Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 82043 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Seto Hanggoro S.
"Objektif : Untuk mengetahui apakah insisi tunika albuginea dapat dipakai sebagai indikator viabilitas testis pada torsio, dan berapa lama setelah terjadi torsio masih dapat diharapkan testis yang viable.
Metode Penelitian : Penelitian bersifat eksperimental. Digunakan 3 kelompok tikes Sprague-Dawley yang dilakukan puntiran ( torsio ) pada funikulus sperrnatikus sebesar 720° dan 1080° . Kelompok 1 selama 4 jam, kelompok 2 selama 6 jam dan kelompok 3 selama 24 jam. Setiap kelompok setelah dilakukan detorsio, dilakukan insisi pada tunika albuginea untuk menilai derajat perdarahan arterial testis yang dibedakan atas 3 tingkatan. Grade of bleeding 1: perdarahan terjadi kurang dari 10 menit, grade 2 : perdarahan baru terjadi setelah 10 menit, sedangkan grade of bleeding 3 : bila tidak terdapat perdarahan jaringan testis lagi. Seluruh testis yang dievaluasi dilakukan orkidektomi kemuclian dilakukan pemeriksaan histopatologi untuk menilai kerusakan jaringan yang terjadi. Selanjutnya dilakukan evaluasi statistik dengan menentukan sensitivitas,spesifiksitas, positive predictive value (PPV) dan negative predictive value (NPV) antara derajat perdarahan dengan hasil pemeriksaan histopatologi sebagai standar baku, dan dicari korelasi antara derajat puntiran dan lama torsio dengan viabilitas testis.
Hasil : Dari 30 testis yang dilakukan torsio dan kemudian detorsio, didapatkan 20 testis dengan derajat perdarahan grade 1, 19 testis (95%) masih viable.Sedangkan 4 testis dengan derajat perdarahan grade 2 dan 6 testis dengan derajat perdarahan grade 3 sebagian besar ( 83,5% - 100%) sudah tidak viable. Derajat perdarahan grade 1 sebagai indikator penyelamatan testis memiliki nilai sensitifitas 95%, spesifiksitas 90%, PPV 95% dan NPV 10%. Pada uji regresi-multivariate dari variabel derajat torsio terhadap viabilitas testis tidak didapatkan perbedaan bermakna ( p > 0,05 ). Pada uji regresi-multivariate dari variabel lama torsio terhadap viabilitas testis menunjukan perbedaan bermakna (p < 0,05 ).
Kesimpulan : Perdarahan jaringan testis yang dapat dipakai sebagai indikator penyelamatan testis adalah grade of bleeding 1. Lama terjadinya torsio adalah faktor yang berpengaruh terhadap viabilitas jaringan testis.

Objective:To evaluate the reliability of tunica albugenia incision to assesstesticular viability in testicular torsion, and how long after torsion,testis is still viable.
Method :This is an experimental study. Three groups of Sprague-Dawley ratsunderwent 720 and 1080 degrees torsion of spermatic cord. Group 1 :torsion during 4 hours, group 2 : 6 hours and group 3 : 24 hours. After detorsion all groups underwent incision of albuginea tunica to assess arterial testis bleeding , which consist of 3 grade of bleeding . Grade 1:bleeding occurred immediately , grade 2 : no immediate bleeding, but itoccurred within 10 minutes and grade 3: no bleeding at all within 10minutes. Based on this evaluation, all testis was performed orchiectomyfor histopatologic examination to determined whether there are anydamage on testicular tissue.At the end of the study, statistical analysis was performed to determinesensitivity, specificity, positive predictive value and negative predictivevalue for grade of bleeding to predict testis viability by usinghistopatological examination as reference standard, and to analysed thecorrelation beetwen degree and duration of testicular torsion with testisviability.
Result :30 testis was performed torsion and then detorsion, we obtained 20 testis with grade of bleeding 1, 19 testis (95%) were viable whereas 4 testis with grade of bleeding 2 and 6 testis with grade of bleeding 3, most of them (83,5%x100%) were not viable. Grade of bleeding 1 aspredictor testicular viability have sensitivity, specificity, positive andnegative predictive value as 95%, 90%, 95% and 10% respectively. Onmultivariate-regresion test of variabel degree of torsion towardstesticular viability, there was not significant difference ( P > 0.05 ), butfrom variabel duration of torsion towards the testis viability, there wassignificant difference ( P < 0.05 ).
