Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 6143 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Franciscus D. Suyatna
"Kurkumin, bahan aktif tanaman kurkuma diduga bermanfaat dalam pengobatan penyakit hati. Dalam penelitian terdahulu, diperlihatkan efek protektif kurkumin terhadap peroksidasi lipid dan swelling mitokondria yang diisolasi dari hati tikus karena pemberian t-butilhidroperoksida (t-BuOOH). Dalam penelitian ini, pemberian t-BuOOH 90 M menyebabkan mitokondria tidak dapat membentuk potensial transmembran (m). Kegagalan pembentukan potential transmembran diduga berhubungan dengan transisi permeabilitas dan apoptosis. Dari 3 dosis kurkumin yang dicoba (0,5 M, 2,5 M dan 5,0 M), ternyata kurkumin dosis 2,5 M dapat mencegah kegagalan pembentukan potensial transmembran akibat t-BuOOH (79,13 + 6,28%). Pemeriksaan elektroforesis protein mitokondria menunjukkan kurkumin 1000 M dapat mencegah agregasi protein yang terjadi akibat t-BuOOH. Dari penelitian ini diperlihatkan efek proteksi kurkumin terhadap kerusakan sistem pembentukan energi dan protein mitokondria yang disebabkan oleh t-BuOOH. (Med J Indones 2007; 16:139-45)

Curcumin, an active ingredient of curcuma plant has been thought to be beneficial in the treatment of liver diseases. In the previous studies, we have shown the protective effects of curcumin against lipid peroxidation and swelling of the rat liver mitochondrial preparation induced by tert-butylhydroperoxide (t-BuOOH). In the present study, the administration of t-BuOOH of 90 M caused the mitochondria failed to generate a transmembrane potential (m). Of 3 doses of curcumin administered (0.5 M, 2.5 M dan 5.0 M) the maximum protective effect against failure to generate a transmembrane potential caused by t- BuOOH was obtained by 2.5 M of curcumin (79.13 + 6.28%). Further, curcumin of 1000 M could prevent protein aggregation formation caused by t-BuOOH in the electrophoretogram. This study shows the protective effects of curcumin against damaged of energy production system and protein of the mitochondria caused by t-BuOOH. (Med J Indones 2007; 16:139-45"
Medical Journal of Indonesia, 2007
MJIN-16-3-JulySept2007-139
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Wilson Bastian
"Kurkumin diketahui dapat menghambat drug efflux transporter, khususnya pada penelitian ini overekspresi multidrug resistance protein 1 MRP1 dan MRP2, yang berdasarkan penelitian terdahulu, diduga menyebabkan resistensi MCF-7 pada pemberian endoksifen dan estradiol berulang. Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan apakah kurkumin dapat menghambat ekspresi MRP1 dan MRP2 pada MCF-7 yang diberikan endoksifen dan estradiol berulang.
Metode: Penelitian eksperimental ini menggunakan cDNA hasil sintesis isolasi RNA, dimana kelompok perlakuan dipaparkan pada MCF-7 3x per minggu, hingga 8 minggu. Perlakuan dibagi menjadi DMSO kontrol negatif , Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/L EB, kontrol positif , Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/L Kurkumin 8.5?M EBK8.5, dan Endoksifen 1,000 nM/L ?-Estradiol 1 nM/L Kurkumin 17?M EBK17 . Tingkat ekspresi mRNA relatif MRP1 dan MRP2 diukur dengan qRT-PCR dan dihitung dengan metode livak.
Hasil: Terdapat peningkatan ekspresi mRNA pada perlakuan EB pada MRP1 dan MRP2, relatif terhadap DMSO. Peningkatan ekspresi mRNA meningkat pada EBK8.5, dan menurun pada EBK17 pada MRP1. Terjadi sebaliknya pada MRP2.
Kesimpulan: Kurkumin dapat bekerja sebagai terapi pendamping pada terapi endoksifen dan estradiol untuk menurunkan resistensi dari MRP1 dan MRP2.

