Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143556 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Botefilia
"Tujuan: Menilai hubungan kadar VCAM-1, jumlah lekosit dan hitung jenis lekosit pada penderita preeklampsia
Metode: Rancangan penelitian adalah potong lintang dan data disajikan dalam bentuk deskriptif analitik. Penelitian dilakukan terhadap 32 orang penderita yang digolongkan sebagai preeklampsia dan dari 32 orang tersebut, 3 orang masuk kriteria preeklampsia ringan dan 29 orang masuk kriteria preeklampsia berat. Kelompok preeklampsia yang datang tidak dalam keadaan inpartu atau ketuban pecah maupun tidak ada tanda-tanda infeksi secara klinis sesuai kriteria inklusi. Kelompok kontrol pada penelitian ini berjumlah 34 orang wanita hamil normal, dengan usia kehamilan > 20 minggu baik elompok preeklampsia maupun kelompok kontrol. Penelitian berlangsung mulai bulan Juli 2004 sampai September 2004 di IGD dan PolikIinik Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN Cipto Mangunkusumo FKUI
Hasil: Rerata jumlah lekosit pada kelompok preeklampsia didapatkan 15.6191pL f 5.3571pL, sedangkan pada kelompok kontrol rerata 9.873/mL ± 3.494/mL. Dddapatkan perbedaan yang bermakna antara jumlah lekosit pada kelompok kontrol dan preeklampsia (p<0,001). terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar VCAM-1 antara kelompok kontrol dibandingkan kelompok preeklampsia (p<0,001) dengan rerata kadar VCAM-l kelompok preeklampsia 961,2 ng/ml dan pada kelompok kontrol 573,8 ng/ml. Kadar VCAM-1 pada preeklampsia dengan komplikasi 1137,9 ± 297,2 nglml juga meningkat secara bermakna jika dibandingkan tanpa komplikasi 805,3 ± 320,6 ng/ml (p=0,001), Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar VCAM-1 dan jumlah lekosit (p<0,001) dengan x0,528 menunjukkan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Pada penelitian ini didapatkan nilai titik potong lekosit 14.400/mL dengan sensitivitas 73,3% dan spesifisitas 70,6% dan didapatkan nilai titik potong kadar VCAM-1 sebesar 805,25 ng/ml dengan sensitivitas 93,3% dan spesifisitas 82,4%.Terdapat perbedaan yang bermakna pada hitung jenis basofil (p<0,05), eosinofil (p<0,001), neutrofil (p<0,05) dan monosit (p<0,001) antara kelompok preeklampsia dan kelompok kontrol. Hanya pada hitung jenis limfosit tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok kontrol dan preeklampsia dengan p>0,05.
Kesimpulan: Terdapat perbedaan yang bermakna antara kadar VCAM- 1 dan jumlah lekosit antara kelompok kontrol dibandingkan kelompok preeklampsia Terdapat hubungan yang bermakna antara kadar VCAM-1 dan jumlah lekosit dengan arah korelasi positif dengan kekuatan korelasi yang sedang. Peningkatan jumlah lekosit dapat dipertimbangkan sebagai parameter perburukan preeklampsia, namun masih perlu dicari nilai prognostik titik potong jumlah lekosit sebagai prediktor perburukan preeklampsia dengan penelitian lebih lanjut.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Manurung, Reza Tigor
"Tujuan: Mengetahui faktor-faktor resiko (klinis dan laboratoris) mortalitas maternal akibat preeklampsia berat dan eklampsia di RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo.
Desain penelitian: kasus kontrol.
Tempat: Kamar bersalin dan unit perawatan instensif RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo
Cara Kerja: Seluruh kasus kematian maternal akibat preeklampsia dan eklampsia yang terjadi antara tanggal 1 Januari 2003 s/d 31 Desember 2005, diperoleh catatan rekam medisnya. Sebagai kontrol diambil kasus preeklampsia dan eklampsia yang tidak berakhir dengan kematian, pada periode yang sama, sebanyak 5 kali jumlah kasus. Dari status dan catatan medis yang diperoleh, didata faktor-faktor klinis yang diteliti, yaitu umur ibu, usia gestasi, paritas, status perawatan antenatal, riwayat penyakit penyerta, komplikasi maternal dan fetal yang terjadi, cara persalinan. Parameter laboratorium yang diteliti yaitu kadar hemoglobin, leukosit, trombosit, SGOT, ureum, dan kreatinin. Analisa dilanjutkan dengan analisa multivariat (regresi logistik) untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kematian maternal.
