Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 5973 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Baby Ahnan
"Masalah berangkat dart pengamatan keseharian terhadap masalah kegilaan. Kegilaan tampak sebagai gejala tetap kehidupan. Gejala ini tidak pernah hilang sepajang sejarah kehidupan manusia, sekalipun zaman mengalami kemajuan pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sebaliknya, ada pendapat yang menganggap bahwa kegilaan adalah konsekuensi yang menyertai kemajuan zaman. Kasus kegilaan di zaman modern jauh lebih banyak daripada zaman primitif. Foucault beranggapan bahwa peningkatan jumlah kasus kegilaan di zaman modern disebabkan oleh semakin jauhnya manusia dari alam kodratnya. Kekuatan industri, perubahan cepat dalam bidang sosial, ekonomi dan budaya telah mengasingkan manusia dari kemungkinan hidup otentik. Orientasi nilai menjadi rancu. Manusia cenderung dianggap sebagai alat yang dapat dikendalikan atau dimanipulasi. Orang lebih mudah menjadi pengekor orang lain atau bidak massa. Peningkatan konflik di zaman modern seiring dengan peningkatan jumlah kasus gangguan jiwa. Di Amerika, penelitian NIMH (National Institute of Mental Health) terhadap 17.000 sampel penduduk lima wliayah (Baltimore, New Haven, Connecticut, North Carolina, St. Louis dan Los Angeles) menunjukkan bahwa 19% sampel mengalami gangguan jiwa, dengan kata lain, 2 dari 10 sampel mengalami gangguan jiwa. Gangguan jiwa meliputi 13 kategori gangguan mayor yang ditetapkan oleh American Psychiatric Association dalam DSM-111. Di Indonesia, Rumah Sakit Jiwa Pusat Bogor sebagai rumah sakit Jiwa kedua terbesar pada tahun 1997-1998 merawat 1.694 pasien. Tidak ada data kesembuhan. Kesembuhan dianggap sebagai kemungkinan yang sangat kecil atau nihil. Dlanggap bahwa faktor utama penghalang kesembuhan adalah sikap negatif masyarakat terhadap kasus kegilaan. Bila ada seorang pasien rumah sakit jiwa yang dinyatakan telah sembuh dan dapat kembali bergabung dalam masyarakat, blasanya masyarakat setempat akan menolak kehadiran bekas paslen tersebut, sehingga paslen akan kembali lagi ke rumah sakit jiwa dalam keadaan yang lebih parah dari sebelumnya."
Depok: Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nurcholish
"ABSTRAK
Tesis ini membahas diskursus kegilaan dalam novel Kalatidha karya Seno Gumira
Ajidarma dengan menggunakan konsep analisis diskursus. Penelitian difokuskan
untuk melihat bagaimana konstruksi diskursus kegilaan dalam teks novel
Kalatidha dan bagaimana konstruksi diskursus kegilaan tersebut mendestabilisasi
diskursus kegilaan dominan pada masa Orde Baru. Hasil analisis menunjukkan
bahwa konstruksi diskursus kegilaan dalam novel Kalatidha tidak didasarkan
secara total pada struktur paradigma tertentu, baik itu pada kerangka paradigma
modern maupun paradigma pasca-struktural. Kecenderungan tersebut
direfleksikan secara kritis melalui pernyataan-pernyataan metaforis dan kisahkisah
alegori satir tentang kegilaan para tokoh utama dalam memaknai praktik
diskursif anti-komunis 1965-1966. Diskursus kegilaan dalam novel Kalatidha
mengungkap sejumlah ironi dan kontradiksi dalam diskursus kegilaan dominan
sehingga setiap konstruksi pemaknaan dalam teks tampak tidak utuh dan stabil