Background: Curcumin is known to inhibit drug efflux transporter overexpression, such as multidrug resistance protein 1 MRP1 dan MRP2, which in previous experiment, suspected as a causal of MCF 7 cell resistancy given endoxifen and estradiol repeatedly. This study aims to prove whether curcumin can inhibit expression of MRP1 and MRP2 in MCF 7 given endoxifen and estradiol repeatedly.
Method: This experimental design uses cDNA from RNA isolation synthesis, which treatment group given repeatedly on MCF 7 3x per week until 8th week. The treatment groups are DMSO negative control, Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L EB, positive control, Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L Curcumin 8.5 M EBK8.5, and Endoxifen 1,000 nM L Estradiol 1 nM L Curcumin 17 M EBK17. Relative mRNA expression in MRP1 and MRP2 is measured with qRT PCR and quantified with Livak method.
Result: There is an increased mRNA expression in treatment of EB in MRP1 and MRP2, relative to DMSO. Increased mRNA expression is higher on EBK8.5, and lower on EBK17 in MRP1, and conversely in MRP2.
Conclusion: Curcumin could work as adjuvant for Endoxifen and Estradiol therapy to decrease resistancy caused by mRNA expression of MRP1and MRP2.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Basalamah, Ahmad Muhammad
"Kanker ovarium merupakan kanker ginekologi tersering kedua, setelah kanker serviks dan juga merupakan salah satu jenis kanker dengan angka insidensi tertinggi pada wanita Indonesia. Cisplatin adalah salah satu jenis kemoterapi yang sering digunakan dalam terapi kanker ovarium. Cisplatin bekerja dengan memproduksi oksidatif stress untuk melawan sel kanker, akan tetapi mekanisme ini berpotensi untuk membahayakan tubuh, seperti menyebabkan toksisitas pada organ seperti hati dan ginjal, maupun toksisitas sistemik. Untuk mengurangi efek samping dari cisplatin, curcumin dapat ditambahkan. Curcumin juga dapat meningkatkan efek anti kanker cisplatin, akan tetapi bioavailabilitas curcumin masih cukup rendah. Oleh karena itu, kelompok penelitian kami mengembangkan curcumin dalam bentuk nano partikel, atau Nanocurcumin dengan ukuran 11,5 nm, yang sudah terbukti meningkatkan bioavailabilitas kurkurmin dalam tubuh. Penelitian ini adalah penelitian in vivo pada tikus Wistar betina. Penelitian ini mengobservasi efek anti kanker kemoterapi terhadap stress oksidatif yang dihasilkan oleh efek samping pengobatan kemoterapi dengan melihat konsentrasi SOD, GSH dan MDA dari sampel darah yang diambil dari vena di ekor tikus. Hasil yang diperoleh peneliti adalah tidak signifikan secara statistik, sehingga disimpulkan bahwa bahwa curcumin dan nanocurcumin tidak memodulasi SOD, GSH dan MDA pada terapi kanker ovariaum yang mendapat terapi cisplatin.

