Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 170601 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Febiana Rima
"ABSTRAK
Hukum sebagai fenomena sosial tidak pernah bisa lepas dari konteks sosial dan politik dimana hukum itu hidup dan berkembang. Dalam pengertian itu hukum dapat dimengerti bukan hanya sebagai instrumen belaka melainkan sebagai basis berdirinya bangun sosial dan politik yang dibangun dalam setiap bentuk kehidupan sosial.
Hukum liberal atau hukum modern mendasarkan diri pada positivisme untuk menemukan hukum-hukum yang tetap bagi gejala-gejala sosial. Metode positivistik menghasilkan sistem politik berbasis demokrasi dan sistem ekonomi berbasis pasar. Sistem hukum yang dihasilkan, terutama dalam kerangka politik, adalah sistem hukum yang mendasarkan dirinya pada aturan hukum atau the rule of law. Aturan hukum menjadi landasan bagi pemisahan kekuasan diantara para pemegang kekuasaan yang tujuannya adalah agar kekuasaan tidak terkonsentrasi dan proses check and balances dapat terjadi. Sehingga ada jaminan bagi warga negara bahwa para pemegang kekuasaan tidak menjalankan kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan dengan demikian keadilan hukm dapat diwujudkan. Hukum yang positivistik ini meyakini bahwa di dalam hukum ada keadilan yang dilahirkan oleh prinsip imparsial dan netralitas. Sehingga kekuasaan tidak berpihak dan keadilan dapat dimiiiki oleh semua orang tanpa pandang bulu.
Namun dalam kenyataannya humanisasi yang menjadi salah satu tujuan yang mendorong lahirnya hukum liberal, dengan pengakuan hak-hak individual, tidak begitu saja mendorong terjadinya kehidupan sosial yang lebih baik dan lebih adil bagi sebagian orang (yang posisinya dalam struktur dan hirarki sosial memang rendah). Kenyataan ini mendorong para pengkritik hukum liberal untuk mencari tahu apa yang sesunggulmya terjadi dalam kehidupan manusia modem yang ditopang dengan hukum liberalnya. Pencarian itu bermuara pada penemuan yang menyatakan bahwa ternyata hukum liberal tidak saja digunakan sebagai pendukung bagi kehidupan ekonomi kapitalis dan sistem politik demokratis, melainkan lebih dari itu hukum liberal jugs ditengarai oleh para kritikus hukum kritis sebagai penyebab dari terjadinya ketidakadilan yang ada dalam kehidupan sosial. Hukum dijadikan sebagai alat legitirnasi bagi hirarki sosial yang tidak adil dan timpang.
Upaya yang ingin dicapai oleh para pengkritik hukum liberal, khususnya para penganut aliran hukum kritis, adalah tersadarkannnya masyarakat akan ketidakadilan yang dihasilkan oleh hukum liberal sehingga perubahan dapat dilakukan melalui rumusan hukum yang baru. Sehingga tercipta kehidupan sosial yang lebih adil tanpa dominasi dan penindasan."
2007
T19533
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Unger, Roberto Mangabeira
Jakarta: Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat, 1999
340 UNG g
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mayesha Reynalda Iriano
" ABSTRAK
Skripsi ini membahas mengenai penerapan pendekatan rule of reason dalam hukum persaingan antara taksi dengan angkutan orang berbasis aplikasi sebagai upaya menciptakan persaingan usaha sehat di Indonesia, hambatan yang timbul dalam persaingan antara taksi dan angkutan orang berbasis aplikasi di Indonesia, dan solusi dalam mengatasi hambatan yang timbul dalam persaingan antara taksi dengan angkutan orang berbasis aplikasi di Indonesia. Tujuan Penelitian ini adalah penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan spemikiran bagi ilmu pengetahuan hukum pada umumnya dan hukum perusahaan pada khususnya. Penelitian ini juga diharapkan memberikan masukan bagi lembaga penegak hukum dalam penyelesaian kasus yang berkaitan dengan persaingan antara taksi dengan angkutan orang berbasis aplikasi di Indonesia. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang berbentuk yuridis normatif. Penemuan dalam penelitian ini adalah bahwa penerapan pendekatan rule of reason dalam hukum persaingan antara taksi dengan angkutan orang berbasis aplikasi sebagai upaya menciptakan persaingan usaha sehat di Indonesia, tampak bahwa angkutan orang berbasis aplikasi memang memasang tarif yang sangat rendah dan dalam tempo singkat dapat mengalahkan pasar taksi. Namun, jika melihat dari rumusan predatory pricing, angkutan orang berbasis aplikasi yang memasang tarif jauh lebih murah dibanding taksi konvensional tersebut bukan dikarenakan untuk menaikkan harga dikemudian hari. Namun dikarenakan harga produksi barang/jasa dalam hal ini produk jasa yang dijual oleh angkutan orang berbasis aplikasi dapat ditekan karena faktanya memang proses pengurusan bisnis angkutan orang berbasis aplikasi ini tidak sebanyak pengurusan taksi, sehingga tidak ada indikasi persaingan usaha tidak sehat yang sengaja dilakukan oleh salah satu pelaku usaha, baik angkutan orang berbasis aplikasi maupun taksi konvensional.

