Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 129347 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indah Masita Dewi
"Berdasarkan praktek di lapangan dan prinsip kehati-hatian, dalam memberikan kredit bank mensyaratkan adanya jaminan, dimana Salah satu bentuk jaminan yang diberikan oleh debitor untuk menjamin pelunasan hutang atas kreditor adalah fidusia sebagaimana ternyata dalam Undang-undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Fidusia yang lahir dan berkembang melalui yurisprudensi di Indonesia sangat terasa dibutuhkan dikarenakan adanya kekurangan dari lembaga gadai ataupun hipotik versi KUH Perdata ataupun undang-undang.
Adanya tingkat persaingan antar bank yang semakin tinggi, membawa pengaruh terhadap pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia, dimana dapat diketahui bahwa pada prakteknya pelaksanaan pengikatan jaminan dilakukan selain mengacu pada Undang-Undang nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia juga melibatkan pertimbangan bisnis tertentu yang menyebabkan pelaksanaan pengikatan jaminan fidusia dilaksanakan tidak secara konsisten."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T19808
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Deasy Erydani
"Banyak perusahaan pelayaran ataupun perusahaan yang bukan bergerak dalam bidang pelayaran membutuhkan kapal laut untuk menunjang kegiatan operasionalnya. Salah satu cara pengadaan kapal laut adalah dengan mengajukan permohonan kredit kepada bank dengan memberikan jaminan bagi pelunasan hutang yaitu berupa kapal laut tersebut. Dalam hal ini maka akan diuraikan mengenai penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit. Sebagai studi kasus adalah di Bank Mandiri yang dalam hal ini bertindak sebagai Kreditur dan PT. X yang dalam hal ini adalah- sebagai Debitur. Pokok permasalahan dalam pembahasan ini adalah apakah lembaga jaminan yang tepat apabila kapal laut akan dijadikan sebagai jaminan hutang dalam suatu perjanjian kredit, Bagaimana proses penjaminan kapal laut dalam suatu perjanjian kredit di Bank Mandiri dan Bagaimana pelaksanaan pelaksanaan sita eksekusi terhadap kapal laut yang telah dijadikan sebagai jaminan dalam pelunasan suatu hutang di PT. BANK MANDIRI (Persero) Tbk. apabila Debitur wanprestasi.
Metode penelitian yang dipergunakan dalam penulisan ini adalah metode kepustakaan yang bersifat yuridis dan wawancara. Dari pokok permasalahan yang diambil dalam penulisan ini maka Penulis mengambil kesimpulan bahwa kapal laut merupakan benda tidak bergerak sehingga jaminan yang dapat dibebankan terhadap kapal laut tersebut adalah hipotik. Bank Mandiri dapat memasang hipotik terhadap kapal laut tersebut berdasarkan akta Surat Kuasa Memasang Hipotik yang ditandatangani di hadapan Notaris antara Bank Mandiri selaku pihak yang menerima kuasa dengan PT. X selaku pihak yang memberi kuasa. Pembebanan hipotik harus didaftarkan dalam buku pendaftaran hipotik kapal oleh pegawai pendaftaran kapal. Pelaksanaan sita eksekusi apabila Debitur wanprestasi diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara karena Bank Mandiri merupakan bank milik negara yang ditetapkan apabila Debitur wanprestasi maka secara hukum wewenang penguasaan atas hak tagih dan pelaksanaan sita eksekusi akan dialihkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara tanpa melalui pengadilan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T16375
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rusmaedi
"Perkembangan ekonomi saat ini disertai meningkatnya penyaluran dana dalam bentuk pemberian fasilitas kredit. Ukuran bagi kreditor menjaga kepentingannya ketika menyalurkan kredit adalah sejauh mana penguasaan jaminan (hak kebendaan) yang diserahkan debitor. Dalam konteks inilah kita membicarakan jaminan fidusia sebagaimana didefinisikan Pasal 1 butir 2 UU Nomor 42/1999. Ketentuan dalam UU Nomor 42/1999 yang tadinya diharapkan dapat memberikan perlindungan, dalam implementasi praktisnya dirasakan tidak berbeda dengan lembaga jaminan fidusia sebelum diatur dengan undang-undang. Pembebanan di bawah tangan, tidak dilakukan pendaftaran dan bentuk pembebanan lain yang tidak diatur oleh UU masih dijumpai dalam praktik sehari-hari. Berkaitan pengecualian prinsip droit de suite benda persediaan, dapat dikritisi jika mengingat benda persediaan terdiri yang satuannya tidak dilengkapi bukti kepemilikan dan yang dilengkapi bukti kepemilikan. Dapatkah pengecualian prinsip droit de suite Pasal 20 UU Nomor 42/1999 berlaku untuk semua jenis benda persediaan?, Mengapa terjadi praktik pembebanan tidak sesuai ketentuan UU Nomor 42/1999? Penelitian kepustakaan dilakukan bersifat yuridis normatif.