Ovarian cancer is the second most common gynaecological cancer, and is also one of cancer that has the highest incidence level in Indonesian women. One of the main chemotherapy that is used to treat ovarian cancer therapy is cisplatin. Cisplatin works by generating oxidative stress to fight the cancer, however this would act as double edged knife. While generating oxidative stress is good for the therapeutic purpose, it would cause harm to the body, such as causing organ toxicity and systemic toxicity. To reduce the side effect of cisplatin, curcumin can be used. Curcumin also has an anti-cancer effect that can enhance the therapeutic effect of cisplatin. However, curcumin has a low bioavailability. To overcome this, our research group developed a nanosized curcumin, called Nanocurcumin, with the size of 11,5 nm, it has been proven to increase the bioavailability of curcumin in the body. This research is in an in vivo experiment on female Wistar rats. This research will observe the effect of anticancer co-chemotherapy on oxidative stress, by looking into GSH, SOD and MDA concentration from blood samples that were collected from the vein of the rat's tail. Results obtained for GSH, SOD and MDA were statistically insignificant (p>0,05). In conclusion, curcumin and nanocurcumin don't modulate GSH, SOD and MDA in ovarian cancer model in rats treated with cisplatin.
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aldianov Masadi Putera
"Kurkumin, senyawa polifenol hidrofobik dari rimpang kunyit (Curcuma longa) memiliki aktivitas farmakologi yang luas. Bioavailabilitas kurkumin yang rendah menyebabkan pemanfaatannya masih belum maksimal. Dendrimer Poliamidoamin Generasi 4 (PAMAM G4) yang merupakan polimer unik bercabang, berukuran nanometer, monodisper, dan mampu menjerap molekul asing ke dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai pembawa nanopartikel kurkumin untuk meningkatkan kestabilannya. Pada penelitian ini akan dibuat nanopartikel kurkumin menggunakan Polimer Dendrimer PAMAM G4 sebagai pembawanya dengan rasio Kurkumin : Dendrimer (50:25)μM dan diuji kestabilanya dalam lingkungan in vitro. Nanopartikel-Kurkumin-Dendrimer PAMAM G4 (NP-KD) dimurnikan menggunakan sentrifugasi ultrafiltrasi dan dikarakterisasi menggunakan TEM, PSA, Zetasizer, dan FTIR. Kestabilan dan efisiensi penjerapan ditetapkan secara spektrofotometri UV-Vis. Stabilitas Nanopartikel Kurkumin-Dendrimer PAMAM G4 secara in vitro dilakukan pengamatan setiap hari selama 10 hari dengan menggunakan alat Spektrofotometer UV-Vis. Hasil penelitian menunjukan bahwa NP-KD memiliki bentuk sferis dengan diameter partikel 53,9±65,55 nm, indeks polidispersitas 0,468±0,04, potensial zeta -68,505±1,845 mV. Hasil uji stabilitas NP-KD secara in vitro selama 10 hari menunjukan bahwa NP-KD stabil di dalam dapar pH 3,0 ; kurang stabil dalam Aquabides; Dapar pH 7,4; Dapar pH 11,0; NaCl 0,35%; NaCl 0,5%; NaCl 0,9%; dan tidak stabil dalam Sistein 1%; dan Bovin Serum Albumin (BSA) 2%. Hasil pengukuran NP-KD dalam dapar pH 3,0 setelah uji stabilitas menunjukan diameter partikel yang tetap stabil pada 45,97±13,08 nm dan memiliki nilai indeks polidispersitas 0,364±0,03. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa NP-KD stabil pada pH asam.

