Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 218146 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra
"Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis bagaimana persepsi tenaga pengajar tentang pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan dan peningkatan penghasilan bagi tenaga pengajar di Kabupaten Serang berdasarkan perbedaan lama bekerja tenaga pengajar. Metode penelitian ini menggunakan metode survei terhadap sejumlah tenaga pengajar pegawai negeri sipil (PNS) tingkat pendidikan menengah kejuruan SMK Negeri di Kabupaten Serang, dengan jumlah responden 89 tenaga pengajar.
Indikator pada variabel desentralisasi pendidikan yang digunakan meliputi aspek kewenangan, kelembagaan, penataan personil dan pembinaan, sedangkan indikator untuk variabel penghasilan yang digunakan meliputi gaji, insentif, tunjangan dan pola pembinaan yang didapatkan.
Berdasarkan hasil penelitian melalui analisis secara crosstabulation didapatkan bahwa: (1) Terdapat dua kelompok responden yang memberikan tanggapan yang positif dan negatif dalam menanggapi setiap aspek yang ditanyakan. Kedua kelompok tersebut memiliki porsi yang hampir sama, namun kelompok responden yang memberikan tanggapan yang positif memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan yang memberikan tanggapan yang negatif. Profil responder dengan masa kerja di atas 10 tahun lebih mendominasi jawaban karena kelompok memiliki jumlah yang terbesar dibandingkan reponden yang mempunyai masa kerja 10 tahun ke bawah. (2) Untuk aspek-aspek desentralisasi pendidikan di Kabupaten Serang sebagian besar responden dengan masa kerja di atas 10 tahun memberikan tanggapan yang positif, demikian halnya dalam menanggapi aspek-aspek peningkatan penghasilan tenaga pengajar. Kelompok responden dengan masa kerja di atas 10 tahun memang merupakan kelompok yang hidupnya sudah mapan, sehingga tanggapan yang diberikan sebagian besar positif."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T20636
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Parus
"Pendidikan menengah diselenggarakan untuk melanjutkan dan meluaskan pendidikan dasar (SD dan SMP), menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan dan keterampilan untuk mengadakan hubungan-timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar, serta dapat mengembangkan kemampuan lebih-lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi. Pendidikan menengah di bawah pengelolaan Departemen Pendidikan Nasional adalah pendidikan umum dengan jenis Sekolah Menengah Umum/ SMU, dan pendidikan menengah kejuruan dengan jenis Sekolah Menegah Kejuruan/ SMK.
Pendidikan Menengah Kejuruan mengutamakan pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan pada bidang tertentu dan mempersiapkan siswa untuk memasuki dunia kerja serta mengembangkan kemapuan profesional siswa. Dikaitkan dengan sistem pendidikan, program kejuruan terbagi dalam enam kelompok yaitu Kelompok Teknologi dan Industri (STM), Pertanian (SPMA), Pariwisata (SMKK), Kesejahteraan Masyarakat (SMPS), Bisnis dan Manajemen (SMEA), Seni dan Kerajinan (SMIK/SMKI). Dari enam kelompok tersebut terdapat 21 bidang keahlian yang terdiri atas 89 program keahlian (program studi). Pada saat kegiatan belajar-mengajar (KBM) berlangsung dan setelah siswa terjun ke dunia kerja SMK telah memanfaatkan sumber daya alam dan potensial mencemari lingkungan.. Untuk memenuhi tuntutan global akan tenaga kerja yang kompeten dan berwawasan lingkungan maka Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan bekerja sama dengan Swisscontact membuat Konsep Pendidikan Lingkungan hidup pada SMK.
Berdasarkan Konsep Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) pada Sekolah Menengah Kejuruan (1996) organisasi pelaksanan pengelola PLH pada Pendidikan Menengah Kejuruan (PMK) adalah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, Pusat Pengembangan PLH untuk SMK, Pusat Pengembangan Penataran Guru (PPPG) lingkup kejuruan, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi, dan SMK. Konsep ini dibuat agar pengelola PMK dapat melaksanakan perannya untuk mendukung pelaksanaan PLH di SMK. Sedangkan SMK diharapkan menyusun dan melaksanakan program PLH yang terintegrasi pada kegiatan kurikulum dan ekstrakurikuler, melaksanakan dan mengembangkan sekolah berbudaya lingkungan, serta menyusun dan menyampaikan laporan pelaksanaan PLH di sekolahnya.