Hasil Penelitian: Selama kurun waktu penelitian, terdapat 58 kasus kematian maternal akibat preeklampsia dan eklampsia (Terdiri dari 28 kasus eklampsia dan 30 kasus preeklampsia). Sehingga angka kematian maternal pada preeklampsia diperoleh 2,1 % dan eklampsia sebesar 12.7 %. Rekam medik hanya dapat diperoleh pads 42 kasus. Analisa multivariat menunjuickan faktor-faktor resiko yang berhubungan yaitu adanya riwayat hipertensi kronis (OR 3,9 IK 95 % 1,15 - 13,89; p<0,05), kesadaran saat masuk sopor-komatus (OR 6.7 IK 95 % 1,38 - 31,21; p<0,05), hitting trombosit 100,000/uL (OR 6,1 IK 95 % 1,72- 21,88; p<0,05), kadar kreatinin > 1,5 mgldL (OR 6,4 IK 95 % 1,87-22,16; p<0,05), komplikasi edema pare akut (OR 39,36 IK 95 % 13,12-118,035; p<0,05), dan perdarahan pasca persalinan (OR 15,1 IK 95 % 3,35 - 67,89; p<0,05).
Kesimpulan: Faktor resiko yang berhubungan dengan kematian maternal adalah riwayat hipertensi kronis, kesadaran sopor komatus, hitung trombosit < 100.000/uL, kreatinin > 1,5 mg/dL, komplikasi edema paru akut, dan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Objective: To analyze risk factor (clinical and laboratory findings) associated with maternal mortality from severe preeclampsia and eclampsia in Cipto Mangunkusumo Hospital.
Design: Case control study.
Setting: Delivery room and Intensive Care Unit at Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta.
Methods: All medical records of maternal death associated with severe preeclampsia and eclampsia between 1 January 2003 and 31 December 2005 were obtained and than information about risk factors were collected and tabulated. Risk factor analyzed were maternal age, gestational age, parity, antenatal care status, coexisting medical illness (hypertension, diabetes mellitus), maternal and fetal complication, methods of delivery, systolic and diastolic blood pressure at admission, and admission laboratory data. For one maternal death cases we then obtained 5 controls (severe preeclampsia or eclampsia cases not ended in death) from the same period of time. Data from cases and controls were analyzed using logistic regression technique.
Results: There were 54 maternal death associated with severe preeclampsia and eclampsia during period of study (consisted of 28 cases of eclampsia and 30 cases of severe preeclampsia). Maternal mortality rate for severe preeclampsia dan eclampsia were 2,1 % and 12,7 %, respectively. Multivariate analysis identified the following risk factors associated with maternal death: coexisting chronic hypertension (OR 3,9; 95% CI 1,15 - 13,89, p<0,05), coma at arrival (OR 6,7; 95% CI 1,38 - 31,21, p<0,05), thrombocyte count < 100.000/uL (OR 6,1; 95% CI 1,72- 21,88, p<0,05), creatinine serum level > 1,5 mgldL (OR 6,4; 95% Cl 1,87-22,16, p<0,05) , acute lung edema complication (OR 39,36; 95% Cl 13,12-118,035; p<0,05), and post partum hemorrhage (OR 15,1; 95% CI 3,35 - 67,89, p<0,05).