ABSTRACT
This thesis discusses the discourse of madness in the novel Kalatidha Seno
Gumira Ajidarna using discourse analysis concept. This research focused on how
the construction of the discourse of madness in the text of the novel Kalatidha and
how the discourse of madness in the novel destabilize the dominant thinking about
the madness in the New Order. The analysis showed that the construction of the
discourse of madness in the novel Kalatidha not based totally on the structure of a
particular paradigm, be it in the framework of the modern paradigm and poststructural
paradigm. That tendency was critically reflected through metaphorical
statements and satirical allegory stories about the madness of the main character
in apprehending the anti-communist discursive practice in 1965 to 1966.
Discourse of madness in the novel Kalatidha reveals a number of ironies and
contradictions within the dominant discourse of madness, so that any construction
of meaning in the text looked intact and stable."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
T41953
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Baby Ahnan
"Hidup tampak merupakan lingkar pengulangan problem dari waktu ke waktu, demikian pengamatan subjetif dan intersubjektif lingkup kecil hidup keseharian sebagai awal penelitian ini. Proses pembelajaran hidup ditempuh melalui garis linear partikular- bukan secara kumulatif, yang akan terhenti pada saat hidup individu pun berhenti. Hasil pembelajaran dapat ditransfer pada individu lain secara tertutur maupun tertulis, namun individu baru akan menerimanya hanya sebagai teori, bila dia belum atau tidak mengalami problem yang sama, sehingga pembelajaran hidup pada individu baru dimulai kembali dari awal. Ragam problem pada ragam subjektivitas hadir dalam kehidupan dari waktu ke waktu, sementara pembelajaran hidup yang efektif diasumsikan baru terjadi melalui penggabungan pengalaman dan teori. Hidup menjadi semacam lingkar pengulangan kesalahan dari waktu ke waktu. Konsep ontologis Dasein Heidegger tentang keberadaan manusia adalah "keterlemparan" diri (Geworfenheit, Heidegger 1962) ke "sana". Manusia tidak dapat memilih ke mana dia terlempar; manusia tidak dapat memilih problem yang akan dialaminya. Pembelajaran hidup nyaris sebagai usaha yang sia-siap untuk menghasilkan kehidupan yang lebih "pandai" dalam lingkup universal, namun tetap berguna secara partikular. Merujuk pada ragam problem dan ragam subjektivitas, diasumsikan dibutuhkan rumusan yang tetap yang tidak jatuh pada perubahan matra ruang dan waktu. Ilmu Pengetahuan yang terkait langsung dengan masalah ini adalah filsafat dan psikologi-psikiatri. Pada umumnya filsafat adalah pemikiran yang mendasar dan menyeluruh tanpa terlalu mempermasalahkan praksis, sebaliknya psikologi-psikiatri adalah ilmu empiris yang tidak terlalu mempermasalahkan pemikiran yang mendasar dan menyeluruh. Dengan dasar pemikiran ini konsep autentisitas paradigma eksistensialis terpilih untuk diteliti. Soren Aabye Kierkegaard sebagai "Bap* Eksistensialisme" adalah peletak dasar eksistensialisme dan autentisitas. Melalui pandangan Kierkegaard yang disejajarkan dengan pandangan para pemikir filsafat dan psikologi-psikiatri, melalui analisa logis dan refleksi pengalaman dan pengamatan subjektif, konsep autentisitas dapat tercerap dengan lebih jelas. Autentisitas memandang manusia sebagai substansi kosmos. "Manusia adalah sintesa antara ketakterbatasan dan keterbatasan, antara yang mewaktu dan yang abadi, antara kebebasan dan kepentingan" (Kierkegaard 1954). Manusia sebagai keterbatasan mewakili karakter keterbatasan: perbedaan, konflik, kausalitas, dan karenanya "pusaran nasib berlaku padanya" (Buber 1986). Mengikuti karakter keterbatasan sebagai arus-deras hidup keseharian sebagai contoh: mengerjakan yang dikerjakan orang lain pada umumnya, melakukan apa yang orang lain."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
D1577
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hardiat Dani Satria
Yogyakarta: Titah Surga, 2013
364 HAR k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Restia Ariyani
"Leonid Nikolaevic Andreev merupakan salah satu penulis periode dekaden yang berhasil mengangkat gagasan eksistensialisme dalam karya-karyanya. Eksistensialisme di sini menekankan bahwa pikiran hendaknya bertitik tolak pada eksistensi manusia individual sebagaimana diungkapkan oleh Kierkegaard, yang merumuskan kebebasan dan tiga tahap jalan hidup. Dui pcmahaman ini, muncul suatu pennasalahan, bagaimana kebebasan dan tahap-tahap jalan hidup dapat membuktikan eksistensi manusia dalam PaccKa3 o Cearu HoeeuteuuhlX Ra.s'ska: o Sent/ Povesennyx (Cerita tentang Tujuh Orang Terhukum iantung) lewat tokoh-tokohnya_ Analisis terhadap novela karya Andeev ini dilakukan untuk menemukan unsur cksistensialisme berupa kebebasan dan tahap-tahap jalan hidup. Metode yang digunakan adalah deskriptif analitik. Dari penelitian didapatkan kesimpulan bahwa kebebasan dan tahap-tahap jalan hidup dapat membuktikan eksistensi manusia secara individual"
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2008
S14890
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Isyana Rahmadanti
"Kebebasan eksistensial merupakan suatu teori yang mendukung ide bahwa eksistensi mendahului esensi pada diri manusia. Penelitian ini membahas struktur naratif dan sinematografis yang menjadi bagian dari pembangun film Le Roi de Cœur (1966). Aspek dari struktur naratif dan sinematografis yang dipaparkan meliputi alur dan karakterisasi tokoh hingga teknik pengambilan gambar dalam film dan audio yang dimainkan. Kebebasan eksistensial yang ditemukan dalam tokoh Charles Plumpick dalam membuat keputusan dan bertindak dianalisis secara tematis menggunakan teori Jean-Paul Sartre. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya eksistensi dan esensi dalam tokoh Plumpick yang membentuk kebebasan eksistensialnya serta membedah proses penemuan kesadaran dalam dirinya untuk memperjuangkan kebebasan ini. Hasil temuan penelitian ini berupa unsur ‘eksistensi’,‘esensi’, serta pergeserannya pada tokoh utama yang didasari oleh konsep “L'existence précède l'essence” dalam teori eksistensialisme Sartre. Pergeseran esensi ini menunjukkan keberhasilan Plumpick dalam memenuhi kebebasan eksistensialnya sebagai manusia. Ia menggunakan kebebasan itu untuk menentukan bagaimana ia menjalankan hidupnya.