Curcumin, a hydrophobic polyphenol compound derived from the rhizome of turmeric (Curcuma longa) has a wide pharmacological activities. Low bioavailability of curcumin caused the under-developed utilization. Polyamidoamine Generation 4 (PAMAM G4) dendrimer is unique branched polymer , nano-sized, monodisperse, and has ability to entrap guest molecules so it can be used as ideal carrier systems to improve stability of curcumin nanoparticles. In this study, will be prepared and studies in vitro of curcumin nanoparticles with dendrimer PAMAM G4 as a carrier with ratio curcumin : dendrimer (50:25)μM. Nanocurcumin were purified by ultrafiltration centrifugation method and characterizated by TEM, PSA, Zetasizer and FTIR. The result showed that the spherical nanocurcumin have a particle size of 53,9±65,55 nm, polydisperisty index 0,468±0,04, and zeta potential -68,505±1,845 mV. Stability test result of nanocurcumin in 10 days showed that nanocurcumin were stable in buffer solution pH 3,0, almost stable in Aquabidest; buffer solution 7,4 and 11,0 ; NaCl solution 0,35%; 0,5% and 0,9% and unstable in cystein solution 1% and Bovin Serum Albumin (BSA) 2%. Particle measurement results after in vitro studies of nanocurcumin in buffer solution pH 3,0 after stability showed the particle was stable in 45,97±13,08 nm and polydispersity index was 0,364±0,03. Thus, these result nanocurcumin stable in acid solution."
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2014
S56092
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rubiana Sukardi
"Latar Belakang: Penggunaan mesin pintas jantung paru (PJP) selama operasi koreksi pada pasien tetralogi Fallot (TF) dapat menyebabkan respons inflamasi yang intensif. Kombinasi pemberian kardioplegia dan penglepasan spesies oksigen reaktif selama fase reperfusi juga meyebabkan cedera iskemia reperfusi miokardium. Kurkumin diketahui sebagai scavenger beberapa spesies oksigen reaktif. Selain itu, kurkumin juga meningkatkan aktivitas antioksidan seperti glutation (GSH) dan menekan fosforilasi nuclear factor-kappa B (NFκB) dan c-Jun N-terminal kinase (JNK). Inhibisi NFκB dan regulasi jalur bawah JNK merupakan mekanisme yang penting untuk menekan respons inflamasi.
Tujuan: Untuk mengevaluasi efek proteksi kurkumin sebagai antioksidan pada pasien TF yang menjalani operasi koreksi dengan menilai konsentrasi MDA dan GSH dalam serum, protein aktif NFκB, JNK dan kaspase-3 di miokardium, serta luaran klinis pascabedah.
Metodologi: Pasien TF usia 1-6 tahun yang direncanakan menjalani operasi koreksi dirandomisasi secara acak ke dalam kelompok kurkumin atau plasebo. Kurkumin (45 mg/hari) diberikan peroral selama 14 hari prabedah. MDA dan GSH dinilai pada fase praiskemia, iskemia, reperfusi, dan 6 jam pasca-klem silang aorta dilepas. Pada saat operasi spesimen darah diambil dari atrium kanan pada fase praiskemia dan 6 jam pasca-klem silang aorta dilepas, sedangkan dari sinus koronarius diambil pada fase iskemia dan reperfusi. Untuk menilai NFκB, JNK, dan kaspase-3, spesimen jaringan otot jantung diambil dari infundibulum pada fase praiskemia, iskemia, dan reperfusi. NFκB dan JNK dianalisis dengan metode enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA), sedangkan kaspase-3 dengan teknik imunohistokimia. Parameter hemodinamik dan fungsi ventrikel dicatat saat 6 jam, 24 jam, 36 jam, dan hari ke-5 pascabedah.
Hasil: Selama periode Juli 2012 - Juli 2013, terdapat 45 orang pasien yang direkrut (22 kurkumin dan 23 plasebo). Tidak ada perbedaan konsentrasi MDA dan GSH pada tiap fase pengamatan pada kedua kelompok. Tidak ada beda bermakna aktivitas protein aktif NFκB di antara ketiga fase pengamatan praiskemia, iskemia, atau reperfusi. Tetapi pada kelompok kurkumin aktivitas protein aktif JNK menurun dari fase praiskemia ke fase reperfusi. Ekspresi kaspase-3 pada fase praiskemia dan reperfusi pada kedua kelompok tidak berbeda. Namun pada kelompok kurkumin terdapat penurunan ekspresi kaspase-3 yang bermakna pada fase iskemia. Hasil klinis menunjukkan terdapat penurunan suhu lebih rendah dan fungsi ventrikel kanan dan kiri yang lebih baik pada kelompok kurkumin secara bermakna, meskipun tidak ada beda dalam waktu pemakaian ventilasi mekanis dan lama perawatan pada kedua kelompok.
Simpulan: Efek kardioproteksi kurkumin pada cedera iskemia reperfusi pascabedah koreksi TF menghambat jalur JNK dan kaspase-3 yang terjadi pada kardiomiosit, terutama pada fase iskemia. Kurkumin juga memperbaiki fungsi ventrikel kanan dan kiri, serta menurunkan suhu perioperatif.

