Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 184112 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andriana Devi
"Televisi telah ada sejak abad 18 akan tetapi mulai berkembang pada abad 19 dimulai dari televisi hitam putih hingga berwama. Televisi Amerika memiliki acara televisi yang beragam ada yang bersifat positif dan negatif menurut Milton Chen seorang Direktur KOED Center for Education and Lifelong Learning (CELL). Acara televisi yang negatif mengandung unsur kekerasan dan seks sedangkan positif yang mendidik anak-anak untuk mengembangkan kemampuan kreatifitasnya dan daya nalar mereka. Untuk memenuhi sasaran penilitian saya menggunakan metode penelitian kepustakaan dengan mengumpulkan data-data dan metode penelitian kualitatif.
Hasil penelitian membuktikan bahwa dampak televisi dan kejahatan anak-anak yang dilakukan pada usia 8 hingga 15 tahun dari tahun 1970 sampai dengan 1997 perubahan yang signifikan di Amerika Serikat terhadap tayangan-tayangan yang bersifat negatif yang menimbulkan mereka untuk meniru dan melakukan hal yang mereka lihat di televisi tanpa bimbingan orang tua untuk mencema apa yang mereka lihat sehingga teman yang menghibur disaat orang tua tidak ada ialah televisi. Kejahatan yang dilakukan mereka membuktikan bahwa televisi secara tidak langsung mempengaruhi mereka dalam kehidupan nyata."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2006
T18369
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitriani F. Syahrul
"Adanya beberapa kecenderungan dampak negatif pada anak-anak setelah menonton TV (khususnya pada tayangan film cerita), misalnya tentang agresivitas anak, menyebabkan penulis tertarik untuk melihat lebih jauh proses kognitif apa yang terjadi pada anak ketika mereka menyaksikan suatu film cerita. Salah satu aspek kognitif yang terdapat di antara saat menonton TV dan dampaknya adalah 'pemahaman' (Berry & Asamen, 1993).
Pemahaman yang dimaksud di sini adalah seperti yang dikemukakan oleh Collins, et.al. (1978), yang artinya bahwa pemahaman itu mengacu kepada pengentian dari penonton, dan adanya integrasi dari bermacam bagian dari suatu program, kedalam suatu keseluruhan yang berarti. Pemahaman itu sendiri dilkaukan terhadap tingkah laku, kejadian, akibat, baik yang ditampilkan secara eksplisit maupun implisit, dalam satu atau beberapa satuan adegan dalam film cerita. Berry & Asamm (1993), mengatakan bahwa fungsi dari pemahaman itu adalah sebagai filter (penyaring) dan mediator (perantara).
Ketika anak menemui suatu hal/adegan yang dapat menimbulkan dampak negatif, maka di sini pemahaman berfungsi sebagai filter, sehingga anak tersebut tidak meniru tayangan yang disaksikannya. Ketika anak perlu memikirkan lebih jauh hubungan sebab-akiibat, motivasi, serta konsekuensi, maka di sini pemahaman berfungsi sebagai mediator, sehingga anak mendapatkan gambaran yang jelas tentang apa yang disaksikannya. Dari beberapa referensi, antara lain seperti yang dikemukakan olda Piaget (dalam Nobel, 1975) diketahui bahwa pemahaman anak pada usia sekitar 9 atau 10 tahun lebih tinggi daripada anak yang berusia di bawahnya.
Mengetahui pentingnya faktor pemahaman ketika naka menyaksikan tayangan film cerita, dan adanya perbedaan kondisi antara anak-anak di lndonsia dan anak-anak di Barat terhadap cerita yang disaksikannya membuat peneliti tertarik untuk meneliti permasalahan: "Bagaimana pemahaman anak yang berada pada tahap konkret operasional (khususnya usia sekitar 8 tahun, dan 10-12 tahun) terhadap film cerita anak yang disaksikannya di TV?".
