Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160053 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Asep Deni Hamdani
"Latar Belakang: Ansietas sering terjadi pada anak terutama dalam masa prabedah dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter anestesi dalam pelayanan rutin.
Tujuan: Menelaah efek sedasi dan anti ansietas dari premedikasi midazolam oral dan ketamin oral dalam memfasilitasi pemisahan dari orang tua pada pasien pediatrik, Metode: 96 orang anak secara acak dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat midazolam 0,25 mg/kg BB peroral dan kelompok kedua mendapat ketamin 5 mg/kg BB peroral.
Hasil: Anak-anak yang mendapatkan premedikasi midazolam oral efektif tersedasi sebesar 81% sedangkan anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 32% (p<0,05) dengan 1K (0,32 ; 0,66). Sebagai anti ansietas anak-anak yang mendapat premedikasi midazolam oral efektif sebesar 89% sedangkan pada anak-anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral hanya 54% (p<0,05) dengan IK (0,18 ; 0,52).Hipersalivasi terjadi pada 25% anak yang mendapatkan premedikasi ketamin oral (p
Kesimpulan: Midazolam 0,25 mg/kg BB lebih baik dalam memberikan efek sedasi dan sebagai anti ansietas bila dibandingkan dengan ketamin 5 mg/kg BB peroral.

Background: Anxiety often accompanied children during preoperative. This is a condition and complication often overlooked by anesthesiologists in routine practices. Aim: To asses sedation and anti anxiety effect of midazolam and ketamine as premedication given orally in order to facilitate separation from the parents. Method: Ninety six pediatric patients, in a randomized, double blind manner divided in two groups equally, received orally midazolam 0.25mg/kg or ketamine 5 mg/kg.
Result: Children who received midazolam were sedated 81%, while children with ketamine only 32% (CI: 4.32;0.66). As for antianxiety effect, patients who received midazolam were effective 89%, those who received ketamine only 54% (p<0.05) with CI (0.18:0.52). Hypersalivation was found in 25% patients with premedication oral ketamine (p<0.05)
Conclusion: Oral midazolam 0.25mglkg gives better sedation and antianxiety effect compared to oral ketamine 5 mg/kg.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rahayu K
"Ansietas prabedah ("fear of pain") hampir selalu dialami individu yang menghadapi pembedahan ualau yang sederhana sekalipun. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efek ansiolitik benzodiazepin terbaru yaitu midaznlam dalam tehnik sedasi sadar pad: prosedur ndontektomi dengan anestesi lokal. Delapan belas kasus impaksi molar ketiga rahang hauah diberikan midaznlam 0.05 mg/kg bb i.v. secara bolus, dibandingkan dengan tujuh belas kasus tanpa sedasi. Penilaian terhadap perubahan tinqkat ansietas dilakukan pada saat diberikan stimuli eksternal berupa penyuntikan anestesi lokal, pengeburan tulang dan pengungkitan gigi- Juga turut dinilai tingkat sedasi, amnesia anterograd dan perubahan tanda-tanda vital yang terjadi, untuk mengetahui efek farmakosedatif obat tersebut.
Dengan uji Fisher, uji tanda dan uji t tampak bahwa midaznlam dosis rendah mampu menurunkan tingkat ansietas, menimbulkan amnesia anterugrad dan memberikan tingkat sedasi yang bermakna pada saat penyuntikan anestesi lokal, dibandingkan dengan kelumpok tanpa sedasi. Akan tetapi pada tahap pengeburan dan pengungkitan, ansietas menghilang pula secara bermakna pada kedua kelompok.
Ditarik kesimpulan hahwa dengan penghilangan rasa nyeri oleh anestesi lokal saja sudah cukup menghilangkanl menurunkan ansietas pembedahan. Tehnik sedasi sadar tidak harus diberikan secara rutin pada pasien dengan ansietas ringan sampai sedang. Pada pasien dengan ansietas berat dapat diberikan tehnik sedasi dengan dosis individual sesuai kebutuhan, secara titrasi."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, 1991
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Made Wahyuni
"Latar belakang : Rasa kecemasan dan ketakutan dalam menghadapi tindakan medis atau operasi pada anak lebih besar dibandingkan pada orang dewasa. Sebaiknya saat anak masuk masuk kamar bedah sudah diberikan obat premedikasi. Premedikasi melalui tetes hidung mempunyai beberapa kelebihan dibandingkan melalui jalur lainnya. Obat premedikasi yang umum diberikan melalui fetes hidung adalah midazolam dan ketamin.
