Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 140545 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kristinatara W.
"Kajian dan analisis hukum dalam tesis ini bertujuan untuk mendapatkan pedoman-pedoman mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang timbul dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam hal terjadi pengalihan Hak Tanggungan. Hak Tanggungan merupakan perjanjian accesoir, dimana keberadaannya ditentukan oleh adanya perjanjian pokok yang dapat berupa perjanjian kredit atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang. Untuk itu Hak Tanggungan dapat beralih karena hukum apabila piutang (perjanjian pokok) yang dijamin dengan Hak Tanggungan beralih kepada pihak ketiga/kreditur yang baru.Salah satu bentuk Peralihan Hak Tanggungan adalah Cessie, yaitu perbuatan hukum mengalihkan piutang oleh Kreditor pemegang Hak Tanggungan kepada pihak lain. Suatu obyek Hak Tanggungan dapat dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan guna menjamin pelunasan lebih dari satu utang, sehingga kemudian akan muncul Pemegang Hak Tanggungan peringkat I, II, dan seterusnya. Penentuan mengenai siapa yang mendapat prioritas di antara para pemegang Hak Tanggungan tersebut penting dalam rangka pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan untuk pelunasan masing-masing utang yang dijamin dengan satu Hak Tanggungan yang sama. Namun ternyata dalam praktek hal itu tidak menjamin para pemegang Hak Tanggungan yang lainnya mendapat pemenuhan piutangnya, karena pemegang Hak Tanggungan peringkat II dan seterusnya tidak mengetahui jika ada pelaksanaan eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan yang dimohonkan oleh pemegang Hak Tanggungan Peringkat I ditambah Pula kemungkinan adanya itikad tidak baik dari pemegang Hak Tanggungan peringkat I. Untuk itu dalam tesis ini dibahas bagaimana seharusnya hubungan antara para pemegang Hak Tanggungan dalam pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, sehingga masalah-masalah yang timbul pada saat pelaksanaan eksekusi Hak Tanggugan dapat diminimalisir."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19905
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jusak Kusuma
"Hak Tanggungan merupakan jaminan yang paling banyak diterima bank sebagai agunan kredit karena memberikan kedudukan yang diutamakan. Dalam Penjelasan Umum UUHT dinyatakan, bahwa Hak Tanggungan merupakan jaminan yang kuat, yang dicirikan dari mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Apabila debitur cidera janji, maka bagi kreditor disediakan acara-acara khusus yang diatur dalam pasal 20 UUHT. Meskipun secara yuridis kedudukan kreditor cukup kuat, tetapi di dalam praktek tidaklah mudah untuk melakukan eksekusi Hak Tanggungan. Tidak sedikit debitor nakal yang berupaya untuk menghambat / menggagalkan pelaksanaan eksekusi, bahkan dengan memanfaatkan lembaga hukum yang ada, seperti lembaga sita jaminan. Adanya sita jaminan menyebabkan kreditor tidak dapat melaksanakan haknya tersebut.
Untuk itu penulis akan meneliti bagaimana implementasi perlindungan hukum bagi kreditor dalam melakukan eksekusi Hak Tanggungan dan apa langkah-langkah antisipasi kreditor untuk mencegah terjadinya sengketa atas obyek Hak Tanggungan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan tipologi penelitian deskriptif.