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran pemahaman anak-anak tersebut terhadap film cerita yang disaksikannya di TV, khususnya bagi sampel yang ada di beberapa sekolah di Jakarta-Indonesia. Lebih jauh Iagi, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi para orangtua, guru, maupun pihak penyelenggara TV tentang pemahaman anak tersebut, sehingga mereka dapat rneiakukan pendekatan yang lebih tepat guna meningkatkan pemahaman anak ketika menonton suatu film cerita anak.
Disain penelitian ini adalah ?studi lapangan? (field study), dengan metode pengambilan data non probability sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 64 orang (terdiri dari 33 orang sampel berusia 7;6 - 8;6 tahun, dan 31 orang sampel berusia l0;6 - 12;6 tahun), berasal dari 4 Sekolah Dasar Negeri di Salemba - Jakarta Pusat. Selain usia, kriteria sampel penelitian ini adalah: memiliki tingkat kecerdasan rata-rata, berasal dari tingkat sosial- ekonomi menengah, sehat mata dan telinga, sudah bersekolah, pernah menonton film Mighty Morphin Power Rangers. Adapun prosedur pengambilan data dalam penelitian ini adalah: (1) subyek diberikan tayangan Film Power Rangers selama 31 menit; (2) setelah menonton subyek diminta mengisi kuesioner yang telah disusun untuk mengukur pemahaman mereka (melalui aspek recall dan inference).
Gambaran yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa pemahaman anak yang berada pada tahap konkret operasional secara umum masih kurang (di bawah separuh pemahaman orag dewasa). Pemahaman anak pada tahap ini secara umum masih berkisar pada hal-hal yang eksplisit, misalnya mengenai konsekuensi dari suatu tindakan tokoh. Anak yang berusia 10 - 12 tahun mendekati separuh dari pemahaman orang dewasa, dan secara signifikan memiliki pemahaman yang lebih tinggi daripada anak yang berusia di bawahnya (dilihat dari signifikansi pada nilai recall: p=0,001; dan nilai inference: p=0,000; dengan 1os=0,005). Pemahaman mereka itu ditunjukkan dengan kemampuannya yang cukup dalam mengurutkan adegan yang pentlng dalam film cerita, dan menyimpulkan adegan yang eksplisit dan implisit dalam adegan tersebut. Namun demikian, hanya sepertiga (10 orang) dan jumlah sampel berusia l0;6 - l2;6 tahun yang memiliki pemahaman tinggi (diatas nilai rata-rata). Selain itu, dari latar belakang anak yang memiliki pemahaman tinggi dan rendah, terlihat bahwa peran orangtua ketika menemani anaknya nonton TV masih belum efektif terlebih lagi untuk anak yan gberusia dibawah10-12 tahun.
Saran untuk penelitian selanjutnya antara lain adalah agar jumlah sampel diperbanyak, mengingat bahwa gambaran subyek yang memiliki pemahaman tinggi dalam penelitian ini hanya sedikit, hingga kesimpulannya belum dapat digeneralisasikan. Adapun saran yang dapat diterapkan dalam masyarakat adalah: hendaknya peran orangtua, guru, dan pihak penyelenggara TV ditingkatkan dengan caranya masing-masing, agar pemahaman anak semakin meningkat, baik untuk anak yang berusia 10 - 12 tahun, apalagi untuk anak yang berusia di bawahnya."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1997
S2454
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kanya Eka Santi
"ABSTRAK
Kesadaran bahwa anak dan masa kanak-kanak merupakan realitas sosiologis
bukan hal baru. George Herbert Mead telah mengangkat hal ini sekitar satu abad lalu.
Namun, beberapa tahun belakangan ini terlihat adanya kegairahan di kalangan ilmuwan
sosial untuk lebih memperhatikan dinamika anak dan masa kanak-kanak. Mereka
menganggap anak - seperti halnya gender atau gejala sosial lainnya - sebagai gejala
sosial yang sedemikian kompleksnya sehingga sulit bila dipaharni hanya dari sudut
pandang psikologi.