Untuk menjawab pokok permasalahan, penelitian lebih bersifat eksplanatoris dengan bentuk evaluatif mengarah pada problem finding. Pengecualian prinsip droit de suite berlaku bagi semua agunan yang dinyatakan sebagai benda persediaan. UU tidak mendefinisikan benda apa saja termasuk kategori benda persediaan. Bentuk pembebanan fidusia tidak sesuai UU terjadi karena kreditor merasa kepentingannya terlindungi dengan pemblokiran bukti kepemilikan dan tandatangan kuitansi kosong oleh pemilik jaminan. Karena UU tidak mengatur secara tegas dan tidak antisipatif terhadap kebutuhan praktis maka masih ditemukan akta pembebanan tidak didaftar dan bentuk surat kuasa memberikan jaminan fidusia. UU seharusnya memberi definisi benda apa saja termasuk benda persediaan, diatur hubungan antara instansi yang menangani bukti kepemilikan suatu benda (seperti Kepolisian) dengan Kantor Pendaftaran Fidusia, hendaknya UU lebih tegas menentukan batas waktu pendaftaran dan kemungkinan pengaturan bentuk Surat Kuasa Membebankan Jaminan Fidusia, meniru SKMHT pada lembaga Hak Tanggungan."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T16500
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laniati Prasetya
"Studi ini secara umum ingin mengkaji tingkah laku ketahanan seorang debitur Kredit Pemilikan Rumah (KPR) di bank ABC,Tbk terhadap risiko kredit macet dengan karakteristik-karakteristik yang menjelaskannya. Secara khusus studi ini mempelajari distribusi survival waktu hingga default dari kontrak-kontrak KPR dan mengkaji karakteristik demografi dan karaktereristik pinjaman debitur yang dapat menjadi penjelas risiko default kontrak-kontrak KPR di bank ABC,Tbk. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh debitur KPR yang fasilitas kreditnya pada saat awal masa studi masih tercatat pada bank ABC, Tbk sedangkan sampel sebanyak 505 debitur, diambil secara acak dari populasi. Debitur yang dijadikan anggota sampel adalah debitur yang fasilitas kredit KPRnya belum mengalami macet (default) tetapi menurut catatan bank ABC, Tbk, sudah diklasifikasikan sebagai pinjaman bermasalah. Dari setiap anggota sampel debitur akan diamati perkembangan status kolektibilitas pinjamannya dari bulan Agustus 2003 sampai dengan bulan Agusius 2005. Skema pengamatan yang dipakai untuk mengamati data usia kontrak saat macet adalah skema penyensoran kanan dan pemancungan kiri.
Hasil penaksiran dengan metode non-parametrik, mengindikasikan bahwa secara umum sebuah kontrak KPR di bank ABC,Tbk akan mengalami macet (default) 8 bulan sampai 52 bulan sejak kredit dikucurkan. Diperkirakan sebanyak 99% dari seluruh pinjaman KPR yang kontraknya masuk dalam bulan yang sama belum mengalami default 8 bulan kedepan sejak awal kontrak. Sedangkan 57% dari seluruh kontrak yang masuk pada bulan yang sama, diduga tidak akan macet 52 bulan atau lebih sejak awal kontrak. Berdasarkan taksiran fungsi hazard kumulatif, diperkirakan 1,24% dari seluruh pinjaman KPR yang belum mengalami default selama waktu tertentu sejak awal masa kontrak, akan mengalami default dalam periode yang singkat dimasa depan.