Conclusion: Risk factors associated with maternal death were coexisting chronic hypertension, sopor-coma at arrival, thrombocyte count 1,5 mg/dL, acute lung edeme complication, and post partum hemorrhage.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wahyu Ika Wardhani
"Salah satu zat yang berhubungan dengan disfungsi endotel pada preeklampsia adalah vascular endothelial growth factor (VEGF). Penelitian ini menyelidiki bagaimana kadar VEGF pada kultur sel endotel vena umbilikalis bila dipajankan dengan serum wanita hamil dengan preeklampsia. Kultur sel endotel vena umbilikalis primer dari 12 tali pusat wanita bersalin normal dengan bayi aterm dipajankan dengan 14 serum wanita hamil dengan preeklampsia dan 13 serum wanita hamil normal selama 24 jam. Kadar VEGF diukur dengan metode ELISA. Didapatkan rerata kadar VEGF setelah pemajanan serum selama 24 jam cenderung lebih kecil pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (3,7 ± 1,74 pg110.000 set) dibandingkan dengan hamil normal (3,99 + 1,79 pg110.000, sel) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,939, p>O,O5). Sabelum pemajanan, kadar VEGF pada 20% serum preeklampsia (33,31 + 0,89 pglml) lebih besar daripada kehamilan normal (32,81 _+ 0,76 pglml) namun tidak berbeda bermakna (p=0,132). Juga didapatkan rerata jumlah sel endotel yang hidup setelah pemajanan cenderung lebih besar pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (11,00 ± 5,91 x 104 sel/ml) dibandingkan dengan hamil normal (9,85- + 3,96 x 104 sel/ml) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,550, p>0,05). Rerata viabilitas sel endotel lebili besar pada kelompok wanita hamil dengan preeklampsia (70,33 + 24,26 %) dibandingkan dengan hamil normal (68,02 + 16,05 °A) namun perbedaan tersebut tidak bermakna (p=0,981, p>0,05). Kecenderungan ini memperlihatkan adanya peran VEGF pada sel endotel, namun bukan sebagai satu-satunya faktor yang terlibat pada patogenesis preeklampsia. Apakah VEGF yang meningkat pada serum penyandang preeklampsia diakibatkan oleh faktor-faktor dalam serum penyandang dan dihasilkan oleh sel endotel pada penelitian ini belum dapat dibuktikan.

It has been suggested that VEGF is involved in endothelial dysfunction which observed preeclampsia. This study investigate the production of VEGF during exposure of sera of preeclamptic women for 24 hours in the human umbilical vein endothelial cells culture (HUVEC). Primary HUVEC made from 12 aterm umbilical cords were exposed by 14 sera of preeclamptic women and 13 sera of normotensive pregnant women for 24 hours. Enzyme-linked immunoassay of VEGF was established The results showed VEGF in supernatan HUVEC exposed by preclamptic women sera were lower than normotensive pregnant women sera, with no significantly differences. VEGF level in 20% preeclamptic sera was likely be higher than normotensive pregnant women sera. The number and viability of endothelial cells after the 24 hours exposure of preeclamptic women sera seem to be more higher than normotensive pregnant women. These results suggest that VEGF may have an important role in the endothelial cells, but that they are not the primary factors involved in the pathogenesis of preeclampsia is the increasing level of VEGF in preeclamptic women sera due to factors on the sera and produced by the endothelial cells itself could have not been proved."
Lengkap +
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13666
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Bekti Subakir
"Objektif. Preeklampsia adalah penyakit pada kehamilan ditandai dengan hipertensi dan proteinuria. Di Indonesia, preelampsia/eklampsia merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas ibu dan anak. Stress oksidatif pada plasenta dan sistem sirkulasi menyebabkan disfungsi dan kerusakan sel endotel. Stres oksidatif di plasenta menyebabkan gangguan pertumbuhan janin. HSP70 adalah molekul protein yang sangat penting untuk penyembuhan sel dan menjaga homeostasis. Tujuan penelitian untuk membandingkan kadar MDA dan HSP70 yang diproduksi di plasenta pada kehamilan dengan preeklampsia berat, ringan dan kehamilan normal. Plasenta didonorkan secara sukarela dari ibu2 yang melahirkan dengan preeklampsia ringan (N=10), preeklampsia berat (N=10) dan kehamilan normal (N=10). Plasenta dikultur dengan RPMI dan FBS 20%, pada hari ke 3, supernatant diambil. Diperiksa kadar Malondealdehida (MDA), petanda untuk stres oksidatif dan kadar HSP70. Kadar MDA diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 530nm. Kadar HSP 70 diukur dengan metoda enzyme-linked immunosorbent assay. Kadar rata2 MDA pada preeklampsia berat (7,13+5,36 nmol/ml), preeklampsia ringan (4,82+2,47 nmol/ml) dan hamil normal (4,87+2,4 nmol/ml). Kadar MDA pada preeklampsia berat paling tinggi, tetapi perbedaan tersebut tidak berbeda bermakna. Kadar rata2 HSP70 pada preeklampsia ringan tertinggi (10,15+12,39 nmo/ml) dibandingkan dengan kadarnya pada preeklampsia berat (3,78 +3,07 nmol/ml) dan kehamilan normal (3,76+4,65nmol/ml), namun perbedaan ini tidak berbeda bermakna. Walaupun demikian, kadar HSP sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis relatif tinggi. Hal ini tidak ditunjukkan pada preeklampsia berat. Kadar rata2 MDA dan HSP70 pada preeklampsia berat, ringan maupun hamil normal tidak berbeda bermakna. Kadar HSP yang sangat tinggi pada preeklampsia ringan menunjukkan respons homeostasis masih tinggi.