Dari hasil penelitian, penulis mendapatkan bahwa pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan dalam praktek belum sepenuhnya memberikan perlindungan yang cukup kuat bagi kreditor, khususnya apabila obyek Hak Tanggungan diletakkan sita jaminan dalam suatu perkara perdata. Untuk itu perlu dilakukan penyempurnaan ketentuan hukum acara perdata, yang mengatur mengenai sita jaminan terhadap obyek Hak Tanggungan, yaitu bahwa sita jaminan tidak menghambat pelaksanaan eksekusi Hak Tanggungan, seperti halnya ketentuan dalam Pasal 55 ayat (1) (JU No. 37 tahun 2004. Sedangkan dari sisi kreditor, dapat melakukan antisipasi dengan memperketat syarat-syarat penerimaan agunan kredit, salah satunya adalah pemberi Hak Tanggungan haruslah debitor itu sendiri."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arie Budiman
"Dalam rangka menjamin adanya mekanisme penyelesaian sengketa hutang piutang antara kreditor dan debitor secara adil, cepat, terbuka dan efektif melalui lembaga peradilan, Pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Undang-undang tersebut merupakan pengganti dari Peraturan Kepailitan (Faillissenient Verordening) Stb. 1905 - 217 jo. 1906 -- 348, yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) No. 1 tahun 1998 yang selanjutnya diundangkan menjadi Undang-Undang No. 4 tahun 1998. Kepailitan pada intinya adalah sitaan umum atas aset debitor yang ditandai dengan adanya suatu pemyataan pailit terhadap debitor yang dinyatakan dengan suatu putusan pengadilan. Kepailitan mempunyai peranan untuk menyelesaikan bermacam-macam tagihan yang diajukan oleh kreditor-kreditor kepada debitornya yang masing-masing mempunyai karakter, nilai dan kepentingan yang berbeda-beda. Proses dalam kepailitan dapat mengatur perbedan-perbedaan tersebut melalui mekanisme pengkolektifan penagihan piutang sehingga masing-masing kreditor tidak secara sendiri-sendiri menyelesaikan tagihannya. Dalam pelaksanaannya, banyak persoalan-persoalan hukum yang perlu memperoleh penegasan karena undang-undang tidak memberikan definisi secara tegas sehingga timbul penafsiran-penafsiran yang berbeda di antara praktisi hukum, bahkan pengadilan atau Mahkamah Agung sendiri yang dapat menimbulkan ketidakpastian hukum. Di samping itu, beberapa ketentuan di dalamnya dapat menimbulkan permasalahan berupa kemungkinan benturan-benturan dengan ketentuan yang ada dalam perundang-undangan lainnya. Dalam proses kepailitan diatur bahwa setiap kreditor pemegang gadai, jaminan fidusia, hak tanggungan, hipotek, atau hak agunan atas kebendaan lainnya, dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan. Namun demikian, hak eksekusi kreditor dimaksud ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari sejak tanggal putusan pemyataan pailit diucapkan. Ketentuan tersebut, dalam prakteknya kemungkinan akan menemui benturan khususnya dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan. Ketentuan dalam Undang-undang Kepailitan tersebut tentunya dapat memberikan dampak yang merugikan bagi kreditor-kreditor tersebut, termasuk kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan hak-haknya selaku kreditor pemegang hak jaminan. Ketentuan kepailitan bahkah lebih jauh lagi telah tidak memberikan jaminan atau perlindungan bagi kreditor pemegang hak tanggungan dalam melaksanakan haknya."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T19182
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Utama Hidajat
"Peranan kredit perbankan dalam rangka pembiayaan pembangunan nasional semakin meningkat sejalan dengan perkembangan perekonomian. Untuk menjamin kepastian pengembalian kredit yang diberikan, diperlukan adanya suatu benda jaminan. Salah satu benda yang dapat dijadikan jaminan kredit adalah hak atas tanah beserta benda/bangunan yang berdiri di atasnya. Dengan telah terjadi unifikasi di bidang hukum jaminan khususnya dengan tanah maka pengikatan jaminan dapat dilakukan melalui lembaga hak tanggungan. Hal ini sebagaimana yang telah diamanatkan oleh Pasal 51 UUPA maka terbentuk Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah. Pengikatan jaminan hak atas tanah sebagaimana diatur dalam Undang-Undang nomor 4 tahun 1996 adalah yang paling memiliki kepastian hukum. Akan tetapi pelaksanaan eksekusi hak tanggungan masih banyak mengalami kesulitan. Penetapan sita jaminan oleh pengadilan juga sangat merugikan pemegang hak tanggungan. Permasalahan dalam penulisan ini adalah tanggung jawab pihak kedua selaku pemberi hak tanggungan mengenai pelunasan utang. Kemudian perlindungan hukum terhadap pemegang hak tanggungan dan alasan putusan pengadilan juga akan dibahas.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis-normatif, yaitu suatu metode yang menitikberatkan penelitian terhadap segi-segi yuridis dengan menggunakan data kepustakaan sebagai penelitian data sekunder. Tanggung jawab pemberi hak tanggungan terhadap PT. Bank P dan PT. Bank PS sebagai pemegang hak tanggungan tetap ada pada pemberi hak tanggungan dan tidak beralih kepada PT. SA. Sebagai kreditor pemegang hak tanggungan, PT. Bank P dan PT. Bank PS lebih didahulukan dalam pelunasan utang-utangnya daripada kreditor-kreditor yang lain.