Hasil penaksiran dengan metode semiparametrik, mengindikasikan bahwa usia debitur, besarnya nominal kredit dan pendidikan terakhir debitur pada saat awal kontrak merupakan faktor-faktor yang menerangkan risiko macet sebuah kontrak KPR. Masing-masing faktor risiko di atas secara cateris paribus signifikan menentukan risiko macet sebuah kotrak KPR dengan derajat relatif yang berbeda-beda. Model proporsional hazard yang melibatkan faktor risiko usia debitur pada saat awal kredit, besarnya nominal kredit dan pendidikan terakhir pada saat awal kredit secara statistik valid untuk kegunaan prediksi meskipun terdapat satu atau dua observasi yang kemungkinan terkategori sebagai pencilan, yang dilibatkan dalam proses penaksiran model.
Beberapa implikasi praktis yang bisa dikemukakan dari studi ini antara lain: pertama; untuk mengurangi risiko macet dari KPR perlu dilakukan segmentasi pasar kredit yang mempertimbangkan potensi risiko dan keuntungan berdasarkan karakteristik demografi dan karakteristik kontrak debitur yang signifikan dalam penelitian ini. Kedua, bank ABC,Tbk diharapkan dapat meninjau kembali penentuan scoring bagi karakteristik demografi dan karakteristik pinjaman debitur.

This research, generally, studies the endurance behavior of a debtor of housing loan (KPR) in ABC bank, ltd. to default risk along with its explanatory characteristics. This research, specifically, studies time survival distribution to default of KPR contracts and studies demographic characteristics and debtor's loan characteristics which can explain default risk of KPR contracts in ABC bank, ltd. The population of this research is all KPR debtors who have loan in the bank in the beginning of this study. Meanwhile, there are 505 samples taken randomly out of the population. The samples are debtors without default housing loan (KPR) but classified into bad debts by ABC bank, ltd. Each sample will be examined the status of its collectivization capability from August 2003 to August 2005. The observation scheme used to learn the data of contract time is right censor and left diverge.
Value gained, using nonparametric method indicates that generally a KPR contract in ABC bank, ltd. will be default for the period of 8 months to 52 months after the KPR contract is approved. It is assumed that 99% of all housing loans (KPR) approved in the same month has not been default for the period of 8 months after the contract is approved. Meanwhile, 57% of all contracts which are approved in the same month is assumed that they will not be default for the period of 52 months after the contract is approved. Based on the estimation of cumulative hazard function, it is assumed that 1,24% of all housing loan contracts (KPR) which have not been default for the certain period after the contract is approved will be default for a short period after the contract is approved.
Value gained, using semi-parametric method indicates that debtor's age, the amount of loan and the highest level of education of debtors at the time the contract is approved are factors that explain the default risk of KPR contract. Each risk factor above, cateris paribus, significantly determines relatively different degree of default risk of KPR contract. Proportional hazard model which includes the age of debtors when the contract is approved, the amount of loan and the highest level of education of debtors when the contract is signed are statistically valid for making prediction although there might be one or two observation categorized as exception, involved in the process of prediction model.
This study reveals some practical results as follows: first, to reduce the default risk of housing loan, ABC bank, ltd. needs to make segmentation in term of credit market by considering possible risk and profit based on demographic characteristics and contract characteristics of the debtors. Second, ABC bank, ltd. is expected to review scoring system for demographic and loan characteristics of the debtors.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18510
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Widodo Budidarmo
"ABSTRAK
Peran perbankan memegang peranan yang utama dalam pembangunan di bidang ekonomi. Sejalan dengan itu Pemerintah Melalui Bank Rakyat Indonesia memberikan Kredit kepada pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya. Dalam kenyataannya, pemerintah yang telah meletakkan dasar bagi pengembangan disektor keuangan tersebut masih terdapat kesenjangan khususnya di bidang perkreditan. Penerimaan kredit usaha kecil masih dirasakan sulit bagi pengusaha kecil karena banyaknya persyaratan yang harus dipenuhi serta di lain pihak masih banyak rentenir yang mau mempengaruhi pengusaha kecil untuk mendapatkan kredit dengan proses yang cepat meskipun dengan bunga yang tinggi. Berdasarkan uraian tersebut di atas maka pokok permasalahan yang dapat diajukan adalah faktor apa saja yang menghambat dalam pelaksanaan pemberian kredit usaha kecil yang dilaksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif yakni penulis menganalisis data menurut hukum yang berlaku yang terjadi di masyarakat berkaitan dengan pemberian kredit usaha kecil pada Bank Rakyat Indonesia. Penelitian menggunakan tipe penelitian evaluatif yaitu mengevaluasi suatu kegiatan pemberian kredit usaha kecil pada Bank Rakyat Indonesia. Pengumpulan data dilakukan dengan cara studi dokumen melalui peraturan perundang-undangan, buku, data tertulis hasil perjanjian kredit dan informasi diperoleh dengan wawancara dengan Account Officer Bank Rakyat Indonesia Cabang Cut Mutiah Jakarta. Dalam pelaksanaan kredit usaha kecil yang dilaksanakan oleh Bank Rakyat Indonesia masih banyak pengusaha kecil yang tidak mendapatkan kredit karena agunan merupakan salah satu syarat dalam mendapatkan kredit sedangkan kebanyakan pengusaha kecil tidak mempunyai agunan. Untuk mengadapi kredit macet maka pihak Bank Raktat Indonesia melakukan dengan cara penjadwalan kembali (rescheduling), persyaratan kembali (reconditioning) dan penataan kembali (restructuring) dan apabila upaya tersebut tidak membawa hasil maka dilakukan dengan cara penyelesaian secara yudisial dengan menyerahkan kepada PUPN/BUPLN."