Objective: Preeclampsia is a disease in pregnancy and characterized by hypertension and proteinuria. Preeclampsia and eclampsia are the most causes of maternal and fetal mortality and morbidity in Indonesia. Placental and systemic oxidative stress caused endothelial cell dysfunction and injury. Placental oxidative stress also linked to fetal growth restriction. HSP70 is essential for cellular recovery, survival and maintenance of homeostasis. The purpose of this study was to compare the MDA, a marker for oxidative stress and HSP70 production in placental of severe preeclampsia, mild preeclampsia and normotensive pregnant women. Placenta were collected after delivery from normotensive pregnancies (N=10), severe preeclampsia (N=10) and mild preeclampsia (N=10). Placenta was cultured in RPMI and 20% FBS, and supernatant were collected in day 3. MDA was measured using spectrophotometer and absorbance read in 530nm. HSP70 was measured using enzyme-linked immunosorbent assay. The mean MDA concentration did not differ significantly between patients with severe preeclampsia (7.13+5.36 nmol/ml) and mild preeclampsia (4.82+2.47 nmol/ml) when compared with normotensive pregnancies (4.57+2.4 nmol/ml). The mean HSP70 concentration in mild preeclampsia is highest (10.15+12.39 nmo/ml) when compared with severe preeclampsia (3.78 +3.07 nmol/ml) and normotensive pregnant women (3.76+4.65nmol/ml), but the difference was not significant. Although the difference was not significant, is indicates homeostasis response in mild preclampsia women is relative good. This response was abated in severe preeclampstic women. Although MDA and HSP70 concentration did not differ significantly between groups, however the high HSP70 concentration is indicates homeostasis response relatively good in mild preeclamptic women."
Lengkap +
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2008
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Yanti Susianti
"[ABSTRAK
Latar Belakang. Tujuan penelitian untuk melihat faktor ibu dan neonatus yang dapat menyebabkan keberhasilan minum pada neonatus yang lahir dari ibu preeklamsi. Intoleransi minum yang tidak disebabkan sepsis seringkali menyulitkan pemberian makan pada neonatus agar tumbuh kembangnya sempurna. Akan diteliti faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan minum.
Metode Penelitian. Dengan menggunakan desain potong lintang dan rumus analisis multivariat didapatkan 72 sampel rekam medik dari ibu dan neonatus yang diambil secara consecutive sampling di rekam medik RSCM kemudian dilakukan analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil. Karakteristik ibu dan bayi yaitu sebagian besar bayi lahir dari ibu berusia 31-35 tahun, tingkat pendidikan SMA, memiliki anak usia 1-3 tahun, ANC ≥ 4x, cara persalinan bedah kaisar, kriteria preeklamsia berat, nilai SDAU tidak membuat hipoksia. Sebagian besar bayi lahir usia gestasi ≤ 32 minggu, terbanyak berjenis kelamin perempuan. Proporsi bayi yang lahir dengan dengan berat lahir 1000-1500 gram tidak berbeda dengan 1501-2000 gram, terbanyak tidak PJT, terbanyak menggunakan CPAP, dan nilai APGAR menit ke-5 ≥ 7. Analisis multivariat menunjukkan ada 2 faktor yang dapat dijadikan prediktor keberhasilan minum yaitu usia gestasi dan kondisi klinis. Bayi dapat minum full feed dengan median 9,5 hari dengan rentang 3,5-15,5 hari.
Simpulan. Faktor keberhasilan minum adalah usia gestasi ˃ 32 minggu dan tidak ditemukan intoleransi klinis.

