Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 86956 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Shinta D.Y. Rotty
"Keberadaan anomali IPO menarik untuk diteliti karena latar belakang timbulnya anomali tersebut sampai saat ini belum menghasilkan satu konsensus tertentu yang dapat dijadikan kesimpulan utama. Pada saat teori-teori yang berdasarkan economic equilibrium ada, anomali kinerja jangka panjang yang buruk dan siklus pasar `hot' dan `cold' belum banyak disinggung. Tetapi seiring dengan berjalannya waktu, beberapa model dapat digunakan untuk menganalisa anomali tersebut seperti survival hypothesis dengan WIPO model, overreaction hypothesis, dan price support. Ada 3 anomali IPO yang sangat terkenal yaitu return jangka pendek yang positif yang dikenal dengan underpricing, kinerja jangka panjang saham yang buruk, dan siklus pasar `hot' dan `cold'.
Penelitian empiris tentang anomali dan faktor-faktor yang mempengaruhinya telah banyak dilakukan tidak hanya di pasar internasional tetapi juga di pasar Indonesia. Namun demikian, informasi yang diperoleh dari penelitian ini dapat melengkapi penelitian sebelumnya. Penggunaan data terbaru, penggunaan beberapa model dalam analisa, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi anomali, dan yang paling panting adanya periode pengamatan yang berbeda yaitu sebelum dan selama krisis adalah beberapa aspek perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya.
Pada bulan Juli 1997, Indonesia mengalami peristiwa yang membawa perubahan mendasar dalam kehidupan berbangsa yaitu dimulainya krisis moneter yang Dada akhirnya meluas menjadi krisis multidimensi. Terdepresiasinya mata uang Rupiah terhadap mata uang US Dollar telah menyebabkan pasar modal terpuruk. Sebagian besar investor asing yang merupakan pemain dominan melakukan aksi jual dan melarikan dananya ke pasar uang bahkan ke luar Indonesia yang disebabkan tingginya resiko dan ketidakpastian berusaha. Karakteristik pasar modal sebelum krisis yang diwarnai oleh besarnya jumlah investor asing, rendahnya nilai transaksi, kecilnya kapitalisasi pasar, dan rendahnya jumlah emiten sedikit banyak telah menyebabkan kejatuhan pasar di masa krisis. Dua kondisi pasar yang berbeda ini mendorong timbulnya penelitian ini.
Penelitian dilakukan atas perusahaan go public di Bursa Efek Jakarta pada periode Juli 1994-Juni 1998 dengan periode pengamatan yang berbeda yaitu sebelum krisis (Juli 1994-Juni 1997) dan selama krisis (Juli 1997-Juni 1998). Total perusahaan sampel sebanyak 91 emiten di mana 67 perusahaan melakukan IPO pada periode 1 (sebelum krisis) dan 24 perusahaan melakukan IPO pada periode 2 (selama krisis).
Rata-rata return jangka pendek yang diperoleh pada periode 1 dan 2 secara signifikan lebih besar dari 0 di mana pada periode 2, rata-rata (median) IR. yang diterima 10,89% (12,11 %) lebih besar dibandingkan periode 1 sebesar 6,57% (3,7%) karena tingkat risiko periode 2 yang lebih tinggi. Selain itu, pada periode-periode tertentu rata-rata IR saham IPO lebih tinggi dibandingkan rata-rata IR periode pengamatan. Keadaan ini menunjukkan bahwa perusahaan dapat menentukan kapan waktu terbaik untuk melakukan IPO (windows of opportunity).
Kinerja jangka paniang yang buruk terjadi selama tahun pertama setelah IPO. Bila dihubungkan dengan pasar `hot' dart `cold' maka pada tahun ketiga ada kecenderungan kinerja pasar `hot' Iebih buruk dari `cold'. Pada periode I dan 2, hubungan negatif antara IR dengan kinerja jangka panjang terjadi pada tahun ke-3 dan sekaligus mendukung overreaction hypothesis.
Faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing juga berbeda di antara periode tersebut. Pada periode 1, AGE, SIZE, dan FINZEV secara signifikan mempengaruhi underpricing. Hasil temuan ini mendukung overreaction hypothesis di mana investor yang sangat optimis akan kondisi perekonomian Indonesia juga optimis dalam melihat kinerja saham. Sedangkan pada periode 2, ALPHA, RRA, dan KURS dapat menjelaskan underpricing dan sekaligus mendukung signaling hypothesis karena pada periode ini perusahaan yang mempunyai fundamental kuat saja yang mampu menyerap dana dari masyarakat dengan memberikan tingkat diskon yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja yang buruk hanya dapat dideteksi pada periode I yaitu SIZE, AGE, ALPHA, dan IR. Periode yang dicirikan optimisme yang besar menyebabkan investor merespon positif kinerja saham dalam jangka panjang."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20567
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pangaribuan, Christian
"Efisiensi dalam pasar modal sangat diperlukan untuk menentukan nilai atau harga sebuah saham yang wajar dalam suatu waktu. Salah satu definisi efisiensi pasar modal telah dikemukakan oleh Fama (1970) dengan Hipotesa Pasar Efisien-nya (selanjutnya disingkat HPE). HPE melihat efisiensi pasar modal dari segi informasi yang mempengaruhi pergerakan harga saham dan membaginya menjadi 3 bentuk : bentuk lemah, bentuk setengah kuat dan bentuk kuat. Tesis ini hendak meneliti HPE Bentuk Lemah di Bursa Efek Jakarta (BED. Secara khusus penelitian difokuskan pada terdapat atau tidaknya pelanggaran asumsi-asumsi HPE Bentuk Lemah berupa anomali haddalam-seminggu atau day-of-the-week anomaly (disingkat DOTW) dalam tingkat imbal basil dan dalam tingkat volatilitas imbal hash dari Indeks Harga Saham Gabungan (MSG). Anomali DOTW ini berupa adanya pola imbal hash atau pola volatilitas imbal hash yang secara signifikan berbeda dari 0 pada hari-hari tertentu dalam rentang waktu yang cukup panjang. Penelitian akan dilakukan dalam 2 jendela observasi, yaitu periode Sebelum Krisis Ekonomi Dimulai (SEBKED, 1 Januari 1996 - 31 Juli 1997) dan periode Setelah Krisis Ekonomi Dimulai (SETKED, 1 September 1997 - 31 Desember 2001).
Terdapat 2 hipotesa yang menjadi dasar penelitian tesis ini, yaitu Hipotesa I Tidak terdapat anomali DOTW pads tingkat imbal hasil harian IHSG di periode SEBKED maupun SETKED setelah disesuaikan dengan tingkat risiko imbal hasilnya, dan Hipotesa 2 : Tidak terdapat anomali DOTW pads tingkat volatilitas imbal hasil harian IHSG di periode SEBKED maupun SETKED. Pengujian kedua tesis tersebut dilakukan dengan menggunakan 4 buah model dengan model regresi linier sebagai dasar untuk menggambarkan proses penciptaan data tingkat imbal hasil harian IHSG yang kemudian dikembangkan menjadi 3 variasi model GARCH untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, penyesuaian tingkat risiko pads estimasi tingkat imbal basil dan penggambaran proses penciptaan data dan tingkat volatilitas harian imbal basil IHSG. Hasiinya adalah tidak ditolaknya Hipotesa 1 untuk periode SEBKED maupun SETKED sedangkan Hipotesa 2 ditolak untuk periode SEBKED namun tidak ditolak untuk periode SETKED.
Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian diatas adalah : pertama, anomali DOTW pada tingkat imbal hasil harian IHSG menghilang ketika tingkat risiko dimasukkan dalam estimasi tingkat imbal basil yang berarti pentingnya faktor risiko dalam menentukan efisiensi bentuk lemah sebuah pasar modal. Kedua, adanya anomali DOTW pada tingkat volatilitas imbal hash harian IHSG periode SEBKED yang kemudian menghilang di periode SETKED. Ketiga, dengan melihat kesimpulan 1 dan 2 maka HPE Bentuk Lemah terbukti secara empiris di BEJ sehingga para pelaku pasar tidak mungkin mendapatkan imbal hasil abnormal dengan informasi yang berasal dari data historis harga saham."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Widyastuti
"Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa beta merupakan satusatunya faktor yang dapat menjelaskan average return saham. Penelitian empiris lainnya menyatakan bahwa beta tidak eukup, bahkan tidak dapat membantu menjelaskan return saham. Sebaliknya variabel yang tidak berkaitan dengan teori seperti market equity yang menyatakan ukuran perusahaan (Bann (1981), Reinganum (1981)), book to market equity ratio (Rosenberg, Reid and Lanstein (1985)), cash flow yield (James L. Davis (1994), Lakonishok (1991)) memiliki kekuatan menjelaskan return saham yang signifikan.
