Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 196893 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hastuti Wulanningrum
"Media massa dan perempuan merupakan dua hal yang hampir tidak dapat dipisahkan. Hal ini terwujud melalui hadirnya sosok perempuan yang direpresentasikan di media massa. Melihat fenomena yang marak terkait dengan kemunculan sosok perempuan di media massa, pada umumnya perempuan hanya digambarkan sebagai alat pemanis atau sebuah komoditas demi kepentingan-kepentingan teltentu.
Salah satu bentuk media massa yang membeii pengaruh sangat besar bagi khalayak adalah media televisi. Beragam bentuk paket program ditawarkan oleh media televisi. Namun maraknya program-program yang ditayangkan cenderung membentuk suatu eksploitasi terhadap situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat. Eksploitasi tersebut mengarah pada kondisi diskriminasi terhadap satu pihak. Salah satu bentuk terjadinya kondisi diskriminasi tersebul tergambar dalam tayangan berita kriminal. Program ini muncui seiring dengan kondisi realita sosial yang menunjukkan tingkat kriminalitas yang semakin hari semakin tinggi akibat banyak faktor. Diusungnya laporan investigasi daiam bentuk program hukum dan kriminal bertujuan untuk meningkatkan empati seria kewaspadaan masyarakat akan bahaya kejahatan yang dapat mengintai siapa saja.
Namun hal yang mengganggu dan sekaiigus menarik uniuk diteiaah adaiah adanya prilaku ekspioitasi dan diskriminasi terhadap perempuan daiam pembentaan pada tayangan kriminal tersabut. Media teievisi seolah kian menjadi lahan subur bagi bentuk pendiskriminasian perempuan secara simbolik melalui pemberitaan-pemberitaan yang bombastis sehingga mampu menyedot perhatian khalayak, Perempuan yang mendapatkan prilaku diskriminatif berada dalam posisi sebagai pelaku kejahatan maupun sebagai korban kejahatan. Sementara itu, individu yang melakukan prilaku eksploitasi dan diskriminasi tersebut adalah Iaki-laki yang menjadikan perempuan sebagai korban kejahatan, atau bahkan pihak-pihak yang berwenang, ketika perempuan berada pada posisi sebagai pelaku kejahatan. Untuk itu, penelitian ini hendak mempermasalahkan sudut pandang jurnalis atau pengelola program Derap Hukum dari perspektif feminis sosialis, perihal bagaimana ideology-ideologi yang melatarbelakangi kerangka berpikir mereka sehingga tercermin dalam hasil produksi yang kemudian disalurkan ke ruang-ruang keluarga.
Penelitian ini menggunakan perspektif feminis sosialis dalam kerangka ekonomi politik kritis. Data-data diperoleh dan hasil wawancara terhadap informan-informan penting di balik proses produksi program Derap Hukum. Selain itu, observasi terhadap tayangan episode-episode Derap Hukum sepanjang tahun 2006 juga dilakukan untuk mengklarifikasi pernyataan-pernyataan informan dengan hasil produksi mereka sendiri. Data sekunder sebagai pelengkap, diperoleh dari penelusuran berbagai literatur terkait.
Hasil penelitian menemukan adanya kepentingan-kepentingan ekonomi politik media yang menjadi kerangka konsep berpikir para pengelola program Derap Hukum tenitama sang pemegang wewenang dan keputusan tertinggi. Subordinasi temadap perempuan terlihat jelas dalam representasi tayangan. Hal tersebut ternyata merupakan strategi untuk menjangkau khalayak sebanyak-banyaknya demi peraihan keuntungan yang sebesar-besamya. Dengan demikian, ideology pairiarki dan budaya kapitalisme media masih mendominasi kinerja iumahs dalam memproduksi tayangan bagi khalayak yang tidak hanya dikhususkan oieh Iaki-laki. Ironisnya, tayangan tersebut justru menyajikan proporsi yang tidak seimbang dan cenderung menyudutkan perempuan. Dengan demikian, stigma perempuan yang rentan dengan tindak kekerasan diperkuat dengan representasi pelempuan dalam layar kaca yang tidak Iain dijadikan sebagai sebuah komoditas tersendiri bagi institusi media yang mendatangkan banyak keuntungan.