ABSTRACT
This thesis is discussing the application of the approach of a rule of reason in competition law between taxi and public transport application based as an attempt to create a fair competition in Indonesia, the legal issues that arises in competition law between taxi and public transportation application based in Indonesia, and the implementation of fair competition between taxi and public transport application based in other country as comparison. The purpose of this research is the study is expected to be research contribution to the science of law in general and law in particular. This study is also expected to provide input for law enforcement agencies in solving cases relating to competition between taxi and public transport in application based in Indonesia. This study is a qualitative research in the form of normative. The research in this study is the application of rule of reason approach in competition law between taxi and public transportation application based as an attempt to create a fair competition in Indonesia, it appears that the public transportaion application based set a very low rate and in a short time been able to beat the taxi market, However, if viewed from the formulation of predatory pricing, the public transport application based that rates much cheaper than taxis are not due to raise prices in the future, but because the price of production of goods services in this product sold by the public transportapplication based can be suppressed because the fact is the process to obtain business of public transportation application based is not as much as the maintenance of taxi, so there is no indication of unfair competition are intentionally committed by one of the businesses, both for the public transport of application based and taxi. "
Depok: Universitas Indonesia, 2017
S66659
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munir Fuady
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003
343.072 MUN h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Siregar, Margaretha Isabela
"ABSTRAK
Tesis ini membahas mengenai penunjukan langsung anak perusahaan di lingkungan Pertamina selaku salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ditinjau dari perspektif hukum persaingan usaha. Sebagai salah satu bentuk pengadaan barang dan jasa, penunjukan langsung anak perusahaan memiliki potensi terjadinya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat apabila tidak mematuhi aturan yang berlaku. Bentuk pelanggaran yang dapat terjadi akibat penunjukkan langsung tersebut adalah terjadinya persekongkolan maupun diskriminasi terhadap pelaku usaha lain yang dapat mengakibatkan tertutupnya kesempatan bagi pelaku usaha lain untuk ikut mengambil bagian dalam persaingan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut. Pertamina selaku BUMN adalah badan usaha yang modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan. Hal ini mengakibatkan Pertamina tunduk kepada beberapa peraturan yang menjadi pedoman dalam melakukan kegiatan usahanya termasuk dalam pengadaan barang dan jasa. Aturan-aturan yang berlaku atas Pertamina tersebut menimbulkan multiintepretasi terhadap Pertamina selaku pelaku usaha. Metode yang digunakan dalam penelitian sehubungan dengan aturan-aturan yang berlaku atas Pertamina dalam pengadaan barang dan jasanya ini menggunakan metode penelitian Yuridis Normatif meliputi Undang Undang No. 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, Undang Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Undang Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas dan peraturan-peraturan lainnya seperti peraturan Kementrian BUMN, pedoman-pedoman dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha maupun aturan-aturan internal Pertamina.

ABSTRACT
This thesis generally discuss the direct appointment of the subsidiary company of Pertamina as one of the Indonesian State Owned Entity according to perspective of competition law. If the direct appointment conducted without highly consideration of the law, it has the potential to against the principles of fair competition such as rigging or discrimination which create barriers to other company to compete in the procurement goods and services. Pertamina as a State Owned Entity has its capital owned by the state through direct participation that is derived from the state’s separated assets which caused it comply to several regulations as its guideline to run its business including in goods and services procurement. These regulations has create multi interpretation of Pertamina as an actor in national economy. The research method used in this thesis is Legal Normative to analyze various regulation related to the procurement in Pertamina such as Law No. 5 of 1999 concerning the Prohibition Against Monopolistic Practices And Unfair Business Competition, Law No. 19 of 2003 Concerning State-Owned Entities, Law No. 40 of 2007 Concerning Limited Liability Company and other regulations such as regulations from Ministry of State-Owned Entities, Guidelines from Supervise Commissioner of the Business Competition and Internal Regulation of Pertamina."