Beberapa penelitian tentang return saham dilakukan dengan menggunakan metode cross-section dalam analisisnya. Demikian juga dengan penelitian ini, yang menggunakan sampel terbatas pads perusahaan yang memiliki beta (risiko sistematik) positif dengan memakai periode pengamatan sebelum krisis (Januari 1995 aid Desember 1996) clan periode selama krisis (Januari I997 aid Desember 1999).
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari banyak penelitian yang berusaha menguji Capital Asset Pricing Model dan perluasan CAPM serta pengaruh variabel anomali terhadap average return saham. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beta, likuiditas, size, cash flow yield dan price to book value.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini ada tiga hal. Pertama, apakah variabel beta dan likuiditas mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis maupun selama krisis. Kedua, apakah pengaruh variabel-variabel firm size, price to book value, dan cash flow yield yang merupakan anomali, mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Ketiga, apakah variabel-variabel yang merupakan anomali dapat menggantikan beta dan likuiditas ataukah variabel-variabel tersebut hanya menambah kemampuan menjelaskan average return selain variabel beta clan likuiditas pada periode sebelum krisis dan selama krisis.
Penelitian empiris ini membuktikan kebenaran pengaruh beta dan relative bid-ask spread (sebagai proksi dari likuiditas) terhadap average return pada periode sebelum krisis maupun selama krisis menunjukkan basil yang sesuai dengan perluasan CAPM dan mampu menjawab hipotesis yang diajukan. Pengaruh variabel yang emrupakan anomali (size, price to book value dan cash flow yield) secara tunggal pada periode sebelum krisis menunjukkan basil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.Demikian juga pada periode selama krisis. Sedangkan untuk regresi berganda pada periode selama krisis menunjukkan terdapat sate variabel yang signifikan pada tingkat kepercayaan 10% yaitu price to book value.
Pada periode sebelum krisis perluasan CAPM memiliki kekuatan menjelaskan average return sebesar 0.166661. Sedangkan variabel anomali hanya mampu menjelaskan average return sebesar 0.122381, sehingga berdasarkan perbandingan besarnya nilai Adjusted R-square menunjukkan variabel anomali tidak mampu menggantikan standard CAPM dalam menjelaskan averag return. Variabel anomali hanya mampu menambah kemampuan CAPM dalam menjelaskan average return, hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan nilai Adjusted R-square yang memungkinkan kenaikan maupun penurunan.
Dari semua regresi secara tunggal maupun berganda berdasarkan besarnya nilai Durbin Watson terlihat bahwa tidak terdapat serial correlation karena nilai DW terletak antara du < DW < 2 dengan 2 < DW < 4-du. Sedangkan untuk uji asumsi homoskedasticity berdasarkan nilai probabilitas White Heteroscedasticity test menunjukkan basil yang diharapkan yaitu varians error dari semua variabel adalah konstan.
Penelitian ini terbatas pada perusahaan yang merniliki nilai beta (risisko sistematik) positif sehingga jumlah sampel sangat kecil yaitu 36 perusahaan. Untuk penelitian yang akan datang sampel dapat diperbanyak dengan memperpanjang periode pengamatan. Disarnping itu penelitian belum mencakup pertanyaan mengenai pengaruh variabel-variabel beta dan anomali terhadap average return pada jenis industri yang berbeda."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sitanggang, Jati Pingkir
"Pokok masalah tesis ini adalah untuk mengetahui sejauh mana para investor yang dikelompokkan menjadi investor domestik dan investor asing memilih dan membentuk portfolio saham di Bursa Efek Jakarta.
