Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82484 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Ujang Inan Iswara
"Ketentuan perpajakan menempatkan negara sebagai pemegang hak mendahulu atas tagihan pajak.Hak mendahulu ini memberi kesempatan kepada Negara untuk mendapatkan bagian lebih dahulu dari kreditur lain atas hasil pelelangan barang-barang milik Penanggung Pajak di muka umum guna menutupi atau melunasi utang pajaknya.
Pengaturan tentang hak mendahulu berkaitan dengan utang pajak dalam kenyataannya tidak diterapkan secara benar. Direktorat Jenderal Pajak justru mengalami kerugian akibat adanya permohonan pailit. Salah satu kemungkinan rekayasa adalah dengan teknik homologatie sebagaimana diatur dalam Pasal 281 ayat (1) UU Kepailitan. Berdasarkan teknik tersebut kemudian wajib pajak mengajukan masalahnya ke Pengadilan Niaga.
Kedudukan Direktorat Jenderal Pajak sangat kuat sebagai pemegang utang pajak termasuk dalam hal kepailitan. Keputusan pengadilan niaga yang mengabaikan kedudukan pemerintah atau negara terhadap utang pajak tidak menghalangi pemerintah atau negara untuk tetap melakukan pemungutan. Apalagi mengingat bahwa jika putusan pengadilan dijatuhkan oleh pengadilan umum bukanlah penyelesaian masalah perpajakan yang semestinya karena berdasarkan peraturan perundang - undangan telah diatur kompetensi absolut dari Peradilan Pajak dalam menyelesaikan sengketa pajak."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19796
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fernandez
"Utang pajak memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan utang niaga. Dimana utang pajak memiliki Hak Istimewa yang pemenuhannya didahulukan di atas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan dan bagaimana seharusnya penyelesaian utang pajak atas perusahaan yang pailit. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan di bidang perpajakan dan peraturan di bidang kepailitan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan utang pajak yang memiliki hak mendahulu pada pelunasan utang pajak atas perusahaan yang pailit. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga menjelaskan pengaturan utang pajak atas kepailitan yang diterapkan di Jepang dan Singapura. Berdasarkan hasil penelitian terhadap kitab undang-undang hukum perdata, undang-undang perpajakan, dan undang-undang kepailitan, utang pajak harus didahulukan karena memiliki hak mendahulu dan penyelesaiannya tunduk dengan yang diatur dalam undang-undang perpajakan.

Tax debt has specialties that make it different with commercial debt. Tax debt contains privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and how it supposed to be settlement by the law. The issues would be analyzed with tax regulations and bankruptcy regulations. The purpose of this research is to know about tax debt position that has privilege in winding up process. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data. This research also explain the position of tax claims in Japan and Singapore. Based on the research of civil law, tax regulations, and bankruptcy regulations, tax debt must be fulfilled first because his privilege and winding up procedures based on process in tax regulation."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2012
S1197
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ziggy Zeirckaellaeisezabrizkie
"ABSTRAK
PT Kepsonic Indonesia dinyatakan pailit pada tanggal 23 Juli 2013, badan usaha tersebut memiliki kewajiban pajak yang belum dilunasi terhadap Direktorat Jenderal Pajak dan kewajiban pabean terhadap Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Pokok permasalahan yang dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai ketentuan mengenai kedudukan piutang Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dibanding piutang Direktorat Jenderal Pajak dalam proses kepailitan dalam peraturan-peraturan perundang-undangan terkait, serta mengenai kesesuaian dasar pertimbangan dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 98/K/Pdt.Sus-Pailit/2015 jo. Putusan Mahkamah Agung Nomor 652/K/Pdt.Sus-Pailit/2014 dikaitkan dengan ketentuan hak mendahulu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dalam Pasal 39 ayat 3 Undang Undang Nomor 10 Tahun 1995 jo. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Kepabeanan dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan mengunakan doktrin dan peraturan di bidang kepailitan, perpajakan, dan kepabeanan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan menggunakan data sekunder. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kedudukan tagihan Direktorat Jenderal Pajak dan tagihan Direktorat Jenderal Bea Cukai adalah sama, yaitu selaku kreditor preferen, dan keduanya memiliki hak istimewa hak mendahulu.Kata Kunci : Utang Pajak, Bea Masuk, Pajak Impor, Kepailitan

ABSTRACT