Metode : Penelitian ini dilakukan pada 30 subyek penelitian yang akan menjalani tindakan medis elektif, ASA I atau II dengan uji klinis tersamar ganda. Subyek penelitian dibagi dua kelompok ; Kelompok Midazoiam yaitu premedikasi tetes hidung midazolam dosis 0,2 mglkgbb dan kelompok Ketamin yaitu premedikasi tetes hidung ketamin dosis 4 mglkgbb. Dilihat dan dicatat skor tingkat sedasi dan kecemasan awal sebelum diberikan premedikasi, dan 20 menit setelah diberikan premedikasi. Efek samping pasta premedikasi juga dilihat dan dicatat.
Hasil : Tingkat sedasi yang efektif didapatkan pada 86,7% anak pada kelompok midazolam, sedangkan hanya 46,7% yang mencapai tingkat sedasi efektif pada kelompok ketamin, dengan p>0,005. Berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif dicapai oleh 93,3% anak dari kelompok yang mendapat midazolam, dibandingkan dengan kelompok ketamin yang hanya menunjukkan berkurangnya tingkat kecemasan yang efektif pada 46,7% anak, dengan p<0,05. Efek samping yang terjadi adalah hipersalivasi yang terjadi pada 3 anak yang mendapat ketamin, dan muntah pada 1 anak dari kelompok ketamin.
Kesimpulan : Premedikasi tetes hidung midazolam menunjukkan tingkat sedasi dan mengurangi kecemasan yang lebih baik dibandingkan dengan ketamin."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18171
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sumi Yustiningsih
"Tujuan: Mengetahui pengurangan dosis induksi propofol pada kelompok yang diberikan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dibandingkan dengan kelompok yang diberikan koinduksi midazolam 0,03 mg/kgBB.
Metode: Uji Klinik Tersamar Ganda. Penelitian dilakukan di Instalasi Bedah Pusat RSCM pada hulan November sampai dengan Desember 2006, dengan jumlah sampel 46 pasien dewasa yang menjalani operasi berencana dan anestesia umum. Pasien dibagi secara acak ke dalam 2 kelompok; 23 pasien mendapatkan koinduksi ketamin 0,3 mg/kgBB dan 23 pasien Iainnya mendapatkan midazolam 0,03 mg/kgBB 2 menit sebelum induksi propofol. Induksi propofol dilakukan secara titrasi 30 mg/i0 detik. Dilakukan pencatatan dosis induksi propofol pada end point hilangnya respon verbal dan hilangnya respon terhadap jaw thrust serta respon hemodinamik 1 menit setelah induksi. Analisa statistik untuk melihat perbedaan rerata antara kedua periakuan menggunakan uji-t, sedangkan perbedaan pada dua kelompok data kategori diuji dengan uji chi-square dengan nilai signilikansi p<0,05 dengan interval kepercayaan 93%.
Hasil: Terdapat perbedaan yang bermakna secara statistik antara kedua kelompok perlakuan dalarn hal pengurangan dosis induksi propofol dan penurunan tekanan darah 1 manic setelah induksi propofol. Dosis induksi propofol pada kelompok ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB. Ketamin 0,3 mg/kgBB lebih sedikit dalam efek penurunan tekanan darah akibat induksi propofol dibandingkan dengan midazolam 0,03 mg/kgBB.