Memilih saham dan membentuk portfolio saham, sangat menentukan keberhasilan investor, karena tujuan utama investor adalah mencapai yang optimal. Membentuk portfolio optimal hanya mungkin terjadi bagi investor yang rasional dalam arti bahwa saham-saham yang dipilih harus berada pada batas efisien, diluar itu tidak akan optimal.
Saham-saham yang berada pada batas efisien adalah saham yang memberi pengembalian maximal pada resiko tertentu atau saham yang memberi pengembalian tertentu pada resiko minimal. Dalam praktek, adalah saham-saham yang memiliki rasio positip atas kelebihan pengembalian terhadap beta. Di Bursa Efek Jakarta saham yang demikian hanya ada pada 18 saham, dan saham-saham tersebut merupakan kandidat saham yang masuk pada portfolio optimal.
Setelah diadakan perhitungan untuk menentukan saham yang masuk dalam portfolio optimal, maka terdapat 4 saham perusahaan terdiri dari :
Cipendawa dengan proporsi dana sebesar 47,34 %
Hadtex dengan proporsi dana sebesar 22,70 %
Indorayon dengan proporsi dana sebesar 15,72 %
Hero Spr Market dengan proporsi dana sebesar 4,24%.
Pertanyaan berikutnya adalah apakah para investor terse-but dalam hal memilih saham memanfaatkan informasi sebelumnya dan pilihan mereka berada pada batas efisien untuk membentuk portfolio secara tepat?.
Hal ini dijawab dengan membandingkan saham-saham yang paling banyak dipilih oleh investor dengan saham yang menurut informasi sebelumnya mempunyai prospek baik. Sesuai dengan. pembedaan kelompok investor yaitu investor domestik dan kelompok asing, ditemukan bahwa hanya investor domestik yang nyata sekali memanfaatkannya.
Saham-saham yang paling banyak dipilih oleh kedua kelompok investor, baik investor domestik atau asing setelah diadakan pengujian statistik terbukti tidak berada pada batas efisien. Artinya bahwa para investor tersebut tidak mungkin membentuk suatu portfolio optimal sessuai dengan tujuan investor rasional.
Temuan terakhir dari studi ini adalah berkaitan dengan persamaan dan perbedaan kedua kelompok investor. Persamaanya terletak pada ketidak- berhasilan mereka membentuk suatu portfolio optimal. Perbedaannya adalah bahwa investor domestik memanfaatkan informasi sebelumnya tetapi investor asing tidak memanfaatkan informasi tersebut."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Pramudya
"Perkembangan pasar modal yang cukup pesat pada dewasa ini membuat semakin maraknya masyarakat berinvestasi di lantai bursa. Karena investasi surat berharga di pasar modal lebih banyak menjanjikan keuntungan yang besar dibandingkan dengan investasi di tempat lain. Pada sisi lain pasar modal merupakan sarana alternatif untuk mencari dana yang dibutuhkan oleh perusahaan untuk melakukan pengembangan usaha.
Dalam melakukan suatu investasi tentunya mempertimbangkan adanya ketidakpastian/resiko. Dengan adanya hal itu para investor mensyaratkan adanya suatu tingkat pengembalian minimum dari suatu investasi. Tingkat pengembalian minimum ini merupakan biaya dari dana yang ditempatkan pada proyek investasi. Model yang umum dan sederhana yang digunakan adalah CAPM. Karena CAPM mempertimbangkan hanya pada return pasar. Selain model CAPM, arbitrage pricing theory ( APT ) dapat juga digunakan untuk menentukan suatu tingkat pengennbalian minimum suatu proyek investasi. Model APT tidak hanya mempertimbangkan return pasar tetapi juga variabel makro ekonomi yang berpengaruh pula terhadap besarnya return dari suatu investasi.