Ketertarikan pada anak secara sosiologis ini antara lain ditunjukkan oleh
William A. Corsaro. Melajui teori reproduksi interpretif, Corsaro mencoba melihat
anak sebagai warga masyarakat yang kreatif dan ikut Serta dalam rnernbentuk
masyarakatnya. Tentunya, keikutsertaan anak selayaknya tidak dipandang dari sudut
orang dewasa. Secara lebih detail, Corsaro berargumen bahwa perkembangan anak
bersifat reproduktif dalam arti, merupakan proses peningkatan densitas dan reorganisasi
pengetahuan yang berubah sejalan dengan perkembangan kognitif dan kemampuan
bahasa anak Serta perubahan dalam dunia sosialnya. Berdasarkan input yang diperoleh
dari orang dewasa, anak secara kratif dan inovatif mengembangkan budaya sendiri
dengan sebayanya dan tidak semata-mata mengimitasi dunia orang dewasa. Pada
gilirannya hal ini akan membelikan kontribusi pada produksi dan perubahan budaya.
Namun demikian partisipasi anak dibatasi pula struktur sosial dan reproduksi
masyarakat. Argumen itu, seperti yang diakui sendiri oleh Corsaro, dilandaskan pada
dialog ontologis dan epistemologis dengan pikiran-pikjran George Herbert Mead
tentang self, play dan games, Anthony Giddens tentang strukturasi serta Erving
Goffman soal framing dan keying.
Berkaitan dengan hal-hal di atas, saya mencoba meneliti anak yang terekspos
pada situasi konflik dengan mempertanyakan: bagaimana pertalian antar berbagai
konsepsi tentang anak dan masa kanak-kanak di wilayah konflik serta bagaimana
dinamika struktural anak dalam budaya kelompok sebaya, keluarga, masyarakat dan
negara. Adapun pengumpulan data saya lakukan di Poso, satu masyarakat yang sarat
konflik khususnya sejak berakhirnya pernerintahan Orde Baru. Konflik tersebut
bersumbu -pada ketegangan diantara penganut agama Islam dan penganut agama
Kristen, dan masih terus berlangsung sampai saat Penganut agama Islam
direpresentasikan dengan daerah Poso Kota, penganut agama Kristen direpresentasikan
oleh daerah Tentena. Sedangl-can penduduk campuran Islam, Kristen dan Hindu
direpresentasikan oleh Poso Pesisir.
Teori Corsaro sendiri saya tempatkan dalam penelitian ini mengikuti alur pattern
theorising. Berbagai gagasan dasar Corsaro menjadi acuan teoritik untuk membimbing
saya dalam merekonstruksi dinamika anak Poso secara sosiologis. Karenanya, disertasi
ini terlalu jauh untuk disebut sebagai arena menguji akurasi teori Corsaro.
Secara metodologis, penelitian tentang anak Poso pasca Orde Baru dilakukan
sejak tahun 2002 meskipun tidak secara intensif. Pengumpulan data secara terfokus pada
dinamika anak dan kekerasan di Poso say laksanakan dari bulan Januari sampai dengan
bulan Juni tahun 2005. Selepas fieldwork, data diperoleh terutama memanfaatkan
teknologi komunjkasi jarak jauh.
Secara sistematis, spesifikasi metodologis penelitian ini adalah sebagai berikut:
menggunakan metode etnografi atau field research dengan menempatkan anak sebagai
subyek penelitian yang dapat menyuarakan kondisinya dan mengartikulasi kapasitasnya.