Akhir penelitian ini berupaya memberi solusi pada permasalahan yang ada melalui implikasi peneiitian. Panama. media televisi hendaknya mampu melakukan suatu gebrakan untuk mengangkat derajat penempuan dari keterpurukan yang semakin diperparah dengan representasinya seoara simbolik dalam tayangan hukum dan kriminal. Hal tersebut mampu membuktikan bahwa perempuan memang rentan kejahatan namun bukan berarti perempuan kayak didiskriminasikan dalam segi apapun yang tidak setara dengan laki-laki. Kedua, peran negara untuk berintegrasi dengan media dapat dilakukan dengan terus-menerus melakukan sosialisasi zero tolerance policy of violence against woman, tanpa melakukan intervensi berlebihan pada institusi media.
Akhirnya, penelitian ini merekomendasikan bagi penelitian selanjutnya untuk Iebih mengupas secara lebih lengkap dan komperhensif mengenai praktek kapitalisme dalam kepentingan ekonomi politik media di balik representasi muatan tayangan yang diproduksinya dalam konsep ekonomi politik media yang lain yaitu spasialisasi dan strukturasi. Karena pengaruh kepentingan ekonomi poiitik dalam tubuh institusi media tersebut memberi penetrasi yang sangat kuat kepada khalayak sebagai konsumen. Di samping itu, penelitian-penelitian seputar representasi sosok perempuan dalam media masse perlu dilakukan seoara berkesinambungan sebagai upaya memberi penyadaran bagi jurnalis rnengingat dunia jurnalis masih didominasi oleh ideologi patriarki yang teramat kuat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T23324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elvi Astuti
"Media massa adalah agen sosial yang seringkali dianggap pula sebagai agen perubahan. Ada beberapa fungsi yang diperankan oleh media massa salah satunya dan juga menjadi fungsi awalnya adalah informasi. Berita adalah salah satu produk dari media massa yang menjalankan fungsi informatif ini. Sebagai suatu informasi, berita awalnya hanya berbentuk pelaporan suatu peristiwa. Dalam perkembangannya kemudian, berita tidak hanya bersifat informatif, tetapi juga memiliki kekuatan politis tertentu yang dapat mengubah sistem politik suatu negara ataupun membentuk opini umum. Kini sejalan dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih dan struktur organisasi yang semakin kompleks, berita tidak hanya memiliki kekuatan politis tetapi juga kekuatan ekonomi. Dikemas dengan gaya penyampaian yang menarik, sebuah berita dapat menjadi komoditi yang layak dijual. Berita sebagai komoditas dalam sistem kapitalisme media terdiri dari tanda-tanda yang dikomoditaskan dan diciptakan dengan tujuan akhir menghasilkan keuntungan bagi pihak media. Di sini, berita bukanlah kekuatan terpisah, di luar dari hubungan sosial yang ada, tetapi merupakan bagian dari mereka. Televisi — dengan karakteristik medium audiovisual dapat secara maksimal mengeksploitasi tanda-tanda yang ada dalam suatu peristiwa hingga menarik perhatian. Struktur berita yang naratif disertai dengan gambar-gambar yang dramatis dapat merepresentasikan suatu drama kehidupan yang terjadi pada sekelompok manusia menjadi bentuk opera sabun dalam medium televisi. Konflik antar manusia dieksploitasi, pelaku-pelaku peristiwa ditonjolkan disertai dengan penekanan pada karakterkarakternya. Semua ini ditujukan tidak sekedar untuk menyampaikan informasi mengenai suatu isu, tetapi juga untuk menyenangkan khalayak dengan cerita dan gambar dramatis yang pada kahirnya adalah untuk keuntungan media. Di sini berita diposisikan sebagai nilai tukar dalam hubungan antara media dan khalayak. Dalam proses pembentukan teks di kamar berita, rutinitas media lebih dekat kepada khalayak daripada sumber. Walaupun bentuk hubungannya abstrak karena media tidak berhubungan langsung dengan khalayak tetapi dalam setiap rutinitas yang dilakukan mulai dari perencanaan, produksi teks dan gambar sampai editing semuanya ditujukan untuk kepuasan khalayak. Sementara sumber atau pelaku-pelaku yang ada dalam berita tersebut hanya dianggap sebagai ordinary people yang