Penelitian ini menerapkan model APT di BEJ, untuk menguji pengaruh latar makro ekonomi terhadap return saham sektoral dengan menggunakan model regresi. Pengamatan dilakukan secara bulanan dari Januari 1995 sampai dengan Juni 1997. Sampel yang digunakan adalah saham-saham yang tergabung secara sektoral menurut usaha sebagaimana dikelampokkan pada BEJ. Selain meneliti mengenai APT, dalam penelitian juga mengamati hubungan indeks saham sektoral dengan indeks gabungan dan indeks DMA, STS, NKI, FTL dan, HSH.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa return saham sektoral di BEJ dipengaruhi secara signifikan oleh faktor-faktor makro ekonomi yaitu inflasi, tingkat bunga, return pasar, dan nilai tukar rupiah terhadap US$. Penggunaan beta yang distandarisir memberikan, informasi mengenai masing-masing faktor tersebut memiliki pengaruh dominan terhadap return saham sektoral tertentu, hanya variabel nilai tukar rupiah terhadap US$ memiliki pengaruh yang tidak dominan kecuali di sektor pertambangan.
Penelitian ini juga melakukan regresi secara cross section untuk mengetahui pengaruh beta faktor terhadap return saham sektoral, ternyata hasilnya signifikan. Teori APT menyatakan bahwa intersep pada regresi cross section ini merupakan return yang bebas resiko. Adapun intersep yang diperoleh ternyata tidak berbeda jauh dengan tingkat bunga riil dari SBI.
Indeks saham sektoral selain dipengaruhi oleh indeks domestic juga dipengaruhi oleh beberapa indeks bursa dunia. Dengan memperhatikan beta standirisir ternyata pengaruh dari indeks internasional yang lebih dominan adalah indeks DJIA, HSH dan NKJ dibanding dengan FTL,HSH.
Studi ini juga menggunakan pendekatan kointegrasi untuk melihat pengaruh variasi dari variabel makro ekonomi terhadap return saham sektoral dan pengaruh variasi dari indeks dunia terhadap indeks saham sektoral baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang. Ternyata hanya return dan indeks saham sektor perdagangan yang memenuhi syarat dalam pengujian kointegrasi dengan menggunakan error correction model (ECM)."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Syaipudin
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji kebijakan pemerintah yang menjadi landasan hukum dilakukannya swastanisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ), bentuk organisasi pasca privatisasi, kinerja organisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan hubungan antara swastanisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) dengan perkembangan pasar modal di Indonesia. Di dalam penelitian ini penulis melakukan pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan studi lapangan. Metode penelitian ini menggunakan disain penelitian deskriptif dan analisa data menggunakan pendekatan kualitatif.
Sejak diaktifkan pada tahun 1977 sampai dengan tahun 1987 perkembangan Bursa Efek Jakarta (BEJ) tidak begitu menggembirakan, yaitu hanya 24 perusahaan yang melakukan emisi saham dengan nilai Rp 129,4 millar. Pengelolaan Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang dilakukan oleh Bapepam yang berfungsi rangkap sebagai pengawas juga pelaksana bursa, banyak dikeluhkan oleh investor.
Upaya swastanisasi Bursa Efek Jakarta (BEJ) ditandai dengan adanya Keppres No. 53 tahun 199o- dan Kep Menkeu No. 1548/1990. Pokok pikiran Keppres tersebut mengatakan bahwa, untuk menunjang perkembangan pasar modal, penyelenggaraan bursa efek dapat dipercayakan kepada pihak swasta, dengan tujuan untuk meningkatkan efisiensi pasar modal, baik secara teknis operasional maupun penyelenggaraan manajemennya.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa setelah 6 (enam) tahun pelaksanaan swastanisasi (privatisasi) Bursa Efek Jakarta (BEJ) perkembangan pasar modal cukup menggembirakan. Di tangan lembaga swasta ini, pengelolaan bursa dapat dilakukan secara profesional dan efisien, yang kemudian ditopang dengan lahirnmya Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, yang memberikan kepastian hukum kepada seluruh pelaku bursa, khususnya investor.