ABSTRACT
Introduction. The aim of this study is to observe predictive factors from mothers and neonates for successful feeding. Feeding intolerance can happen without sepsis and becomes worst in the future. Other factors that influence successful feeding will be assessed in this study.
Methods. This study is a cross sectional study using secondary data obtained from medical records of 72 subject, recruited with consecutive sampling. Univariate, bivariate, and multivariate analyses were performed in this study.
Results. A large proportion of the babies were born from mothers aged 31-35 years old, senior high school graduated, having an 1-3 year-parity interval, giving birth through sectio caesaria delivery, ANC ≥ 4x, and having severe preeclampsia, and non hypoxic SDAU. The most of the babies born at gestational age ≥ 32 weeks and females. The most of the babies born with a birth weight of 1000-1500 grams and 1501-2000 grams weeks were not different, the most babies not IUGR, being assisted with CPAP, having an APGAR score at the 5th minutes ≥ 7. Multivariate analyses revealed the gestational age and clinical symptoms were predictor factors for successful feeding in neonates. Neonates successful feeding in median 9,5 days and range from 3,5 to 15,5 days.
Conclusion. Predictor factors for successful feeding in neonates were gestational age more than 32 weeks and the absence of clinical symptoms, Introduction. The aim of this study is to observe predictive factors from mothers and neonates for successful feeding. Feeding intolerance can happen without sepsis and becomes worst in the future. Other factors that influence successful feeding will be assessed in this study.
Methods. This study is a cross sectional study using secondary data obtained from medical records of 72 subject, recruited with consecutive sampling. Univariate, bivariate, and multivariate analyses were performed in this study.
Results. A large proportion of the babies were born from mothers aged 31-35 years old, senior high school graduated, having an 1-3 year-parity interval, giving birth through sectio caesaria delivery, ANC ≥ 4x, and having severe preeclampsia, and non hypoxic SDAU. The most of the babies born at gestational age ≥ 32 weeks and females. The most of the babies born with a birth weight of 1000-1500 grams and 1501-2000 grams weeks were not different, the most babies not IUGR, being assisted with CPAP, having an APGAR score at the 5th minutes ≥ 7. Multivariate analyses revealed the gestational age and clinical symptoms were predictor factors for successful feeding in neonates. Neonates successful feeding in median 9,5 days and range from 3,5 to 15,5 days.
Conclusion. Predictor factors for successful feeding in neonates were gestational age more than 32 weeks and the absence of clinical symptoms]"
Lengkap +
2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Krisadelfa Sutanto
"Preeklampsia merupakan gangguan kehamilan yang mengancam kesehatan ibu dan bayi Penelitian ini merupakan studi potong melintang yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan kadar vitamin E dan MDA pada 48 subyek preeklampsia dan non preeklampsia di RS Tarakan Jakarta Penilaian mencakup wawancara sosio demografi riwayat obstetri asupan vitamin E dengan FFQ semikuantitatif LILA kadar vitamin E dan MDA serum Kategori usia usia kehamilan dan kadar MDA lebih tinggi pada preeklampsia Edukasi untuk perempuan usia reproduktif tentang pentingnya asupan makanan vitamin E yang cukup diperlukan untuk mencapai keberhasilan kehamilan.