Background. Cardiopulmonary bypass (CPB) during tetralogy of Fallot (TF) corrective surgery has been associated with an intense inflammatory response. The cardioplegia used during surgery and the extraburst of reactive oxygen species (ROS) generated during reperfusion contributes to myocardial ischemia and reperfusion injury. Curcumin has been known as a potent scavenger of several types of ROS. It also enhances the activity of antioxidant, such as glutathione (GSH), and suppresses phosphorylation of nuclear factor-kappa B (NFκB) and c-Jun N-terminal kinase (JNK). Inhibition of NFκB and down regulation of the JNK pathway could be potential mechanisms for controlling inflammatory responses and apoptosis, respectively.
Objectives. To evaluate the protective effects of curcumin as an antioxidant in patients undergoing TF corrective surgery by evaluating the blood levels of MDA and GSH, activity of NFκB and JNK, the presence of caspase-3 (C-3) in the myocardium, and post-operative clinical outcomes.
Methods. TF patients aged 1-6 years who were scheduled for elective corrective surgery were randomized double blind to receive either curcumin (45 mg/day) or placebo orally for 14 days prior to surgery. MDA and GSH levels were evaluated during the pre-ischemia, ischemia, and reperfusion phases, as well as 6 hours after aortic clamping off. Blood specimens were taken directly from the right atrium for the pre-ischemia data and for the 6 hours after aortic clamping off data; and from the coronary sinus for the ischemia and reperfusion data. To assess NFκB, JNK, and C-3, tissue specimens were taken from the infundibulum during the pre-ischemia, ischemia, and reperfusion phase. NFκB and JNK were measured by an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) methods, and C-3 was measured by an immunohistochemical technique. Hemodynamic parameters and ventricular functions were monitored at 6-, 24-, and 48-hours post-surgery, and day 5 post-surgery.
Results. During July 2012-July 2013, 45 patients were included, 22 in the curcumin and 23 in the placebo groups. In the 4 observation phases, MDA and GSH concentrations were similar between treatment groups. Also, there was no significant difference in NFκB activity between the groups for 3 observations. However, in the curcumin group, JNK activity significantly decreased from the pre-ischemia to reperfusion phases compared to the control group. C-3 expression in both the pre-ischemia and reperfusion phases was not significantly different between groups. However, C-3 expression in the curcumin group was significantly lower than placebo in the ischemia phase. Patients in the curcumin group had lower temperature and better right and left ventricular functions, but there were no significant differences in mechanical ventilation, or length of hospital or ICU stay in the two groups.
Conclusion. Cardioprotective effects of curcumin on ischemia reperfusion injury after TF corrective surgery may include inhibition of the JNK pathway and C-3 in cardiomyocytes, particularly in an ischemia phase. Curcumin also improves right and left ventricular functions and lower perioperative temperature.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Regina Puspa Utami Satyana
"

Pendahuluan. Kurkumin merupakan senyawa alami yang ditemukan pada akar tumbuhan Curcuma longa. Kurkumin memiliki sifat penyembuhan yang sangat baik, diantaranya termasuk anti-inflamasi, anti-bakteri, dan antioksidan. Telah dijelaskan pula pada beberapa studi bahwa kurkumin memiliki sifat renoprotective yang dapat membantu memperbaiki penyakit gagal ginjal kronik (CKD). Meskipun kurkumin memiliki banyak manfaat kesehatan untuk ginjal, jumlah kurkumin yang dapat mencapai jaringan ginjal sangatlah sedikit. Hal ini dikarenakan bioavailabilitas oral kurkumin hanya mencapai 1% yang disebabkan oleh buruknya absorpsi kurkumin pada saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan konsentrasi kurkumin pada organ/jaringan ginjal dengan cara memperkecil ukuran partikel kurkumin menjadi nanocurcumin.

Metode. Penelitian ini menggunakan sediaan nanokurkumin yang dibuat dengan teknik ball milling. Dosis tunggal kurkumin atau nanokurkumin sebanyak 500 mg/kg diberikan secara oral kepada tikus Sprague-Dawley betina. Tikus didekapitasi pada menit ke-180 dan -240 setelah pemberian kurkumin atau nanokurkumin untuk pengambilan organ ginjal yang nantinya setiap 100 mg jaringan ginjal akan dihomogenisasi dengan larutan Normal Saline 0.9% sebanyak 1 ml. Homogenat jaringan ginjal akan dianalisa menggunakan UPLC-MS/MS dengan sumber ionisasi electrospray (ESI) positif.

Hasil. Konsentrasi kurkumin cenderung lebih tinggi dibandingkan konsentrasi nanokurkumin pada jaringan ginjal tikus setelah pemberian dosis tunggal kurkumin/nanokurkumin sebanyak 500 mg/kg pada jam ke-3 dan ke-4.

Kesimpulan. Kurkumin cenderung untuk memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan konsentrasi sediaan nanokurkumin pada jaringan ginjal tikus.


