Oil Boom bahkan cenderung menuju Neoliberal pada masa akhir Orba. Akibatnya, keterpisahan kekuasaan ekonomis dari ranah politik terjadi yang terefleksikan dalam hutang luar negeri pemerintah dan swasta yang amat besar, krisis devisa dan merosotnya nilai tukar yang harus ditutup dengan privatisasi BUMN. Pola privatisasi di sektor telekomunikasi terseret dari pola contracting out dan managed competition pada masa akhir Orba menjadi transfer aset pada masa Megawati akibat adanya faktor-faktor pemaksa. Dengan privatisasi Telkomsel dan Indosat, pemerintah telah mengambil posisi salah dan rawan dalam pembelahan dijital, yang akan menentukan sukses-gagalnya suatu negara dalam ekonomi elektronis. Diperlukan keputusan yang tepat kali ini untuk dapat mengembangkan teknologi dan layanan ICT baru sebagai koreksi. Kata kunci: Neoliberal, State-Directed, privatisasi, telekomunikasi, dijital.

ABSTRACT
Title On the Role of and Conflict between Neoliberal versus State Directed Development in the Privatization Policy of Telecommunication Sector in the Era of Megawati Soekarnoputri 2001 2004 , 365 pages, 6 attachments, 46 books, 3 documents, 0 tesis, 0 papers, 5 on line sources, 3 clippings of News, and interviews of 5 informants. The background of this research comes from the emergence of the phenomena of successive privatizations of State Owned Enterprises SOE at the end of the era of New Order until the beginning of the era of Reformation in general, especially, in the telecommunication sector in the background of the conflicts between Neoliberal against State Directed. In fact, the existence of two almost balanced political streams have created dynamics of their own in the state construction pattern. Therefore this research studies successive pattern changes of privatization within the context of the dynamics of the changes of the state construction pattern. They focus especially on types of privatization and its related causes which have preceded over the peak privatization of the Megawati era. The research focus is then be continuously directed to the question why this type of privatization by asset transfer could have happened and its most fundamental forcing factors. The findings show the existence of the shifts of state construction pattern, on one side, from State Directed with moderate cohesive capitalist type in the era of the Oil Boom to its fragmented multiclass type in the post Oil Boom era 1982 1990 even to neopatrimonial type at the end of New Order era 1991 1997 . Nevertheless, on the other side, by contrast, capitalist liberal political stream which was weak during Oil Boom, in this post Oil Boom era has become strong even tend to become Neoliberal at the end of New Order era. As a result, separation of economic power from politic has happened which has been reflected in the soaring debt of both government and private sectors, the crucial devisa crisis and the sudden falling of the domestic currency value. All these economical problems must finally be solved by privatization of SOEs. Pattern of privatization in the telecommunication sector has also been dragged from the patterns of contracting out and managed competition at the end of New Order to asset transfer at the time of Megawati due to the forcing factors. With the privatization of both Telkomsel and Indosat, government has taken the wrong and vulnerable position in the so called digital divide which will actually determine the success or the failure in the electronic economy. It is necessary now to make a correct decision to harness a new ICT development in order to correct position in the digital divide. Key words Neoliberal, State Directed, privatization, telecommunication, digital. "
2017
T48092
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitorus, Robert
"PAM Jaya adalah Badan Usaha Milik Daerah dari Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang bertugas untuk menyediakan dan mendistribusikan air minum kepada penduduk Jakarta, Sejak 1 Februari 1998 PAM Jaya melakukan langkah strategis bekerjasama dengan swasta, yaitu Lyonnaise Des Faux yang mendirikan PT.Pam Lyonnaise Jaya (Palyja) dan Thames Water International yang mendirikan PT.Thames Pam Jaya (TPJ).
Untuk mengetahui pengaruh yang terjadi akibat privatisasi, maka dilakukan penelitian mengenai perubahan organisasi dan kinerjanya. Penelitian ini menggunakan dua alat analisis, yaitu: (1) uji tanda (sign test) untuk menganalisis pengaruh privatisasi, dan (2) Balanced Scorecard (aspek pembelajaran, aspek proses bisnis internal, aspek pelanggan dan aspek keuangan) untuk menganalisis kinerjanya.