Preeclampsia is a disorder of pregnancy that deteriorate mother and baby rsquo s health This study was a cross sectional study aiming to investigate differences in the levels of vitamin E and MDA of 48 subjects with preeclampsia and non preeclampsia in Tarakan Hospital Jakarta Assessment included interviews of socio demographic obstetric history vitamin E intake with semiquantitative FFQ MUAC serum vitamin E and MDA concentrations Categories of age gestational age and MDA levels were higher among preeclamptics Education for reproductive age women about the importance of sufficient intake of vitamin E foods is necessary to achieve successful pregnancy.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rustadi Sosrosumihardjo
"ABSTRAK
Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Pada percobaan binatang kadar prolaktin serum yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya edema. Dari penelitian pada hewan dan manusia dengan hipertensi ditemukan perubahan kadar ion kalsium serum. Percobaan in vitro membuktikan bahwa kadar magnesium yang rendah dalam cairan ekstraseluler meningkatkan tonus dan kepekaan pembuluh darah untuk berkontraksi. Gejala edema, hipertensi, dan spasmus pembuluh darah dijumpai pada kehamilan dengan sindroma preeklampsi. Pada manusia kadar prolaktin serum belum pernah dihubungkan dengan terjadinya edema, perubahan kadar ion kalsium serum pada hipertensi masih kontroversial, dan kaitan antara kadar magnesium serum dan spasmus pembuluh darah pada preeklampsi belum diketahui secara jelas. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai kadar prolaktin, ion kalsium, dan magnesium serum pada preeklampsi, yang mungkin dapat dimanfaatkan dalam menjelaskan permasalahan tadi. Kadar prolaktin ditetapkan dengan cara tera imunoradiometrik, kadar ion kalsium dengan cara elektroda selektif ion, dan kadar magnesium dengan spektrofotometri berdasarkan pembentukan kompleks dengan xylidil blue. Serum diperoleh dari 30 penderita preeklampsi dan 30 orang hamil normal dengan usia hamil antara 32 sampai dengan 43 minggu.
Hasil dan Kesimpulan: Dari analisa terhadap serum tersebut di atas, ternyata 1/ tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara kadar prolaktin serum dan derajat edema, 2/ dijumpai korelasi bermakna antara kadar ion kalsium serum dan hipertensi, dan 3/ tidak ada perbedaan bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsi dan kehamilan normal. Pada preeklampsi didapatkan 1/ kadar prolaktin serum antara 61,7 - 376,7 ng/ml; 2/ kadar ion kalsium 0,99 - 1,19 mmol/L; dan 3/ kadar magnesium serum 1,5-2,4 mg/dL.

ABSTRACT
Scope and Method of Study: In animal, an increase of serum prolactin was related td the development of edema. In animal as well as in hypertensive humans the serum level of ionic calcium was altered. In vitro studies showed that at low level of extra cellular magnesium the tone and contractibility of the smooth muscle of blood vessels was increased. The syndrome of edema, hypertension, and spasm of blood vessels were found in preeclamptic women. The role of prolactin in the development of edema in human was unknown, the changes of ionic serum calcium in hypertension are still controversial, and the relation between serum level of magnesium and the spasm of blood vessels in preeclampsia was unclear. This study was carried out to measure the serum level of prolactin, ionic calcium, and magnesium in preeclampsia, which may be used to clarify the problem. Prolactin was determined by immunoradiometric assay (Abbott), ionic calcium by ion selective electrode (AVL-980), and magnesium by spectrophotometry using xylidil blue. The determination was carried out in 30 subjects with preeclampsia and 30 normal pregnancies, both at 32 - 43 weeks of pregnancy.
Findings and Conclusions: Analysis of the subjects above revealed that: 1/ there was no correlation between serum prolactin and the degree of edema in preeclampsia, 2/ serum ionic calcium showed a good correlation with hypertension, and 3/ there was no difference in serum magnesium in preeclampsia and normal pregnancy. In preeclampsia, the concentration of 1/ serum prolactin is 61.7 376.7 ng/mL; 2/ ionic calcium is 0.99-1.19 nmol/L; and 3/ serum magnesium is 1.5-2.4 mg/dL. In normal pregnancy, the concentrations are: 1/ serum prolactin 92.7-357.3 ng/mL 2/ serum ionic calcium 0.87-1.13 mmol/L, and 3/ serum magnesium 1.6-2.4 mg/dL.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panjaitan, Bintang
"Tujuan penelitian cross sectional comparative ini adalah diketahuinya perbandingan antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dan kehamilan normal. Pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Ginekologi dan Ruang Bersalin Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan pada bulan Oktober sampai November 2013. Sebanyak 46 orang ibu hamil yang terdiri dari 23 orang dengan preeklampsia dan 23 orang dengan kehamilan normal yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan kesediaannya mengikuti penelitian ini. Data diperoleh dari wawancara, pengukuran tekanan darah dan lingkar lengan atas, evaluasi asupan magnesium dengan metode FFQ semikuantitatif dan pemeriksaan kadar magnesium serum. Analisa statistik menggunakan uji t-test dan Mann Whitney. Uji karakteristik usia, usia kehamilan, paritas, pendidikan dan status gizi kedua kelompok homogen. Tidak ditemukan perbedaan rerata kadar magnesium serum pada preeklampsia (1,98 0,26 mg/dL) dengan kehamilan normal (1,89 0,21 mg/dL). Rerata asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah 233,6 (190,1;319,3) mg dibandingkan dengan kehamilan normal 380,1 (229,8;444,2) mg dengan p=0,024.