Pengumpulan data menggunakan berbagai teknik yaitu wawancara mendalam,
wawancara kelompok/diskusi kelompok terfokus, pengamatan, testimoni, life histories,
gambar, dan studi dokumentasi. Selain anak, data lainnya diperoleh dari orangtua, guru
dan instansi pemerintah serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Temuan saya menunjukkan konstruksi media dan berbagai kalangan tentang
kekerasan di Pose mengandung kebenaran. Kekerasan terjadi pada lingkup yang meluas
dan mendalam. Selain itu, saya mendapat kesan kuat bahwa orang Pose termasuk anak-
anak mulai terbiasa hidup dalam kekerasan. Kekerasan seakan-akan dianggap sebagai
bagian kehidupan normal. Namun, dibalik konstruksi tentang kekerasan tersebut, saya
menemukan bahwa anak-anak Poso memiliki identitas hibrid lewat paduan budaya lokal
dengan budaya global. Proses ?in? dan ?out? dilakukan sebagai bentuk adaptasi
terhadap desakan budaya global sambil tidak meninggalkan budaya sendiri. Pengaruh
global dalam rutinitas keseharian anak tampak dalam aspek simbolik maupun material
dari budaya anak-anak. Identitas tersebut tampaknya memungkinkan berkembangnya
resiliensi dan mencaimya batas-batas simbolik maupun sosial termasuk di kalangan
anak-anak eks kombatan. Anak kemudian sangat potensial menjadi aktor perdamaian.
Temuan ini sama sekali tidak meniadakan gambaran bahwa masih ada anak yang juga
trauma atau bahkan mengalami post traumatic symprons disorder (PTSD). Hal ini
memperlihatkan adanya perbedaan temuan saya dengan ternuan Corsaro.
Seperti halnya penelitian-penelitian sejenis tentang anak dan kekerasan di
beberapa daerah di Indonesia, saya menemukan bahwa anak menjadi korban sekaligus
pelaku kekerasan. Pada masyarakat yang berkonflik, kapasitas anak berbenturan dengan
situasi kekerasan. Makna kreatif dan inovatif, kemudian perlu dilihat dalam kaitannya
dengan kepentingan terbaik anak. Sekali lagi terlihat perbedaan antara temuan saya
dengan temuan Corsaro. Lebih tepatnya, hal yang ktuang mendapat perhatian Corsaro
justru merupakan hal penting untuk memahami dinamika anak Poso. Tentunya perlu ada
penelitian-penelitian lanjutan, dengan metode penelitian yang berbeda-beda, untuk
menentukan seberapa benar (atau seberapa salah) temuan saya.
Temuan-temuan tersebut memiliki implikasi teoritik untuk melakukan
indigenisasi pada level meta teori, teori, empirik dan aplikasi teori. Proses ini
menempatkan anak dan masa kanak-kanak sebagai entitas tersendiri yang tidak sama
dengan orang dewasa termasuk pengetahuan yang dihasilkannya untuk memahami
realitas sosial. Hal lainnya adalah soal universalitas dan lokalitas definisi anak dan masa
kanak-kanak, khususnya menyangkut kapasitas anak, identitas hibrid, resiliensi anal(
dan kontnibusi pada perdamaian Pose. Kesemuanya merupakan hal yang selama ini
?diabaikan? dalam sosiologi khususnya untuk konteks Poso. Sebagai kontribusi bagi
pemerintah dan berbagai kalangan yang concern terhadap kesejahteraan anak,
indigenisasi mencakup pemikiran tentang pentingnya memperhatikan kembali strategi
dan pengelolaan perlindungan anak Indonesia. Hal yang ada baiknya diperhatikan
diantaranya adalah: kebijakan tidak mereproduksi pandangan yang hanya menganggap
anak sebagai obyek serta perlunya mengelola lcekuatan strulctur demi kepentingan
terbaik anak."
2006
D793
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indah Kurniasari
"Kekerasan yang terjadi pada anak terus meningkat dari tahun ketahun membuat peran Dewan Perwakilan Rakyat (DPRRI) menjadi penting dalam penanganan kekerasan anak. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui studi literatur dan wawancara yang hasilnya dijabarkan dengan pendekatan deskriptif. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa undangundang yang ada (uu no.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak) sudah tidak dapat dipergunakan dalam penghapusan kekerasan terhadap anak, sehingga dibutuhkan revisi terhadap uu tersebut. Kendala yang dihadapi bahwa revisi uu tersebut belum mendapatkan persetujuan untuk dibahas, dan kurangnya pemahaman anggota DPRRI mengenai substansi dari pelaksanaan fungsi pengawasan.

