Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182930 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mochamad Arief S.
"Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi adalah kegiatan usaha yang bertumpu dan berintikan pada kegiatan usaha eksplorasi dan kegiatan eksploitasi, dimana balk pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi adalah merupakan kegiatan yang penuh risiko dan dinamis, serta merupakan suatu kegiatan usaha yang menggunakan teknologi tinggi (high technology), padat modal (high capital) dan berisiko tinggi (high risk), sehingga keperluan untuk pengadaan barang dan jasa dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi baik pada kegiatan inti yang meliputi kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi maupun kegiatan usaha penunjang sangat besar.
Dalam pelaksanaan pengadaaan barangljasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, prinsip pengutamaan barang jasa dalam negeri pada prinsipnya telah dilaksanakan dan didukung oleh peraturan perundang-undangan sejak dari Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi sampai ke peraturan pelaksanaannya termasuk sudah diterbitkannya Pedoman Tata Kerja Nomor 007/PTKNI/2004 tentang Pengelolaan Rantai Suplai Kontraktor Kerja Sama pada Buku Kedua tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa.
Namun dalam pelaksanaannya selama ini ternyata apa yang diharapkan di atas masih jauh dari harapan dan tujuan yang diinginkan. Dari hasil kegiatan usaha minyak dan gas bumi selama ini belum memberikan kontribusi yang optimal pada peningkatan kapasitas dan pengembangan sektor riil khususnya dalam mendukung dan menumbuhkembangkan kemampuan nasional untuk lebih mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional sebagaimana tujuan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Industri Minyak dan Gas Bumi saat ini masih tergantung pada permodalan dengan seluruh project finance dibiayai oleh lembaga keuangan asing, sumber daya manusia dan teknologi asing.
Hambatan dan permasalahan dalam mengoptimalisasi penggunaan barangljasa daiam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi selama ini antara lain :
1. Lemahnya dukungan industri perbankan nasional dalam mendukung industri
minyak dan gas bumi nasional khsusnya industriljasa nasional minyak dan gas
bumi.
2. Adanya keberagaman penafsiran terhadap Pedoman Tata Kerja Nomor 007lPTKNIl2004 tersebut sehingga mengakibatkan inkonsistensi dalam pelaksanaan pengadaan barangljasa pada kegiatan usaha hula minyak dan gas bumi.
3. Masih adanya permasalahan dengan peraturan perundang-undangan sektor lain yang terkait.
Untuk menumbuhkembangkan kemampuan nasional khususnya barangljasa dalam negeri pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi diperlukan :
1. dukungan industri perbankan nasional terhadap industri minyak dan gas bumi nasional khususnya industriljasa nasional minyak dan gas bumi agar mampu bersaing di tingkat nasional, regional dan internasional.
2. penataan kembali peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengadaan barangljasa secara nasional;
3. perlunya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral tentang Pengadaan BaranglJasa Pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi mengingat fungsi Pemerintah c.q Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dalam melakukan pembinaan terhadap kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19894
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Aisha Hidayati
"Kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berperan strategis dalam memajukan perekonomian bangsa, sebab setiap yang dibelanjakan dalam bidang usaha ini memberikan dampak besar bagi peningkatan Pendapatan Domestik Bruto serta membuka lapangan pekerjaan baru. Oleh karena itu, pengadaan barang dan jasa pada sektor ini menjadi sangat strategis dan harus dipantau dengan baik, agar semaksimal mungkin digunakan produk dalam negeri, sehingga memberikan efek pengganda bagi perekonomian nasional.
Pada tahun 2017, Pemerintah menerbitkan Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang diklaim dapat meningkatkan minat investasi minyak dan gas bumi di Indonesia. Akan tetapi, berbagai pihak justru menilai bahwa pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil Gross Split justru berpotensi mengurangi penggunaan produk dalam negeri, yang akan terlihat dari penurunan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri atas pengadaan barang dan jasa. Skripsi ini mencoba untuk mengkaji secara normatif pelaksanaan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri atas pengadaan barang dan jasa pada kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
Hasil penelitian dalam skripsi ini menunjukkan bahwa pelaksanaan Kontrak Bagi Hasil Gross Split dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas berpotensi terhadap penurunan Tingkat Komponen Dalam Negeri dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Untuk itu, Pemerintah perlu untuk mengatur mengenai kewajiban pemenuhan Tingkat Komponen Dalam Negeri dalam kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi dalam bentuk peraturan perundang-undangan yang tepat.