Objective:
To observe the reduction of propofol induction dose in ketamin co induction 0,3 Mg/Kg BB compare with midazolam coinduction 0,03 mg/kgBB
Methods:
Double blinded randomized clinical trial. The study was conducted at Cipto Mangunkusuma Hospital Central-Surgery Room from November until December 2006 to 46 adult patients who went to elective surgery and general anesthesia Patients were divided randomly into two groups: The group consist of twenty-three patients give co induction ketamin 0,3 mg/kgBW The other twenty-three patients was given with 0,03 mg/kgBW of midazolam coinduction two minutes before the induction propofol. The records doses propofol induction using loss of response to verbal commands and loss. of response to jaw thrust stimulation as end point of induction. This study also observed the homodynamic response one minute after induction. T-test method was performed to identfy the mean difference between the two groups, while Chi Square method was performed to identify the frequency difference (categorical data) between the two groups. A 'p' value of <0.05 was considered statistically significant: with 95% confidence interval.
Conclusion:
There were .significant statistical differences between the two groups in a matter of reducing propofol induction doses and hemodynamic effects one minute after propofol induction. Propofol induction dose was less at ketamine group. Hemodynamic elects one minute after propofol induction, Ketamine 0,3 mg/kgBW was less in reducing blood pressure compared with midazolam 0,03 mg/kgBW.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18006
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yulius T.
"Dalam induksi anestesia dengan etomidat sering timbal mioklonus. Penelitian ini membandingkan premedikasi midazolam dan fentanil dengan premedikasi midazolam saja dalam mencegah mioklonus. Penefitian dilakukan dengan acak tersamar ganda terhadap 140 pasien. Pasien dibagi menjadi 2 kelompok, masing-masing 70 orang yaitu yang mendapat premedikasi midazolam 0,02 mg/kg BB dan fentanil 14g/kg BB intravena (IV) atau midazolam 0,04 mg/kg BB IV. Setelah itu digunakan etomidat 0.3 mg/kg BB IV untuk induksi anestesia_ Kejadian dan derajat mioklonus diamati selama 60 detik. Insidens miokonus lebih kecil pada kelompok fentanil dan midazolam (5/70) dibandingkan kelompok midazolam (29/70){P<0,05}. Tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam derajat mioklonus (p>0,05) pada kedua kelompok. Premedikasi dengan midazolam 0,02 mg/kg BB dart fentanil 14g/kg BB IV efektif menurunkan mioklonus akibat induksi dengan etomidat.

During induction of anaesthesia with etomidate, myoclonic muscle movements are frequent. in this study, pretreatment with midazolam and fentanyl was compared to pretreatment with midazolam for the prevention of myoclonic muscle movements. Included in this study were 140 patients, pretreated in randomized double-blinded fashion with midazolam 0.02 mg/kg and fentanyl 1 µg/kg IV (n=70 patients) or midazolam 0.04 mg/kg IV (n=70 patients). Induction agent used was etomidate 0.3 mg/kg IV. The incidence and intensity of myoclonic movements were observed in 60 seconds. The incidence of myoclonic movements was significantly lower in patients pretreated with midazolam and fentanyl (5/70) than patients pretreated with midazolam only (29/70){p<0.051. The intensity of myoclonic movements was not significantly different (p>0.05) in two groups. Pretreatment with midazolam 0.02 mg/kg and fentanyl 1 gg/kg IV is more effective than that with midazolam 0.04 mg/kg IV in reducing etomidateinduced myoclonic muscle movements."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dina Natalia Ekawari
"Latar Belakang: Kecemasan sering terjadi pada anak terutama masa pranestesia dan merupakan suatu kondisi dan komplikasi yang sering terabaikan oleh dokter spesialis anestesiologi dalam pelayanan anestesia. Pada studi ini dibandingkan keefektifan ketamin 4 mg/kgbb dosis intranasal dengan ketamin 5 dosis mg/kgbb per oral dalam efek sedasi dan mengurangi kecemasan.
Metode: 104 anak secara acak tersamar ganda dibagi dalam 2 kelompok sama banyak. Kelompok pertama mendapat ketamin intranasal (N=51) dan kelompok kedua mendapat ketamin per oral (N=50).