Intensity of violence that occurred in children continues to rise from year to year making role House of Representatives (DPR) to be important in the handling of child violence. This study uses a qualitative approach to data collection through literature study and interview results are translated descriptive approach. The results of this study found that the existing law (Act No. 23 of 2002 on the protection of children) can no longer be used in the elimination of violence against children that occurred up to the required revision of the law is. Constraints faced by that revision of Law has not been granted approval for debate, House members and a lack of understanding about the substance of surveillance itself becomes an obstacle encountered."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adinda Permata Putri
"Kasus kekerasan terhadap anak masih menjadi persoalan yang dihadapi oleh berbagai wilayah di Indonesia. Tidak terkecuali Ibukota Republik Indonesia, DKI Jakarta, dari tahun 2016 hingga 2019, menempati posisi pertama dengan jumlah kasus kekerasan terhadap anak tertinggi se-Jabodetabek. Kolaborasi lintas sektor menjadi salah satu upaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan upaya penanganan tindak kekerasan terhadap anak dalam mendukung kota layak anak di DKI Jakarta dengan menggunakan konsep collaboration dynamics. Penelitian ini menggunakan pendekatan post-positivist dengan tujuan deskriptif melalui teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam penanganan kekerasan terhadap anak di DKI Jakarta yang dilihat dari konsep collaboration dynamics Emerson & Nabatchi (2015) memiliki kesesuaian. Secara keseluruhan indikator dari subdimensi collaboration dynamics terpenuhi, namun belum optimal karena terdapat temuan penelitian yang menjadi hambatan dalam proses kolaborasi. Hambatan para aktor dalam proses kolaborasi di antaranya: masih adanya miskomunikasi, kemungkinan terdapat duplikasi tugas, tidak adanya pelaporan rutin, terdapat ego sektoral, SOP kolaborasi yang belum terintegrasi. Selain itu juga masih terdapat aktor yang belum sepenuhnya yakin dengan kesiapan fasilitas yang dimiliki aktor lainnya serta faktor sumber daya baik dari segi kuantitas dan kualitas yang belum optimal

Cases of violence against children are still a problem faced by various regions in Indonesia. The capital city of the Republic of Indonesia, DKI Jakarta, from 2016 to 2019, was in the first position with the highest number of violent cases against children in Jabodetabek. Cross-sector collaboration is one of the efforts of the DKI Jakarta Provincial Government in dealing with cases of violence against children. This study was conducted to describe efforts to handle violence against children in supporting child-friendly cities in DKI Jakarta using the concept of collaboration dynamics. This study uses a post-positivist approach with descriptive objectives through in-depth interview data collection techniques and literature study. The results showed that in handling violence against children in DKI Jakarta, which was seen from the concept of collaboration dynamics Emerson & Nabatchi (2015) had conformity. Overall indicators of the collaboration dynamics sub-dimension are met but not optimal because research findings become obstacles in the collaboration process. Barriers to the actors in the collaboration process include: there is miscommunication, the possibility of duplication of tasks, the absence of routine reporting, and still sectoral egos, collaboration SOPs that have not been integrated. In addition, some actors are not entirely convinced of the readiness of the facilities owned by other actors and resource factors both in terms of quantity and quality that are not yet optimal."