Upstream oil and gas business activities has strategic role in advancing the national economy, since every purchase in this industry contributes large impacts in increasing Gross Domestic Income and exposes new job opportunities. Accordingly, products and services procurement in this sector becomes very strategic and shall be well monitored, so that domestic products and services are used to the maximum extent possible, with the result that it provides multiplier effects to the national economy.
In the year of 2017, the Government issued Gross Split Production Sharing Contract which was claimed to increase the oil and gas investment interest in Indonesia. However, there are people in the industry who believe that the implementation of Gross Split Production Sharing Contract has the potential to decrease the use of domestic products and services, which will be seen in the decline of Domestic Content on products and services procurement. This thesis attempts to normatively study the implementation of the use of Domestic Content on products and services procurement in Gross Split Production Sharing Contract of upstream oil and gas business activities.
The result of this research shows that the implementation of Gross Split Production Sharing Contract in upstream oil and gas business activities has the potential to decrease Domestic Content in upstream oil and gas business activities. Therefore, the Government shall regulate the obligation to fulfill Domestic Content in upstream oil and gas business activities in the right form of law.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djuarman
"Industri MIGAS merupakan salah industri yang memegang peranan penting di Indonesia. Telah bertahun-tahun industri tersebut menjadi salah satu penyumbang utama dari devisa Negara. Semua kegiatan industri MIGAS Indonesia tersebut telah diatur dalam peraturan sendiri mengenai perminyakan dan pertambangan. Sebelum tahun 2001, Indonesia masih menggunakan undang-undang lama yang memberikan pengelolaan kepada Pertamina. Setelah adanya undang-undang baru, Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, Pertamina bukan lagi menjadi regulator. Peran tersebut dimiliki oleh Badan Pengatur, baik sekor Hulu maupun Hilir. Kegiatan Sektor Hulu dan Hilir sendiri merupakan dua kegiatan utama dalam industri minyak bumi.
Dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi yang mengatur antara lain tentang kontrak kerja sama. Kontrak kerja sama ini diperlukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha MIGAS tadi. Untuk usaha hulu terdapat kekhususan sendri tentang pihak dalam kontrak yang memperbolehkan badan hukum asing. Adanya badan hukum asing ini erat kaitannya dengan hukum perdata internasional karena unsur asing yang dapat melakukan usaha di Indoneisa. Badan hukum asing tersebut akan mengadakan kontrak dengan Badan Pengatur untuk mendapatkan izin dalam melakukan usaha industri MIGAS dan disebut sebagai kontraktor.
Kontrak yang dilakukan dalam usaha hulu juga merupakan suatu kontrak internasional, selain karena adanya badan hukum asing tetapi juga terdapat dalam isi kontrak tersebut antara lain mengenai pilihan hukum dan pilihan forum. Sebagai sebuah industri yang besar, tidak mungkin bagi suatu kontraktor untuk dapat melakukan semua kegiatan dengan sendirinya. Kontraktor tersebut akan melakukan kerja sama lagi dengan perusahaan yang secara khusus menangani, misalnya eksplorasi atau jasa pengeboran. Kontraktor ini lalu mengadakan kontrak pengadaan jasa dalam usahanya melakukan operasi MIGAS di Indonesia. Berbagai kontrak pengadaan jasa dalam bidang hulu inilah yang akan ditinjau dari segi hukum perdata internasional."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
S26144
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mecca Angelina Pratamantari
"ABSTRAK
Pengadaan barang dan jasa di kegiatan hulu minyak dan gas bumi tidak jauh berbeda dalam pelaksanannya, sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BPMIGAS Pedoman Tata Kerja No:0071PK/VI/2004 Tentang Pengelolaan rantai suplai Kontraktor Kontrak Kerja Sama, pedoman ini dikeluarkan dengan berpandangan secara umum kepada Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 61 tahun 2004 yang menggantikan Keputusan Presiden No. 80 tahun 2003 mengenai pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa di kegiatan hulu minyak dan gas bumi, permasalahan yang sering terjadi adalah sama dengan permasalahan yang ada pada kegiatan pengadaan barang dan jasa pemerintah, yaitu adanya penyelewengan-penyelewengan dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa ini.
Harus diakui bahwa kegiatan pengadaan barang dan jasa ini merupakan lahan subur bagi berkembangnya bentuk-bentuk penyelewengan seperti KKN tersebut, salah satu bentuk penyelewengan yang biasa terjadi adalah adanya persekongkolan dalam tender, pe-mark-up-an dana atau anggaran dalam pengadaan barang dan jasa.