Eksekusi atas jaminan pelunasan utang yang diikat dengan hak tanggungan pun lebih mudah dilaksanakan karena disediakan beberapa cara dalam hal eksekusi hak tanggungan. Akta nomor 2 tanggal 17 Nopember 1999 disahkan oleh hakim karena dibuat berdasarkan asas kebebasan berkontrak dan itikad baik, sehingga mengakibatkan perjanjian yang dibuat sesuai dengan syarat-syarat sahnya perjanjian berlaku dan menjadi undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Pertimbangan hakim yang lebih mengutamakan kedudukan kreditor pemegang Hak Tanggungan diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dalam Hak Tanggungan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16506
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Eric O.L.
"Dalam suatu perjanjian pemberian kredit dibutuhkan adanya suatu jaminan, dimana jaminan ini berfungsi untuk memperkuat kedudukan Bank selaku pemberi kredit agar piutangnya dilunasi oleh pihak debitur yang meminjam uang dari pihak kreditur atau bank selaku pemberi kredit. Kredit KPR yang diberikan oleh pihak PT. BANK BNI (PERSERO) tbk mensyaratkan adanya suatu jaminan yang berupa Hipotek, Tetapi sekarang sejak berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan no 4 tahun 1996 pihak PT. Bank BNI (Persero) tbk di dalam melakukan pemberian kredit KPR kepada para debiturnya tidak lagi mempergunakan Hipotek lagi melainkan mempergunakan Hak Tanggungan sebagai jaminannya dengan tanah dan rumah dari debitur sebagai agunannya. Pihak PT. BANK BNI (PERSERO) tbk dalam hal ini telah melaksanakan pengikatan jaminan berupa Hak Tanggungan sesuai dengan apa yang telah diatur di dalam Undang-Undang Hak Tanggungan, meskipun dalam prakteknya Undang-Undang Hak Tanggungan ini belum dapat di1aksanakan secara penuh dan konsekwen dikarenakan masih adanya pengecualian-pengecualian tertentu terhadap pasal-pasal dari Undang-Undang Hak Tanggungan ini, dimana contohnya adalah di dalam pemberian kredit KPR ini dimana di dalam pengikatan jaminannya hanya mempergunakan Surat Kuasa Memberikan Hak Tanggungan tanpa diikuti dengan pembuatan Akta Pemberian Hak Tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20725
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Diego Ismail Sutomo
"[ABSTRAK
Praktik pengikatan kredit dengan jaminan Hak Tanggungan dalam kegiatan perbankan hendaknya dilaksanakan sesuai ketentuan yang telah diatur dalam Undang-Undang Hukum Tanggungan (UUHT). Dalam UUHT dijelaskan bahwa perlindungan kepada para pihak diberikan melalui suatu lembaga hak jaminan, yang dapat memberi kepastian hukum bagi para pihak terkait. Penyaluran pinjaman atau kredit kepada masyarakat yang dilakukan oleh bank sebagai lembaga perantara (intermediary) keuangan, selalu dituangkan dalam suatu perjanjian sebagai landasan hubungan hukum diantara para pihak, yaitu pemberi kredit (kreditur) dan penerima pinjaman (debitur). Dengan demikian, kreditur dapat mendapatkan pembayaran atas hutang debitur melalui pelelangan umum berdasarkan hak tanggungan jika suatu waktu debitur wanprestasi dalam melaksanakan prestasinya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan. Cara untuk melakukan pelelangan tersebut diatur juga dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 93/PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, yang menjelaskan bahwa lelang dapat dilakukan melalui penjualan barang yang terbuka untuk umum dengan penawaran harga secara tertulis dan/atau lisan yang semakin meningkat atau menurun untuk mencapai harga tertinggi, namun lelang tersebut harus dimulai dengan suatu pengumuman agar masyarakat luas dapat ikut serta dalam proses lelang tersebut. Pada prakteknya, masih terdapat pelanggaran yang dilakukan oleh kreditur dengan cara melakukan proses pelelangan secara sepihak dan penjualan dengan harga di bawah pasar. Hal tersebut dapat dilihat dari putusan perkara Nomor 1962/K/Pdt/2011 Tanggal 15 Maret 2011. Dalam putusan tersebut, Bank Panin selaku kreditur serta Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Makassar (KPKNL Kota Makasar) telah melakukan pelanggaran dengan cara melakukan proses pelelangan secara sepihak sehingga tidak memberikan rasa keadilan bagi debitur karena nilai pelelangan di bawah harga pasar. Terdapat kesalahan dari pihak KPKNL Kota Makassar karena tidak melakukan pemeriksaan harga apresial objek hak tanggungan sehingga merugikan PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) selaku debitur. Berdasarkan hal tersebut debitur mengajukan gugatan terhadap kreditur. Gugatan tersebut pada akhirnya ditolak dengan alasan salah alamat (error in persona) dan tidak jelas (obscuur libel). Namun upaya hukum dapat dilakukan melalui pembatalan putusan pengadilan agar dapat tercipta keadilan bagi debitur dan kepastian hukum bagi pihak-pihak yang dirugikan.