Bagi Bapepam sendiri swastanisasi ini penting untuk menghindarkan terjadinya conflict of interest sebagai pelaksana sekaligus pengawas pasar modal. Dengan hanya melakukan tugas pengawasan, Bapepam dapat melindungi kepentingan investor serta dapat mengawasi penawaran saham kepada masyarakat dengan memberikan informasi yang transparan, fair dan full disclosure."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Leola Dewiyani
"Secara rasional tujuan investor dalam melakukan investasi adalah untuk memperoleh keuntungan, dalam hal ini return. Karena investasi yang dilakukan mengandung unsur ketidakpastian maka, investor harus mempertimbangkan fakto-faktor risiko. Menurut CAPM satu-satunya risiko yang patut dipertimbangkan dalam menjelaskan return adalah beta (risiko sistimatik), dimana pengaruh beta terhadap return tersebut adalah positip. Tetapi dalam berbagai studi empiris di Amerika terjadi berbagai kontradiksi pada model CAPM di atas, yaitu ada beberapa kasus yang tidak dapat diterangkan oleh CAPM. Berbagai studi tersebut menemukan bahwa hubungan antara beta dan return saham adalah lemah. Selain itu, temyata terdapat faktor-faktor lain selain beta (size perusahaan, rasio market to book (MUSE) dan price earning ratio (PER)) yang mempengaruhi return saham. Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa selain beta, terdapat faktor-faktor lain yang dapat digunakan sebagai pengukur dari risiko saham.
Berkaitan dengan pengujian CAPM. maka tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa hubungan antara beta (risiko pasar), size (kapitalisasi pasar), market to book value (ME/BE) dan price earning ratio (PER) terhadap expected return saham di Bursa Efek Jakarta. Penelitian ini adalah yang pertama di Indonesia yang berusaha menyelidiki faktor faktor yang mempengaruhi expected return saham di Bursa Efek Jakarta. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh saham yang tercatat di Bursa Efek Jakarta mulai periode observasi Januari 1994 hingga Desember 1996. Data yang diambil dari populasi tersebut merupakan data sekunder yang dikumpulkan dari Bapepam dan Laporan Bursa Efek Jakarta. Pengambilan sampel dilakukan dengan memilih seratus perusahaan teraktif tiap tahunnya menurut volume perdagangan (shares) dan sampel tersebut dianalisa dengan menggunakan metode OLS.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa CAPM telah gagal dalam memprediksi expected return, karena beta yang seharusnya merupakan satu-satunya faktor yang dapat mengungkapkan return ternyata tidak dapat memperlihatkan 'powernya. Sebaliknya ditemukan dua variabel yang berhubungan dengan expected return yaitu size dan ME/BE. Secara keseluruhan (boo/ea) kedua variabel ini memberikan pengaruh negatip yang tidak linier (dalam logaritma) terhadap return. Akan tetapi secaru tahunan hanyo pengaruh yang diberikan oleh variabel size yang signifikan, sedangkan pengaruh yang diberikan oleh variabel ME/BE tidak konsisiten tiap tahunnya. Lebih jauh lagi hubungan antara size dan return secara tahunan dipengaruhi oleh kondisi pasar. Pada kondisi bearish, peningkatan size akan diikuti pula dengan peningkatan return, tetapi apabila kondisinya bullish, saham dengan size kecil akan mempunyai return yang lebih tinggi dibandingkan saham dengan size yang lebih besar. Hal ini konsisten dengan argumen yang menyatakan bahwa size merupakan proksi bagi risiko, karena pada kondisi bearish saham dengan size kecil (risiko tinggi) tentunya akan mengalami penurunan return yang lebih tinggi, sehingga actual return yang terjadi akan lebih rendah dibandingkan saham dengan size yang lebih besar. Sebaliknya pada kondisi bullish, saham yang mempunyai risiko tinggi akan mengalami peningkatan return yang tinggi, sehingga actual return yang dihasilkan akan tinggi pula. Sedangkan pengaruh price earning ratio terhadap return saham-saham di Bursa Efek Jakarta tidak berhasil ditemukan pada penelitian ini."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
M. Budi Widiyo Iryanto
"Pokok masalah penelitian ini ialah penetapan harga saham perdana di Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan hubungannya dengan laba per saham. Secara rasional pihak emiten menginginkan harga saham perdana tinggi, agar mendapatkan agio saham yang besar. Sisi lain, pihak investor menginginkan harga saham perdana yang rendah, agar mendapatkan tingkat pengembalian yang tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keeratan hubungan antara harga saham perdana dengan laba per saham; Dan untuk mengetahui apakah harga saham perdana perusahaan yang emisi sampai dengan tanggal 31 Juli 1994, baik ditinjau dari kelompok tahun emisi; penjamin emisi dam jenis industri dinilai terlalu tinggi atau terlalu rendah; Serta untuk mengetahui apakah dalam penetapan harga perdana, telah dikaji lebih dulu prospek dan resiko perusahaan.