Hasil monitoring dan evaluasi oleh Dikmenjur tahun 1997-2001 menunjukkan: (a) kurang kesadaran, pengetahuan dan keterampilan siswa sebagai cerminan perilaku siswa yang rasional dan bertanggung jawab terhadap lingkungan hidup; (b) tamatan SMK belum mempunyai sikap profesional sesuai tuntutan pembangunan berwawasan lingkungan. Kedua hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan PLH di SMK tidak optimal sehingga tujuan PLH pada SMK tidak tercapai. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti mengambil judul Optimalisasi Pengelolaan PLH pada Pendidikan Menengah kejurauan (Studi Kasus : Kelompok Teknologi dan Industri pada SMK Negeri Jakarta).
Dalam proses tidak tercapainya tujuan tersebut di atas, peneliti membatasi permasalahan dan sekaligus mengasumsikan bahwa : (a) peranan stakeholder PMK dalam upaya pelaksanaan PLH di SMK negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal; (b) Peranan pengelola dan cara/pola pelaksanaan program PLH di SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta belum optimal. (c) Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. (d) Pencapaian pola pelaksanaan program PLH yang optimal di SMK kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta dapat dibuat melalui pelibatan seluruh stakeholder PMK, dan menerapkan manajemen pengelolaan lingkungan dan pencapaian kinerja PLH.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Hal ini mengingat data yang dikumpulkan relatif terbatas dari jumlah kasus yang relatif besar jumlahnya. Populasi sekolah negeri kelompok teknologi dan industri di Jakarta berjumlah 12 SMK. Penentuan sampel sekolah dengan cara purpose sampling sejumlah 6 SMK (50%). Sedangkan penentuan sampel warga sekolah dilakukan dengan cara stratified random sampling yakni dengan cara diundi. Responden terdiri dari 6 (enam) orang kepala sekolah, 33 guru, dan 226 siswa (5% dari 4490 jumlah keseluruhan siswa). Di samping itu 6 (enam) respoden dari stakeholder PMK ditetapkan sebagai key informan yaitu masing-masing 1 orang dari Direktorat PMK, Pusbang PLH, PPPG Teknologi Malang, Balai Penataran Guru, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, dan Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta.
Instrumen penelitian yang digunakan adalah observasi, kuesioner, diskusi dan wawancara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa peranan stakeholder PMK maupun SMK sebagai pelaksana PLH belum optimal. Hal ini dibuktikan :
1. Kurangnya komitmen, koordinasi, dan evaluasi stakeholder PMK terhadap pelaksanaan program PLH secara terus-menerus (kontinyu), belum adanya tim dan program PLH pada Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, Balai Penataran Guru, dan Dinas Pendidikan Kotamadya DKI Jakarta.
2. Pada SMK bahwa : (a) dari 6 (enam) kepala sekolah yang telah menyusun program kerja PLH, belum satu pun yang membuat kerangka kerja dan peniaian keberhasilan pelaksanaan PLH di sekolah; (b) dari 33 responden guru baru 7 orang (21,21%) yang pernah mengikuti pelatihan PLH. Dengan kondisi seperti itu, kemampuan mengajar guru dalam tranformasi materi L-I menjadi faktor penghambat dan sekaligus mempengaruhi kemampuan mengajar dan pengusaan materi LH yang diajarkan. Selain itu panduan/ Cara pengintegrasian materi lingkungan hidup ke dalam materi bidang keahiian menjadi kendala akibat keterbatasan SDM tenaga pengajar.
3. Pengetahuan, sikap dan keterampilan siswa SMK Negeri kelompok teknologi dan industri di DKI Jakarta setelah memperoleh PLH belum optimal. 54,16% responden menyatakan bahwa pengetahuan lingkungan hidup lebih banyak diperoleh dari luar sekolah, 35,84% diperoleh di sekolah. Sedangkan bentuk dan sifat pengetahuan lingkungan mencakup pola bersih (34,51%), pengetahuan umum (29, 65%), dan perilaku peduli terhadap lingkungan (17,70). Sikap dan keterampilan siswa terhadap pengelolaan limbah hasil praktikum menunjukkan rata-rata sedang (53,54%) artinya bahwa hasil praktikum dibuang langsung pada saluran pembuangan, kategori tinggi ( 38,94 %) memiliki arti bahwa limbah hasil praktikum dibuang pada wadah yang sudah disediakan, kategori rendah (7,97%) memiliki arti bahwa limbah tidak di kelola. 79,65% siswa juga menyatakan bahwa pelaksanaan PLH di sekolah belum memadai dan tidak efektif, sedangkan 20,35% menyatakan efektif.