Conclusion: Testicular tissue bleeding which can be used as salvage ability indicator is grade of bleeding 1. Duration of torsion is an importantfactor for testicular viability."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rachmat Budi Santoso
"Torsio testis merupakan kedaruratan dalam urologi yang dapat terjadi pada 1 dari 4000 laki-Laki berusia dibawah 25 tahun, dan apabila keadaan ini tidak segera ditangani dengan benar dalam 4 sampai 6 jam dapat terjadi nekrosis testis. Dari penelitian sebelumnya didapatkan torsio testis dengan puntiran sebesar 720° dan lama puntiran lebih dari 4 jam dapat menyebabkan kerusakkan testis secara menetap. Oleh karena itu tindakan bedah sedini mungkin harus dilakukan untuk menyelamatkan testis dari kerusakan menetap. Saat ini tindakan bedah yang dianjurkan adalah melakukan detorsi testis, pendinginan testis dan orkidopeksi bilateral. Tindakan ini dilaporkan dapat menyelamatkan testis sampai dengan 90%, namun dalam pengamatan yang lebih lanjut menunjukkan lebih dari 67% testis tersebut akan mengalami atropi dan menjadi subfertil. Menurut Hagan dkk dari 55 pasien yang diamati hanya 7 pasien yang menunjukkan spermiogramnya normal. Oleh karena itu dibutuhkan suatu terobosan lain dalam penatalaksanaan torsio testis guna menekan angka terjadinya kerusakan testis permanen secara signifikan.
Pendapat terkini mengenai adanya seguelae dari torsio testis yang telah dilakukan detorsi dapat diterangkan dengan dasar ischaemia/reperfusion (I/R) injury, kerusakan jaringan testis akibat torsio testis disehakan adanya ischemia yang diperberat dengan terjadinya reprefusion injury setelah dilakukan detorsi.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T21260
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Freciyana
"ABSTRAK
Latar belakang: Seminoma testis yang gagal sembuh dengan penatalaksanaan konvensional memiliki prognosis buruk. Beberapa kejadian rekuren setelah dilakukan kemoterapi juga ditemukan. Programmed Death Ligand-1 (PD-L1) terekspresi pada berbagai keganasan dan tumor infiltrating lymphocytes(TILs) serta telah diketahui perannya sebagai faktor prognostik. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui peran ekspresi PD-L1 pada seminoma testisdalam menentukanoverall survival(OS) danprogression free survival(PFS).
Bahan dan cara: Penelitian ini merupakan penelitiankohort retrospektif dengan desain analisis kesintasan. Data klinis diambil dari rekam medis RSUPN Cipto Mangunkusumo sejak Januari 2011-Desember 2016 yang diobservasi selama 2 tahun. Data histopatologik diambil dari Departemen Patologi Anatomik RSUPN Cipto Mangunkusumoyang kemudian dilakukan pulasan imunohistokimia PD-L1.
Hasil: Terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi PD-L1 pada sel tumor dengan 2-yearOS (p=0,023) dan PFS (p=0,002) padaseminoma testis.Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara ekspresi PD-L1 pada TILs dengan 2-year OS (p=0,235) dan PFS (p=0,111). Terdapat hubungan bermakna antara ekspresi PD-L1 pada sel tumor dan ekspresi PD-L1 pada TILs dengan PFS (p=0,019). Terdapat hubungan yang bermakna antara stadiumdengan 2-yearOS (p=0,010)dan PFS (p=0,000)serta metastasis kelenjar getah beningpada 2-yearOS (p=0,010)dan PFS (p=0,000).
Kesimpulan: Ekspresi PD-L1 pada sel tumor seminoma testis berhubungan dengan OS dan PFS, tetapi hubungan tersebut tidak ditemukan pada TILs.