Existential freedom is a theory that proposes the idea that existence precedes essence in humans. This study discusses the narrative and cinematographic structure in Le Roi de Cœur (1966). Aspects of the narrative and cinematographic structure covers the plot and characterization to shooting techniques and the audio used in the film. The existential freedom found in the main character, Charles Plumpick, in making decisions and behaving is explained thematically using Jean-Paul Sartre's theory. This study uses qualitative research methods to collect and analyze data from the film. The purpose of this study is to prove the existence and essence in the main character which forms his existential freedom and to further investigate the process of finding awareness within himself to fight for this freedom. This study found the elements of 'existence' and 'essence', as well as shifts of these elements within the main character, based on the concept of "L'existence précède l'essence" in Sartre's theory of existentialism. This shift in essence shows Plumpick's success in fulfilling his existential freedom as a human. Plumpick uses this freedom to decide how he lives his life."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 2024
TA-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Aldair Zerista Hutama
"Dalam eksistensialisme Sartre, rasa takut kurang mendapat penjelasan yang mendalam, sehingga sulit untuk dapat melihat pengaruhnya dalam eksistensi seorang subjek. Rasa takut sesungguhnya adalah salah satu rasa mendasar yang dimiliki oleh manusia. Rasa takut sudah terstruktur di dalam diri seorang manusia. Ia mempengaruhi hal-hal yang dilakukan oleh subjek bahkan sejak subjek masih dalam tahap kesadaran pra-reflektif. Rasa muak akan membawa subjek menyadari bahwa sesungguhnya ia memiliki kebebasan dan dapat menentukan eksistensi dirinya sendiri. Dari sana, kesadaran pra-reflektif berubah menjadi kesadaran reflektif. Kebebasan adalah kutukan karena ia selalu diiringi dengan tanggung jawab yang berat padahal tidak pernah ada kepastian akan hasil yang nantinya didapat. Hal itulah yang membuat manusia mengalami rasa cemas. Rasa cemas ini kemudian membawa manusia melihat konsekuensi-konsekuensi yang mungkin dari pilihan yang ada bagi si subjek. Disinilah kemudian rasa takut mempengaruhi subjek dalam mengambil pilihan eksistensialisnya. Apakah subjek akan memilih pilihan yang aman baginya, ataukah ia berani melawan ketakutannya dan bertransendenis menjadi diri yang baru.

The focus of this study is to prove the effect of fear for the existence of the subject, which is not well explained in Sartre’s existensialism. As a matter of fact, fear is one of human basic feeling, it is an undeniable structure as a human. Feareffected subjects act even in pra-reflective conciousness stage. Nausea will bring subject to realizing, that in fact, he has a freedom and he can choose freely, what kind of existence that he want to create for his own self. At that stage, prareflective conciousness will change into reflective conciousnes and subject could realize their freedom. But freedom it self is a curse because there's a great responsibility adheres our acts whereas there’s never been any certainity about the consequnces. This condition trap human in anxiety feeling. Anxiety will bring subject to see the consequences that probably will appear from all the choice that they can take. At this stage, fear will effecting subject in taking his existential choice. Will the subject going to choose the savest choiceor fight his fear and doing transcended and becoming a new self."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2013
S47773
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwi Nur Ratnaningsih
"ABSTRAK