AbstractPT Kepsonic Indonesia was declared bankrupt on July 23, 2013, the business entity has unpaid tax liability to the Directorate General of Taxation and customs duty to the Directorate General of Customs and Excise. The main subject assessed in this paper is regarding the standing of the Directorate General of Taxation rsquo s tax debt and the Directorate General of Customs and Excise rsquo s customs and tax debt in a bankruptcy proceeding as stated in the related legal framework, and also regarding the coherence of the legal consideration in Supreme Court Decision Number 98 K Pdt.Sus Bankrupt 2015 jo. Supreme Court Decision Number 652 K Pdt.Sus Bankrupt 2014 is attributed to the provisions of the preference right of the Directorate General of Customs and Excise in Article 39 paragraph 3 of Law Number 10 of 1995 jo. Law No. 17 of 2006 on Customs and other related rules and regulations. The main subject will be analyzed using doctrine and regulations in the areas of bankruptcy, taxation, and customs. The research method used is normative juridical, which research is conducted by referring to the regulations and literatures using secondary data. From this research, it can be concluded that the standing of the tax and custom debts of the Directorate General of Taxes and the Directorate General of Customs are the same, that is, as the preferred creditors, and both government institutions have the privilege of preference right.Keywords Tax Debts, Import Duties, Import Taxes, Bankruptcy"
2017
T47841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Puteri Asterea
"Utang pajak memiliki keistimewaan yang membedakannya dengan utang niaga. Dimana utang pajak memiliki Hak Istimewa yang pemenuhannya didahulukan diatas pemenuhan pembayaran utang lainnya. Pokok permasalahan yang akan dibahas dalam tulisan ini adalah mengenai kedudukan utang pajak dalam perkara kepailitan, dan perjanjian perdamaian dalam perkara PKPU yang berhadapan dengan utang pajak. Pokok permasalahan tersebut akan dianalisa dengan menggunakan peraturan perpajakan dan peraturan kepailitan dan PKPU.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan pajak yang memiliki Hak Mendahulu pada pelunasan utang pajak perusahaan yang dalam proses PKPU. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yaitu penelitian yang mengacu kepada peraturan perundang-undangan dan penelitian kepustakaan dengan menggunakan data sekunder. Penelitian ini juga membahas permasalahan penagihan utang pajak pada kasus PT Inti Mutiara Kimindo dengan Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Petamburan c.q. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Departemen Keuangan yang berawal dari tunggakan pajak pada tahun 2000 atas nama PT IMK. Salah satu kreditor PT IMK mengajukan permohonan pailit dengan hasil akhir putusan perjanjian perdamaian melalui proses PKPU yang saah satu isinya menyatakan bahwa utang pajak telah lunas. Berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam hukum pajak, hukum kepailitan dan hukum perdata, penagihan utang pajak harus didahulukan karena memiliki Hak Mendahulu dalam penyelesaiannya. Namun dalam kasus ini DJP dapat diikutsertakan dalam Perjanjian Perdamaian karena jangka waktu Hak Mendahuluinya telah terlampaui.

Tax debt has specialties that make it different with commercial debt. Tax debt contains privilege to be fulfilled first than other debts. The main issues that would be discussed in this writing are about the position of tax debt in insolvency case and peace agreement in Suspension of Payment case in relation with tax debt. The issues would be analyzed with tax regulations, bankruptcy law, and Suspension of Payment regulations.
The purpose of this research is to know about tax position that has privilege on tax debt settlement that in Suspension of Payment process. Research method that is being used is juridical normative method, which means the research is based on regulation and library research that used secondary data. This research also discusses tax debt collection problem on case between PT Inti Mutiara Kimindo with Tax Office Petamburan eq. Directorate General of Tax Department of Finance that begins by insolvent tax debt of PT Intl Mutiara Kimindo on the year 2000. One of PT Inti Mutiara Kimindo creditor submit insolvency application with the final result of peace agreement through Suspension of Payment process which one of the content is that the tax debt is already been paid. Based on the regulation from tax law, bankruptcy law and civil law, tax debt collection has been given priority because it has privilege on the settlement. But in this case Directorate General of Tax can be involved in the peace agreement because the privilege period is already expired.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T19550
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Matelesi, Nico
"Jaminan merupakan suatu tanggungan yang diberikan oleh debitur atau pihak ketiga kepada kreditur untuk menjamin pelunasan utang debitur. Lembaga jaminan ini diberikan khusus untuk kepentingan kreditur guna menjamin piutangnya melalui perikatan khusus. Jaminan terbagi menjadi dua, yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan yang masing-masing memiliki ciri dan sifat tersendiri. Jaminan perorangan (Penanggungan) diatur di dalam Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUHPerdata.