Introduction. Curcumin is a naturally occurring compound found in Curcuma longa roots. It possesses great healing properties which mainly include anti-inflammatory, anti-bacterial, and anti-oxidative. It has also been described that curcumin has renoprotective effects and is proven to be able to ameliorate chronic kidney diseases (CKD). Despite having numerous health benefits for the kidney, the number of curcumin that can reach the kidney is very little, in respect to its low oral bioavailability which is only 1% due to poor absorption from the gastrointestinal tract. This study aims to enhance curcumin concentration in the kidney by decreasing curcumin particle size into nanocurcumin. 

Methods. This study uses nanoparticle curcumin that is produced by using ball milling technique. A single dosage of 500 mg/kg curcumin or nanocurcumin was given orally to female Sprague-Dawley rats. Rats were decapitated at minute-180 and 240 after curcumin or nanocurcumin administration for kidney collection, which then homogenized with a ratio of 100 mg kidney tissue per 1 mL normal saline 0.9%. Kidney tissue homogenates were analyzed using UPLC-MS/MS with positive electrospray ionization (ESI).

Results. Curcumin concentration in rats kidney tissue tended to be slightly higher than nanoparticle curcumin after a single dose of 500 mg/kg curcumin or nanocurcumin at both 3 and 4 hours.

Conclusion. Curcumin has the propensity to have a higher concentration than nanocurcumin in rats kidney tissue.

"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurjanah
"Kurkumin merupakan senyawa diarilheptanoid, dapat diisolasi dari rimpang kunyit, senyawa ini bertanggung jawab atas warna kuning yang ditimbulkan oleh kunyit. Selain itu, kurkumin memiliki bioaktivitas sebagai antimikroba, antiinflamasi, antikanker, antidiabetes, dan antioksidan. Modifikasi struktur kurkumin banyak dikembangkan karena beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan bioaktivitas senyawa hasil modifikasi. Pada penelitian ini, dilakukan sintesis modifikasi kurkumin-sulfanilamida dan dikarakterisasi untuk diuji aktivitas antibakterinya terhadap bakteri E. coli, S.aureus dan B. subtilis. Penelitian ini dimulai dengan mengekstraksi kurkuminoid dari rimpang kunyit, diikuti isolasi kurkumin menggunakan metode kromatografi kolom, dengan eluen DCM:MeOH (97:3)v/v, hasilnya dikonfirmasi melalui KLT dengan eluen yang sama, selanjutnya dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Setelah itu, dilakukan sintesis derivat kurkumin-isoksazol dengan menambahkan hidroksilamin hidroklorida pada kurkumin yang telah larut dalam piridin. Optimasi suhu dan waktu yang di dapat dari sintesis ini adalah pada 70oC selama 8 jam, dengan persen hasil 78,80%. Sulfanilamida ditambahkan pada isoksazol untuk memodifikasi gugus OH fenol dari struktur kurkumin dengan penambahan asam asetat glasial, campuran ditriturasi menggunakan etanol, kemudian direfluks selama 20 menit, persen hasil senyawa kurkumin-sulfanilamida yang diperoleh sebesar 64,87%. Senyawa kurkumin-sulfanilamida menunjukkan aktivitas yang lebih baik terhadap bakteri gram negatif dibandingkan gram positif, dengan diameter zona hambat 11 mm.

Curcumin is a diarylheptanoid compound which is isolated primary from tumeric, is responsible for the yellow color caused by tumeric. In addition, curcumin exhibits a variety of biological activities such as antimicrobial, anti-inflammatory, anticancer, antidiabetic, and antioxidants. Structure modifications of curcumin have been developed because several studies have shown an increase in bioactivity. In this study, a sulfanilamide-contained curcumin compound was synthesized and characterized to investigate its antibacterial activity against E. coli,  S. aureus and B. subtilis. This research was started by extracting curcuminoids from tumeric followed by isolation curcumin using column chromatography with DCM:MeOH (97:3)v/v as eluent, the result was confirmed through TLC with the same eluent, and was characterized using UV-Vis spectrophotometry and FTIR. Afterwards, curcumin-isoxazole were synthesized by adding hydroxylamine hydrochloride into curcumin, which has dissolved in piridin. Optimization of temperature and time obtained from this synthesis was 70oC for 8 hours, resulted in 78,80% yield. Sulfanilamide was added to isoxazole to modify OH phenol of curcumin structure by adding glacial acetic acid, the mixture was triturated with ethanol and refluxed for 20 minutes, yield of this compound was 64,87%. Curcumin-sulfanilamide compound provide better activity against E. coli than S. Aureus and B. subtillis, with diameter of inhibition zone was 11 mm."
Depok: Universitas Indonesia, 2019
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yofi Alifa
"