Universitas Indonesia, 2013
T32641
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Elon Ari Kusdantoko
"Hal terpenting dalam memberikan keseimbangan terhadap kedudukan tersangka atau terdakwa dalam suatu proses peradilan pidana adalah diberikannya hak bagi tersangka atau terdakwa untuk memperoleh bantuan hukum berdasarkan Pasal 54 jo Pasal 56 KUHAP. Kedua pasal ini guna mendukung perlindungan atas hak-hak tersangka atau terdakwa lainnya, sebagaimana diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 68, bab VI tentang Tersangka dan Terdakwa, Undang-Undang No.8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Dalam praktek terkadang sulit melaksanakannya dengan berbagai kendala-kendala yang dihadapi, diantaranya ketiadaan akibat hukum yang jelas terhadap proses persidangan, ketidakjelasan sanksi yang dapat dijatuhkan kepada aparat yang berwenang jika tidak dilaksanakan Pasal 56 KUHAP dan adanya penolakan pendampingan penasehat hukum oleh tersangka atau terdakwa sendiri, serta kendala lainnya. Hal ini mengakibatkan pelaksanaan dari Pasal 56 KUHAP dalam prakteknya digantungkan pada kebijaksanaan para aparat penegak hukum yang bersangkutan. Contoh kasus yang menjadi obyek penelitian ini adalah kasus peradilan pidana pada kasus Risman Lakoro dalam wilayah hukum Pengadilan Negeri Tilamuta di Kabupaten Gorontalo. Dalam perkara pidana ini tersangka atau terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum baik pada tahap penyidikan maupun pada tahap pemeriksaan di persidangan. Ketidakhadiran penasehat hukum, membuat putusan pengadilan ini jauh dari rasa keadilan tersangka atau terdakwa karena setelah ia menjalani masa hukuman selama kurang lebih 3 tahun, terungkap fakta bahwa bukan ia pelaku sebenarnya. Salah satu sebab yang penting mengapa Pengadilan Negeri salah dalam mengadili terdakwa dikarenakan tersangka atau terdakwa tidak didampingi oleh penasehat hukum mulai dari tahap penyidikan, sehingga hak-hak tersangka atau terdakwa dengan mudahnya dimanipulasi dan diabaikan pemenuhannya. Disayangkan kewajiban yang ditentukan dalam Pasal 56 KUHAP, masih dirasakan kurang memberikan kesungguhan dalam memberikan perlindungan bagi tersangka atau terdakwa, sehingga dalam penerapannya tidak mampu memberikan kesamaan arti bagi aparat penegak hukum sendiri dalam menerapkan ketentuan dari Pasal 56 KUHAP.

The most important thing in giving the equal balance for suspect or defendant in a criminal judicial process is by giving the right for suspect or defendant to receive legal aid based on provision 54 jo provision 56 KUHAP. Both of these provisions use to support the protection of right for the other suspect or defendant, as in provision 50 untill provision 68, chapter VI about Suspect and Defendant, Act No.8 year 1981 about code of criminal process. In practice, it’s difficult to apply it with many obstacles, among those are the lack of clear legal consequences in the trial process, the lack of clear sanction to the legal authority, if provision 56 not being done and the refusal of legal counsell presence by suspect or defendant himself, an other obstacles. This resulted on the application of provision 56 KUHAP in practice depends on the wisdom of the legal enforcement officer. The case study for this research is the criminal case of Risman Lakoro in the jurisdiction of state court Tilamuta in Gorontalo. In this criminal case the suspect or defendant is not being accompany by advocate or legal counsell whether in investigation process or in the trial process. The absence of legal counsellor made the judicial verdict is far from sense of justice of the suspect or defendant because after they did the sentences for at least three years, revealed the fact that he’s not the real criminal. One of the important factors why the state court made a mistake on processing the defendant because the suspect or defendant is not being accompany by legal counsellor from the investigation process, that made the rights of suspect or defendant easily manipulated and abandoned. Unfortunately the obligation on provision 56 KUHAP, still lack of assurance in giving the protection for the suspect or defendant, that made in application doesn’t give the same perception to the law enforcement officer in applying the rules on provision 56 KUHAP."
