Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107879 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indriarto Panji Danan Setiawan
"ABSTRAK
Indonesia merupakan negara mega biodiversity, namun Indonesia juga dikenal memiliki tingkat penurunan kuatitas dan kuantitas hutan alami dan habitat satwa liar tertinggi. Demikian juga terjadi pada Macan Tutul Jawa (Panthera pardus) yang merupakan satwa endemik dan spesies utama di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak hingga termasuk ke dalam kategori Endangered species menurut 1UCN Red List of Threatened Animals (Hilton, 2000), dan tergolong appendix I CITES. Terdapat ancaman-ancaman TNGHS sebagai habitat dari Panthera pardus diantaranya aktivitas penduduk, yang berupa penebangan hutan (baik untuk kayu bakar, pembukaan lahan untuk pertanian, maupun untuk dijual kayunya) dan penambangan emas liar. Aktivitas-aktivitas ini menyebabkan terjadinya penyempitan dan fragmentasi di kawasan TNGHS. Atas dasar tersebut penelitian ini bertujuan untuk menyusun dan membangun model dinamika populasi Panthera pardus serta faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga diperoleh gambaran holistik tentang dinamika populasi Panthers pardus di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Hasil simulasi model subsistem habitat menunjukkan kondisi habitat terus terdegradasi dengan perilaku grafik yang dihasilkan oleh hasil simulasi menunjukkan perilaku pengurangan eksponensial (exponential collapse/diminishing). Berdasarkan hasil simulasi kondisi populasi babi hutan terus menurun sehingga perilaku grafik yang dihasilkan oleh hasil simulasi menunjukkan perilaku peluruhan (decaying). Degradasi habitat berhubungan positif dengan jumlah populasi babi hutan, dimana semakin berkurangnya luas habitat berkorelasi terhadap penurunan jumlah populasi babi. Pada subsistem Panthers pardus Berdasarkan hasil simulasi penurunan luas habitat alami memberikan efek negatif terhadap jumlah populasi Panthera pardus. Grafik hasil simulasi populasi Panthera pardus menunjukkan perilaku peluruhan (decaying), dengan jumlah populasi yang terus menurun.
Faktor yang paling mempengaruhi dinamika populasi Panthera pardus adalah kondisi habitat, dimana semakin berkurangnya habitat berkorelasi terhadap penurunan populasi Panthera pardus dan hewan mangsanya. Sehingga untuk upaya pelestarian perlu dilakukan usaha-usaha: Rehabilitasi kawasan; Peningkatan pemberdayaan masyarakat; Pengembangan ekonomi masyarakat dalam kawasan melalui penciptaan lapangan kerja baik formal maupun non formal atau pembangunan industri ramah lingkungan yang mampu menyerap banyak tenaga kerja; Memasyarakatkan pengetahuan tentang peranan dan manfaat hutan serta isinya terhadap kehidupan, khususnya yang memiliki nilai ekonomi dan ekologi tinggi; Pemberlakuan regulasi yang ketat dan sanksi yang tegas untuk setiap pelanggaran."
2007
T 20488
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sugenga Harmono
"ABSTRAK
Owa Jawa (Hylobates moloch) adalah primata endemik Pulau Jawa yang saat ini semakin terancam keberadaannya. Owa Jawa tercatat dalam status sangat genting (critically endagered) IUCN dan juga masuk dalam Appendix 1 Convention on International Trade in Endagered Spesies of Wild Fauna and Flora (CITES). Kerusakan habitat, perburuan dan perdagangan illegal adalah ancaman utama kelestarian Owa Jawa. Saat ini diperkirakan Owa Jawa berjumlah sekitar 400-2000 individu yang terisolasi di beberapa kawasan konservasi. Salah satu habitat terbesar Owa Jawa berada di Taman Nasional Gunung Halimun Salak.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keterkaitan antara degradasi habitat dengan populasi Owa Jawa dengan menggunakan system dynamics serta menyusun strategi pengelolaan Owa Jawa di Koridor TNGHS. Manfaat penelitian antara lain adalah memberikan saran dan masukan mengenai strategi dan aksi untuk pelestarian Owa Jawa di Koridor Halimun Salak kepada Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) - Departemen Kehutanan melalui Balai Taman Nasional. Dari sisi ilmu lingkungan sumbangan yang diberikan dalam penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman mengenai pentingnya upaya pelestarian satwa langka serta pencegahan kerusakan hutan di taman nasional.