4. Dalam mencapai optimalisasi pengelolaan PLH di SMK Negeri kelompok teknotogi dan industri Jakarta . dapat dilakukan melalui pelibatan stakeholder PMK dan melaksanakan peranannya masing-masing. sedangkan SMK dapat meningkatkan pelaksanaan PLH melalui: (a) penerapan manajemen lingkungan (Plan, do, check, dan action); (b) pencapaian kinerja PLH yang meliputi integrasi materi lingkungan pada kegiatan kurikuler dan ekstrakurikuler, penampilan sekolah, sikap dan perilaku yang baik seluruh warga sekolah terhadap lingkungan hidup.
E. Daftar Kepustakaan : 23 (1982-200)

Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programms at The Public Vocational High Schools in Jakarta)The purpose of secondary education is to continue and expand the basic education of primary school and junior secondary school, to develop the students ability as members of the society to interact with social, men-made, and natural environment, to develop the students knowledge to continue their studies to higher levels of education. The secondary education managed by the Ministry of National Education consisting the general secondary education namely the general high school (SMU) and the vocational secondary education or the vocational high school (SMK).
Vocational high school provides priority to expanding specific occupational skills and emphasizes on the preparation of students to enter the workforce and expanding their professional attitude. As explained in the education system, vocational program is devided into six groups, i.e Technology and Industry, Agriculture and Forestry, Tourism, Community Welfare, Business and Management, and Art and Handicraft. Based on the six groups there are 21 streams consisting of 89 study programs. During the activities in the classroom and in the workplaces, the schools have included in natural resources utilization also its potential in contaminating or polluting to environment. To employ with the global needs of workers with a competence including their environment outlook, the Directorat of Technology Vocational Education in collaboration with the Swisscontact have prepared the Concept of Environmental Education for The Vocational High School.
Based on The Concept of Environmental Education (EE Concept) at The Vocational High School (1996), the stakeholders are The Directorat of Technology Vocational Education (DTVE), Vocational Education Development Center (VEDC) Malang as The Development Center of EE, 6 Vocational Teacher Upgrading Centers, Ministry of National Education of DKI Jakarta, and The Vocational High School (SMK). The Concept of EE was made in order to enable the stakeholders to support the implementation of EE at The Vocational High School. The school is expected to arrange and to carry out the EE programs integrated in the activities of curriculum and extracurriculum, to conduct and develop an environmental-cultured school, and also to arrange and submit the report of EE implementation. The Monitoring and Evaluation by DIVE in 1997 - 2001 proves that the implementation of EE at SMK was not optimal so that to purposes are not reached, such as : (a) the students lack of awareness, EE outlook, and skills as reflections of their rational and responsible behavior towards environment, (b) the graduates from SMK don't have profesional attitude yet, demande by environmental development. Therefor, the writer took the title : Optimizing of Environmental Education Management in Vocational Secondary Education (Case Study : Technology and Industrial Programs at The Public Vocational High Schools in Jakarta).
Because the purposes are not reached, the writer make some limits of the problems and assumptions : (a) the role of SMK stakeholders in the effort of EE implementation at SMK (technology and industrial program) is not optimal yet; (b) the role of managers and the methods of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta is not optimal yet; (c) Knowledge, attitude and skills of the students after learning about EE is not optimal yet; (d) the optimal reaching of EE implementation at SMK (technology and industrial program) in DKI Jakarta could be attained by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education, application of environmental management, and EE performance achievement.
The method used in this research is survey method, due to limited data from relatively large amount of cases. The Population of Public Vocational High School (technology and industrial program) in DKI Jakarta are 12 school. The method of determining the sample is purpose sampling, that is six SMK (50%). The members of school sampling done by stratified random sampling. The respondents are 5 principals, 33 teachers, and 226 students (5% out of 4490 (total number of students)). Besides, there are 6 key informants from the SMK stakeholders : 1 person from DIVE, Development Cenyer of EE, VEDC Malang, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, Dinas Pendidikan Propinsi DKI Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta. The research instruments are observation, questionairs, discussions, and interview.
The result of study proves that the implementation of EE at SMK done by stakeholder of Vocational Secondary Education and the schools are not optimal. The proofs are :
1. The stakeholders show a lack of commitment, coordination and evaluation in conducting EE program continuosly. Besides, Dinas Pendidikan Propinsi DIU Jakarta, Regional Teacher Training Center (BPG) Jakarta, and Dinas Pendidikan Kotamadya Jakarta have no EE team and no EE program.