a, 2007
T 18218
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sardi
"Sektor perbankan dewasa ini merupakan lembaga keuangan yang mempunyai peranan yang strategis dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Dalam pemberian kredit Bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap kepribadian, kemampuan, modal, kondisi ekonomi serta Jaminan Debitur. Notaris/PPAT merupakan salah satu Pejabat umum yang berhubungan langsung dengan perbankan. Notaris/PPAT dituntut untuk dapat bertindak secara profesional sesuai dengan keahliannya. Ketika seorang Notaris/PPAT mendapatkan order dari suatu Bank, untuk membuat suatu akta atau perbuatan hukum lainnya yang merupakan kewenangannya, sebatas apakah tanggung jawab seorang Notaris/PPAT dalam melaksanakan tugasnya berdasarkan surat order tersebut. Dapatkah seorang Notaris/PPAT dipersalahkan sehingga harus mengganti kerugian ketika dia lalai melaksanakan tugas yang diberikannya, dan sebatas apa kelalaian tersebut sehinga dia harus memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan. Berdasarkan latar belakang hal tersebut maka yang menjadi pokok permasalahan dalam tesis ini pertama mengapa pelaksanaan pembebanan Hak Tanggungan harus diawali dengan Perjanjian Kredit, khususnya dalam prakteknya di PT. Bank BNI (Persero), Tbk dan kedua Bagaimana apabila Notaris/PPAT serta pihak Bank lalai membuat APHT berdasaran SKMHT dalam kasus debitur Bank BNI (Persero), Tbk. Dalam penulisan Tesis ini metodenya adalah metode penelitian kepustakaan yang bersifat Yuridis Normatif. Alat pengumpulan datanya studi dokumen, dengan wawancara kepada nara sumber atau informan. Metode analisisnya bersifat kwalitatif, sehingga basil penelitiannya Evaluatif Analitis. Akta Pemberian Hak Tanggungan harus didahului oleh perjanjian utang-piutang atau perjanjian lain yang menyebabkan adanya utang, tidak ada APHT tanpa adanya utang yang dijamin. Kelahiran, peralihan, eksekusi dan hapusnya Hak Tanggungan ditentukan oleh adanya dan hapusnya piutang kreditur yang dijamin. Notaris/PPAT adalah Pejabat Umum yang berwenang membuat akta otentik. Dalam menjalankan jabatan dia harus bertindak jujur, seksama, mandiri, tidak berpihak dan menjaga kepentingan masyarakat yang dilayani, kecuali ada alasan untuk menolaknya. Bilamana dalam menjalankan jabatannya Notaris/PPAT terbukti telah melakukan kelalaian atau kekhilafan dan mengakibatkan kerugian bagi pihak lain, maka atas kerugian tersebut dia harus memberikan ganti rugi. Notaris mempunyai tanggung jawab baik secara moral maupun secara hukum. Bagi pihak Bank kelalaian atau kekhilafan merupakan suatu resiko yang akan ditanggung, jika mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menjalankan jabatannya. Notaris/PPAT dan Bank merupakan patner atau mitra kerja, oleh karena itu keduanya dituntut dapat menciptakan hubungan yang baik dan harmonis."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16436
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sianturi, Imelda