Penelitian ini menggunakan kombinasi pendekatan kuantitatif dan kualitatif dan metode System Dynamics. Penelitian ini dibagi menjadi 3 tahapan yaitu: (1) desk study untuk mengkaji berbagai hasil peneltian yang telah dilakukan, (2) analisa deskriptif melalui survei lapangan, dan (3) Pembuatan model dengan metode system dynamics.
Berdasarkan hasil simulasi dengan menggunakan system dynamics diperoleh kesimpulan bahwa dengan laju deforestasi sebesar 1,5% per tahun, maka habitat Owa Jawa di koridor Halimun Saiak akan berkurang sebesar 575 ha selama kurun waktu 20 tahun (2006-2025). Hal ini akan menyebabkan penurunan populasi Owa Jawa sebanyak 30%. Namun, apabila TNGHS berhasil menekan laju deforestasi menjadi 0,5% per tahun, kerusakan hutan TNGHS hanya sebesar 10% (190 ha) dan penurunan Owa Jawa akan sekitar 15%.
Kesimpulan lain yang diperoleh adalah bahwa penyebab utama kerusakan habitat di koridor Halimun Salak adalah tingginya laju deforestasi. Oleh karena itu, strategi konservasi Owa Jawa yang harus dilakukan oleh Balai Taman Nasional Gunung Halimun Salak adalah dengan mengendalikan laju deforestasi dan melakukan rehabilitasi koridor Halimun Salak.
Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka beberapa saran yang disampaikan oleh peneliti adalah perlu dilakukan penggalakan Program Keluarga Berencana (KB) untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di koridor yang saat ini cukup tinggi yaitu sebesar 2,77%. Hal ini mengingat tekanan penduduk yang cukup besar terhadap taman nasional. Selain itu perlu juga dilakukan penggalakan dan peningkatan efektifitas Program Model Kampung Konservasi (MKK) yang meliputi peningkatan pengamanan kawasan, peningkatan pendapatan masyarakat dan restorasi habitat. Peningkatan pengamanan kawasan dapat dilakukan dengan penambahan jumlah tenaga jagawana atau menggalakkan Pam Swakarsa oleh masyarakat. Peningkatan pendapatan masyarakat dapat dilakukan dengan lebih banyak melibatkan masyarakat dalam pengelolaan kawasan taman nasional, misalnya melalui program Community-Based Forest Management (CBFM). Sedangkan restorasi habitat dilakukan terutama di kawasan yang terbuka untuk meningkatkan kontinuitas tajuk yang diperlukan sebagai saluran pergerakan satwa liar, terutama untuk jenis-jenis satwa liar arboreal yang membutuhkan tajuk untuk pergerakannya, misalnya Owa Jawa.

ABSTRACT
The Javan Gibbon or Owa Jawa (Hylobates moloch) is found only on the island of Java, Indonesia and specifically only in West Java and the western parts of Central Java. The Javan gibbonis one of the rarest and most endangered of the hylobatids and now categorized on the IUCN Red List of Threatened Species as Critically Endangered and Appendix I CITES. The Javan Gibbon has lost 98% of its natural habitat due to human encroachment and only small populations of gibbons exist in isolated forest remnants. Many of the scattered populations are considered non-viable. Some studied carried out estimated that population of Javan Gibbbon is around 400-2.000 wild gibbons. One of the biggest habitat remnants for Javan Gibbon is Gunung Halimun National Park.
The objective of this research is to built a dynamic model on impact of habitat degradation to Javan Gibbon population. This model could describe holistivally interiankage between population growth, habitat degradation and Java Gibbon population. The other objective is to develop some scenario in management of Javan Gibbon population in Coridor Halimun Salak National Park.
The research using the combination of qualitative and quantitative approaches and System Dynamics method. The research is divided into 3 phases: (1) desk study to review and study the previous research (2) descriptive analyses, and (3) build a dynamics model.
Based on the simulation of the dynamics model on the impact of habitat degradation to population of Javan Gibbon, it is concluded that there is an impact to the habitat degradation to population of Javan Gibbon. It is predicted that with rate of habitat degradation around 1,5% per year, the habitat of Javan Gibbon in corridor Halimun Salak will degraded about 575 ha in the next 20 years (2006-2025). The habitat degradation is predicted will lead to decrease in Javan Gibbon population around 30% for the next 20 years. However, if National Park Management can control the rate of deforestation up to 0,5% per year, habitat degradation can be reduced to 10% (190 ha) and loss of Java Gibbon will be only 15%.