ABSTRACT
Background: The prognosis of testicular seminoma who failed to be cured with conventional therapy is poor. Several recurrent events after chemotherapy were also found. PD-L1 is expressed in various types of malignancy and tumor infiltrating lymphocytes (TILs) and its role is known as a prognostic factor. This study was conducted to determine the role of PD-L1 expressionseminomain determining overall survival (OS) and progression free survival(PFS).
Materials and Methods: Thisis aretrospective cohort study with survival analysis. Clinical datawere obtained from medical record in RSUPN Cipto Mangunkusumo since January 2011-December 2016 and observed for 2 years. Histopathological datawere obtained from Anatomical Pathology Department and PD-L1 immunohistochemistry staining were performed.
Results: Asignificant correlation between PD-L1 expression in tumor cells with 2-year OS (p=0,023) and PFS(p=0,002) intesticular seminoma was found. Nosignificant correlation between PD-L1 expression in TILs with 2-year OS (p=0,235)and PFS (p=0,111).We also found significant correlations between PD-L1 expression in tumor cells and TILs with PFS (p=0,019). A significant correlation between stage with 2-year OS (p=0,010)and PFS (p=0,000) and lymph node metastases with 2-year OS (p=0,010) and PFS (p=0,000)
Conclusion: PD-L1 expression in tumor cells testicular seminoma were significantly correlated with OS and PFS. There were no statistically significant associations between PD-L1 expression in TILs with OS and PFS."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
T58911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Endah Suprabawati
"Tujuan : untuk mengetahui karakteristik dan faktor-faktor prediktif tumor testis dewasa di Jakarta Bahan dan Cara : Data dikumpulkan dari status khusus di departemen urologi RSCM dan RS kanker Dharmais. Data yang dikumpulkan adalah : usia, tumor marker yaitu AFP, LDH, 13 HCG, jenis operasi, jenis tumor, jenis terapi, dan stadium. Dilakukan analisa terhadap usia dengan stadium, UDT dengan stadium, tumor marker dengan stadium pad a semua kasus, dan hubungan AFP dengan jenis nonseminoma dengan stadium menggunakan ANOVA pad a SPSS 11,5 . Hasil : Selama 10 tahun terdapat 149 kasus tumor testis, 129 kasus diantaranya adalah dewasa. Rentang usia yaitu 18-72 tahun, dengan usia rata-rata 33,03 tahun. Jenis tumor diantaranya seminoma 67 ( 51,9 % ) pasien, non-seminoma 50 ( 38,8 % ) pasien, non germinal 6 ( 4,7 % ) pasien, tidak diketahui jenis tumornya 6 ( 4,7 % ) pasien. Delapan puluh tujuh pasien ( 67,4 % ) dilakukan orkhidektomi ligasi tinggi, 23 ( 17,8 % ) pasien dilakukan orkhidektomi transscrotal. Insidens UDT terdapat pada 13 ( 10,1 % ) pasien. Seminoma paling banyak ditemukan pad a stadium 2c ( 36,9 % ), dan non -seminoma pada stadium 3c ( 48,9 % ). Kemoterapi dilakukan terhadap 51 ( 39,5 % ) pasien, radioterapi pada 24 ( 18,6 % ) pasien, dan 27 ( 20,9 % ) pasien menol&k dilakukan tindakan, dan 18 ( 14,0 % ) pasien meninggal karena keadaan umum yang buruk. Pada penelitian ini tidak ditemukan hubungan bermakna antara usia dengan stadium. Tujuh puluh tujuh persen pasien dengan UDT ditemukan pada stadium lanjut, dibandingkan dengan 66,7 % pada pasien non-UDT, tetapi secara statistik tidak bermakna. Angka rata-rata LDH 1785,35 dan nilai LDH meningkat sesuai dengan stadium, tetapi tidak bermakna untuk memprediksi stadium. Angka rata-rata AFP pada pasien non-seminoma adalah 6421,13 dan mempunyai hubungan yang bermakna dengan stadium ( p : 0,009 ). Kesimpulan : Jenis tumor yang paling banyak ditemukan di Jakarta adalah seminoma. Pada penelitian ini usia dan LDH tidak dapat memprediksi stadium tumor, tetapi AFP mempunyai hubungan yang bermakna dengan stadium pada penderita kanker testis non-seminoma."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2007
T59003
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ryan Andika