2. SMK shows that : (a) among 6 principals which have made the EE operational program, no one makes work framework and assesment of EE achievment; (b) only 7 teachers (21,21%) out of 33 teachers who teach EE had been through EE training. in this condition, the ability of teachers in transforming the knowledge of environment becomes an obstacle and also influences their teching-learning and mastering the subject materials. Besides, the guidelines of integrating environment knowledge materials to the special skill materils are costraint by the lack of human resources.
3. The knowledge, attitude, and skills of SMK (technology and industrial students.program) , after having EE, are not optimal. 64,16% respondents said that they knew more about environment from society activities, 35,84% at school activity. However the knowledge consist of sanitation (34,51%), general idea about environment (29,65%) and attitude towards environment (17,70%). The attitude and skills of the students about waste management of laboratory work is fare (53,54%), that means that the waste of laboratory work damp to the sewage, the high category (38,94%) that means that the waste of laboratory work throw on garbage cane, the lower category (7,97%) that means that the waste doesn't managed. 79,65% the Students explained that the implementation of EE isn't optimal and ineffective, but 20,35% state effective.
4. In reaching of the optimizing of managing EE at the Public Vocational High Schools (technology and industrial program) can be done by participation of all stakeholders of Vocational Secondary Education. The schools can improve the. conduct of EE through : (a) application of Environment Management (plan, do, check, action); (b) EE performance achievement including integration of the environment material to intra curriculum and extracurriculum activities, school appearance, and good behavior and attitude of all members of the school toward their environment.
E. Number of References 23 (1928-2040)"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11111
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A.P. Widiastuti
"Pendidikan mempunyai peranan yang penting dalam peningkatan kuaiilas sumber daya manusia. Pendidikan dapat mempengaruhi secara penuh pertumbuhan ekonomi suatu negara. Negara yang memiliki penduduk dengan tingkat pendidikan yang tinggi akan mempunyai tingkat pertumbuhan ekonomi yang pesat pula. Oleh karena itulah pendidikan merupakan nvestasi dalam sumber daya manusia yang sangat penting.
Di negara kita selama ini pendidikan tidak pernah dianggap sebagai suatu masalah yang kuat, seperti masalah ekonomi dan politik yang mampu mempengaruhi banyak hal. Akibatnya alokasi dana pemerinlah untuk anggaran pendidikan relatif tidak besar. Untuk tahun 2001 misalnva, alokasi dana APBN untuk sektor pendidikan hanyalah Rp 2,8 triliun. Dari keseluruhan jumlah anggaran tersebut separuh lebih (Rp 5,4 triliun) digunakan untuk belanja rutin dan sisanya untuk belanja pembangunan. Dana yang kecil ini, terutama untuk belanja rutin, diperuntukkan hanya unluk membayar gaji guru yang jumlahnya sangat besar dan tersebar di seluruh Indonesia. Maka dapat dibayangkan berapa besar dana yang diperuntukkan bagi pembiayaan sarana dan prasarana pendidikan di setiap sekolah.
Di era otonomi dan desentralisasi saat ini, melalui PP No. 105 tahun 2000, telah menggariskan perlunya Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mengetahui besarnya biaya dari kegiatan-kegiatan pelayanan yang akan dilakukannya (termasuk biaya di bidang pendidikan). Pengetahuan ini merupakan langkah awal untuk Pemda agar dapat menyusun anggaran kinerja, sebagaimana yang oleh PP tersebut dikatakan mesti disusun oeh Pemda. Oleh karena itu, tesis ini mencoba melakukan perhitungan terhadap biaya penyelenegaraan pendidikan melalui perhitungan terhadap total dan unit cost kegiatan pendidikan. Selain itu penelitian ini mencoba untuk menghitung besarnya subsidi pendidikan yang layak diberikan ke suatu sekolah berdasarkan hasil perhitungan total dan unit cost tersebut.
Karena keterbatasan waktu dan biaya, maka penelitian ini dibuat sebagai suatu studi kasus yang memfokuskan kajiannya pada sekolah menengah kejuruan (SMK), dengan mengambil sampel SMKN 10 dan SMK Cahaya Sakti di Jakarta. Sedangkan keseluruhan informasi yang dijadikan sandaran penelitian ini adalah selama tahun kalender 2001 (mulai bulan Januari sampai Desember 2001).
Untuk melakukan perhitungan total dan unit cost banyak sekali metode yang dapat digunakan. Penelitian ini menggunakan 2 metode yaitu metode double distribution untuk SMKN 10 Jakarta dan metode tradisional untuk SMK Cahaya Sakti Jakarta.