Based on the result of this research that habitat degradation caused by encroachment by local people, it is suggested that national park should empowering of local people by generating alternative income. Other activities that should be done by national park is increase forest patrol as well as habitat rehabilitation.
"
2007
T20470
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prescillia Rindang Putri
"Telah dilakukan penelitian mengenai penggunaan habitat dan aktivitas harian kukang jawa Nycticebus javanicus di talun Desa Cipaganti Garut Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penggunaan habitat dan respon kukang jawa yang hidup di habitat modifikasi manusia. Metode kuarter Point Centered Quarter digunakan untuk mengambil data habitat dan metode focal animal instantaneous sampling digunakan untuk mengamati perilaku kukang jawa.
Hasil analisis habitat menunjukkan bahwa kukang jawa dapat mempergunakan berbagai jenis habitat dengan tingkat gangguan yang bervariasi Kukang jawa secara signifikan lebih sering melakukan perilaku aktifnya pada kategori ketinggian 1 5 9 m pada bagian tengah pohon dan menggunakan substrat berukuran sedang. Penggunaan ketinggian tersebut diduga karena paling banyak terdapat konektvitas pohon. Bagian tengah pohon dengan substrat ukuran sedang diduga lebih tertutup tajuk sehingga memberikan keamanan Kukang jawa juga tercatat mampu menggunakan substrat permukaan tanah dan substrat modifikasi manusia dalam berpindah tempat.

Research about the habitat use and behavior of javan slow lorises Nycticebus javanicus in talun Desa Cipaganti Garut Jawa Barat have been conducted. The research purpose is to assess habitat use and responds of javan slow lorises toward human dominated habitat. Point Centered Quarter PCQ method was used to record the habitat survey and the behavior was recorded using focal animal instantaneous sampling.
Habitat survey showed that the javan slow lorises able to use varied type of habitat with different level of disturbances Javan slow lorises significantly perform their active behavior in 1 5 9 m height category using middle part of the tree and medium size branches. Use of the particular height was estimated as 1 5 9 m height category have the connectivity suitability that can support lorises in travel. Whist the middle part of the tree with medium branches offered security due its dense canopy Javan slow lorises also recorded using the ground and human modified substrate for traveling when needed.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2014
S54550
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ariani Utami Lestari
"Keberadaan mangrove akhir-akhir ini dirasa begitu panting terutama
bagi puiau kecil seperti Pulau Pramuka. Mangrove berperan sebagi
pencegah abrasi dari gelombang serta yang banyak dibicarakan saat ini
adalah sebagi peiindung dari tsunami. Mangrove dalam habitatnya
membentuk zonasi tertentu, mulai dari pantai hingga kearah daratan. Urutan
tumbuhnya dalah Api-api, Bidada, Bakau, Tancang, Cengal, Kondika,
Dungun dan Nipah. Habitat mangrove alami di Pulau Pramuka sudah
menunjukkan adanya gangguan sejak tahun 1997 hingga tahun 2007.
Kerusakannya dilihat dari perubahan luas areanya, perubahan jumlah jenis
dan kondisi eksisting ketebalan lumpurnya. Kondisi habitat mangrove di
Puiau Pramuka selama kurun waktu 10 tahun (1997-2007) telah mengaiami
degradasi atau kerusakan. Kerusakan habitat tersebut dilihat dari ketebalan
lumpur berpasir dengan perubahan luas area dan jumlah jenis sebagai
indikatornya.Habitat mangrove yang tingkat kerusakannya tinggi terletak di
utara, sebagian barat daya dan tenggara pulau (Grid E4 dan E5) sedangkan
kategori sedang terletak di utara, barat daya, timur, tenggara, selatan dan
barat pulau (Grid E3, D3, E6, D5, D6, D7, C5, C6, C7, B7, A7, A6, A5),
sedangkan kerusakan tingkat rendah terdapat di timur laut, timur, barat, timur,
selatan dan sedikit'barat daya (Grid E2, F1, F2,F3,F4,F5, D4,C4,C3)."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2007
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Priyaji Agung Pambudi
"Pertambangan batubara berkontribusi besar pada pertumbuhan ekonomi. Masalah pada penelitian ini adalah citra pertambangan cenderung negatif karena reklamasi dan pascatambang tidak dilakukan dengan baik. Tujuan penelitian adalah untuk menyusun strategi reklamasi dan pascatambang batubara melalui pendekatan eko- habitat. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode gabungan melalui observasi fisik dan sosial, data dianalisis secara spasial, SWOT, dan deskriptif eksploratif. Hasil penelitian menunjukkan kondisi biologi (vegetasi) di lokasi telah terganggu namun dijumpai bioindikator kualitas air, sedangkan kondisi kimia dan fisik berada pada ambang batas normal. Pelibatan masyarakat lokal sebagai pekerja perlu ditingkatkan guna mitigasi konflik sosial yang berisiko mengganggu stabilitas operasional. Perusahaan memiliki komitmen mengembangkan sumber daya manusia melalui skema pemberian beasiswa pendidikan tinggi. Strategi reklamasi dan pascatambang berada di kuadran negatif, sehingga perlu intervensi dengan pendekatan eko-habitat untuk mengatasi ancaman berbasis pada optimalisasi potensi yang dimiliki. Melalui pendekatan eko-habitat reklamasi dan pascatambang dapat memberikan nilai ekologi, sosial, dan ekonomi secara optimal.