Populasi penelitian ini adalah pegawai PT. Palyja (1585 orang) dan pelanggan PT. Palyja (240.000 orang). Dari populasi pegawai PT. Palyja, diambil 33 orang yang mempunyai jabatan tertentu secara sengaja untuk variabel perubahan organisasi, 175 orang yang diambil secara acak untuk variabel pembelajaran dan pertumbuhan. Kemudian dari populasi pelanggan diambil 700 orang secara acak untuk variabel proses bisnis internal, dan variabel kepuasan pelanggan.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
(1) Program privatisasi tidak memberikan keadaan yang lebih baik dibandingkan dengan sebelum terjadi privatisasi. Ketidakberhasilan ini disebabkan oleh karena umur PT Palyja yang masih muda, yaitu kurang lebih 2.5 tahun, adanya penolakan yang dilakukan oleh sebagian pegawai dan bergejolaknya nilai tukar rupiah menyebabkan terganggunya kegiatan operasional, sehingga progam privatisasi tidak maksimal.
(2) Kinerja PT. Palyja secara keseluruhan yang nilai skornya 86,10 tingkat kesehatannya adalah "sehat AA". Aspek kinerja yang diukur adalah: (a) aspek pertumbuhan dan pembelajaran memberikan nilai skor 11,95 (cukup baik), (b) aspek proses bisnis internal memberikan nilai skor 8,8 (baik), (c) aspek pelanggan memberikan nilai skor 9,65 (sangat baik), dan (d) aspek keuangan memberikan nilai skor 55,70 (sangat baik)."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Sarwanto
"Studi dalam tesis ini mengenai politik ekonomi pada Pemerintahan Megawati Soekarnoputri : Studi kasus privatisasi PT. Indosat, Tbk., tahun 2002-2003. Secara umum privatisasi BUMN merupakan kebijakan pemerintah yang sangat dilematis. Pada satu sisi harus segera dilaksanakan agar tercapai efisiensi dan terbentuknya rata pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance) untuk menghadapi globalisasi perdagangan, pada sisi yang lain justru kebijakan itu tidak popular di tengah masyarakat dan memunculkan tudingan bahwa pemerintahan bagian dari antek neoliberalis. Pro dan kontra mewarnai kebijakan privatisasi di Indonesia untuk menganalisis persoalan itu penelitian tesis ini menggunakan teori demokratisasi ekonomi; demokratisasi politik dan teori konflik politik.
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan deskriptif-analitis. Data-primer diperoleh melalui wawancara mendalam (indepth interview) terhadap informan terpilih (purposive) sedangkan data sekunder berasal dari studi literature, jurnal ekonmi, artikel, surat kabar, dokumen tertulis atau foto, dan internat.
Kebijakan privatisasi terhadap PT. Indosat Tbk. tidak hanya dilakukan oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri, namun sudah dilakukan sejak pemerintahan Orde Baru (1994); kemudian oleh pemerintahan transisi BJ. Habibie (1998) dan Abdurrahman Wahid. Muncul perbedaan yang sangat mencolok antara periode sebelum tahun 2002 dengan sesudahnya, khususnya reaksi pro dan kontra yang dilakukan oleh berbagai pihak terhadap kebijakan itu. Pada masa Orde bare hingga pemerintahan transisi Abdurrahman Wahid, tidak muncul penolakan yang berarti atas privatisasi PT. Indosat Tbk. Malah di antara eksekutif dan legeslatif saling mendukung. Namun berbeda reaksi yang muncul pada saat pemerintahan Megawati Soekarnoputri mengeluarkan kebijakan privatisasi terhadap perusahaan yang sangat strategis dan menguntungkan itu. Penolakan muncul dari banyak kalangan misalnya para karyawan yang tergabung dalam Serikat Pekerja Indosat (SPI), Anggota Dewan (khususnya Fraksi Reformasi), Ketua MPR; KPPU: Iluni Jakarta serta ormas dan tokoh masyarakat.