Hasil: Anak yang tersedasi baik pada kelompok ketamin intranasal sebesar 45,1% sedangkan pada kelompok ketamin per oral hanya 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). Sebagai anti kecemasan, 68,6% anak pada kelompok ketamin intranasal mudah dipisahkan dari orangtua (efektif) dan hanya 48% anak yang mudah dipisahkan dari orangtua pada kelompok ketamin per oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hipersalivasi terjadi pada 3,9% anak pada kedua kelompok sedangkan muntah sebesar 4,9% juga pada kedua kelompok.
Kesimpulan: sebagai premedikasi pada pasien anak, ketamin dosis 4 mg/kgbb intranasal memberikan efek sedasi dan anti kecemasan yang lebih baik bila dibandingkan dengan ketamin dosis 5 mg/kgbb peroral.
Kata kunci: premedikasi, ketamin, intranasal, per oral, sedasi, anti kecemasan.

Background: Anxiety often accompanied children, especially during pre anesthesia and this condition and complication often overlooked by the anesthesiologist in practices. The purpose of our study was to investigate, whether premeditation with ketamine 4 mg/kgbb intranasal or ketamine 5 mg/kgbb orally is more effective to gives sedation and ant anxiety.
Method: Hundred and four pediatric patient, in randomized, divided into two equal groups. First group received ketamine intranasal (N=51) and the second group received ketamine orally (N=50).
Result: 45.1% children had good sedation in intranasal group, while in oral group is only 24% (p<0,05; 2,13E-0,2;0,52). As for anti anxiety, 68.6% children in intranasal group is easy to be separated from the parents (effective) and only 48% children in oral (p<0,05; 1,03E-0,2;0,48). Hyper salivation occurs in 3.9% children in both groups, while 4.9% children vomit in both groups.
Conclusion: 4 mg/kgbb intranasal ketamine gives better sedation effect and better anti anxiety effect compare to 5 mg/kgbb oral ketamine as premedication to pediatric patient.
Key words: premedication, ketamine, intranasal, orally, sedation, ant anxiety.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agnes Minarni
"Latar Belakang: Penggunaan deksmedetomidin dengan bolus awal memiliki efek samping seperti transient hypertension, bradikardi dan hipotensi. Penggunaan deksmedetomidin intravena dosis rendah diharapkan tidak menimbulkan efek samping namun diharapkan tetap memberikan efek sedasi yang baik untuk premedikasi pasien yang akan menjalani anestesia umum dibandingkan midazolam sebagai kontrol.
Metode: pada uji klinik dengan randomisasi tersamar ganda ini, 80 pasien yang menjalani pembedahan elektif di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo dibagi menjadi 2 kelompok yang mendapatkan regimen premedikasi yang berbeda. Kelompok deksmedetomidin mendapatkan deksmedetomidin 0,3 µg/kgbb/jam intravena selama 15 menit dosis tunggal dikuti NaCl 0,9% 2ml intravena bolus, sedangkan kelompok midazolam mendapatkan NaCl 0,9% 20ml intravena selama 15 menit diikuti midazolam 0,05 mg/kgbb dosis tunggal. Kedua kelompok kemudian menjalani prosedur induksi, laringoskopi-intubasi yang sama. Tingkat sedasi pada menit ke-20 setelah obat mulai diberikan akan dibandingkan. Tingkat sedasi disebut baik bila berada pada Ramsay Sedation Scale 2.
Hasil: Terdapat perbedaan tingkat sedasi yang bermakna secara statistik (p<0,005) yaitu dari 40 pasien yang mendapatkan deksmedetomidin semuanya (100%) berada pada Ramsay Sedation Scale 2, sedangkan dari 40 pasien yang mendapatkan midazolam 25 pasien berada pada Ramsay Sedation Scale 2 (62,5%), dan 15 pasien berada pada Ramsay Sedation Scale 3 (37,5%).
Kesimpulan: Deksmedetomidin dosis 0,3 µg/kgbb/jam intravena selama 15 menit dosis tunggal memiliki tingkat sedasi yang lebih baik daripada midazolam 0,05 mg/kgbb intravena.