"Perekonomian bangsa dan negara Indonesia pada pertengahan tahun 1997 mengalami krisis. Krisis tersebut juga melanda kawasan regional Asia Tenggara, hal ini berdampak besar terhadap kehidupan perekonomian Indonesia. Dunia internasional menaruh simpati dengan kondisi Indonesia pada saat itu. Langkah nyata pun dilaksanakan, organisasi yang bernama International Monetery Fund(IMF), memberikan pinjaman dengan berbagai persyaratan. Diantaranya harus ada penyempurnaan Peraturan Perundangundangan di bidang Kepailitan. Hingga Tahun 1998 dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Tentang Kepailitan yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No. 4 Tahun 1998 yang dianggap masih banyak kekurangannya sehingga diubah lagi melalui Undang Undang No. 37 Tahun 2004 yang mengatur lebih rinci ketentuan Kepailitan dan secara komprehensif mengatur mengenai Penundaan Kewajiban Pembayaran uang yang merupakan suatu terobosan baru di bidang hukum. Permohonan Pernyataan Pailit harus diajukan melalui Pengadilan Niaga. Permohonan Pernyataan Pailit dalam kasus ini diajukan oleh salah satu kreditur dari PT Garuda Indonesia yaitu PT Magnus Indonesia. Tetapi Permohonan Pernyataan Pailit tersebut ditolak oleh Majelis Hakim karena tidak terpenuhinya syarat bagi debitur untuk dinyatakan pailit. Hal ini disebabkan karena, kreditur selaku Pemohon Pailit tidak dapat membuktikan bahwa debitur mempunyai 2(dua) kreditur atau lebih dan mempunyai tagihan yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16570
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anne Aprina Priskila
"Kepailitan mengenal tiga unsur penting dan saling terkait yang harus dipenuhi yaitu adanya kreditor, debitor, dan utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih. Secara teoritis, pada umumnya debitur yang memiliki masalah untuk memenuhi kewajibannya dalam membayar utang akan menempuh berbagai alternatif penyelesaian. Dalam sebuah hubungan utang-piutang, terkadang disadari maupun tidak disadari terjadi hal-hal yang dapat menghapuskan utang. Salah satu alasan penghapusan utang tersebut adalah perjumpaan utang. Perjumpaan utang merupakan salah satu cara hapusnya sebuah perikatan yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata dan secara khusus pula diatur dalam Undangundang Nomor 37 Tahun 2004. Perjumpaan utang dalam kepailitan menjadi salah satu konsep yang menentukan keberadaan utang sehingga juga menentukan putusan pailit dapat dijatuhkan atau tidak.

Bankruptcy recognize three essential and interrelated elements that must be accomplished, namely the creditor, debtor, and the debt which is due and payable. Theoretically, the debtor who has problem with the ability to meet its obligations to pay the debt will take various alternative settlement. In debt relation, consciously or unconsciously, sometimes things that can eliminate debt happen. One of those reason to remove the debt is compensation. Compensation is one way to abolish an engagement that stipulated in the Civil Code and also specifically regulated in Law Number 37 Year 2004. Compensation in bankruptcy is one of the concepts that define the existenc.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2013
S46249
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nayaka Praba Nabila
"Skrispi ini membahas mengenai peran Kantor Jasa Penilai Publik dalam Kredit Bank. Kantor Jasa Penilai Publik merupakan badan hukum bisnis yang memberikan jasa untuk melakukan penilaian yang didirikan oleh Penilai Publik. Salah satu jasa yang diberikan oleh Kantor Jasa Penilai Publik adalah Kantor Jasa Penilai Publik dalam hal penilaian terhadap properti. Skripsi ini menggunakan metode penelitian berupa normative dengan mengumpulkan data kepustakan yang menggunakan sumber hukum dan interview. Skripsi ini membahas pengaturan mengenai penilaian dalam kredit bank serta hubungan hukum, peran, dan mekanisme dalam penggunaan kantor jasa penilai publik dalam kredit bank.