dieksploitasi kisahnya untuk kepentingan tertentu, yaitu keuntungan media. Karena hal ini berhubungan dengan sistem kapitalisme media terutama berlaku pada televisi swasta yang berorientasi pada pencarian keuntungan. Salah satu yang paling menguntungkan dalam dunia kapitalisme modern ini adalah ketertarikan khalayak karena dengan begitu akan mendatangkan banyak pengiklan yang pada akhirnya mendatangkan banyak keuntungan pula bagi media. Berita sebagai salah satu produk dari organisasi media yang berada dalam sistem kapitalis juga pada akhirnya dijadikan komoditas. Berita tidak hanya berita yang menyandang fungsi informasi dan menyajikan suatu peristiwa apa adanya, tetapi juga menyandang beban ekonomi di mana berita juga harus menghasilkan keuntungan bagi pihak media. Karena itulah pertimbangan wacana hiburan dalam sebuah pemberitaan juga dianggap sebagai elemen penting agar berita tetap ditonton."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
S4300
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Lidia BR Karo
"Kejahatan perkosaan adalah satu bentuk kejahatan kekerasan yang sangat merugikan korban dan meresahkan masyarakat, apalagi beberapa tahun terakhir ini perkosaan meningkat terus di Indonesia tak terkecuali di Daerah Kotamadya Kupang. Hal seperti itu akan membahayakan perkembangan sosial perempuan, tentu rintangan bagi pembangunan. Oleh sebab itu kejahatan perkosaan harus dicegah. Salah satu upaya pencegahan adalah melalui ketentuan hukum pidana yang memperhatikan kepentingan pelaku, korban, masyarakat, dan negara. Namun hukum pidana yang berlaku sekarang masih kurang memperhatikan kepentingan korban perkosaan, karena itu perlu dibentuk kebijakan kriminal melalui hukum pidana yang bersifat integral. Membentuk kebijakan kriminal yang bersifat integral harus sesuai dengan budaya, hukum yang hidup dalam masyarakat, dan perkembangan hukum Internasional, sehingga perlu dilakukan penelitian. Penelitian ini penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif yakni untuk menggambarkan ketentuan perlindungan hukum terhadap korban perkosaan di Indonesia, implementasinya di Kotamadya Kupang dan kendala-kendala yang dihadapi dalam melakukan perlindungan hukum terhadap korban perkosaan di Kotamadya Kupang, serta mencari perspektif kebijakan hukum yang tepat dalam upaya perlindungan hukum korban perkosaan di Indonesia agar niiai keadilan terwujud dalam ketentuan hukum pidana.
Perlindungan hukum terhadap korban perkosaan belum diatur secara layak dan wajar dalam hukum pidana sebagaimana nilai keadilan yang terkandung dalam Pancasila dan UUD' 1945. Pelaksanaan perlindungan hak-hak korban perkosaan sebagaimana ditentukan dalam hukum pidana belum semua diterapkan di Kotamadya Kupang. Faktor belum diterapkannya karena Undang-Undang, aparat penegak hukum, budaya masyarakat dan faktor sarana atau fasilitasnya. Berdasarkan keadaan itu hak-hak korban perkosaan yang harus diatur dan terintegrasi dalam kebijakan kriminal melalui hukum pidana Indonesia adalah hak mendapatkan restitusi dan atau kompensasi, bantuan hukum, psikolog, psikiater, ahli agama atau ahli lain yang mampu mengembalikan kepercayaan korban, mengembalikan nama baik korban, hak memperoleh informasi dan pelayanan yang layak dalam mengikuti perkembangan kasusnya, hak mendapat keamanan dalam melapor dan selama menjadi saksi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Ade Astuti
"Penelitan ini adalah sebuah analisis diskursus kritis yang dilakukan dengan menggambarkan
bagaimana kapitalisme media membentuk representasi perempuan dalam "gambar hidup" di televisi
dari segi karakter dan peran. Kasus yang diambil dalam penelitian ini adalah FTV (Film Televisi),
sebuah program yang ditayangkan oleh S01V sejak 4 Oktober 2000A sew memaksudRan program
ini sebagai tontonan altematif di tengah sinetron yang menyesaki daftar acara televisi-televisi swasta
di Indonesia. Sinetron sendiri sering dikeluhkan karena dianggap melanggengkan nilai-nilai patriarkis
di masyarakat.