ABSTRACT
The practice of credit activities with Mortgage as guarantee should be carried out in accordance with the provisions set out in the Law of Mortgage (LMA). In LMA explained that the protection of the parties are given through a collateral rights institutions, which can provide legal certainty for stakeholders. Lending or credit to the community made by the bank as an intermediary financial, always stated and entered in an agreement as the basis for the legal relationship between the parties, such as lender (creditor) and the borrower (debtor). Thus, creditors may obtain payment of the debt through a public auction based on the mortgage if a debtor defaults. It is regulated in Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage. The way to do auctions are arranged also in the Ministry of Finance Regulation No. 93/PMK.06/2010 on Guidelines for the Implementation of the Auction, which explains that the auction can be done through the sale of goods which is open to the public at a price quote in writing and/or oral increasing or decreased to achieve the highest price, but the auction shall begin with an announcement that the public can participate in the auction process. In practice, there are still violations committed by creditors by way of auction process unilaterally and selling at a price below the market. This can be seen from the decision of Case Number 1962/K/Pdt/2011 Date of March 15, 2011. In the decision, Panin Bank as creditor and the State Property Office and Auction of Makassar (Makassar City KPKNL) has committed an offense by carrying out the auction process unilaterally with the result not to give a sense of justice for debtors because the value of the auction was below market prices. There was an error commited by Makassar City KPKNL for not checking the apreisal price of mortgage object to the detriment of PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) as the debtor. Based on the event, debtor filed a lawsuit against the creditor. The lawsuit was eventually dismissed by the court due to wrong address/subject (error in persona) and unclear (obscure libel). However, legal action can be done through the cancellation of the court decision in order to create justice for debtors and legal certainty for the parties aggrieved., The practice of credit activities with Mortgage as guarantee should be carried out
in accordance with the provisions set out in the Law of Mortgage (LMA). In LMA
explained that the protection of the parties are given through a collateral rights
institutions, which can provide legal certainty for stakeholders. Lending or credit
to the community made by the bank as an intermediary financial, always stated
and entered in an agreement as the basis for the legal relationship between the
parties, such as lender (creditor) and the borrower (debtor). Thus, creditors may
obtain payment of the debt through a public auction based on the mortgage if a
debtor defaults. It is regulated in Article 6 of Law No. 4 of 1996 on Mortgage.
The way to do auctions are arranged also in the Ministry of Finance Regulation
No. 93/PMK.06/2010 on Guidelines for the Implementation of the Auction, which
explains that the auction can be done through the sale of goods which is open to
the public at a price quote in writing and/or oral increasing or decreased to
achieve the highest price, but the auction shall begin with an announcement that
the public can participate in the auction process. In practice, there are still
violations committed by creditors by way of auction process unilaterally and
selling at a price below the market. This can be seen from the decision of Case
Number 1962/K/Pdt/2011 Date of March 15, 2011. In the decision, Panin Bank as
creditor and the State Property Office and Auction of Makassar (Makassar City
KPKNL) has committed an offense by carrying out the auction process
unilaterally with the result not to give a sense of justice for debtors because the
value of the auction was below market prices. There was an error commited by
Makassar City KPKNL for not checking the apreisal price of mortgage object to
the detriment of PT. Anugrah Cemerlang Indonesia (ACI) as the debtor. Based on
the event, debtor filed a lawsuit against the creditor. The lawsuit was eventually
dismissed by the court due to wrong address/subject (error in persona) and
unclear (obscure libel). However, legal action can be done through the
cancellation of the court decision in order to create justice for debtors and legal
certainty for the parties aggrieved.]"