BPMIGAS sebagai badan pengawas dalam kegiatan pengadaan barang dan jasa di kegiatan hulu minyak dan gas bumi, mempunyai peranan penting dalam menjaga timbulnya kasus-kasus tindakan penyelewengan seperti tersebut di atas, adalah wewenang BPMIGAS juga untuk menindak setiap pelaku usaha yang terbukti melakukan tindakan penyelewengan tersebut dan sesuai dengan peraturan yang ada yang dikeluarkan oleh BPMIGAS. Tetapi, bila temyata tindakan penyelewengan tersebut merugikan negara secara besar maka BPMIGAS sebagai badan pengawas mempunyai kewajiban kepada negara sebagai instansi pemerintah yang ditugaskan untuk mengawasi para KKKS yang beroperasi di wilayah Indonesia maka BPMIGAS dapat memperkarakan masalah ini ke jenjang yang lebih tinggi yaitu melalui pengadilan."
2007
T17324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hening Sasmitaning Tyas
"Sektor usaha minyak dan gas bumi selama puluhan tahun sudah terbukti memiliki peran yang sangat strategis dalam perekonomian nasional. Minyak dan gas bumi merupakan publik utilities yang sangat dibutuhkan masyarakat, sementara komoditas substitusi belum banyak diupayakan untuk dimanfaatkan, sehingga diperlukan peran (intervensi) pemerintah. Peran Pemerintah ini diperlukan dalam rangka men-generate revenue, menjamin kelangsungan ketersediaan sumber daya alam yang tidak terbarui bagi generasi mendatang dan menghindari terjadinya kelangkaan pasokan minyak dan gas bumi di dalam negeri atau beberapa daerah.
Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi pada tanggal 23 November 2001 sebagai pengganti Undangundang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 dan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1971 yang dimaksudkan sebagai "Legal Instrument" guna mewujudkan kegiatan usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparant, berdaya saing, efisien dan berwawasan pelestarian lingkungan serta mendorong perkembangan potensi dan peranan nasional di kegiatan usaha minyak dan gas bumi. Secara garis besar faktor yang melatarbelakangi pembaharuan Undang-undang Minyak dan Gas Bumi , antara lain adalah: industrialisasi, globalisasi, krisis ekonomi, privatisasi badan usaha milik negara dan reformasi hukum, yang didorong oleh politik hukum nasional dan dengan adanya UU Migas menegaskan bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi berasaskan ekonomi kerakyatan, keterpaduan, manfaat, keadilan, keseimbangan, pemerataan, kemakmuran bersama dan kesejahteraan rakyat banyak, keamanan, keselamatan dan kepastian hukum serta berwawasan lingkungan.
Dilain pihak perkembangan yang terjadi dalam tataran filosofis yang berangkat dari pesan yang disampaikan Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Dasar 1945 ikut mendorong perlunya pemahaman kembali arti penguasaan serta pengaturan Minyak dan Gas Bumi oleh Negara untuk digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan masyarakat atau hayat hidup orang banyak sesuai dengan semangat dan filosofi bangsa Indonesia.
Dalam tataran teoritis dan operasional penetapan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 merupakan langkah reformasi dan pembaharuan hukum di bidang industri minyak dan gas bumi, hal mana mengingat esensi pengaturan yang terkandung dalam Undang-undang tersebut merupakan pembaharuan yang sangat mendasar dalam meletakkan dasar-dasar kebijakan penataan sektor usaha minyak dan gas bumi yang modem, efisien dan mampu bersaing.
Berkaitan dengan Kegiatan Usaha Hulu Migas maka secara filosofis dapat disimpulkan bahwa penguasaan memang masih di tangan Negara hal ini terkait dengan filosofi Pasal 33 UUD 45 tapi dalam pengusahaannya dilakukan oleh kontraktor baik itu BU dan atau BUT dengan cara bagi basil dengan Negara."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19175
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mustafid Gunawan
"Perubahan pengaturan pengusahaan minyak dan gas bumi melalui pemberlakuan regulasi baru UU No. 22 tahun 2001 beserta peraturan pelaksananya merupakan upaya penerapan kebijakan persaingan melalui pemisahan antara fungsi regulator yang ada pada pemerintah dan fungsi usaha pada perusahaan (PERTAMINA), serta pemberian kesempatan partisipasi yang terbuka luas bagi pihak swasta untuk melakukan pengusahaan minyak dan gas bumi. Terdapat perbedaan yang mendasar terhadap struktur pengusahan minyak dan gas bumi di Indonesia sebagai akibat pemberlakuan regulasi baru, yaitu berakhirnya pemberian monopoli oleh pemerintah kepada PERTAMINA dan menjadi lebih terbukanya pengusahaan minyak dan gas bumi di Indonesia. Berdasarkan regulasi baru tersebut maka jumiah minyak bumi yang dapat dialokasikan bagi kebutuhan dalam negeri terdiri dari bagian pemerintah dan DM0 sebesar 25% dari bagian kontraktor.