Data diperoleh dari laporan keuangan yang disajikan dalam propektus terutama perkembangan modal sendiri, laba bersih dan kebijakan deviden. Disamping itu mencatat harga saham perdana dan perkembangan harga saham bulanan di BEJ selama lima bulan setelah listing. Metode pengambilan sampel digunakan metode populasi, yaitu seluruh perusahaan yang listing terakhir sampai 31 Juli 1994 di BEJ.
Ada dua model analisis yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu : Model 1 : Y=a+bX dimana Y = harga saham perdana dan X = laba per saham. Model 1 ini digunakan untuk menguji hipotesis 1 : Dalam penetapan harga saham per dana penjamin emisi mengkaji lebih dulu prospoek emiten. Model 2 : PER = f(pertumbuhan laba, deviden payout ratio, deviasi standar pertumbuhan laba). Model ini digunakan untuk menguji hipotesis 2 sampai dengan hipotesis 5.
Hasil penelitian ditemukan bahwa baik ditinjau seluruh emiten, menurut tahun emisi, penjamin emisi maupun industri, harga saham perdana mempunyai hubungan dengan laba per saham dengan tingkat keeratan berkisar antara sedang sampai sangat tinggi, namun hanya sebagian kecil yang mempunyai hubungan yang signifikan. Dengan menggunakan model 2 ternyata hanya sebagian kecil menurut tahun emisi, industri maupun penjamin emisi yang signifikan untuk memprediksi PER yang diharapkan dan sebagian besar menolak hipotesisi 2, 3 dan 4. Berdasarkan PER yang diharapkan tersebut ternyata bisa membuktikan bahwa sebagian besar harga saham perdana dinilai terlalu tinggi. Ini berarti hipotesis 5 diterima."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 1995
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sinaga, Frider
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 terhadap harga saham di Bursa Efek Jakarta (BEJ). Kalau Pemilu 2004 memiliki pengaruh terhadap harga saham akan menyebabkan perubahan harga saham yang diproxikan dengan abnormal return.
Penelitian ini menggunakan metodologi event study, yaitu penelitian yang memiliki tujuan untuk mengetahui pengaruh suatu event terhadap harga saham. Penelitian ini memilih Pemilu 2004 sebagai event. Karena Pemilu 2004 dilaksanakan dalam 3 tahap, maka setiap tahap akan dijadikan sebagai event sehingga dalam penelitian ini terdapat 3 (tiga) event.
Sampel yang digunakan adalah 45 saham yang masuk Indeks LQ 45. Saham yang masuk LQ 45 adalah saham-saham berkapitalisasi besar dengan tingkat likuiditas yang tinggi sehingga diharapkan dapat mewakili populasi saham di BEJ. Setiap 3 bulan BEJ melakukan review terhadap perkembangan saham dan setiap 6 bulan bisa terjadi perubahan komposisi saham dalam Indeks LQ 45. Karena hal tersebut, komposisi saham yang digunakan dalam Pemilu I dan II berbeda dengan Pemilu III.
Periode pengamatan diambil sebanyak 110 hari terdiri dari periode estimasi 100 hari dan periode kejadian 10 hari (5 hari sebelum dan 5 hari sesudah event). Hal ini sesuai dengan periode yang dianjurkan Peterson (1989).
Dalam perhitungan expected return sebagai satu langkah untuk menghitung abnormal return, digunakan model pasar (market model). Pemilihan model ini mengikuti MacKinlay (1997) yang mengatakan bahwa market model sangat baik dan kuat untuk berbagai kondisi terutama bila menggunakan data harian.
Alat uji statistik yang digunakan adalah (i) Kolmogorov-Smirnov test untuk mengetahui distribusi data, (ii) Standardized Cumulative Abnormal Return (SCAR) untuk mengetahui pengaruh event terhadap harga saham pada 10 hari periode kejadian, dan (iii) paired-samples t-test untuk mengetahui perbedaan harga saham antara 5 hari sebelum dan 5 hari setelah event.