"Penyakit diabetes melitus (DM) meningkatkan produksi reactive oxygen species yang meyebabkan peningkatan stres oksidatif. Stres oksidatif menyebabkan fragmentasi DNA dan apoptosis sel-sel dalam testis sehingga terjadi komplikasi berupa infertilitas. Daun jati diketahui mengandung metabolit aktif dengan aktivitas antihiperglikemik dan antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengamati pengaruh ekstrak etanol daun jati terhadap organ testis. Sampel yang digunakan adalah tikus jantan Wistar yang diinduksi DM dengan Streptozotocin (STZ). Sampel terbagi menjadi kelompok normal, kontrol positif, kontrol negatif, dan tiga kelompok perlakuan dengan dosis 200mg/kgBB, 400mg/kgBB, dan 800mg/kgBB. Dilakukan pengamatan terhadap preparat jaringan testis untuk mengukur diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan sel Leydig. Kelompok kontrol negatif memiliki perbedaan signifikan dibandingkan kelompok normal pada diameter tubulus seminiferus (p = 0,002) dan jumlah sel Sertoli (p = 0,028). Pemberian ekstrak etanol daun jati 800mg/kgBB menunjukkan perbedaan signifikan pada diameter tubulus seminiferus dibandingkan kelompok kontrol negatif (p = 0,005). Tikus DM memiliki diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan jumlah sel Leydig yang lebih rendah dibandingkan tikus tanpa DM. Pemberian ekstrak etanol daun jati pada seluruh kelompok dosis menunjukkan perbaikan diameter tubulus seminiferus, jumlah sel Sertoli, dan sel Leydig pada tikus DM.

Diabetes mellitus increases reactive oxygen species production which in turn results in increase of oxidative stress. Fragmentation of DNA and apoptosis of testicular cells caused by oxidative stress leads to infertility. Teak leaves are known to contain active metabolites with antihyperglycemic and antioxidant activities. This study aims to observe the effect of ethanol extract of teak leaves on the testicles. The samples used in this study are STZ-induced male Wistar rats. Samples are divided to positive control group, negative control group, and three trial groups with dosage of 200mg/kg, 400mg/kg, and 800mg/kg. Testicular tissue was observed to measure diameter of seminiferous tubules and amount of Sertoli and Leydig cells. Negative control group showed significantly lower seminiferous tubules diameter (p = 0,002) and Sertoli cells count (p = 0,028) compared to normal group. Ethanol extract of teak leaves with dose of 800mg/kg showed significant difference in seminiferous tubules diameter compared to negative control group (p = 0,005). Diabetic rats have lower seminiferous tubules diameter, Sertoli cell count, and Leydig cell count compared to non-diabetic rats. Administration of teak leaves ethanol extract from each dosage group improve seminiferous tubules diameter, Sertoli cell count, and Leydig cell count in diabetic rats."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Firda Asma`ul Husna
"ABSTRAK
Latar Belakang: Laki-laki menyumbang sekitar 40% kasus untuk infertilitas. Salah satu penyebab infertilitas yakni kasus azoospermia. Pada beberapa kasus azoospemia yang ditangani melalui teknologi reproduksi berbantu dengan kegagalan perolehan sperma dari testicular sperm extraction (TESE), maka Spermatogonial Stem Cells (SSCs) dapat menjadi salah satu alternatif terapi. SSCs dapat diperoleh dari isolasi dan kultur sel spermatogenik. Sejak abad ke 19, berbagai metode isolasi dan kultur sel spermatogenik mulai dikembangkan. Akan tetapi berbagai metode ini belum ada yang optimal. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknik kultur untuk mengoptimalisasi proses ekspansi sel spermatogenik, dari segi faktor apoptosis.
Metode: Pada penelitian ini dilakukan pemberian suplemen kultur berbeda pada medium kultur yakni FBS 10%, PRP 10%, dan PRP 10% ditambah faktor pertumbuhan (GDNF, bFGF, EGF) untuk proses kultur. Hasil kultur dilakukan identifikasi marka permukaan CD90 dan GFRA1 menggunkan flowsitometri dan dilakukan uji apoptosis. Fenomena apoptosis yang muncul diamati berdasar adanya fragmentasi pada DNA dengan metode TUNEL serta adanya peran eksekutor apoptosis yakni kaspase-3 yang teramati pada pengujian imunositokimia.