Metode penelitian berupa normative dengan kepustakan yang menggunakan sumber hukum dan interview. Kesimpulan pertama, pengaturan mengenai penilaian dalam kredit bank terdapat pada pasal 8 UU Perbankan Indonesia mengenai penilaian terhadap unsur 5C, PMK No. 101/PMK.01/2014 sebagaimana telah dirubah PMK No. 56/PMK.01/2017 mengenai penilai publik dimana penilai dapat melakukan penilaian terhadap properti, PBI No 20/8/PBI/2018 mengenai Rasio Loan to Value, and PBI No. 14/15/PBI/2012 regarding Penilaian Kualitas Aktiva dalam Bank Umum. Kesimpulan kedua, hubungan hukum antara penilai publik dan bank adalah pihak terafiliasi, peran kantor jasa penilai publik adalah melakukan penilaian terhadap agunan berbentuk properti untuk mendapatkan nilai agunan, dan mekanisme penilaian tersebut harus dilakukan oleh penilai sesuai dengan standar penilai Indonesia.

This thesis discusses regarding the role of Public Service Appraiser Service Office in credit bank. Public Service Appraiser Service Office is a business entity that gives services for appraisal in which it is established by Public Appraiser. One of the services that given by Public Service Appraiser Service Office is Public Service Appraiser Service Office in regards to the Appraisal of property. This thesis will discuss regarding the regulations in regards to appraisal in credit bank also analyze the legal relationship role, and mechanism in the use of public appraiser service office in credit bank.
This thesis is using the normative analisis based on library research which using legal sources data collection and from the interview. First conclusion, the regulations in regards to the appraisal in credit bank are article 8 Indonesian banking law regarding analysis which is element of 5C, PMK No. 101/PMK.01/2014 as amended by PMK No. 56/PMK.01/2017 regarding public appraiser in which public appraiser can conducted an appraisal to propery in order to get an economic value regarding the property, PBI No 20/8/PBI/2018 which is regarding Ratio Loan to Value, and PBI No. 14/15/PBI/2012 regarding Asset Quality Assessment for Commercial Banks. Second conclusion, legal relationship between public appraiser service office and bank is affiliation party, the role of public appraiser service office in credit bank is to conduct an appraisal of collateral in the form of property to become collateral value, and the mechanism of appraisal must be conducted by appraiser in accordance with Indonesian standard appraisal.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Septrina S. Duha
"Pada umumnya perjanjian kredit bank yang dipakai adalah perjanjian standar atau perjanjian baku yang klausula-klausulanya telah disusun sebelumnya oleh bank, demikian pula dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri. Dengan demikian maka nasabah sebagai calon debitur hanya mempunyai pilihan antara menerima atau menolak klausula-klausula perjanjian baku tersebut. Penelitian ini bermaksud membahas masalah penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri ditinjau dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen serta bermaksud membahas petaksanaan eksekusi terhadap obyek jaminan dihubungkan dengan penggunaan klausula baku dalam hal pemberian fasilitas kredit modal kerja oleh Bank Mandiri.
Penulisan tesis ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang bersifat yuridis normatif karena data yang diperoleh bersumber dari peraturan perundang-undangan di bidang perbankan dan buku-buku referensi yang berhubungan dengan itu serta didukung wawancara dengan informan.
Data yang didapat diolah guna perumusan simpulan dari penelitian ini, sehingga penelitian ini akan berbentuk evaluatif analitis. Penggunaan klausula baku terhadap perubahan suku bunga kredit modal kerja di Bank Mandiri mengacu pada tingkat bunga Sertifikat Bank Indonesia sehingga tidak bertentangan dengan asas itikad balk dan kepatutan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Jika bank memenuhi larangan penggunaan klausula baku sebagaimana ditentukan dalam pasal 18 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) hal ini akan merugikan bank. Apabila debitur wanprestasi, besarnya jumlah hutang debitur adalah sesuai yang tertera pada pembukuan bank dan bank berhak mengeksekusi jaminan-jaminan ini dengan menjualnya melalui pelelangan umum atau melalui penjualan di bawah tangan. Harga jual obyek jaminan ditentukan oleh Bank Mandiri. Penggunaan klausula baku oleh bank dirasakan tidak seimbang dan menempatkan bank pada posisi yang kuat. Namun demikian dari penelitian ini kita dapat mengetahui posisi masing-masing pihak sebelum dan sesudah kredit dicairkan oleh bank."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T16384
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>