Depok: Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, 2021
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Lamria
"ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk Kekerasan dalam rumah tangga merupakan suatu tindakan yang melanggar hak asasi manusia. Anak merupakan salah satu korban kekerasan dalam rumah tangga yang membutuhkan perlindungan dan perhatian dari semua pihak. Maraknya tindak kekerasan dalam rumah tangga disebabkan oleh sistem nilai budaya masyarakat terhadap keberadaan anak sebagai manusia yang memiliki harkat dan martabat. Tindak kekerasan digunakan sebagai dasar untuk mendisiplinkan dan mengajar anak menjadi patuh. Tindak kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran merupakan tindakan kekerasan yang seringkali terjadi dalam rumah tangga. Hal ini dapat berakibat carat, gangguan mental bahkan kematian.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat kasus -kasus tindak kekerasan terhadap anak dalam rumah tangga, bentuk perlindungan terhadap perlindungan terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak dan kendala atau harnbatan yang dihadapi Komisi Nasional Perlindungan Anak dalam melaksanakan tugasnya_ Penelitian dilakukan dengan metode kualitatif. Data diperoleh berdasarkan wawancara dengan inforrnan di Komisi Nasional Perlindungan Anak dan juga melalui dokumen, basil laporan, buku, koran, artikel yang berkaitan dengan penelitian. Penelitian dilakukan pada tahun 2007.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah bahwa kasus-kasus tindak kekerasan dalam rumah tangga yang ditangani oleh Komisi Nasional Perlindungan Anak diantaranya adalah: kekerasan fisik, seksual, psikis dan penelantaran. Bentuk perlindungan yang dilakukan terhadap anak korban kekerasan ini adalah perlindungan pendampingan, mediasi, advokasi hukum hingga selesai kasusnya. Kendala yang dihadapi Komisi Nasional Perlindungan Anak adalah sumber Jaya manusia yang tidak mencukupi untuk melaksanakan program kerjanya dengan banyaknya pengaduan yang masuk. Selain itu sumber dana tetap tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan pelaksanaan kegiatan. Selain itu masyarakat menuntut Komisi Nasional Perlindungan Anak untuk mampu secepat mungkin menuntaskan permasalahan yang mereka hadapi.
Saran yang dapat diberikan adalah agar Komisi Nasional Perlindungan Anak memberikan perlindungan menyeluruh bagi pemenuhan hak anak korban kekerasan dalarn rumah tangga. Anak berhak mendapatkan perlindungan dan pendampingan serta advokasi hukum. Komisi Nasional Perlindungan Anak hendaknya menyediakan sarana dan fasiltas bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga juga meningkatkan jumlah pendamping bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga.

ABSTRACT
Domestic violence becomes an important issue to be solved today_ Children mostly one of the victims that should be protected as they have the rights to live in harmonies environment. However, the mass media show that people and family do not give thoughtful care about the rights of child. Many children are reported being abused by their parents. This condition brings the children to live in psychological disorder, became disabled person and even ended tragically in death. Indonesian cultural values mostly demanded child to follow parents as the respected ones which cause them have no power to disobey their parents.
The subject of this research is children who become the victim of domestic violence. The research is done in National Commission of Child Protection in the year of 2007. The aims of the research are to find out cases of child domestic violence, types of protection for children who becomes the victim of domestic violence which handled by National Commission of Child Protection and the obstacles in handling child victim of domestic violence by National Commission of Child Protection. The research uses qualitative method in analysis, besides the data is collected by interviewing the informants in National Commission of Child Protection and through reading documents, research result, books, and newspapers.
The conclusion of the research are that National Commission of Child Protection handled child domestic violence cases in types such as physical abuse(killing and inhuman cruelty), sexual abuse (raping, sexual harassment), Psychological abuse (intimidation, verbal threats), and neglecting (being neglected without any cares). Protection which are provided by National Commission for children victim of domestic violence are: bring the children to a secure place (a shelter), doing home visit, reporting to the police, giving healing therapy, guiding in law process and mediation. The obstacles of child protection for children of domestic violence which done by National Commission of Child Protection are lack of competent human resources, shortcoming in organization coordination, lack of leadership management, lack of financial support, limited authority in implementing child protection.
In improving the implementation of child protection for children victim of domestic violence which done by National Commission of Child Protection can be suggested to consider other cases of child domestic violence such as economical abuse. Child victim of domestic violence should have free access for medical service, comfort shelter and facilities for healing process, intensive psychological advice, experience guidance in child cases. In handling the obstacles can be suggested the improvement of numbers and quality of human resources, the improvement of organization management and leadership and coordination with government and private organization in supporting financial needs. Finally, National Commission of Child Protection should have more spirit and courage in defending human rights, particularly for children victim of domestic violence.