Representasi perempuan dalam "gambar hidup" selama ini tidak pemah jauh keluar dari
nilai-nilai yang erkandung dalam ideologi gender, yang selama ini membatasi ang gerak
perempuan dalam bentuk pembingkaian yang ber1
Pembingkaian terhadap perempuan tersebut dapat dilihat dari enam sisi, yaitu bingkai fisik, pikiran,
domestik, sosial, peke~aan dan politik. Sebagai benang merah dari keenam bingkai tersebut adalah
bahwa bias gender tersebut merupakan p~ uk kapitalisme yang patriarkis. Ka~italisme ini lah yang
mula-mula menyebabkan munculnya pemb;:mian ke~a secara seksual, d1 mana perempuan
ditempatkan di ruang privat untuk menaukung laki-laki yang ditempatkan di ruang publik. Akibatnya,
laki-laki diidentikkan dengan "pr6duksi" sementara perempuan itientik dengan "konsumsi".
Marjinalisasi perempuan dan bidang produksi dan dominasi sebagai obyek "tontonan• sering menjadi
ideologi utama media massa. ,.
Dalam memahami repr:esentasi perempuan di media massa, ada dua sudut pandang, yaitu
media mumi sebagai cermin dan keadaan masyarakat dan media tidak hanya sebagai cermin, tapi
juga membentuk realitas sosial itu sendiri (Debra Yatim, 1992}. Dalam sudut pandang ini, lewat
proses seleksi, media melakukan interpretasi dan bahkan membentuk realitas sendiri. Hasilnya,
adalah representasi perempuan sebagai subject position yang memiliki makna tersendiri dalam
diskursus. Untuk lebih jelasnya, digunakan Frame of Reference for Studying Mediation milik Dennis
McQuail yang mengemukakan bahwa hubungan media dengan institusi lain mempengaruhi institusi
media dan institusi media tersebut mempengaruhi isi. lnstitusi lain yang dimaksud di sini, dengan
mengambil Marxist Critical Theory adalah institusi ekonomi. Marx berpendapat media massa adalah
alat untuk mengekalkan kapitalisme karena dasar dari masyarakat adalah sistem ekonomi. Teori
Marx ini berhubungan erat dengan teori ideologi Althusser dan teori hegemoni Gramsci. Televisi
sebagai media massa menjadi penting karena karakteristiknya audiovisualnya dan ditonton banyak orang. Oleh karena itu, televisi mempunyai kekuatan untuk menentukan budaya apa yang menjadi
mainstream.
Masalah mengenai media yang seksis ini telah lama menjadi pematian para feminis, yang
menganggap media massa sebagai salah satu batu sandungan bagi gerakan mereka. Feminisme di
dunia dikenal terbagi dalam tiga gelombang. Terakhir, Naomi Wolf, · feminis asal AS,
memproklamiri
-'aliran Feminisme Kekuasaan.
Analisis diskursus kfitis ini lalu dilakukan :dengan melibatkan dua dimensi kembar. Dimensi
yang pertama, yaiju communicative events terbagi dalam tiga tingkatan, yartu teks, discourse practice
dan sociolcu/tural practice. Dimensi ini memandang masing-masing tingkatan tersebut secara umum,
·sedangkan dimensi yang kedua, yartu order of discourse memandang keteri
tingkatan tersebut dalam konteks yang general.
Berdasari
dua episode FTV diperoleh dua macam frame yang sama-sama merombak keenam bingkai
perempuan baik dari sudu fisik, pikiran, sosial, domestik, peke~aan dan politik, serta keluar dari
dikotomi maupun kategorisasiperempuan di media massa, karena menjadi subject position yang
memiliki makna sendiri. Dengan demikian, maka representasi perempuan dalam FTV ini, dari sudut
karakter maupun peran, telah meninggalkan sudut pandang pertama yang menghadiri
.perempuan dalam stereotipenya dan menempatkan dirinya dalam sudut pandang kedua, yang kental
dengan nilai-nilai ideologi feminisme.