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T44324
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Marizal
"Salah satu cara yang dilakukan debitur untuk menghindari wansprestasi dalam pembayaran angsuran kredit pemilikan rumah yang masih dalam proses kredit di bank adalah dengan melakukan oper kredit pemilikan rumah tersebut. Untuk itu bagaimanakah praktek mengenai oper kredit ditinjau dari peraturan perundang-undangan yang berlaku serta perlindungan hukum terhadap penerima pengalihan kredit (debitur baru) yang beritikad baik? Dalam KUHPerdata, setiap pengalihan hutang dari debitur lama kepada debitur baru dapat dilakukan melalui perpindahan dengan cara delegasi atau Novasi Subyektif Pasif. Sementara mengacu pada Pasal 7 UUHT, Hak Tanggungan (HT) tetap melekat pada tanah berikut rumah yang dialihkan tersebut kecuali jika telah dilakukan pencoretan terhadap HT. Namun secara hukum pertanahan dan isi perjanjian kredit, praktek oper kredit sebenarnya ada unsur penyimpangan hukum yang dilegalisasi dalam peristiwa hukum di masyarakat yaitu sehubungan dengan sifat Terang dan Tunai serta tentang klausul tindakan yang perlu sepengetahuan bank.
Oper kredit di dalam masyarakat dapat terjadi dengan sepengetahuan bank dan tanpa sepengetahuan bank, baik langsung melalui bank, di hadapan Notaris atau di bawah tangan yang masing-masing cara memiliki kelemahan dan kelebihan berbeda-beda. Apabila penerima pengalihan kredit yang telah beritikad baik, telah melakukan pembayaran angsuran kredit hingga lunas namun tidak dapat mengambil asli sertipikat yang ditahan bank sebagai jaminan karena dianggap tidak berwenang oleh bank (misalnya karena oper kredit tanpa sepengetahuan bank), sementara debitur lama tidak diketahui keberadaannya maka salah satu upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri yang wilayah hukumnya mencakup keberadaan objek (rumah KPR). Sebaiknya oper kredit hanya dilakukan bila debitur melakukan wanprestasi sehingga tidak digunakan secara spesifikasi.

One of the ways, which is conducted by the debtor to avoid even of default (wansprestasi) in payment of installment of credit ownership of house that is still in the process of credit in bank, is by transferring the credit ownership of house to another party. For that, how the practice of credit transfer refers to the prevailing laws and regulations and the law protection against credit assignee (new debtor) who acting in good faith? On the KUHPerdata, any transfer of debt from the old debtor to the new debtor, can be done through the transfer by way of delegation or Novasi Subyektif Pasif. While refer to Article 7 of UUHT, Security Right (HT) still attached to the land and house was transferred unless it has been carried out strikes. However, according to law of land affairs and content of credit agreement, actually on practice of credit transfer there are legalization of law deviation elements inside of law affair in society i.e. in relation with terminology of Terang and Tunai and clause regarding the action that is need to knowing by the bank.
Credit transfer on society can occur whether knowing by the bank or without knowing, either by directly through a bank, before the Notary or privately drawn up which is each methods have different weaknesses and excess. If the credit assignee who has been acting in good faith, has made credit installment payments until the debt is paid off but can not take the original certificate that the bank held as collateral because the assignee deemed not authorized by the bank (example because credit transfer doing without knowing by the bank), while the existence of the old debtor does not known, so one of the action can be done is by submit petition to the District Court whose jurisdiction includes the existence of object (house of KPR). It is better if the credit transfer only committed if the debtor made wanprestasi so it does not use as specification.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2011
T28661
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Halimatu Sadiah
"ABSTRAK
Hak Tanggungan sebagai lembaga jaminan atas tanah yang kuat, salah satu cirinya adalah mudah dan pasti dalam pelaksanaan eksekusi. Di antara pilihan eksekusi yang disediakan oleh Undang-Undang Hak Tanggungan, secara teori yang paling ideal bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan adalah pelaksanaan Parate Eksekusi, karena dari segi waktu maupun biaya lebih cepat dan lebih murah dibandingkan pelaksanaan eksekusi lainnya. Akan tetapi dalam perkembangannya Pelaksanaan dari Parate Eksekusi tersebut tidak beijalan sebagaimana yang diharapkan. Pokok permasalahan yang diangkat penulis dalam penelitian ini adalah bagaimanakah efekdfitas Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan? dan apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan Parate Eksekusi obyek Hak Tanggungan menurut Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan?