Dari hasil penelitian ini dengan metode tersebut di atas, maka didapatkan-bahwa total cost penyelenggaraan pendidikan di SMK membutuhkan dana besar. Unit cost di SMK yang dijadikan sampel dalam penelitian ini iuga sangat besar jumlahnya. Sementara di sisi lain penermaan yang didapatkan SMK tidak sebanding dengan pengeluaran yang harus dikeluarkan sekolah untuk membiayai kegiatan pendidikannya. Sehingga SMK selalu mempunyai masalah defisit pada keuangannya. Hal ini sangatlah mengganggu kelancaran proses pengajaran di SMK.
Untuk itulah maka subsidi pemerintah untuk SMK sangat dibutuhkan. Tetapi seperti telah diketahui bersama, alokasi dana pemerintah untuk sektor pendidikan tidaklah besar. Oleh karena itu subsidi yang seharusnya diberikan pemerintahpun sangatlah terbatas. Padahal SMK membutuhkan dana yang tidak sedikit terutama untuk melakukan kegiatan praktek bagi siswa/i-nya. Bagi SMK negeri maupun swasta yang dijadikan sampel penelitian ini, subsidi mutlak diperlukan. Tetapi sampai saat ini, baru SMK negeri saja yang mendapatkan prioritas bantuan dari pemerintah. Sedangkan SMK swasta lebih banyak mencari jalan keluar sendiri untuk memecahkan masalah ini. Disini terjadi ketimpangan yang men}buat SMK swasta merasa dianaktirikan oleh pemerintah. Padahal bagaimanapun juga keterlibatan swasta dalam menyediakan pendidikan di negara kita sangat dibutuhkan dan sangat memberikan kontribusi yang besar. Jadi sebaiknya pemerintah harus lebih arif dalam memberikan perhatiannya (terutama masalah pembagian dana bantuan) kepada SMK negeri maupun kepada SMK swasta."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T9919
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
A. Zamili
"Musibah krisis yang melanda beberapa negara di belahan dunia termasuk Indonesia pada akhir dekade 1998 hingga sekarang merupakan salah satu penyebab mundurnya perekonomian. Dengan melemahnya perekonomian masyarakat, maka kemampuan dunia industri untuk memproduksi barang kebutuhan masyarakat semakin rendah termasuk di sektor pendidikan.
Keterbatasan kemampuan pemerintah menyelenggarakan pendidikan dan ditambah lagi dengan terpuruknya ekonomi masyarakat yang berakibat pada lemahnya kemampuan untuk membiayai pendidikan anggota keluarganya, maka efisiensi di bidang pendidikan merupakan pokok bahasan yang penting untuk dikaji. Meskipun keterbatasan daya dan dana, melaksanakan efisiensi pendidikan tidak harus mengorbankan kualitas pendidikan, kualitas yang telah dicapai harus dipertahankan, di samping itu upaya meningkatkan kualitas tidak boleh surut. Salah satu pertanyaan penting berkaitan dengan upaya rneningkatkan efisiensi sistem pendidikan adalah, sejauh mana tingkat efisiensi internal SMK-KBM di kotamadya Jakarta Timur (Jakarta Timur Dua). Tujuan penelitian yang dilakukan adalah untuk mengungkap besamya biaya perseorangan yang harus ditanggung oleh peserta didik dan biaya sosial yang harus ditanggung oleh masyarakat. Di samping itu, untuk mengukur tingkat efektivitas dan tingkat efisiensi internal program pendidikan SMK-KBM di wilayah Kotamadya Jakarta Timur (Jakarta Timur Dua).
Populasi penelitian ini adalah siswa SMK-KBM dengan berbagai jenjang akreditasi (Negeri, Disamakan, dan Diakui. Sampel penelitian sebesar 400 siswa yang terdiri dari tiga program studi yaitu Akuntansi, Sekretaris, dan Manajemen Bisnis yang tengah duduk di kelas satu, dua dan tiga. Pengambilan sampel dilaksanakan dengan menggunakan teknik Strata fied Proporsional Random Sampling. Untuk mengungkap besarnya biaya digunakan tiga instrumen berupa kuesioner yaitu untuk sekolah, untuk kepala sekolah guru dan staf, dan untuk siswa. Masing-masing instrumen sebelumnya telah diujicobakan dan memenuhi syarat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik parametrik : Uji Normalitas data, Anova Single Factor, Anova Two Factor With Replication dan statistik Nonparametrik untuk uji Homoginitas dan Korelasi.
Dari hasil perhitungan-perhitungan dan analisis didapatkan bahwa besarnya biaya perseorangan kelas satu lebih tinggi bila dibandingkan dengan biaya kelas dua dan kelas tiga. Kemudian jenis program studi tidak mempengaruhi biaya perseorangan. SMK-KBM status diakui lebih efektif dan efisien bila dibandingkan dengan SMK-KBM Negeri dan Disamakan."