Berdasari
sebagai gatekeeper dalam jalinan gatekeeper groups, terjadi yang dinamakan dengan
technologization of discourse, yaitu proses intervensi dalam ruang lingkup discourse praCtice untuk
membentuk hegemoni baru datam institusi atau organisasi yang ber:sangkutan, sebagai bagian dari
usaha secara umum untuk member1akukan restrukturisasi hegemoni dalam praktek institusional dan
budaya.
Sementara itu, analisis pada tingkatan sociocultural practice menunjukkan bahwa dalam
program FTV ini juga terdapat tarik ulur antar13 kepentingan komersil dengan kepentingan idealis.
Sebagai institusi bisnis, stasiun televisi tidak dapat melepaskan diri dari prinsip-prinsip kapitalisme,
namun berdasariketiga tingkatan tersebut, diperoleh kesimpulan bahwa kapitalisme memang menentukan isi tapi
bl.ikan satu-satunya faktor, Karena masih ada faktor idealisme yang mengimbangi kaprtalisme. Faktor
idelisme ini dapat menghasilkan terobosan baru. Terobosan baru tersebut terwujud dalam
techonologization of discourse. Walaupun hakikat dari technologization of discourse ini adalah
sebagai hegemoni, namun dapat pula sekaligus dimafaatkan untuk kepentingan idealisme tadi.
Dalam kasus ini, technologization of discourse menghasilkan FTV sebagai discourse type baru
Sebagai hasil dari discourse type baru tersebut, dalam teks, terbentuk representasi perempuan, baik
dari karakter maupun peran, yang merupakan dekonstruksi dari representasi yang umum.
Dengan demikian maka ter1ihat bahwa antara kepentingan komersil dengan kepentingan
idealis dapat saling mendukung dan bahwa televisi selaku media yang ditonton banyak orang tidak
hanya dapat menentukan budaya yang menjadi mainstream, namun juga dapat menciptakan budaya
tandingan. Berdasaripula dimanfaatkan untuk menyebar1uaskan nilai-nilai baru, dalam hal ini adalah nilai-nilai feminisme
guna terciptanya representasi perempuan yang manusiawi dalam media massa."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
S4065
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aritonang, Endy Hizkia
"Kajian ini mencoba membahas peran perempuan dalam pengelolaan sumber daya air yang seringkali dianggap tidak penting karena pengaruh budaya patriarki dalam kehidupan masyarakat. Penelitian ini kemudian mengkaji apakah norma hukum baik secara internasional maupun nasional mampu mengakomodir dan memberikan jaminan hak-hak perempuan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air. Penulis mencoba membuktikan seberapa besar dampak yang dapat diberikan ketika perempuan dilibatkan dalam pengelolaan sumber daya air dengan melakukan review program dari Srikandi Sungai Indonesia yang dilakukan di Kabupaten Klaten. Penulis menggali pengalaman para perempuan yang menjadi pendiri, pengurus, dan anggota Srikandi Sungai Indonesia melalui wawancara mendalam dengan mereka dan menganalisis mereka menggunakan beberapa teori seperti ekofeminisme, hak atas air berdasarkan perspektif hukum feminis. Penelitian ini menemukan fakta bahwa sudah ada beberapa norma hukum nasional dan internasional yang mengakui pentingnya partisipasi perempuan dalam pengelolaan sumber daya air, dan berusaha mengakomodirnya meskipun tidak spesifik. Namun fakta di lapangan masih jauh dari apa yang diharapkan dan perempuan masih sering mengalami diskriminasi ketika mencoba berpartisipasi dalam pengelolaan sumber daya air. Pahlawan Sungai
Indonesia merupakan salah satu forum yang membuktikan betapa pentingnya peran perempuan dan perspektif perempuan dalam pengelolaan sumber daya air.