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, data yang digunakan data sekunder melalui bahan pustaka berupa studi dokumen, dimana tipologi dalam penelitian ini bersifat eksplanatoris yang bertujuan menggambarkan atau menjelaskan lebih dalam mengenai implementasi eksekusi Hak Tanggungan yang terdapat pada Pasal 6 Undang-Undang Hak Tanggungan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa implementasi dari Parate Eksekusi tersebut baru mulai efektif pada satu/dua tahun terakhir, sedangkan pada tahun-tahun sebelumnya pelaksanaan Parate Eksekusi dapat dikatakan belum beijalan efektif, salah satu penyebabnya, yaitu terdapat Surat Edaran Direktur Jenderal Piutang dan Lelang Negara Nomor: SE-23/PN/2000, berdasarkan Surat Edaran tersebut banyak sekali permohonan lelang Parate Eksekusi yang ditolak karena Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) tidak ?berani? untuk melakukan lelang Parate Eksekusi. Menurut hemat penulis keefektifan pelaksanaan Parate Eksekusi ditentukan dari ketegasan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) untuk melaksanakan Parate Eksekusi."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2008
T36925
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Dicky Deniawan
"Perjanjian kredit merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan perbankan. Dalam suatu perjanjian kredit, bank bertindak sebagai kreditur, dengan meminjamkan sejumlah uang kepada nasabah, yang bertindak sebagai debitur. Hubungan antara bank dan debitur dalam kegiatan kredit melahirkan suatu hubungan utang piutang. Untuk menjamin pengembalian kredit yang diberikan, maka bank akan meminta sejumlah jaminan kepada nasabah. Jaminan yang diminta dapat berupa jaminan kebendaan seperti hak tanggungan, gadai, fidusia, dan hipotik, atau jaminan perorangan. Jaminan yang dianggap paling aman oleh bank adalah jaminah dengan hak tanggungan atas tanah beserta atau tidak dengan bangunan- bangunan yang melekat diatasnya. Jaminan hak tanggungan adalah jaminan yang sebelumnya dikenal dengan hipotik ataupun credietverband. Hak tanggungan diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996. Dalam prakteknya, perjanjian kredit yang diikuti dengan pengikatan jaminan hak tanggungan dapat mengalami perubahan karena pembaharuan utang (novasi), dimana perjanjian lama hapus karena diganti dengan perjanjian baru (novasi). Macam novasi yang dikenal dalam KUHPerdata ada tiga bentuk, yaitu novasi obyektif, novasi subyektif pasif, dan novasi subyektif aktif. Adanya novasi dapat mempengaruhi perjanjian jaminan hak tanggungan yang melekat pada perjanjian kredit lama. Meskipun hubungan antara novasi dengan hak tanggungan tidak diatur dalam undang-undang hak tangungan, dengan mengetahui praktek pembuatan perjanjian kredit yang diikuti dengan adanya novasi dalam jangka waktu pengembalian kredit di Bank Jabar Cabang Tangerang, maka dapat diketahui status hak tanggungan pada perjanjian baru sehubungan adanya novasi tersebut"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 1997
S20747
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kokoh Henry
"Hak tanggungan sebagai jaminan dalam pemberian kredit merupakan suatu hal yang sangat diminati oleh kreditor, sebagai sarana untuk melindungi dana kreditur jika debitur wanprestasi dimana terdapat beberapa. cara dalam penyelesaian terhadap kredit macet. Hak tanggungan itu memberikan kemungkinan kepada kreditur untuk memiliki obyek hak tanggungan dengan syarat-syarat tertentu. Metodologi dalam penulisan ini merupakan penelitian hukum normative yang bersumber dari wawancara dan bahan pustaka sehingga
dapat diketahui penyelesaian kredit dengan jaminan hak tanggungan tersebut telah memberikan kepastian bahwa dananya tersebut dapat kembali. Terhadap pembelian obyek hak tanggungan oleh kreditur yang waktu kepemilikan hal tersebut dibatasi oleh undang-undang memberikan kedudukan yang tidak seimbang kepada kreditur tersebut disbanding dengan pembeli lainnya terhadap obyek hak tanggungan tersebut
"
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T36349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>