Kurkumin adalah metabolit sekunder hasil isolasi dari tanaman Curcuma longa Linn. Kurkumin memiliki manfaat sebagai antikanker, antiinflamasi, antioksidan, antiproliferatif, antibakteri, antivirus, pewarna alami, dan bumbu masakan. Namun, manfaat yang dimiliki oleh kurkumin, khususnya dalam bidang medis tidak dapat dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan yang dimilikinya. Kurkumin memiliki sifat fisikokimia yang buruk, yaitu kelarutan yang buruk dalam air, stabilitas yang buruk, dan bioavailabilitas yang rendah. Pembentukan kompleks inklusi suatu senyawa dengan siklodekstrin dan turunannya mampu memperbaiki sifat fisika dan kimia dari senyawa yang akan diinklusi tersebut. Berdasarkan literatur, pembentukan kompleks inklusi kurkumin dengan siklodekstrin dan turunannya mampu meningkatkan kelarutan, stabilitas, dan bioavailabilitas dari kurkumin. Skripsi ini merupakan artikel review berisi tentang kompleks inklusi kurkumin dengan siklodekstrin dan turunannya dalam berbagai metode pembuatan, serta karakterisasi kompleks yang pernah dilakukan oleh para peneliti.

 


Curcumin is a secondary metabolite isolated from the Curcuma longa Linn. Curcumin has properties as an anticancer, anti-inflammatory, antioxidant, antiproliferative, antibacterial, antiviral, natural coloring, and cooking spices. However, the properties possessed by curcumin cannot be utilized optimally because of its limitations. Curcumin has poor physicochemical properties, such as poor solubility in water, poor stability, and low bioavailability. The formation of this inclusion complex of a compound with cyclodextrin and its derivatives can improve the physical and chemical properties of the inclusion compound. Based on the literature, the structure of curcumin inclusion complexes with cyclodextrin and their derivatives can increase solubility, stability, and bioavailability of curcumin. This review article contains the complex of curcumin with cyclodextrins and their derivatives in various manufacturing methods, as well as complex characterizations that researchers have carried out.

 

"
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia , 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Octa Perdana
"Kurkumin, senyawa polifenol hidrofobik dari rimpang kunyit (Curcuma longa) memiliki aktivitas farmakologi yang luas. Bioavailabilitas kurkumin yang rendah menyebabkan pemanfaatannya masih belum maksimal. Pembuatan nanopartikel kurkumin (nanokurkumin) dapat memperbaiki bioavailabilitas kurkumin, namun kestabilan sistem nanopartikel kurkumin saat ini menjadi masalah dalam pengembangannya. Dendrimer PAMAM G4 yang merupakan polimer unik bercabang, berukuran nanometer, monodisper, dan mampu menjerap molekul asing ke dalamnya dapat dimanfaatkan sebagai pembawa nanopartikel kurkumin untuk meningkatkan kestabilannya. Pada penelitian ini nanopartikel kurkumin-dendrimer PAMAM G4 dibuat dengan variasi rasio molar, yaitu (1:0,2), (1:0,02), dan (1:0,002), kemudian dipurifikasi menggunakan ultrasentrifugasi. Nanopartikel kurkumin-dendrimer PAMAM G4 dikarakterisasi menggunakan TEM, PSA, Zetasizer, dan FTIR. Kandungan obat dan efisiensi penjerapan ditetapkan secara spektrofotometri UV-Vis. Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa nanopartikel kurkumin-dendrimer PAMAM G4 berukuran antara 9 ? 61 nm dengan efisiensi penjerapan mencapai 77 - 100 %. Hasil ini memperlihatkan bahwa nanopartikel kurkumin dengan pembawa dendrimer PAMAM G4 telah berhasil dibuat dengan rasio molar (1:0,02) yang memberikan hasil optimum.