Pasokan minyak mentah hasil kegiatan hulu dalam negeri sangat dipengaruhi oleh beberapa perusahaan yang mendominasi pasokan tersebut. Hal ini ditunjukkan dari hasil analisis regresi yang menunjukkan bahwa perubahan penguasaan oleh dominan menentukan besaran pasokan minyak mentah hasil kegiatan huku dalam negeri. Data pasokan minyak mentah ke kilang dalam negeri tahun 2000 s/d 2005 menunjukkan bahwa pasokan minyak mentah hasil kegiatan hufu dalam negeri ke kilang dalam negeri didominasi oleh Caltex, Pertamina, Expan, dan Unocal serta ARCO yaitu mencapai lebih dari 70%. Caltex merupakan posisi dominan dengan pasokan mencapai 52,3 dan 53,1% pada tahun 2004 dan 2005. Regulasi baru yang membuka kesempatan secara luas kepada swasta tersebut akan dapat mendorong terjadinya persaingan dalam pengusahaan migas yang efisien, namun di sisi lain juga memberikan peluang munculnya perusahaan dominan.
Berdasarkan data produksi minyak bumi nasional tahun 2000 s/d 2005 dapat diketahui bahwa konsentrasi produksi minyak bumi sebesar 70% ada pada 4 (empat) perusahaan terbesar. Dengan kondisi yang demikian maka diharapkan melatul kebijakan persaingan akan dapat menjadi insentif bagi perusahaan untuk Iebih agresif dalam melakukan pencarian migas. Penemuan lapangan baru sebagai hasil eksplorasi akan dapat mempertahankan dan meningkatkan potensi pasokan minyak bumi hasil kegiatan hulu dalam negeri ke kilang dalam negeri. Analisis regresi dengan mempergunakan data pasokan, produksi den dummy kebijakan tahun 2000-2005 menunjukkan banwa kebijakan yang diterapkan selama ini memberikan pengaruh positif terhadap potensi pasokan minyak mentah ke kilang dalam negeri.
Meskipun demikian, kebijakan persaingan yang diterapkan pemerintah perlu untuk dilakukan pembenahan terutama dengan munculnya perusahaan dominan. Regulasi yang ada memungkinkan perusahaan untuk menguasai kegiatan hulu dan hilir sekaligus."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T20540
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Evasari
"ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan usaha hulu minyak
dan gas bumi. Pengelolaan asuransi ditinjau dari bentuk perjanjianya serta
kesesuaiannya dengan prinsip kebebasan memilih penanggung dan prinsip penutupan
objek asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri. Dalam penyusunannya skripsi ini
menggunakan metode yuridis empiris, dimana dalam pengumpulan datanya selain
melalui literatur, juga melalui Focused Group Discussion (FGD). Dari sana ditemukan
bahwa perlunya sosialisasi lebih lanjut mengenai pengelolaan asuransi dalam kegiatan
usaha hulu migas ini oleh regulator kepada pihak-pihak yang berkepentingan, serta perlu
pembahasan lebih lanjut mengenai komponen dalam negeri berkaitan dengan prinsip
penutupan asuransi oleh perusahaan asuransi dalam negeri.

Abstract
This undergraduate thesis examines about juridical observation of insurance
management in the upstream oil and gas business. The observation examines the
insurance?s policy format, and its relevance with the insurance principles such as
freedom to choose the insurer, and the principle of insurance covering object with
national insurance company. The method that been used to arrange this thesis is
juridical-empiric method, which was in data colleting, aside from the literature study; we
held a focused group discussion (FGD). As the result, it had been found that there
should be more of socialization about insurance management system in this kind of
business from the regulator to the parties who needed it. And also, more explanation
needed about domestic component in the terms of insurance covering from national
insurer principle."