Background: The administration dexmedetomidine using loading dose have some undesirable effects such as transient hypertension, bradycardia and hypotension. The use of low-dose dexmedetomidine single infusion was proposed to avoid those undesirable effects but still provide goodsedation effects for premedication, compared to midazolam as a control, for patients undergoing general anesthesia.
Method: in this randomized double-blind trial, 80 patients planned for elective surgery in RSUPN Dr. Cipto mangunkusumo were enrolled and divided into 2 groups receiving different premedication regimens. The dexmedetomidine group got 0.3 micrograms/kg/hour infusion in 15 minutes followed by a single bolus of 2ml NaCl 0.9%, while the midazolam group got 20ml of NaCl 0.9% infusion in 15 minutes followed by single bolus of midazolam 0.05 milligram/kg. The level of sedation at minute 20 after the start of drug administration was compared. Both groups then underwent the same induction, laryngoscopy and intubation procedures. The level of sedation is stated good when The Ramsay Sedation Scale is 2.
Results: all 40 patients (100%) in the dexmedetomidine group were on Ramsay Sedation Scale 2 while in the midazolam group 25 patients werw on Ramsay Sedation Scale 2 (62.5% ), and 15 patients were in the Ramsay Sedation Scale 3 (37.5%) and statistically there was a significant difference (p<0.005).
Conclusion: Dexmedetomidine 0.3 micrograms/kg/hour single infusion in 15 minutes provide a better level of sedation than midazolam 0.05 milligram/kg single bolus.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Taslim Poniman
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 1997
T59066
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Sumual, Eleonora Francisca Maria
"Penelitian ini dilakukan pada tim ketja majalah anak-anak dengan inisial Bb. Data dan infommasi diperolch dari wawancara, observasi, dan data hasil penjualan sclama tahun 2005 dan 2006.
Hasil yang diperoleh menunjukkan kinerja tim keqa Bb sedang mengalami penurunan kinerja, dengan tolok ukur berdasarkan penurunan market share, hasil penjualan dan kegagalan dalam melakukan pengembangan produk baru.
Berdasarkan analisis daur hidup produk majalah Bb telah mencapai tahap decline. Produk yang berada pada tahap ini perlu di ?re-launching" melalui inovasi produk, proses, dan layanan. Untuk melakukan inovasi diperlukan pengetahuan dari iuar maupun dari dalam organisasi agar "produk" yang diciptakan dapat bertumbuh kembali. Masalahnya orang-orang di tim kerja Bb belum mengetahui cara untuk mengumpulkan infonnasi dan mengolah informasi menjadi pengetahuan. Permasalahan ini disebabkan karena faktor Organization Capital yaitu sistem dan budaya di tim kerja Bb masih menj adi penghambat terciptanya knowledge.
Sebagai rekomendasi untuk mengatasi permasalahan ini, mula-mula yang harus dipersiapkan adalah Organization Capital untuk merangsang organisasi menjadi learning organization. Untuk menjadi learning organization, Organization Capital dibentuk berdasarkan penerapan tcori Organizational Knowledge Creation, scrta pcncrapan tcori FMh Discipline.

The research was conducted on a team of children magazine with the initial Bb. The data and information were obtained by interview and observation. All data and information were taken from the financial statistics of 2005 and 2006.
Measured by the decline of market share, the financial lost, and the failure to invent a new product; it is revealed that the work performance among the teams of Bb is declining.
The analysis shows that Bb magazine has reached the state of decline. At this point, the product needs to be relaunched with the innovation in product, process, and services. To implement the innovations, the teams should gain knowledge from inside and outside organizations so in order that the sales growth created products can increase. However, the member ofthe team do not know how to obtain the information and transform it into knowledge. Such problem is caused by the system and culture ofthe team that prohibits the knowledge sharing.
Based on the thorough analysis, firstly it is commended that the Organizational Capital is to prepare effectively by the management so that it can facilitate the Leaming Organization. Organization Capital should be developed based on the theories of Organizations Knowledge Creation and Fifth Discipline.
"
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2007
T34166
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>