Dari ketentuan pasal 1820 KUHPerdata, dapat diketahui bahwa dalam suatu skema penanggungan terdapattiga pihak, yaitu debitur sebagai pihak yang berutang, kreditur sebagai pihak yang berpiutang, dan terkahir adalah penanggung sebagai pihak yang menjamin terpenuhinya prestasi debitur berupa utang-utang debitur kepada kreditur.
Pengajuan permohonan pailit terhadap penanggung merupakan hal yang cukup lumrah terjadi, khususnya apabila penanggung merupakan penanggung perusahaan (Corporate Guarantee). Namun tidak demikian halnya dengan permohonan pailit terhadap penanggung pribadi (Personal Guarantee). Hanya sedikit sekali permohonan pailit yang diajukan kepada penanggung pribadi, karena secara umum ada kecendrungan bahwa kreditur enggan berurusan dengan debitur untuk alasan praktis.
Dalam suatu skema penanggungan utang, terdapat dua perjanjian yang berbeda, yaitu perjanjian pokok antara debitur dan kreditur dan perjanjian penanggungan antara kreditur dan penanggung. Perjanjian penanggungan itu sendiri bersifat Accesoir , jadi pada asasnya jika perjanjian pokoknya hapus maka perjanjian penanggungannya turut hapus. Perjanjian penanggungan sifatnya mengikuti perjanjian pokok sehingga suatu perjanjian penanggungan tidak dapat melebihi perjanjian pokoknya.
Seorang penanggung memiliki hak istimewa, salah satunya hak untuk menuntut supaya harta benda debitur terlebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya. Hak ini dapat dilepaskan oleh penanggung dalam perjanjian penanggungan, yang membuat kreditur dapat memilih harta mana yang harus disita dan dijual terlebih dahulu.

Collateral was a guarantee given by a debitor or third party for a creditor to guarantee of paying debt. Collateral institution was specially given for the significance of the creditor in order to guarantee the debt through a special bond. It was divided into two, they were property collateral and personal collateral in which each one had its own features and characteristics. Personal collateral was regulated in the Article 1820 to Article 1850 Civil Code.
In the regulation of Article 1820 KUHP Perdata, it could be understood that in the scheme of there were three parties, they were a debitor as the party who was in debt, a creditor as the party who gave debt, and the last, a guarantor as the party who guaranteed fulfillment of achievement that was debts of debitor to creditor.
Submission of Act of Bankruptcy toward the guarantor was a common thing, especially if he was a corporate guarantor. However, it would not happen to Act of Bankruptcy for personal collateral. It was only few of Act of Bankruptcy proposed by personal collateral since generally there was tendency that creditor was reluctant to have a deal with debitor for practical reasons.
In scheme of debt collateral, it was included two different agreements, they were main agreement between debitor and creditor and collateral agreement between creditor and guarantor. Collateral agreement itself was accesoir so that basically, if main agreement was removed, it was also the collateral agreement. It was based on main agreement so that it could not exceed its main agreement.