Coal mining contributes greatly to economic growth. The problem in this study is that the image of mining tends to be negative because reclamation and post-mining are not carried out properly. The aim of the research is to develop its strategies through an eco-habitat approach. The research was conducted uses a quantitative approach with a mixed method through physical and social observations, data were analyzed spatially, SWOT, and through descriptive exploration. The results showed that the biological conditions (vegetation) at the site had been disturbed, but water quality bio-indicators were found, while the chemical and physical conditions were within normal limits. The involvement of local communities as workers needs to improve the social conflict management function, which risks disrupting operational stability. The company is committed to developing human resources through a higher education scholarship program. Reclamation and post-mining strategies are in the negative quadrant, so intervention with an eco-habitat approach is needed to overcome threats based on optimizing their potential. It can optimally provide ecological, social, and economic values."
Jakarta: Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia, 2023
D-pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iyan Robiansyah
"Population of Flindersia pimenteliana (Maple Silkwood) in Indonesian Papua and Papua New Guinea is severely fragmented and experiencing a continuing decline due to habitat destruction and illegal logging. This species is very susceptible to environmental changes and at greater risk of extinction due to its small and fragmented geographic ranges and low abundance. Using maximum entropy (MaxEnt) method, the present study predicted the impact of climate change on the distribution of the species across its native distribution area. Elevation and 19 bioclimatic variables commonly used in species distribution modeling were used as predictors. Â The prediction model of the current potential distribution identified a total area of 156,214 km2 in Indonesian Papua and Papua New Guinea (18% of total land area) as suitable habitat for F. pimenteliana. Elevation and precipitation of the wettest, coldest and warmest quarters contributed most to the model. Based on the average of HadGEM2-ES and MIROC-ESM models, potential distribution projections under RCP8.5 scenario suggested a habitat gain of 16% for 2050 and 8% for 2070 in the species distribution. Whereas under RCP4.5, an average habitat gain of 7% was predicted for both 2050 and 2070. The newly suitable habitats were predicted to be found mainly in Southern and Western Highland of Papua New Guinea. Protection of these areas from habitat destruction and land use change is needed to assist F. pimenteliana find the most suitable climate for its survival."
Bogor: Seameo Biotrop, 2017
634.6 BIO 24:1 (2017)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
"The research was aimed to understand the habitat characteristics and fish assemblages at four fishery reserve areas of the Barito river basin Kalimantan in the south of during June-Desember 2004...."
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Balqis Arche Nofinska
"Degradasi habitat, fragmentasi habitat, perburuan liar dan konflik gajah dengan manusia telah menyebabkan terjadinya penurunan populasi gajah sumatra Elephas maximus sumatranus dan menempatkannya menjadi salah satu satwa dengan status konservasi kritis critically endangered. Informasi-informasi dasar seperti seks, usia, sebaran spasial, serta pengaruh faktor-faktor lingkungan terhadap keberadaan gajah sumatra diperlukan untuk mencegah gajah sumatra dari kepunahan melalui manajemen konservasi yang baik. Identifikasi seks gajah sumatra dilakukan pada sampel feses dari Taman Nasional Bukit Barisan Selatan TNBBS dengan teknik molekular menggunakan metode multiplex Polymerase Chain Reaction untuk mengamplifikasi gen PLP1 pada kromosom X serta SRY1 dan AMELY2 pada kromososm Y. Identifikasi usia dilakukan dengan mengukur rata-rata keliling bolus feses.