Studi terhadap privatisasi PT. Indosat Tbk. menunjukkan bahwa alasan yang paling mendasar dari kebijakan privatsisi di Indonesia adalah hanya untuk menutupi kebutuhan defisit anggaran tambahan pemerintah tahun 2002-2003 sebesar Rp. 6.2 triliun. Kebijakan privatisasi oleh pemerintah pada saat ini tidak direncanakan secara matang dan baik bahkan terkesan "asal-asalan" atau asal laku terjual. di samping itu juga pada saat pelaksanaannya ada indikasi KKN. Konflik politik sebagai akibat dari kebijakan privatisasi bukanlah konflik pribadi, namun sebagai bentuk dari konflik ideologi atau kepentingan antar elit partai politik. Metode privatisasi di Indonesia tidak harus meniru kebijakan di Negara lain yang sukses melaksanakan kebijakan privatisasinya, karena di Indonesia persoalan status kepemilikan perusahaan berpengaruh kepada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Strategi restrukturisasi BUMN disarankan melalui (1) membuat regulasi yang memihak kepada kepentingan bangsa Indonesia dan kesejahteraan rakyat banyak (2) Membentuk Korporasi perusahaan agar tercipta manajemen dan budaya kerja yang efisien dan produktif (3) penciptaan pasar yang lebih kompetitif atau mengurang/mencabut monopoli. (4) kebijakan privatisasi yang transparan.(ags).

Political Economy Study on the Ruling of Megawati Soekarnoputri; Case Study of PT Indosat Tbk. Privatization 2002 - 2003. The study in this thesis discussed the political economy analysis of the ruling of Megawati Soekarnoputri with a case study on privatization of PT Indosat Tbk in 2002 - 2003. In general, privatization of BUMN (state-owned enterprises) is a very dilemmatic public policy. On the one hand, it has to be implemented immediately to reach higher efficiency and the establishment of good corporate governance in order to deal with trading globalization. On the other hand, the policy was actually not popular in society and inviting accusation that the government has served as part of neo-liberal supporters. Pros and cons saturated the privatization policy in Indonesia. In order to analyse this phenomena, the research on this thesis will use economical and political democratization theory, as well as political conflict theory.
This research used descriptive-analytical approach method. Primary data was collected through in-depth interview with purposively selected informants, while secondary data was collected from literature study on journals of economics, articles, news papers, printed documents and interact articles.
Privatization policy on PT Indosat Tbk was not only done during the ruling of Megawati Soekarnoputri, but has already don since the New Order rule (1994), followed by BJ Habibie transitional government (1998) and during Abdurrahman Wahid's presidency. Significant differences took place between these periods before 2002 and during the 2002 - 2003, especially in the existence of pros and cons from many actors over this policy. During the New Order until the transitional government of Abdurrahman Wahid, there was no significant rejection over the privatization of PT Indosat Tbk. Instead, executive and legislative members were supporting each other in this policy. However, contradictive reaction submerged when Megawati Soekarnoputri produced the privatization policy over this extremely strategic and profitable company. Rejection came from many subjects such as employers of Serikat Pekerja Indosat (SPI or Indosat Labour Union), members of parliament (especially those from Reformasi Faction), Head of MPR, KPPU, Jakarta's Iluni and other prominent mass organizations and leaders.
The study on privatization of PT Indosat Tbk shows that the basic reason of privatization policy in Indonesia was only to cover up the deficit of state's budget during 2002 - 2003 which amounted to Rp 6.2 trillions. Privatization policy by the government at that time was not well planned and gave an impression of being hastily put together that as long as it can be sold, then it was acceptable. In addition, there was also some indications of corruption and nepotism (KKN) took place during the implementation of the policy. Political conflicts resulted from privatization policy was not personal conflicts, but instead took form as ideological or interest conflict between political parties' elites. Privatization method conducted in Indonesia does not have to be a duplication of other methods used by other countries who have been successful with their privatization policies, because in Indonesia the status of company's ownership can influence the overall company's performance. The restructuring strategy on BUMN should be conducted through:
(1) Creation regulation which serves the best interest of Indonesian people and their overall prosperity.
(2) Creation of corporate company in. order to build efficient and productive management and professional culture.
(3) Creation of more competitive market and decreasing monopoly rights.
(4) Creation of transparent privatization policy.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2004
T14367
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>