The person who guaranteed owned special rights, one of them was to insist so that properties of debitor, firstly, was confiscated and sold to pay the debt. The right could be undone by him in collateral agreement in order to make the creditor can choose which property had to be consficated and sold first.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leodi Chandra Hidayat
"ABSTRAK
Dalam Undang-Undang Kepailitan Pasal 55 ayat (1) secara tegas disebutkan bahwa setiap kreditor separatis dapat mengeksekusi haknya seolah-olah tidak terjadi kepailitan, namun dalam Pasal 56 ayat (1) disebutkan bahwa hak eksekusi kreditor tersebut ditangguhkan untuk jangka waktu paling lama sembilan puluh hari sejak tanggal putusan pernyataan pailit. Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif yuridis, yaitu penelitian hukum yang bertujuan untuk meneliti tentang sinkronisasi dan perbandingan ketentuan hukum. Dalam penelitian ini digunakan data primer dan data sekunder. Adapun pokok permasalahan dalam tesis ini adalah apakah penangguhan eksekusi hak jaminan kebendaan yang dianut oleh Undang-Undang Kepailitan telah sejalan dengan konsep dan tujuan dari hukum jaminan, bagaimanakah upaya perlawanan atas penangguhan eksekusi hak jaminan kebendaan dalam pelaksanaannya, bagaimanakah perbandingan pengaturan mengenai penangguhan eksekusi hak jaminan kebendaan menurut Undang-Undang Kepailitan Indonesia dan menurut Bankruptcy Code Amerika Serikat. Berdasarkan hasil penelitian asas umum yang berlaku dalam hukum kepailitan belum berjalan selaras dengan konsep dan tujuan dari hukum jaminan. Ketentuan mengenai upaya perlawanan yang diberikan oleh Undang-Undang Kepailitan belum digunakan. Didapatkan lima perbedaan pengaturan mengenai ketentuan penangguhan eksekusi hak jaminan kebendaan {stay) dalam Undang-Undang Kepailitan Indonesia dengan Bankruptcy Code Amerika Serikat."
2007
T19315
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alvin Handrean Yosoenarto
"Salah satu instrumen keuangan yang tengah berkembang di Indonesia adalah Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK-EBA). KIK-EBA merupakan kontrak antara Manajer Investasi dengan Bank Kustodian, yang mengikat Pemegang Unit Penyertaan dimana Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif. Salah satu bentuk aset yang dijadikan agunan dalam KIK-EBA adalah benda tidak bergerak yang diatur ke dalam Undang-Undang Hak Tanggungan yang mensyaratkan adanya pendaftaran oleh kreditur baru. Namun, dalam penerbitan KIKEBA perlu diketahui prosedur yang perlu dilakukan oleh para investor untuk pengalihan aset dan keabsahannya. Selain permasalahan mengenai aspek jaminan hak kebendaan, terdapat permasalahan hukum lain yang berkaitan dengan kepailitan. Masalah ini timbul ketika seseorang atau suatu badan hukum dinyatakan pailit oleh pengadilan. Ketika terjadi permohonan kepailitan terhadap kreditur awal, yang berbentuk suatu perusahaan, perlu diketahui pemilik sah dari aset tersebut.
Tesis ini membahas mengenai kedudukan hukum pemegang Unit Penyertaan Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset, akibat hukum apabila kreditur dalam Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset dinyatakan pailit, dan mengenai perlindungan hukum yang dapat diberikan kepada investor Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset yang disekuritisasi akibat adanya kepailitan.
Metode penelitian dalam tesis ini adalah metode penelitian hukum normatif yang mengacu pada normanorma hukum yang terdapat pada peraturan perundang-undangan yang bersifat penelitian deskriptif dan dengan menggunakan pendekatan konseptual dengan merujuk pada prinsip-prinsip hukum yang ditemukan dalam perundang-undangan, pendapat sarjana, maupun doktrin hukum.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa selama transaksi tersebut bukan merupakan transaksi jual putus (jual lepas menurut RUU Sekuritisasi) dan hak recourse maupun hak membeli kembali masih melekat, maka secara yuridis dapat dikategorikan sebagai penjualan aset keuangan dalam rangka secured financing. Ini berarti status hak kepemilikan atas aset keuangan tersebut tidak beralih kepada PUK KIK-EBA dan masih merupakan milik daripada kreditur awal, sehingga apabila terjadi kepailitan atas kreditur awal, aset keuangan tersebut merupakan boedel pailit.

One of the financial instruments that has been developing in Indonesia is Contract Investmen Collective Asset Backed Securities (CIC-ABS). CIC-ABS in the form of contractual documents between the Investment Manager and Custodian Bank that is binding to the unit holders, that authorizes the Investment Manager to manage the collective investment portfolio and the Custodian Bank to perform such collective custody. One form of assets used as collateral in the CIC-ABS is not moving objects which is setted to the Mortgage Act and requires registration by the new creditor. However, in order to publish CIC-ABS, the procedure about asset's allignment and legality that must be done should be known by the investor. In addition to guarantee of property rights matter, there is another problem that is related to bankruptcy. This problem appears when someone or a corporation is claimed bankrupt by the court. When appears a request of bankruptcy againsts originator in the form of a company, it is importatnt to know the legal owner of the asset.