"
2007
T20814
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dianali Pitasari
"Anak menjadi pembahasan utama dalam penulisan skripsi ini, dengan mengangkat kekerasan terhadap anak sebagai bentuk nyata dari permasalahan yang terjadi dalam relasi antara anak dengan orang dewasa/orang tua, terutama di dalam relasi yang bersifat paternalistik. Konsep anak yang diusung oleh Locke akan dijadikan sebagai fondasi utama dalam memahami anak sebagai subyek yang masih berkembang dan bagaimana peran orang tua di dalam masa perkembangannya dengan menjadikan akal sebagai acuan dari kedewasaan.

Child become the main discussion in this thesis, by raising issue about violence against children as a tangible form of the problem that occur in relations between children and adults/parents, especially in relation that are paternalistic. The concept of the child that Locke propose will be the foundation in understanding child as a subject who is still developing and becoming and the important role of parent in the process of development by making reason as a reference to maturity. "
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
RM Ksatria Bhumi Persada
"Skripsi ini membahas mengenai bentuk-bentuk kekerasan personal yang dialami oleh tiga anak jalanan laki-laki binaan Rumah Singgah Dilts Foundation di ruang publik. Penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian "Kualitatif", tipe penelitian "Deskriptif Berkesinambungan", dan desain penelitian "Deskriptif Studi Kasus". Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keberagaman (diversity) dan kekhususan (particularity) obyek studi. Dan hasil akhir yang ingin diperoleh adalah bukan untuk menggeneralisir hasil temuannya, namun untuk menjelaskan keunikan kasus yang sedang dikaji.
Hasil dari penelitian ini memperlihatkan sejumlah bentuk kekerasan personal yang dialami oleh anak jalanan laki-laki binaan Rumah Singgah Dilts Foundation di ruang publik, yaitu: kekerasan fisik, psikologis dan finansial/ekonomi. Kekerasan personal tersebut ada yang berupa aktual "actual violance" dan ada yang baru bersifat potensial "potential violance".
Bentuk Kekerasan Fisik: pemukulan, penendangan, pengeroyokan, dan penarikan pakaian secara paksa, penyekapan, dan upaya penutupan mata korban dengan kain dan menundukan kepala ke bawah jok mobil secara paksa. Pelaku umumnya adalah anak jalanan lain, preman jalanan, anggota kepolisian, dan anggota satpol pp.
Bentuk Kekerasan Psikologis: pencemoohan berupa kata-kata kasar, intimidasi berupa ancaman, menakut-nakuti dengan senjata api, penolakan sosial, penguntitan. Pelaku umumnya adalah anak jalanan lain, supir bis, kenek bis dan penumpang kendaraan umum, supir pengendara kendaraan pribadi, dan anggota kepolisian.
Bentuk Kekerasan Finansial: perampasan uang hasil mengamen, perampasan harta benda milik pribadi, tindakan pengaturan keuangan. Pelaku umumnya adalah anak jalanan lain, kordinator pengamen jalanan, dan anggota kepolisian.

This undergraduate thesis discusses about the forms of personal violence experienced by three men's street children from Dilts Foundation Shelter Houses that occurred in public spaces. This study uses the research approach 'Qualitative', this type of research 'Sustainable descriptive', and research design 'Descriptive Case Study'. So, this study aims to determine diversity and particularity object of study. And who wants to obtain the final result is not to generalize findings, but to explain the uniqueness of the case under review.
The results of this study show some form of personal violence experienced by street children of men from Dilts Shelter House Foundation that occurred in public spaces, namely: physical, psychological and financial / economic. Personal violence exists in the form of actual 'actual violence' and there is a potential new 'potential violence'.
Forms of Physical Violence: beatings, kicking, beatings, and forced the withdrawal of clothing, confinement, and efforts to close the eyes of the victim with a cloth and lowered his head under the car seat by force. Perpetrators are usually other street children, street thugs, members of the police, and members of Satpol PP.
Forms of Psychological Violence: scorn of harsh words, threats of intimidation, threatening with a firearm, social rejection, stalking. Perpetrators are usually other street children, bus drivers and passenger vehicles public, a driver for drivers of private vehicles, and police officers.