Universitas Indonesia, 2008
S22449
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Sibarani, Ramadhanya Elwinne Huzaima
"Keterwakilan perempuan di parlemen merupakan salah satu aspek penting dalam meningkatkan kesetaraan gender di sebuah negara. Per pemilihan anggota parlemen 2019, keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) baru mencapai 21.4%. Angka tersebut berada jauh di bawah Timor-Leste dan Finlandia yang masing-masing memiliki 40% dan 47% keterwakilan perempuan di parlemen nasionalnya. Dalam rangka meningkatkan angka keterwakilan perempuan di parlemen, terdapat sebuah konsep yang disebut dengan kuota pemilihan perempuan. Untuk itu, penelitian ini mencoba membandingkan bagaimana kuota pemilihan perempuan diatur di Indonesia, Timor-Leste, dan Finlandia. Selain itu, penelitian ini juga meninjau kondisi keterwakilan perempuan di parlemen ketiga negara. Tujuannya adalah untuk melihat faktor-faktor yang dimiliki oleh Timor-Leste dan Finlandia, namun tidak dimiliki oleh Indonesia, yang menyebabkan kedua negara tersebut mampu memiliki keterwakilan perempuan di parlemen yang mumpuni. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka dan wawancara dalam pengumpulan data. Kemudian, teori utama yang digunakan untuk analisis adalah Teori Keterwakilan yang dicetuskan oleh Hanna Pitkin, secara spesifik mengenai keterwakilan deskriptif dan substantif. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa dari segi keterwakilan deskriptif, Indonesia kekurangan karena kuota pemilihan perempuan dalam bentuk nomor urut tidak berjalan dengan maksimal; serta partisipasi politik perempuan yang kurang, terutama karena partai politik di Indonesia tidak menerapkan party quotas. Sementara, dari segi keterwakilan substantif, Timor-Leste dan Finlandia sama-sama unggul disebabkan oleh berjalannya komunikasi dengan masyarakat sipil dan kuatnya peran kaukus perempuan parlemen. Dari sana, dirumuskan beberapa strategi dalam rangka peningkatan keterwakilan perempuan di DPR RI, yakni peningkatan partisipasi politik perempuan, pembenahan kuota pemilihan perempuan berupa nomor urut, pembukaan ruang komunikasi yang besar antara anggota parlemen perempuan dengan masyarakat sipil, dan penguatan peran kaukus perempuan parlemen di dalam DPR RI. Terakhir, strategi yang tidak kalah penting adalah dengan memberikan edukasi politik terhadap perempuan di seluruh negeri.

Women’s representation in parliament is an important aspect in improving gender equality in a country. As of the 2019 parliamentary elections, women’s representation in the Parliament of the Republic of Indonesia (DPR RI) has only reached 21.4%. This figure is far below Timor-Leste and Finland, which respectively have 40% and 47% representation of women in their national parliaments. In order to increase the number of women’s representation in parliament, there is a concept called women's electoral quota. For this reason, this study attempts to compare how women’s electoral quotas are regulated in Indonesia, Timor-Leste and Finland. In addition, this study also reviews the condition of women’s representation in the parliaments of the three countries. The aim is to look at the factors that are owned by Timor-Leste and Finland, but not owned by Indonesia, which causes these two countries to be able to have adequate women’s representation in parliament. This research uses literature study and interview methods in collecting data. Then, the main theory used for analysis is the Representative Theory initiated by Hanna Pitkin, specifically regarding descriptive and substantive representation. The results of this study indicate that in terms of descriptive representation, Indonesia is lacking because the women’s electoral quota in the form of serial numbers does not work optimally; and women’s less political participation, especially because political parties in Indonesia do not apply party quotas. Meanwhile, in terms of substantive representation, Timor-Leste and Finland are both superior due to ongoing communication with civil society and the strong role of the women’s parliamentary caucus. From there, several strategies were formulated in the context of increasing women’s representation in the DPR RI, namely increasing women’s political participation, reforming women’s election quotas in the form of serial numbers, opening large communication spaces between women parliamentarians and civil society, and strengthening the role of women’s parliamentary caucus in DPR RI. Finally, an equally important strategy is to provide political education to women throughout the country."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Istiadiningdyah
"Skripsi ini membahas penyelesaian sengketa investasi asing di sektor pertambangan minerba di Indonesia dalam kaitannya dengan hukum perdata internasional. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dan metode yuridis empiris. Hasil penelitian menyarankan agar Majelis Arbitrase Internasional dan para pihak dalam KK dan PKP2B untuk lebih memperhatikan penerapan hukum Indonesia sebagai hukum yang berlaku dalam KK dan PKP2B (governing law), sekaligus sebagai hukum materiil (substantive law) dalam proses arbitrase internasional untuk menyelesaikan perkara-perkara utama HPI di dalamnya.

The focus of this study is the settlement of foreign investment dispute in mineral and coal mining sector in Indonesia in relation to private international law. This study uses a juridical normative and empirical methods. The results suggest that the International Arbitration Tribunal and the parties in KK and PKP2B to pay more attention to the implementation of Indonesian law as the governing law in KK and PKP2B, as well as the substantive law in the process of international arbitration to resolve major matters of HPI in it."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S53538
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>