Accordingly, this research contends a theoritical matter regarding the legal effect of Participation Unit Owners capacity in relation to the bankrupt originator on the contract, along with its legal protection to the securitized CIC investors by the effect of bankruptcy.
The method of the research is legalistic which refers to descriptive acts and regulations with a conceptual approach based on legal doctrines and principles of the scholars.
The research finding result the legal effect of financial assets sold by the originator to CIC-ABS, as long as the disposed transaction (according to Securitization Arrangement Act), resource rights, and rebuy rights are still enclosed, would be juridically categorized as financial asset sales on secured financing. That means the proof of ownership is intransferable and still officially owned by the Originator, so that if the bankruptcy occurs in the side of the financial asset originator, it should be considered as the bankrupt estate (failliete boedel).
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T38997
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jimmy Firmansyah
"Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang memberikan kondisi usaha dan investasi yang lebih baik. Bagian yang penting dari Kepailitan adalah Kurator. Kurator adalah Balai Harta Peninggalan atau orang perseorangan yang berdomisili di Indonesia, yang memiliki keahlian khusus yang dibutuhkan dalam rangka mengurus dan / atau membereskan harta Pailit. Kurator harus terdaftar pada Kementerian yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di bidang Hukum dan Peraturan Perundang-Undangan, dalam hal ini Departemen Hukum dan Hak Azasi Manusia. Kurator berperan dalam penyelesaian hubungan hukum antara Debitor Pailit dengan para Kreditornya. Selain itu ia bertanggung jawab kepada Hakim Pengawas, Kreditor, dan Debitor Pailit.
Dalam menjalankan tugasnya, Kurator harus memahami bahwa tugasnya tidak sekadar menyelamatkan harta Pailit yang berhasil dikumpulkannya untuk kemudian dibagikan kepada para Kreditor, tetapi Kurator dituntut untuk bisa meningkatkan nilai harta Pailit tersebut. Yang lebih penting, Kurator dituntut untuk memiliki integritas yang berpedoman pada kebenaran dan keadilan serta keharusan untuk mentaati Standar Profesi dan Etika. Hal ini menghindari adanya benturan kepentingan dengan Debitor Pailit ataupun Kreditor.
Walaupun tugas dan kewenangan Kurator telah ditentukan dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, dalam praktek sering terjadi permasalahan yang dihadapi kurator dalam hal tugas dan kewenangannya tidak diatur dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Untuk mengatasi masalah-masalah ini prinsip kebenaran dan keadilan harus selalu ditegakkan oleh Kurator."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T15420
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick Joliot Octavianus
"Adanya ketentuan mengenai daluwarsa penagihan pajak dapat mengakibatkan hilangnya hak mendahulu utang pajak. Penelitian ini mengidentifikasi kedudukan hak mendahulu utang pajak dengan adanya kreditor preferen lain dalam hal terjadinya kepailitan dan pengaruh daluwarsa penagihan pajak terhadap hak mendahulu utang pajak dalam kepailitan. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan terhadap hukum positif mengenai kepailitan dan perpajakan di Indonesia.
Dalam menggunakan metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini, dapat diketahui bahwa utang pajak berkedudukan sebagai kreditor preferen yang mendapatkan pelunasan setelah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator serta utang upah buruh. Di samping itu, hak mendahulu utang pajak dipengaruhi oleh daluwarsa penagihan pajak yang dapat mengakibatkan hak mendahulu utang pajak tidak dapat diterapkan apabila hak untuk melakukan penagihan pajak daluwarsa. Namun, adanya ketentuan mengenai penangguhan daluwarsa hak mendahulu utang pajak memungkinkan utang pajak mendapatkan pelunasannya sebagai kreditor konkuren.
Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi dasar didapatkannya pelunasan utang pajak. Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak harus memperbaiki peraturan-peraturan maupun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penagihan pajak dalam kepailitan sedangkan Jurusita Pajak harus melakukan kegiatan penagihan pajak yang paling efektif guna dilunasinya utang pajak dalam terjadinya kepailitan.