Hasil Penelitian: Hasil analisis marka permukaan CD90 dan GFRA1 memiliki nilai berbeda- beda pada pemberian medium yang berbeda. Pertumbuhan sel kultur lebih baik dengan indeks apoptosis yang lebih rendah pada medium dengan pemberian PRP dan PRP ditambah faktor pertumbuhan (FBS= 25.01%, PRP = 9.99%, PRP+ GF= 2.47%). Nilai ekspresi kaspase-3 pada sel yang diberi suplemen FBS sekitar 21%, PRP 13% dan PRP + GF 7%.
Kesimpulan: PRP lebih baik dibandingkan dengan FBS sebagai medium kultur sel spermatogenik, dari segi apoptosis.

ABSTRACT
Background: Males contribute to 40% of the infertility cases over the universe. One of the causes of men infertility is azoospermia. In some cases of azoospemia which are handled through assisted reproductive technology with the failure of sperm retrieval from testicular sperm extraction (TESE), the Spermatogonial Stem Cells (SSCs) could be an alternative therapy. SSCs can be obtained from isolation and culture of spermatogenic cells. Since the 19th century, various methods of isolation and spermatogenic cell culture began to be developed. However, there are not optimal condition of this yet. Therefore, we need to optimize the spermatogenic cell expansion method, particularly in apoptotic factor.
Method: In this study, the culture system were administrated by the
supplementation with 10% FBS, 10% PRP, and 10% PRP plus growth factors (GDNF, bFGF, FGF). Spermatogenic cells were identified the surface markers CD90 and GFRA1 using flowsitometry and apoptosis tests were performed. The apoptotic phenomenon was observed based on the presence of DNA fragmentation by the TUNEL method and the caspase-3 expression by immunocytochemical.
Result: The result of surface marker had different value. The results showed better that cell culture growth and lower apoptotic index in the medium with PRP and PRP+ GF (FBS= 25.01%, PRP= 9.99%, PRP+ GF= 2.47%). Immuno-expression of caspase-3 in cells cultured with FBS 21%, PRP 13%, dan PRP+ GF 7 %.
Conclusion: PRP was better than FBS as the spermatogenic cell culture medium based on apoptotic phenomenon."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2020
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christina Agusta Deviana Tanifan
"Spermatogenic arrest adalah kondisi terhentinya proses maturasi sel germinal yang selama ini diagnosisnya ditegakkan melalui skoring Johnsen hasil biopsi testis. Protein yang berperan penting dalam proses transkripsi selama spermatogenesis adalah CREM yang berikatan dengan aktivatornya yaitu ACT yang diduga diregulasi oleh SPAG8 dan RANBP9. Sampai saat ini peranan kedua gen tersebut dalam proses spermatogenic arrest belum diketahui. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 pada spermatogenic arrest serta menganalisis korelasi ekspresi kedua gen. Penelitian ini merupakan studi cross sectional yang menggunakan sampel berupa hasil biopsi testis dengan skoring Johnsen 2 sampai 8. Analisis ekspresi relatif Spag8 dan RanBP9 menggunakan teknik qRT-PCR dengan perhitungan Livak. Data yang diperoleh dianalisis statistik menggunakan uji ANOVA one way untuk Spag8 dan uji Kruskal Wallis untuk RanBP9 dengan nilai kemaknaan p

Spermatogenic arrest is a cessation of germ cell maturation process that has been diagnosed by scoring Johnsen testicular biopsy results. Proteins that play an important role in the transcription process during spermatogenesis are CREMs that bind to their ACT activators that are suspected to be regulated by SPAG8 and RANBP9. Until now the role of both genes in the spermatogenic arrest process is not known. This study aims to determine the relative expression of Spag8 and RanBP9 on spermatogenic arrest and to analyze the correlation of expression of both genes. This study is a cross sectional study using a sample of testicular biopsy with Johnsen 2 to 8 score. Relative expression analysis of Spag8 and RanBP9 using qRT PCR technique with Livak calculation. The data obtained were analyzed statistically using ANOVA one way test for Spag8 and Kruskal Wallis test for RanBP9 with significance value p