Curcumin, a hydrophobic polyphenol compound derived from the rhizome of turmeric (Curcuma longa) has a wide pharmacological activities. Low bioavailability of curcumin caused the under-developed utilization. Preparation of curcumin nanoparticles (nanocurcumin) can improve the bioavailability, however stability of curcumin nanoparticles become a problem to develop it. PAMAM G4 dendrimer is unique branched polymer , nano-sized, monodisperse, and has ability to entrap guest molecules so it can be used as ideal carrier systems to improve stability of curcumin nanoparticles . In this study, curcumin-PAMAM G4 dendrimer nanoparticle were prepared with various molar ratio, they are (1:0.2), (1:0.02), and (1:0.002) and then purified by ultracentrifugation. Curcumin-PAMAM G4 dendrimer nanoparticle were characterizated by TEM, PSA, Zetasizer, and FTIR. Drug loading and entrapment efficiency was determined by UV-Vis spectrophotometer. The result of characterizations showed that size of curcumin-PAMAM G4 dendrimer nanoparticle average 9-61 nm and the entrapment efficiency was around 77 ? 100 %. Thus, these results demonstrated curcumin nanoparticle have been successfully prepared and molar ratio (1:0.02) showed an optimum result."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2012
S42519
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Yayang Nurkarima Deastri
"ABSTRAK
Kurkumin yang berasal dari kunyit dapat digunakan sebagai pewarna alami minuman, namun kurkumin sukar larut dalam air dan rentan terhadap suhu dan cahaya. Pada penelitian ini, telah diuji kemampuan mikroemulsi untuk meningkatkan kelarutan kurkumin dalam air dan meningkatkan kestabilannya terhadap suhu dan cahaya. Mikroemulsi dibuat dengan menggunakan biosurfaktan saponin dari ekstrak daun pletekan, span 20 sebagai kosurfaktan, palm oil sebagai fasa minyak, dan air. Ekstraksi daun pletekan dilakukan dengan cara maserasi. Hasil uji fitokimia menunjukkan saponin terkandung dalam fraksi air, selanjutnya daun pletekan fraksi air dikarakterisasi menggunakan spektrofotometer UV-Vis dan FTIR. Formulasi mikroemulsi optimum adalah pada perbandingan saponin terhadap span 20 Sm 9:1 v/v dan perbandingan Sm terhadap palm oil 10:1 v/v . Hasil uji dengan mikroskop optik diperoleh mikroemulsi tipe minyak dalam air M/A . Mikroemulsi memiliki ukuran partikel antara 5,615-15,69 nm hasil pengujian dengan Particle Size Analyzer PSA . Solubilisasi kurkumin mengalami peningkatan dari 0,0004 mg/mL, menjadi 5,2 mg/mL dalam mikroemulsi. Kurkumin dalam mikroemulsi memiliki kestabilan yang lebih tinggi terhadap suhu, cahaya, dan pH dibandingkan kurkumin tanpa mikroemulsi.

ABSTRAK
Curcumin which comes from turmeric can be used as natural dyes, but curcumin difficult to soluble in water and not stable with temperature and light. In this study, microemulsion ability has been tested to increase solubility of curcumin in water and improve its stability to the influence of temperature and light. Microemulsion was prepared with biosurfactant saponin from leaf extract of Ruellia tuberosa L., span 20 as cosurfactant, palm oil as oil phase, and water. Leaf extraction of Ruellia tuberosa L. has been done with maceration. Phytochemical analysis showed that there was saponins which contained in the water fraction, and was characterized with UV Vis spectrofotometer, and FTIR spectroscopy. The optimum formulation microemulsion was obtained with ratio of saponin with span 20 Sm 9 1 v v and ratio of Sm with palm oil 10 1 v v . The result of optic microscope showed that the type of microemulsion was oil in water O W microemulsion. Microemulsion has droplet size with range 5,615 15,69 nm by instrument particle size analyzer PSA . Curcumin solubilization increased from 0,0004 mg mL to 5,2 mg mL in microemulsion. Curcumin in microemulsion has a higher stability against temperature, light, and pH than curcumin without microemulsion."
2017
S68641
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>