Universitas Indonesia, 2012
S43220
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Woroantika
"Penelitian ini bertujuan membahas mengenai pemberian kebijakan berupa fasilitas pembebasan bea masuk atas impor barang untuk kegiatan hulu minyak dan gas bumi guna menunjang investasi disektor hulu migas dan mendorong peningkatan produksi migas dalam negeri. Penelitian ini berfokus pada dasar pertimbangan pemberian kebijakan, penerapan pelaksanaan, pencapaian sasaran dan tujuan dari pemberian fasilitas serta hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan kebijakan.
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Hasil penelitian ini adalah pencapaian sasaran pada dasarnya tercapai namun pencapaian tujuan dari fasilitas ini belum tercapai sepenuhnya oleh karena itu penelitian ini menyarankan pemerintah perlu mengeluarkan kebijakan-kebijakan lain tidak hanya disektor perpajakan, dalam rangka meningkatkan produksi migas dalam negeri.

This study addresses the provision of import duty exemption policy on the import goods for the upstream oil and gas investment to support oil and gas sector and to encourage increasing domestic oil and gas production. This research focuses on the considerations of basic provision policy, the implementing, and the achievement of the objectives facilities as well as the barriers faced by the government.
This research used a qualitative descriptive approach. The results are in the context of achieving the objectives basically is reached but the achievement of the goals has not been fully achieved. Therefore, researchers suggest the government needs other measures not only on taxation sector but also on energy policy in order to increase the domestic oil and gas production.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S46452
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Ryandhita
"Tulisan ini mengomparasikan dua skema Kontrak Bagi Hasil Minyak dan Gas Bumi yang berlaku di Indonesia, yakni Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery dan Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split. Tulisan ini juga menganalisis bagaimana penerapan asas keseimbangan serta aspek-aspek dalam hukum perjanjian terpenuhi di dalam Kontrak Bagi Hasil dengan Skema Gross Split. Tulisan ini disusun dengan menggunakan bentuk penelitian yuridis normatif. Kontrak Bagi Hasil Gross Split adalah suatu Kontrak Bagi Hasil dalam Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi berdasarkan prinsip pembagian gross produksi tanpa mekanisme pengembalian biaya operasi. Skema ini hadir sebagai upaya Pemerintah untuk terus mengoptimalkan pengurusan kekayaan alam minyak dan gas bumi di Indonesia dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi sehingga menarik minat para investor untuk berinvestasi dalam kegiatan usaha hulu migas. Dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Gross Split, tidak ada lagi komponen pengembalian biaya operasi yang dibayarkan pemerintah kepada kontraktor. Padahal, hal tersebut kerap dianggap sebagai pemenuhan asas keseimbangan dalam Kontrak Bagi Hasil dengan skema Cost Recovery. Dalam skema Gross Split, Pemerintah berupaya melakukan pemenuhan asas keseimbangan melalui pemotongan birokrasi, persentase split yang lebih menguntungkan bagi kontraktor jika dibandingkan dengan skema Cost Recovery, ketentuan mengenai komponen variabel dan progresif, tambahan split dalam hal komersialisasi lapangan tidak mencapai nilai keekonomian tertentu, serta pemberian insentif pajak untuk menarik minat investor.

This writing compares two schemes of Production Sharing Contracts for Oil and Gas in Indonesia, namely the Contract with Cost Recovery scheme and the Contract with Gross Split scheme. It also analyzes how the principle of balance and aspects of contract law are fulfilled within the Contract with Gross Split scheme. This writing is structured using a normative juridical research approach. The Gross Split Production Sharing Contract is an agreement in Upstream Oil and Gas Business activities based on the principle of sharing gross production without an operational cost recovery mechanism. This scheme is a governmental effort aimed at continuously optimizing the management of the natural resources of oil and gas in Indonesia, with the goal of enhancing efficiency to attract investor interest in investing in upstream oil and gas activities. In the Contract with Gross Split scheme, there is no longer a component of operational cost recovery paid by the government to the contractors. However, this component is often considered a fulfillment of the balance principle in the Contract with Cost Recovery scheme. In the Gross Split scheme, the government seeks to achieve balance through bureaucracy cutting, a more favorable percentage split for the contractors compared to the Cost Recovery scheme, provisions regarding variable and progressive components, additional splits in the event of field commercialization not reaching a certain economic value, and providing tax incentives to attract investor interest."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>