This study tries to discuss the role of women in water resource management which is often considered unimportant because of the influence of patriarchal culture in people's lives. This research then examines whether legal norms both internationally and nationally are able to accommodate and guarantee women's rights to participate in water resources management. The author tries to prove how much impact can be given when women are involved in water resource management by conducting a program review of Srikandi Sungai Indonesia conducted in Klaten Regency. The author explores the experiences of women who became founders, administrators, and members of Srikandi Sungai Indonesia through in-depth interviews with them and analyzes them using several theories such as ecofeminism, the right to water based on a feminist legal perspective. This study finds that there are already several national and international legal norms that recognize the importance of women's participation in water resources management, and try to accommodate them even though they are not specific. However, the facts on the ground are still far from what is expected and women still often experience discrimination when trying to participate in water resources management. River Hero
Indonesia is one of the forums that proves the importance of women's roles and women's perspectives in water resources management.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nicky Stephani
"Penelitian ini membahas tentang penggambaran orang tua tunggal dalam program televisi, khususnya dalam program talkshow. Talkshow Sudut Pandang dipilih karena acara tersebut memberikan perhatian dan membahas permasalahan orang tua tunggal di Indonesia dari segi yang konstruktif. Penelitian kualitatif dengan paradigma kritis konstruksionisme ini membahas representasi orang tua tunggal dalam program televisi dengan menggunakan teknik analisis framing setting dan kategorisasi fakta Murray Edelman.Penelitian ini menghasilkan pola representasi orang tua tunggal di televisi, dimana sosok duda mati dari kalangan orang biasa digambarkan secara lebih positif dibandingkan dengan sosok janda cerai dari kalangan artis. Berdasarkan perspektif feminisme sosialis, pola representasi tersebut tidak dapat dilepaskan dari pengaruh ideologi dominan yang ada dalam media Indonesia, yaitu patriarki dan kapitalisme. Pada akhirnya, representasi orang tua tunggal dalam program yang positif sekalipun hanya menjadi reproduksi isu yang dikonstruksi berdasarkan kepentingan ideologi dominan semata.

This research examines representation of single parents in television program, especially talkshow. Talkshow Sudut Pandang is chosen because of its concern and discussion of Indonesian single parents issue from positive perspective. This qualitative research using critical constructionism paradigm discussed single parents representation in television through Edelman`s framing setting and facts categorization analysis.This research describes the pattern of single parents representation in television which died single father from common people is represented more positive than divorced single mother from celebrity realm. Through socialist feminism, those patterns could not be separated from dominant ideologies in Indonesian media, which are patriarchy and capitalism. At the end, representation of single parents in positive program just becomes media reproduction which is constructed by dominant ideologies interest."
Depok: Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Semenjak kemerdekaan, negara Indonesia telah berada di bawah pengaruh gagasan modernisme hukum dan sistem hukumnya pun selalu disusun sesuai dengan gagasan tersebut. Tulisan ini mencoba menjawab permasalahan berkenaan dengan masih perlukah dekonstruksi hukum di Indonesia terhadap pandangan feminisme dan bagaimana perilaku hukum dalam masyarakat Indonesia berkaitan dengan dekonstruksi tersebut. Dalam menemukan tingkat kesempurnaan yang baik dari hukum di Indonesia, berbagai pandangan / pemikiran terus berkembang melakukan rekonstruksi ataupun dekonstruksi hukum antara lain yang dilakukan oleh kelompok studi perempuan yang memegang paham feminisme untuk menuntut adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan, pengakuan kodrat, menentang patriarkhi dan keberpihakkan akan hukum bagi kelompok miskin dan termarjinal. Namun hasil rekonstruksi yang telah dilakukan oleh kelompok feminis tersebut tidak dapat berhenti sampai disitu karena pemikiran tersebut masih menimbulkan berbagai persoalan dan perlu untuk dilakukan dekonstruksi. Dalam melakukan dekonstruksi harus diperhatikan pola interprestasi yang disesuaikan dengan perilaku hukum dan faktor-faktor yang mempengaruhinya."
Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
348 JHUSR 9 (1) 2011
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
ivina Louviani Suwana
"Hukum perdata Indonesia mengenal dua macam gugatan, yakni berdasarkan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Pada kenyataannya, terdapat kemungkinan bahwa suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Penurunan batas pemakaian wajar secara sepihak oleh Telkomsel dapat dijadikan satu contoh dimana terjadi suatu perbuatan yang merupakan wanprestasi dan perbuatan melawan hukum. Perbuatan yang demikian akan menimbulkan suatu polemik mengenai gugatan mana yang paling tepat untuk digunakan dalam menyelesaikan masalah ini. Skripsi ini akan membahas mengenai pelanggaran kontrak oleh Telkomsel dilihat dari sudut pandang wanprestasi dan perbuatan melawan hukum serta gugatan yang paling tepat digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut."
Depok: [Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ], 2010
S21453
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>