2001
T10532
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nirmala Sitta
"Skripsi ini berjudul Tingkat Partisipasi Wanita Sebagai Tenaga Pengajar Dalam Dunia Pendidikan Tinggi di Jepang yang dibuat dibawah bimbingan Dr. Bachtiar Alam. Penulis tertarik mengambil judul ini karena melihat di Jepang wanita yang menjadi tenaga pengajar untuk tingkat perguruan tinggi apalagi yang sampai mencapai gelar tinggi sangat sedikit dibandingkan dengan prianya, padahal sekarang ini pendidikan wanita boleh dibilang meningkat dibandingkan sebelumnya, saat ini wanita sudah banyak yang berpendidikan tinggi tapi mengapa wanita yang terjun sebagai tenaga pengajar khususnya yang menjadi pengajar tetap di universitas sangat sedikit, kalaupun mereka menjadi guru biasanya kebanyakan tenaga pengajar tidak tetap, dari situlah penulis bermaksud untuk meneliti apa faktor-faktor penyebab perbedaan itu. Data-data yang diperoleh didapat sebagian dari guru pembimbing dan sebagian lagi dari perpustakaan. Metode yang digunakan adalah metode kepustakaan.
Dari kajian yang dilakukan diketahui bahwa masih berlakunya diskriminasi gender yang berlaku dalam masyarakat Jepang yang secara tidak langsung diterapkan juga dalam praktek-praktek kebijaksanaan personalia di perguruan tinggi di Jepang contohnya dalam hal pengangkatan staff pengajar, selain itu wanita memang tidak dapat terus-menerus secara kontinu karena ada saat dimana dia harus berhenti bekerja untuk menikah dan mengasuh anak sehingga kalau dia harus mengikuti tahapan-tahapan untuk menjadi tenaga pengajar di universitas di Jepang sangatlah sulit apalagi sampai ke jenjang yang tinggi. Bidang - bidang pekerjaan yang dapat dimasuki oleh wanita setelah dia lulus program Master dan program Doktor memang terbatas. Lalu dikaitkan dengan ideologi gender yang berlaku di Jepang yaitu Ryosai Kenbo sangat mempengaruhi posisi wanita dalam keluarga dan masyarakat yang berhubungan dengan faktor-faktor penyebab kurangnya partisipasi wanita sebagai tenaga pengajar di perguruan tinggi di Jepang. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna tapi semoga penulisan ini dapat berguna bagi Para pembaca."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S13755
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Riyadi Santoso
"Studi kasus ini dilatarbelakangi oleh dimulainya pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan dasar dan menengah sejak awal 2001 pada kabupaten dan kota di Indonesia. Berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia (SDM), ternyata sektor pendidikan amat strategis dan fundamental sehingga memerlukan komitmen pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mewujudkan peningkatannya. Data dan fakta berbicara bahwa SDM Indonesia berdasarkan Laporan HDI - UNDP (1999) masih terpuruk pada urutan ke 105, sedangkan indeks tingkat pendidikan masih tergolong rendah yaitu 0,77% dibandingkan dengan dengan Philipina (0,99); Thailand (0,81) dan Vietnam (0,81). Dengan pelaksanaan kebijakan desentralisasi pendidikan, sebenarnya merupakan momentum peluang dan tantangan daerah, yang sangat diharapkan bahwa kondisi pengelolaan pendidikan akan semakin membaik, partisipatif, demokratis dan bertanggungjawab kepada masyarakatnya.
Salah satu permasalahan krusial dalam sektor pendidikan adalah masalah anggaran atau pembiayaan pendidikan, baik secara nasional yang dialokasikan dalam APBN maupun secara daerah dalam APBDnya, yang merupakan wujud nyata komitmen pembiayaan pendidikan oleh pemerintah pusat maupun daerah (kabupaten dan kota). Oleh karena itu perlu dicermati dan dianalisis seberapa besar wujud nyata komitmen dimaksud, apalagi sejak pelaksanaan desentralisasi tahun 2001. Perlu diketahui mengenai kondisi pembiayaan baik pada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, kabupaten dan kota Bekasi. Disamping itu bagaimana kondisi anggaran sekolah untuk mengetahui pembiayaan per siswa, dan mengenai kondisi kesiapan daerah kasus dalam pembiayaan sektor pendidikanya.