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adianti Khadijah
"Germ cell tumor (GCT) adalah sebuah penyakit yang relatif jarang. Hanya 1% dari seluruh keganasan pada pria, yang sebagian besar terjadi pada pria berusia 15 sampai 35 tahun. Terdapat penurunan yang luar biasa pada jumlah kematian karena kanker testis dalam 3 tahun terakhir, karena kemajuan dalam kemoterapi. Penelitian ini mengevaluasi hasil dari pemberian kemoterapi bleomycin, etoposide, dan cisplatin (BEP) untuk pasien GCT di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais. Penelitian ini meninjau karakteristik dan kesintasan semua pasien yang mendapatkan BEP di Rumah Sakit Pusat Kanker Nasional Dharmais pada tahun 2011 sampai 2017. Tingkat kesintasan dianalisa dengan metode Kaplan-Meier. Dalam seri ini tingkat kesintasan 1, 3, dan 5 tahun masing-masing adalah 93,75% (30), 90,63% (29), dan 81,25% (26), sedangkan tingkat kesintasan bebas rekurensi adalah 81,25% (26), 75% (24), and 62,55% (20). Rekurensi terjadi pada 6 (18,7%) pasien setelah respon komplet kemoterapi. Tingkat kesintasan lima tahun pasien dengan stadium penyakit II dan III adalah 84,6% dan 78,8%, dan tingkat kesintasan lima tahun pasien dengan prognosis baik, sedang, dan buruk berdasarkan klasifikasi IGCCCG adalah 88,9%, 85,7%, dan 66,7%. Pasien dengan GCT metastasis menunjukkan respons yang baik terhadap BEP sebagai kemoterapi lini pertama, dan pasien yang diterapi dengan BEP dapat mencapai hasil prognostik yang baik. Tingkat kesintasan lebih baik ketika pasien datang pada stadium lebih awal dan memiliki prognosis yang lebih baik sesuai dengan klasifikasi IGCCCG.

Germ cell tumor (GCT) is a relatively rare disease, accounting for only 1% of all malignancies in men, affecting mostly men between 15 to 35 years of age. There has been a remarkable decline in testicular cancer mortality over the past 3 years, due to advances in chemotherapy. This study evaluate the outcome of bleomycin, etoposide, and cisplatin (BEP) chemotherapy for GCT patients in Dharmais National Cancer Hospital. This study reviewed characteristics and survival of all patients receiving BEP in Dharmais National Cancer Hospital between year 2011 to 2017. Survival rates were analyzed by Kaplan-Meier method. In these series, 1, 3, and 5 year survival rates were 93,75% (30), 90,63% (29), and 81,25% (26), respectively, while recurrence-free survival rates were 81,25% (26), 75% (24), and 62,55% (20). Recurrences occur in 6 (18,7%) patients after complete response of chemotherapy. Five-year survival rate patients with stage II and III of disease were 84,6% and 78,8%, and five year survival of patients with good, intermediate, and poor prognosis based on IGCCCG classification is 88,9%, 85,7%, and 66,7%. Patients with metastatic GCTs showing favorable response to BEP as first-line chemotherapy, and patients treated with BEP could achieve good prognostic outcome. Survival rate is better when the patient came with earlier stage and has a better prognosis according to IGCCCG classification."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Christophorus Simadibrata
"Penyakit jantung adalah penyebab no. 1 kematian di Indonesia. Salah satu masalah utama dalam penyakit jantung adalah hipertrigliseridemia. Ekstrak kulit buah Garcinia dioica dapat menjadi salah satu terapi alternatif bagi peningkatan kadar trigliserida. Penelitian ini dilakukan secara eksperimen desain paralel dengan metode matching. Ada 5 kelompok uji, tikus normal, tikus dengan kelebihan asupan lemak, dan pemberian 3 dosis yang berbeda dari ekstrak. Tikus diinduksi dengan kadar trigliserida yang tinggi. Sampel darah diambil di laboratorium setelah 21 hari pada tikus dengan lemak tinggi dan tanpa asupan lemak, dan 3 dosis ekstrak diambil setelah 21 hari kemudian.