Hasil penelitian menunjukkan (i) masing-masing tahap Pemilu 2004 (Pemilu I, II, dan III) tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap harga saham di BEJ pada 10 hari periode kejadian, (ii) masing-masing tahap Pemilu 2004 (Pemilu I, II, dan III) tidak memberikan perbedaan yang signifikan pada harga saham di BEJ pada periode 5 hari sebelum dengan 5 hari setelah kejadian."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucy Sumardi
"Untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan dapat memilih alternatif sumber dana tarnbahan yang ada, antara Iain melalui saham atau hutang jangka panjang (obligasi). Kedua jenis sumber dana ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan karena akan mengubah struktur modal (capital structure) yang ada.
Perusahaan cenderung memilih penerbitan saham karena karakteristiknya yang lebih fleksibel (tidak ada kewajiban mengikat untuk membayar bunga dan pokok pinjaman) dibandingkan obligasi yang terkesan iebih kaku. -Namun, jika dilihat dari keleluasaan dalam pengambilan keputusan, perusahaan lebih menyukai pendanaan obligasi daripada saham.
Di pasar modal Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang sebelumnya telah menerbitkan saham, juga menerbitkan obligasi. Penerbitan obligasi ini bisa memberikan dampak pada harga saham karena hal ini merupakan sinyal bagi investor untuk mengetahui kondisi perusahaan saat ini dan perkiraan perkembangannya di masa datang. Penelitian ini ingin melihat apakah memang penerbitan obligasi mempengaruhi harga saham.
Penelitian dilakukan terhadap 30 sampei perusahaan yang menerbitkan obligasi tahun 2000 - 2006 yang telah menerbitkan saham sebelumnya. Penelitian dilakukan dengan metode market model event study, dengan periode estimasi t + 21 sampai t + 170 untuk mendapat parameter a dan (3 perusahaan, dan periode pengamatan t -- 3 sampai t + 3 untuk melihat perubahan abnormal return. Penelitian dilanjutkan dengan melihat pengaruh faktor leverage ratio dan PER terhadap perubahan abnormal return saham pada saat penerbitan obligasi serta mengetahui perbedaan pengaruh tersebut pada rating obligasi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan metode paired-sample t-test untuk melihat apakah ada perbedaan abnormal return yang positif sebelum dan sesudah event, dan regresi tinier untuk melihat pengaruh variabel dependen (leverage ratio, PER dart variabel dummy rating) terhadap variabel independen (CAR). Seluruh pengujian dilakukan dengan interval kepercayaan 95%.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa penerbitan obligasi tidak berpengaruh terhadap abnormal return saham. Leverage ratio tidak berpengaruh positif terhadap abnormal return saham dan rating tidak berpengaruh terhadap perubahan tersebut, tetapi PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, dan perbedaan rating memberikan perbedaan pada pengaruh tersebut.

To fulfill firms' capital need in order to do their activities, firms can choose the available source of cash flow: stocks or long term debt (bond). These sources have advantages and disadvantages that firms must be considered because it will change the capital structure.
Firms tend to choose issuing stocks because of they are more flexible (no obligation to pay interests and liabilities) than bond. But, from the power to make decision aspect, firms like to take bond as their capital source.
In Indonesian capital market, there are firms issued stocks and issued bond too. This event can influence their stock price because it can be a signal for investor to know firms' condition in this moment and their growth in the future. This research wants to analyze if bond issues influence stock price.
This research analyzes 30 firms which issued bond in 2000 - 2006 and issued stocks before. This research uses marker model event study as its methodology, with estimation period from t + 21 to t + 170 to get firms' a and /3 parameters, and event period from t - 3 tot + 3 to see the changes of abnormal returns. This research also analyzes the effects of leverage ratio and PER to stock abnormal return, and analyzes if the difference bond rating gives different effects on it. It uses paired-sample t-test methods to see if there are positive abnormal return differences before and after the event, and linter regression to see the effects of dependent variable (leverage ratio, PER and dummy variable rating) to independent variable (CAR). All tests are done with confidence level 95%.
The result of this research is bond issues give no influence to stock abnormal return, Leverage ratio gives no positive effect to stock abnormal return and bond ratings have no influence to the effect, but PER influences positively and significantly to stock abnormal return and bond ratings have influence to the effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T 17777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>