Studi ini sengaja mengambil kasus daerah kabupaten Bekasi dan kota Bekasi dengan berbagai pertimbangan teknis dan non teknis, juga mengingat posisi dan karakteristiknya. Untuk itu pula dengan segenap keterbatasan, penelitian ini hanya mengambil sampel secara purposive sampling, yaitu sebanyak 24 sekolah untuk kabupaten dan kota dengan jenjang SD, SLTP dan SMU berstatus negeri dan swasta. Pengambilan data sekolah sampel tersebut diperlukan untuk dasar analisis mikro, yaitu menemukan biaya rata-rata per siswa untuk periode tahun 1999 - 2002 berdasarkan pendekatan budgeter (APBS). Sedangkan data untuk memperkuat analisis makro, berupa data APBN dan APBD serta PDB dan PDRB untuk daerah kasus. Cross-check data dengan berbagai data statistik daerah dan nasional juga ditempuh sesuai dengan kebutuhan studi.
Berdasarkan tinjauan teoritis semakin menyakinkan bahwa pendidikan merupakan bidang garap analisis kebijakan publik yang bersifat lintas disiplin. Disamping itu pendidikan merupakan persoalan kebutuhan pokok (dasar) yang berarti pula termasuk kajian ekonomi pembangunan ataupun ekonomi publik, dan oleh karenanya pendidikan memerlukan campur tangan pemerintah agar tidak terjadi kegagalan pasar (market failure). Diketahui pula bahwa pembiayaan pendidikan merupakan suatu kajian penting dalam bidang ekonomi pendidikan.
Hasil studi analisis ini menggambarkan bahwa kondisi pembiayaan pendidikan pada kedua daerah kasus (kabupaten Bekasi dan kota Bekasi) telah ada antisipasi dan komitmen alokasi anggaran sektor pendidikan terhadap total APBDnya (> 20%), terutama diperkuat alokasi anggaran rutin, kab. 36 % - 43 % dan kota 32 % - 42 %. Kota Bekasi nampak lebih dinamis dalam perkembangan alokasi anggaran baik rutin maupun pembangunan. Namun untuk alokasi anggaran pembangunan pada kedua daerah dimaksud masih timpang dibanding alokasi rutinnya. Sedangkan dilihat dari kontribusi pembiayaan sektor pendidikan terhadap PDRBnya, untuk kedua daerah tersebut masih di bawah 1 %.
Selanjutnya hasil analisis data APBN dan PDB Indonesia selama periode 1999-2002, menunjukkan bahwa secara keseluruhan alokasi pembiayaan pendidikan masih konservatif terhadap total APBN, apalagi yang terjadi pada alokasi anggaran rutin yang menurun hingga 1,88 % (2002). Sedangkan untuk alokasi anggaran pembangunan kondisinya membaik hingga 30 % (2002), namun karena kecilnya porsi anggaran pembangunan terhadap total APBN menjadikan besaran anggaran pembangunan menjadi kurang memadai. Penyediaan anggaran sektor pendidikan untuk periode 2001-2002 terhadap total APBN sebesar 4,42 % dan 5,87 %. Apabila diperhatikan terhadap besaran PDB maka rata-rata hanya 1,13 %. Dibalik itu kondisi APBN sedang mengaiami berbagai kendala dan dilemma yang kompleks, termasuk beban defisit dan cicilan utang.
Hasil perhitungan pendekatan mikro menunjukkan bahwa biaya rata-rata per siswa untuk Kota Bekasi dibanding dengan Kabupaten Bekasi secara umum lebih mahal, rata-rata biaya di kota, SDN Rp.467 ribu sedangkan di kabupaten Rp. 387 ribu per tahun.
Namun biaya rata-rata per siswa SLTPN di Kabupaten nampak sedikit lebih mahal dibanding SLTPN di Kota Bekasi dan juga terhadap SLTPSnya. Diketahui pula bahwa biaya rata-rata per siswa SMUN Rp. 786 ribu dan SMUS Rp. 887 ribu di kabupaten masih lebih murah dibanding SMU di Kota SMUN Rp.981 ribu dan SMUS Rp.923 ribu. Selanjutnya perhitungan alokasi APBS berdasarkan unsur-unsur biaya didapatkan bahwa pengeluaran untuk gaji menyedot pembiayaaan 60-80%; kesejahteraan 10 %; PBM 6 -12 %, dan sisanya terbagi untuk TUS, SPS, adm, data dan PTE yang rata-rata kurang dari 5 %.