The existence of a provision concerning the expiration of tax collection may result in the loss of preceding right of the tax debt. The existence of a provision concerning the expiry of tax collection may result in the loss of the preceding right of the tax debt. This study identifies the preceding position of tax debt with the presence of other preferred creditors in the event of bankruptcy and the effect of the expiry of tax collection on the preceding right of tax debt in bankruptcy. This thesis approaches the Indonesian positive law regarding bankruptcy and taxation through a normative juridicial research method.
In using the research method undertaken in the writing of this thesis, it can be seen that tax debt stands as a preferred creditor who gets repayment after the cost of bankruptcy and remuneration of curator services and laborer wage debts. In addition, the preceding right of tax debt is affected by tax collection expiration which may result in the preceding right of tax debt unenforcable. However, the provision concerning the postponement of the expiration of the preceding right of the tax debt allows the tax debt to get its repayment as a concurrent creditor.
This shows that basically the right to collect taxes on the basis of the acquisition of tax debt. Based on this, the Directorate General of Taxation should improve the rules and policies relating to tax collection in bankruptcy whereas the Tax Administration should conduct the most effective tax collection activities for the settlement of tax debt in the event of bankruptcy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S69567
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patrick Joliot Octavianus
"Adanya ketentuan mengenai daluwarsa penagihan pajak dapat mengakibatkan hilangnya hak mendahulu utang pajak. Penelitian ini mengidentifikasi kedudukan hak mendahulu utang pajak dengan adanya kreditor preferen lain dalam hal terjadinya kepailitan dan pengaruh daluwarsa penagihan pajak terhadap hak mendahulu utang pajak dalam kepailitan. Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang dilakukan terhadap hukum positif mengenai kepailitan dan perpajakan di Indonesia. Dalam menggunakan metode penelitian yang dilakukan dalam penulisan skripsi ini, dapat diketahui bahwa utang pajak berkedudukan sebagai kreditor preferen yang mendapatkan pelunasan setelah biaya kepailitan dan imbalan jasa kurator serta utang upah buruh. Di samping itu, hak mendahulu utang pajak dipengaruhi oleh daluwarsa penagihan pajak yang dapat mengakibatkan hak mendahulu utang pajak tidak dapat diterapkan apabila hak untuk melakukan penagihan pajak daluwarsa. Namun, adanya ketentuan mengenai penangguhan daluwarsa hak mendahulu utang pajak memungkinkan utang pajak mendapatkan pelunasannya sebagai kreditor konkuren. Hal tersebut menunjukkan bahwa pada dasarnya hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi dasar didapatkannya pelunasan utang pajak. Berdasarkan hal tersebut, Direktorat Jenderal Pajak harus memperbaiki peraturan-peraturan maupun kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan penagihan pajak dalam kepailitan sedangkan Jurusita Pajak harus melakukan kegiatan penagihan pajak yang paling efektif guna dilunasinya utang pajak dalam terjadinya kepailitan.

The existence of a provision concerning the expiration of tax collection may result in the loss of preceding right of the tax debt. The existence of a provision concerning the expiry of tax collection may result in the loss of the preceding right of the tax debt. This study identifies the preceding position of tax debt with the presence of other preferred creditors in the event of bankruptcy and the effect of the expiry of tax collection on the preceding right of tax debt in bankruptcy. This thesis approaches the Indonesian positive law regarding bankruptcy and taxation through a normative juridicial research method. In using the research method undertaken in the writing of this thesis, it can be seen that tax debt stands as a preferred creditor who gets repayment after the cost of bankruptcy and remuneration of curator services and laborer wage debts. In addition, the preceding right of tax debt is affected by tax collection expiration which may result in the preceding right of tax debt unenforcable. However, the provision concerning the postponement of the expiration of the preceding right of the tax debt allows the tax debt to get its repayment as a concurrent creditor. This shows that basically the right to collect taxes on the basis of the acquisition of tax debt. Based on this, the Directorate General of Taxation should improve the rules and policies relating to tax collection in bankruptcy whereas the Tax Administration should conduct the most effective tax collection activities for the settlement of tax debt in the event of bankruptcy.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2017
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>