Hasil dari percobaannya yaitu: (1) tikus normal (29,6), (2) tikus dengan kelebihan asupan lemak (36,4), (3) 10 mg (66,2), (4) 20 mg (72,9) dan (5) 30 mg (67,6). Hasil dianalisis dengan uji T untuk tikus normal dan tikus yang diberi asupan lemak lebih dan hasilnya adalah p = 0,255. 3 dosis hasil Garcinia dianalisis dengan One Way ANOVA-dan hasilnya adalah p = 0,947. Pemberian ekstrak Garcinia dioica strain Wistar tidak menurunkan kadar trigliserida secara signifikan.

Cardiovascular disease is the no. 1 cause of death in Indonesia. One of the main problem in cardiovascular disease is hypertriglyceridemia. Garcinia dioica skin extract can be an alternative therapy for elevated triglyceride levels. The research was carried out experimentally the parallel design with matching methods. There are 5 test group; normal rat, rat with excess fat intake, and the administration of 3 different doses of the extract. The rat was inducted with high trigygliceride orally. Blood samples were taken in the laboratory after 21 days on the rat with and without fat intake, and 3 doses of the extract were taken after the next 21 days.
The results of each treatment are: (1) normal rat (29.6), (2) rat with excess fat intake (36.4), (3) 10 mg (66.2), (4) 20 mg (72.9) and (5) 30 mg (67.6). The results were analysed with T test for normal rat and rat that were given excess fat intake and the result is p = 0.255. 3 dose of garcinia results were analysed with One-Way ANOVA and the result is p= 0.947. The administration of extract of Garcinia dioica Wistar strain does not lower triglyceride levels significantly.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dinar Faricy Yaddin
"ABSTRAK
Tuberkulosis Multidrug Resistant (TB MDR) merupakan suatu masalah dan menjadi tantangan yang paling besar terhadap program pencegahan dan pemberantasan TB dunia. Angka kesembuhan pada TB MDR relatif lebih rendah dengan terapi yang lebih sulit, mahal, dan lebih banyak efek samping. Konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan dapat digunakan sebagai indikator luaran terapi dan target pertama dalam terapi TB MDR. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gabungan derajat positivita sputum basil tahan asam (BTA), adanya kavitas paru, malnutrisi, diabetes mellitus (DM), dan kebiasaan merokok dengan konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan. Metode penelitian ini adalah penelitian khusus-kontrol dengan mengambil data sekunder dari penderita yang didiagnosis TB MDR di Klinik TB MDR Rumah Sakit Umum Pusat Dokter Hasan Sadikin pada periode April 2012 sampai dengan desember 2014. Kelompok kontrol adalah data pasien TB MDR yang mengalami konversi dalam 2 bulan pengobatan dan kelompok kasus adalah data pasien yang tidak mengalami konversi dalam 2 bulan pengobatan. Data analis dengan analisis univariat diikuti analisis multivariat regresi logistik. Hasilnya subjek penelitian berjumlah 190 orang, terbagi dalam kelompok kasus dan kontrol masing-masing 95 orang. Variabel bermakna pada analisis univariat adalah derajat positivitas sputum BTA, adanya kavitas paru, DM, dan malnutrisi. Analisis dilanjutkan dengan analisis multivariat regresi logistik dasn diperoleh hasil bahwa variabel yang berhubungan paling kuat dengan konversi kultut sputum BTA dalam 2 bulan pengobatan adalah derajat positivitas sputum BTA (Sputum BTA +1 p = 0,000, OR = 5,46; IK 95%:2,510-11, sputum BTA +2 p = 0,045, OR = 2.253; IK 95%: 1,017 - 4,989) dan adanya kavitas (p = 0,000, OR = 3,22; IK 95%: 1,61 - 6,45). Kesimpulannya derajat positivitas sputum BTA dan adanya kavitas memiliki hubungan yang paling kuat dengan konversi kultur sputum M. tuberculosis dalam 2 bulan pengobatan pada pasien TB MDR. "
Jakarta: Departement of Internal Medicine. Faculty of Medicine Universitas Indonesia, 2016
616 UI-JCHEST 3:3 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>