Hasil dari identifikasi seks-usia pada sampel feses gajah sumatra di TNBBS menunjukkan bahwa sampel yang ditemukan didominasi oleh betina muda dan betina dewasa masing-masing 22, jantan muda 20, jantan dewasa 9, betina anak 4, serta jantan anak 3. Preferensi habitat gajah sumatra jantan dan betina sama yaitu lahan pertanian kering. Uji pengaruh variabel lingkungan terhadap probabilitas kehadiran gajah sumatra jantan dan betina dilakukan dengan menggunakan Maximum Entropy MaxEnt dan hasilnya menunjukkan bahwa variabel yang memberikan pengaruh terbesar adalah elevasi, tutupan lahan, dan jarak desa. Upaya untuk melindungi gajah sumatra dari kepunahan dapat dilakukan dengan pemilihan prioritas restorasi lahan, penegakan hukum, perencanaan penggunaan lahan, peningkatan patroli, serta penelitian terkait populasi gajah sumatra dan habitatnya seperti yang dilakukan dalam penelitian ini.

Habitat degradation, habitat fragmentation, poaching and human elephant conflict HEC have resulted in a decline of sumatran elephant Elephas maximus sumatranus population and placed it into one of critically endangered animals. Basic information such as sex, age, spatial distribution, and the influence of environmental factors on the existence of sumatran elephant are needed to prevent sumatran elephants from extinction through good conservation management. The identification of Sumatran elephant sex was performed on faecal samples from Bukit Barisan Selatan National Park BBSNP by molecular technique using multiplex Polymerase Chain Reaction method to amplify PLP1 gene on X chromosome and SRY1 and AMELY2 on Y chromososm. Age identification was done by measuring the mean of boli circumference.
The results of the age sex identification of the sumatran elephant faeces sample in BBNSP showed that the samples were dominated by adult female and sub adult female 22 respectively, 20 sub adult males, 9 adult males, 4 juvenile females, and 3 juvenile males. Preference of males and females sumatran elephant habitat is dry farmland. The test of environmental variables influence on the probability of males and females sumatran elephants presence was performed using Maximum Entropy MaxEnt. The results showed that elevation, land cover, and village distance were variables that gave biggest influence to the presence probability. Efforts to protect Sumatran elephants from extinction can be undertaken with the selection of land restoration priorities, law enforcement, land use planning, patrol improvements, and research on sumatran elephant populations and their habitats as practiced in this study.
"
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Indira Fatta Mazida
"Macan tutul jawa (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) adalah salah satu spesies endemik dengan pola tutul yang menjadi identitasnya. Hewan soliter ini memiliki tingkat keterancaman kepunahan yang tinggi dengan status Endangered (En) menurut IUCN. Oleh karena itu, konservasi macan tutul jawa terutama di Indonesia sangat penting dilakukan baik secara in-situ maupun ex-situ untuk menyelamatkan populasinya. Salah satu upaya konservasi macan tutul jawa dapat dilakukan di lokasi konservasi ex-situ Gembira Loka Zoo yang terletak di Kota Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menganalisis perilaku harian dan tingkat kesejahteraan populasi macan tutul jawa yang berlangsung selama 32 kali pengulangan dengan menggunakan metode focal animal sampling dan ad libitum. Subjek pada penelitian ini adalah empat individu macan tutul jawa yang terdiri dari dua individu jantan dan dua individu betina. Penelitian dilakukan pada periode Januari—Februari 2024 selama 8 pekan dengan total waktu 11.520 menit. Hasil dari penelitian menunjukkan keempat individu memiliki frekuensi perilaku harian dari tertinggi ke rendah adalah inactive (60,79%) > locomotion (15,46%) > feeding (7,42%) > grooming (7,13%) > individu (6,83%) > playing (2,69%) > stereotip (0,23%). Perilaku lainnya, seperti perilaku reproduksi juga teridentifikasi dikarenakan periode pengamatan bertepatan dengan dilakukannya pemasangan satu individu jantan dan satu individu betina di dalam kandang. Kesejahteraan macan tutul jawa terpenuhi dengan sangat baik sesuai prinsip Five Freedoms of Animal Welfare dengan hasil skor akhir adalah 80,32.