Mengenai kondisi kesiapan pembiayaan daerah yang terjadi pada kedua daerah nampak telah ada antisipasi dan komitmen atas pelaksanaan desentralisasi pendidikan. Hal itu terbukti pada besaran alokasi anggaran sektor pendidikan terhadap total APBDnya maupun dalam alokasi anggaran rutinnya yang nampak cukup besar (35,61 % - 43,35 %). Sedangkan pada alokasi anggaran pembangunan komitmen yang tinggi untuk menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas strategis masih nampak kurang terjadi. Diantara kedua daerah kasus, Kota Bekasi nampak lebih maju dalam perkembangan alokasi pembiayaan baik pada rutin maupun pembangunan, yang ditunjukkan dalam derajat yang selalu meningkat. Sedangkan kabupaten juga meningkat namun fluktuatif perkembangan pembiayaannya, yang di tahun 2001 mencapai 13,32 %, pada tahun 2002 turun menjadi 9,77 %."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T8014
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melia Fauziah
"Pendidikan di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari amanat Undang-Undang Dasar 1945 yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Pemerintah menyelenggarakan satu sistem pengajaran (pendidikan) nasional yang diatur dalam Undang-undang No. 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang dalam konsiderailnya menyebutkan: "bahwa pembangunan nasional di bidang pendidikan adalah upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia serta memungkinkan para warganya untuk mengembangkan diri."
Fokus pembahasan dalam tulisan ini dimaksudkan untuk mempeiajari, menganalisa, dan mengevaluasi aspek ekonomi terhadap tenaga kerja terampil dari sekolah menengah kejuruan, dimana sekarang ini memiliki jumlah yang semakin banyak seiring dengan tumbuhnya industri-industri di Indonesia. Kualitas sekolah kejuruan dapat diukur dari prestasi akademis, tetapi yang lebih penting harus dinilai dari segi ketrampilan kejuruan dan relevansinya dengan dunia usaha.
Penelitian dilakukan terhadap lulusan Sekolah Menengah Kejuruan bidang ekonomi yang langsung bekerja, dimana ketrampilan mereka paling banyak diperlukan dalam administrasi perkantoran. Sebagai pembandingnya kami juga meneliti lulusan Sekolah Menengah Umum yang juga langsung bekerja, apakah ada persamaan atau perbedaannya.
Aspek yang dibahas meliputi aspek lamanya waktu yang diperlukan dalam memperoleh pekerjaan pertamanya setelah Iulus dari sekolah menengah, berapa besar penghasilan pertamanya, berapa lama mereka bekerja di tempat yang sekarang ini, dan berapa besar penghasilannya sampai sekarang ini. Jadi upah yang diperoleh sekarang ini bagi para lulusan sekolah menengah tersebut menjadi dasar penelitian ini, untuk mengukur hasil yang dicapai oleh pendidikan menengah ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2002
T1818
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Samidjo
"Penelitian ini bertujuan untuk menemukan ciri-ciri kepala sekolah pada sekolah menengah kejuruan yang efektif ,yaitu kepala SMK Merapi dan SMK Merbabu. Penelitian ini menyimpulkan bahwa kepala SMK Merbabu menunjukkan ciri menonjol (punjul ing a papak,mrojol ing a kerep) sedangkan kepala SMK Merapi menunjukkan ciri yang pertama diantara yang sama'Primus interpares'..."
[Place of publication not identified]: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ernilawati M. Saleh
"Target pencegahan tentang HIV/AIDS mendapatkan tingkat pengetahuan remaja meningkat. Akan tetapi remaja belum sepenuhnya rnelaksanakan apa yang mereka ketahui tentang HIV/AIDS sehingga kasus HIV/AIDS pada remaja setiap tahun terus meningkat (UNAIDS, 2005). Saat ini pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS melalui pendidikan seks yang efektif sangat penting untuk pengendalian dan pencegahan HIV/AIDS.
Penelitian tentang "Tingkat Pengetahuan Remaja tentang HIV/AIDS di SMK Amaliyah Srengseng Sawah Jakarta Selatan" bertujuan untuk mendapatkan gambaran tingkat pengetahuan remaja tentang HIV/AIDS.
Metode yang digunakan adalah deskriptif sederhana, dengan jumlah sampel sebanyak 68 yang diperoleh melalui metode simple random sampling. Penelitian ini dilakukan pada remaja SMK Amaliyah dengan usia 14-20 tahun siswa yang duduk di kelas I, II dan III. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan metode distribusi frekuensi dengan ukuran presentase atau proporsi.
Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa remaja SMK Amaliyah sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan sedang (63,2%). Sumber informasi paling banyak diperoleh responden mengenai HIV/AIDS dari televisi dibandingkan dari sumber lain."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2007
TA5305
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>