Forms of Finance: Deprivation of money busking, deprivation of private property, measures of financial arrangements. Perpetrators are usually other street children, the coordinator of street singers, and members of the police.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2012
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Vera Mardhani
"Perilaku menonton televisi dapat mempengaruhi perkembangan anak usia sekolah. Penelitian deskriptif korelatif ini dilakukan bertujuan untuk mengidentifikasi hubungan perilaku menonton televisi dengan perkembangan anak usia sekolah menurut persepsi ibu dengan 81 responden. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku menonton televisi dengan perkembangan anak usia sekolah menurut persepsi ibu (p value = 0,176; α = 0,05). Saran untuk pelayanan keperawatan komunitas, pemberian edukasi kesehatan kepada orang tua dalam merawat dan memantau perilaku perkembangan anak dalam hal menonton acara televisi dan bagi orang tua terutama ibu dalam upaya pencegahan terjadinya perilaku menyimpang atau kekerasan oleh anak.

Television viewing behavior can affect the development of school-age children. Correlative descriptive study was conducted aiming to identify the relationship of behavior to watch television with the development of school-age children as perceived by mothers with 81 respondents. There was no significant association between television viewing behavior with the development of school-age children according to mother?s perception (p value = 0.176; α = 0.05). Suggestions for community nursing services, the provision of health education to parents in caring for and monitoring the development of children's behavior in terms of watching television and for parents, especially mothers in efforts to prevent the occurrence of deviant or violent behavior by children."
Depok: Universitas Indonesia, 2014
S57617
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sofia Averilliana
"ABSTRAK
Tulisan ini membahas tiga permasalahan. Pertama mengenai pengaturan
penyelenggaraan penyiaran televisi yang berkaitan dengan siaran yang bermuatan
unsur cabul. Kedua mengenai kondisi penyelenggaraan penyiaran yang ditinjau
dari perspektif perlindungan anak. Ketiga mengenai kendala-kendala dalam upaya
perlindungan anak terhadap adanya siaran yang bermuatan unsur cabul.
Penggunaan metode penelitian kepustakaan yang dipadu dengan penelitian
lapangan ditujukan untuk memberikan paparan mengenai hukum yang berlaku
dan penerapannya di bidang penyiaran televisi dalam rangka perlindungan anak.
Hukum yang berlaku terdiri atas berbagai peraturan yang memberikan larangan
terhadap adanya siaran yang bermuatan unsur cabul yang dibuat oleh Pemerintah
dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Selain itu juga disertakan analisis
terhadap peraturan yang dibuat oleh internal lembaga penyiaran dan juga
peraturan negara lain sebagai pembanding. Selanjutnya peraturan-peraturan
tersebut dianalisis berdasarkan prinsip perlindungan anak. Sedangkan penerapan
hukum yang dimaksud ditinjau dari data KPI yang menggambarkan kepatuhan
lembaga penyiaran terhadap hukum yang berlaku. Dari paparan tersebut kemudian
dapat ditemukan hambatan-hambatan dalam upaya perlindungan anak beserta
solusi dalam menghadapi permasalahan tersebut.

ABSTRACT
This writing mainly discusses about three problems. The first is a matter regarding
to regulation towards television programs containing obscene materials. Secondly,
implementation of television broadcasting considered from child protection?s
perspective. The third is obstacles to protect children from television programs
containing obscene materials. By using literature research method combined with
field research method, this writing aims to explain applied law and its
implementation toward television broadcasting sector in the child protection
perspective. The applied law includes regulations that provide prohibition to any
obscene materials in television broadcasting and made by government and
Indonesian Broadcasting Committee (KPI). Moreover, related internal rules of
television station and regulations from other countries are provided as an
assessment. Then, the regulations are analyzed by the principles of child
protection. On the other hand, the implementation is by KPI?s data showing has
the television station complied with the regulations or not. Then, from the
explanation, the obstacles to protect children from television program containing
obscene materials and its solution can be found."
2016
S63976
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>