Skripsi ini membahas gagasan pemikiran feminisme eksistensialis yang direpresentasikan dalam Novel Pengakuan Eks Parasit Lajang Karya Ayu Utami. Tujuannya adalah mengetahui korelasi antara proses perkembangan kesadaran tokoh utama novel dengan gagasan pemikiran feminisme eksistensialis, bentuk ambiguitas serta konsep pemikiran baru. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif-analitik. Dari penelitian ini diperoleh unsur-unsur pemikiran feminisme eksistensialis yang terlihat jelas dalam tujuh aspek. Kesimpulan dari analisis tersebut adalah perempuan mempunyai hak untuk menetapkan nilai-nilai mereka sendiri, menggali kesadaran mereka, dan mengembangkan bentuk-bentuk ekspresi baru yang berkaitan dengan nilai dan kesadaran mereka.


ABSTRACT

This ungraduated thesis discusses the idea of existentialist feminism represented in Pengakuan Eks Parasit Lajang Novel by Ayu Utami. The goal was to determine the correlation between the development of the main awareness novel with the idea in mind existentialist feminism, the ambiguity of the shape and concept of new thinking. This research is qualitative descriptive-analytic method. This study was obtained from the elements of existentialist thought feminism was evident in seven aspects. The conclusion of this analysis is women have the right to set their own values, dig their awareness, and develop new forms of expression related to their values and awareness.

"
Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2014
S56982
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Catur Ari Wibowo
"Munculnya sastra modern Indonesia menggantikan sastra lama atau klasik ditandai oleh cita-cita untuk menampilkan kisah-kisah yang betoel soeda kedjadian, pada waktu keinginan kuat untuk membedakan sastra dari mitologi muncul (Kuntowijoyo, 1987). Pertanda panting dari keinginan tersebut adalah munculnya kisah-kisah keseharian, bukan lagi tentang kisah raja-raja atau ceritera fantastis luar biasa. Fungsi sastra pun mengalami perubahan. Fungsinya sebagai alat pendidikan atau pengajaran terdesak oleh fungsi hiburan. Sastra bukan lagi sumber kebijaksanaan semata, tapi berkembang menjadi sumber hiburan juga.
Munculnya Balai Pustaka pada tahun 20-an mempertegas kemunculan kesadaran baru dari kelas menengah yang berpendidikan Barat (Belanda). Pengarang sebagai salah satu anggota kelas menengah, sudah mulai melihat perubahan dan permasalahan dalam masyarakatnya. Mereka mencoba memotret masyarakat, dengan kesadaran bahwa sastra adalah strukturasi dari pengalaman (Kuntowijoyo, 1987:146). Marah Rusli mengawalinya dengan Siti Nurbaya (1922) yang memotret dan mengungkapkan dunia yang sedang berubah di Sumatera Barat Abdul Muis dalam Salah Asuhan (1922) mengungkapkan benturan antara nilai lama dan nilai baru di Padang. Para pengarang itu telah melihat gejala-gejala perubahan, tapi mereka tidak tahu pasti ke mana arah perubahan itu. Sehingga, hanya gejala-gejala lah yang mereka ungkap dalam karya-karyanya. Kuntowijoyo (1987:147) menyebut sastra yang memiliki muatan seperti itu sebagai sastra simtomatik.
Lebih jauh Kuntowijoyo menguraikan, dalam sastra simtomatik kesadaran kelas menengah sudah mendapat ruang sosial, tapi sistem simbol sosial belum memberinya tempat Pengaruh kelas tinggi dalam hirarki sosial lama, dengan tanda-tanda kebangsawanan, masih sangat kuat berakar dalam kesadaran sosial masyarakat. Kelas menengah baru, yang muncul dengan membawa kesadaran diri, berusaha menunjukkan kesadaran tersebut melalui penyempurnaan bentuk novel. Tapi, bagaimanapun, saat itu rnasyarakat masih akrab dengan sistem simbol lama, sedangkan sistem simbol baru belum lagi kukuh.
Dengan posisi seperti itu, sastra tahun 20-an belum dapat mengaku sebagai sumber kebijaksanaan baru. Dan bukan kebetulan bila muncul gerakan sastra yang menamakan dirinya Pujangga Baru, yang mengaku sebagai sumber kebijaksanaan baru, di tahun 30-an."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 1998
S10766
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>