The Javan leopard (Panthera pardus melas Cuvier, 1809) is an endemic species distinguished by its unique spotted pattern. This solitary animal faces a high risk of extinction, classified as Endangered (En) by the IUCN. Consequently, conservation efforts for the Javan leopard, particularly in Indonesia, are crucial to safeguard its population. One such conservation endeavor can be undertaken at the ex-situ conservation site of Gembira Loka Zoo, situated in Yogyakarta City. This study aims to analyze the daily behavior and welfare level of the Javan leopard population over 32 repetitions, employing focal animal sampling and ad libitum methods. The subjects of this study were four Javan leopards, comprising two males and two females. The research was conducted during the January—February 2024 period for 8 weeks, with a total observation time of 11,520 minutes. The findings indicate that the four individuals exhibited daily behaviors in the following order of frequency, from highest to lowest: inactive (60.79%) > locomotion (15.46%) > feeding (7.42%) > grooming (7.13%) > individual (6.83%) > playing (2.69%) > stereotypy (0.23%). Other behaviors, such as reproductive behaviors, were also identified due to the observation period coinciding with the pairing of one male and one female in the enclosure. The welfare of the Javan leopards was met very well according to the Five Freedoms of Animal Welfare principles, with a final score of 80,32."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulva Soraya
"Sulawesi is the biggest and the most important island in Wallacea. This island has many endemic species including macaques. Seven species of macaques are recognized endemic in Sulawesi. There are Macaca maura, M. tonkeana, M. ochreata, M. brunnescens, M. hecki, M. nigrescens and M. nigra.
Compared to the other species of macaques in Sulawesi, M. tonkeana is more secure because its population decline its not as high as the others. But, the increase of human population around macaques habitat and the changing of forest structure and composition are the biggest threat for their lives.
Forest destruction and habitat loss also occured in Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. Forest clearance for cocoa and coffee plantations are the cases which found more in that area. Besides that, exploitation of timber, especially rattan is the most common human activity. Those cases will jeopardize the population of wildlife including M. tonkeana.
Although the extinction risk of M. tonkeana is not readily evident at the moment, the increasing human activities in Lore Lindu National Park may present a serious threat to these endemic species. The main objectives in this study were to estimate the population density of M. tonkeana in two different habitats, and to know the characteristics of the habitat in that study area.
The study was conducted in Lindu Land, Lore Lindu National Park, Central Sulawesi. The two study sites including (1) forest which does not have any land clearance for agriculture but reveices human disturbance such as timber exploitation especially rattan (two transect of 2,5 km and 3 km) and (2) forest which is disturbed by agricultural clearance (two transect of 2,3 km and 3 km).
Data collection was carried out from November 2002 to February 2003. To estimate population density of M. tonkeana, replication of forest line transect were walked. These involved slow, quiet walkings, with stop every 100 meter to visually scan the forest and listen for sound. All individuals and groups sigthed were recorded, and measurements of the average visual distance on either side of transect line to provide an estimate of area covered were taken.
Vegetation study plots were established to study the composition and structure habitat of M. tonkeana. Twenty seven plots of 20 x 20 m were located in the forest and twenty six in agricultural forest. In each plot, all trees  10 cm diameter-at-breast height (DBH) were identified to species and precisely measured. Sample species were collected and identified at the Herbarium Bogoriense, Bogor. From those data, species and family important value, species diversity and similarity index were calculated.
The result indicated that supply of food for M. tonkeana in their habitat had effect on their density. Population density of M. tonkeana in the agricultural forest habitat was higher than in the forest habitat. In forest habitat, the density were 0.97 ± 0.52 groups/km2 and 8.70 ± 7.49 individuals/km2 while agricultural forest had higher estimated population of 1.36 ± 0.31 groups/km2 and 14.09 ± 5.37 individuals/km2.
Seven species of figs as keystone source for vertebrates frugivorous were found in agricultural forest with total individuals were twelve. In the forest, five figs were found in total nine individuals. The diversity index for food trees in the agriculture forest habitat (2,4130) was higher than forest habitat (2,0591). Macaques can find more varieties of food in agricultural forest, because there were many agricultural products.
The results shows that supply of food and human activities in the habitat of macaques had an influence to the density of macaques. Forest clearance for agricultural made macaques loss their habitat and diversity of foods. Exploitation of timber especially rattan also disturbed the macaques."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2005
T43298
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>