Kesimpulan: tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kadar magnesium serum pada preeklampsia dengan kehamilan normal sementara asupan magnesium pada preeklampsia lebih rendah bermakna dibandingkan dengan kehamilan normal.

The aim of this cross sectional comparative study was to analyze serum level of magnesium in preeclamptic pregnancies and to compare them with those in normal pregnancies. The data was collected at RSUD Tarakan on October 2013. Out of 23 women with preeclampsia and 23 women with normal pregnancies that meet our inclusion criteria given their consents to join the study. Data collated including interviews, blood pressure and mid upper arm circumference (MUAC) measurement and intake of magnesium by semiquantitative FFQ method. Statistical analysis performed by t-test and Mann Whitney. The result of the characteristic test in two groups of study shows that both groups are homogenic. There was no different between magnesium serum level in women with preeclampsia (1.98±0.26 mg/dL) and normal pregnancy (1.89±0.21 mg/dL) While the mean daily intake of magnesium is significantly lower in preeclampsia 233.6 (190.1;319.3) mg than in normal pregnancy 380.1 (229.8;444.2) mg.
Conclusion: there was no significant different between serum magnesium level in women with preeclampsia dan normal pregnancy.
"
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramita Iriana
"TUJUAN: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan kadar tromboksan B2 pada kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia dengan plasenta wanita hamil normal sebagai pembanding.
RANCANGAN PENELITIAN: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional. Kultur jaringan plasenta penderita preeklampsia (n=13) dan plasenta wanita hamil normal (n=12) dengan usia dan umur kehamilan tidak berbeda bermakna secara statistic. Kultur plasenta menggunakan medium M199 dari sigma dengan 20 % serum menggunakan metode tabung menurut Rand dan dikultur selama 72 jam. Kadar tromboksan B2 diukur dengan spektrofotometri pada panjang gelombang 405 nm. Sebagai petanda bahwa plasenta yang dikultur masih memilik viabilitas set yang baik diukur melalui pemeriksaan human chorionic gonadotropin (hCG).
HASIL: Kedua sel baik dari jaringan plasenta penderita preeklampsia maupun dari jaringan plasenta hamil normal memiliki viabilitas sel yang baik. Kadar tromboksan B2 yang terlarut dalam supematan kultur jaringan plasenta penderita preklampsia (887.88± 26.07 pglml) lebih tinggi secara bermakna (P<0.05) dibanding wanita hamil normal (849.82± 24.61 pglml)
KESIMPULAN: Kadar Tromboksan B2 pada penderita preeklampsia lebih tinggi dibandingkan pada wanita hamil normal, peningkatan ini bertanggung jawab terhadap terjadinya vasokonstriksi pembuluh darah pada plasenta dan maternal.

Enhanced Tromboxane B2 (TXB2) Production In Placental Culture In Preeclampsia
OBJECTIVE: To determine tromboxane B2 production in placental culture in preeclampsia
STUDY DESIGN: The study was a crosssectional study. Placentas were obtained from having woman with normal (n=12) and woman with preeclampsia (n=13) with the same age and gestational age. Placenta tissues were incubated in M199 sigma medium with 20 % serum for 72 hour using the with tube method from Rand. Samples were analyzed spectrophotometrically and with absorbtion at 405 nm for tromboxane B2. hCG was also determined as a marker for cell viability.
RESULT : The placentas of women will preeclampsia and from normal pregnanly were viable. The concentration of tromboxane B2 from placental of preeclampsia cultured for 72 hour (887.88±26.07 pg/ml) was significantly higher (p<0.05) than from placental of normal pregnanly (849.83±24.60 pg/ml).
CONCLUSION : The concentration of tromboxane B2 from cultures of placental preeclampsia was significantly higher than from cultures of placental of normal pregnanly. The increased tromboxane B2 production in placental culture could be responsible for increased placental and maternal blood vessel vasoconstriction."
Lengkap +
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T13652
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>