Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 167738 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rachmad Mintarja
"Maraknya tindak pidana terorisme di dunia dan khususnya di Indonesia membutuhkan Cara penanganan tersendiri dalam pemberantasan tindak pidana tersebut. Pemerintah Indonesia telah membentuk Detasemen Khusus 88 Anti Teror untuk menangkap para pelaku tindak pidana terorisme dan mengeluarkan W Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Banyaknya pelaku tindak pidana terorisme yang tertangkap kemudian menjalani masa pidananya di Lembaga Pemasyarakatan menjadi dilema tersendiri bagi para petugas Lapas dalam memberikan program pembinaan bagi mereka.
Permasalahan yang diangkat dalam penulisan ini adalah bagaimana pelaksanaan pembinaan narapidana tindak pidana terorisme di Indonesia saat ini dan apa sajakah kendala yang dihadapi serta bagaimanakah model yang sebaiknya dilaksanakan dalam pembinaan narapidana tindak pidana terorisme di Indonesia.
Dan basil penelitian yang dilakukan didapatkan data bahwa pembinaan yang diberikan kepada para narapidana tindak pidana terorisme adalah diberlakukan secara umum seperti halnya narapidana kasus lain. Pembinaan terhadap para narapidana tindak pidana terorisme tidak berjalan optimal karena adanya kendala minimnya sarana dan prasarana yang ada, pasifnya narapidana itu sendiri serta rendahnya kualitas SDM petugas yang ada.
Dori analis terhadap hasil penelitian, disimpulkan bahwa : 1) pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana tindak pidana terorisme tidak mencapai basil yang optimal karena diberlakukannya pembinaan yang sama seperti halnya terhadap narapidana kasus lain; 2) diperlukannya model khusus program pembinaan bagi narapidana tindak pidana terorisme.
Hasil penelitian menyarankan agar dibuat model khusus bagi pembinaan narapidana tindak pidana terorisme dengan menitikberatkan pads perubahan pemahaman atau ideologi mereka. Pembinaan tersebut hams lebih banyak melibatkan unsur Sinergi Segitiga Pemasyarakatan yaitu petugas, narapidana, dan masyarakat."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Oki Lestari
"Lembaga Pemasyarakatan merupakan tempat pelaksanaan pembinaan bagi narapidana. Pembinaan yang dilakukan terhadap narapidana lanjut usia harus berbeda perlakuannya dari narapidana lainnya, karena kebutuhan dan kemampuan seorang lanjut usia berbeda dengan yang belum lanjut usia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi pembinaan yang tepat bagi narapidana lanjut usia pada lembaga pemasyarakatan.Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, dan menggunakan pedoman wawancara sebagai pedomannya. Hasil penelitian dipaparkan secara deskriptif analisis dengan objek penelitian pada Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA  Salemba.Hasil analisis menunjukkan bahwa Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dan Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Salemba belum memiliki program pembinaan yang terencana yang diperuntukkan bagi narapidana lanjut usia, kurangnya sarana dan prasarana yang menunjang, serta alokasi anggaran yang belum memadai untuk meningkatkan kesejahteraan narapidana lanjut usia. Untuk mengatasi hal tersebut kemudian diajukan beberapa strategi yaitu: 1) Membuat pola pembinaan khusus narapidana lanjut usia, 2) Membuat alokasi anggaran kesehatan khusus narapidana lanjut usia, 3) Menyediakan sarana prasarana yang mendukung dan membangun kemitraan dengan pihak luar,4) Meningkatkan kualitas SDM tenaga kesehatan di lapas.

Correctional Institution is a place for implementing guidance for inmates. Guidance made for elderly inmates must be different from the other inmates. This is because the needs and capabilities of an elderly inmates are different from a much youngerinmate. The purpose of this study is to determine the appropriate guidance strategies for elderly inmates in correctional institutions. This study used a qualitative approach, and also used interview guide as its guideline. The results of this study are described in descriptive analysis with case studysubjectsfrom Class I Cipinang Correctional Institution and Class IIA Salemba Correctional Institution. The results of the analysis showed that the Class I Cipinang Correctional Institution and Class IIA Salemba Correctional Institution do not have a planned guidance program for elderly inmates, lack of facilities and infrastructure support, as well as do not have an adequate budget allocation for improving the welfare of their elderly inmates. To overcome these problems, the present study proposed several strategies, as follows: 1) Create a guidance model specific for elderly inmates, 2) Create a health budget allocation specific for elderly inmates, 3) Provide and improved infrastructure and facilities as well as build partnership with external parties, 4) Improve the quality of human resources of the health workers in prisons."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2013
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Endang Herjana
"Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana belum mengklasifikasikan jenis kejahatan dan lamanya pidana, pembinaan dilaksanakan secara umum sesuai dengan pola pembinaan dan prosedur tetap pelaksanaan pembinaan.
Berdasarkan hasil penelitian di Lapas Klas I Sukamiskin, pelaksanaan pembinaan belum berjalan secara optimal karena program pembinaan yang ada sudah tidak relevan diterapkan kepada mereka yang berlatar belakang kehidupan/status sosial dan tingkat intelektual yang berbeda dengan narapidana umum lainnya. Pelaksanaan pembinaan bagi narapidana tindak pidana korupsi memiliki hambatan antara lain: Faktor Manusia, Faktor Peraturan dan Faktor Sarana Prasarana.
Langkah-langkah strategis untuk mengatasi hambatan tersebut antara lain: memprakarsai dan menyepakati proses perencanaan strategis, memperjelas mandat, misi dan nilai-nilai organisasi, menilai lingkungan internal, menilai lingkungan eksternal, mengidentifikasi isu strategis yang dihadapi organisasi, merumuskan strategi untuk mengelola isu, menciptakan visi organisasi yang efektif dimasa depan, diharapkan pelaksanaan pembinaan bagi narapidana tindak pidana korupsi dapat mencapai sasaran pembinaan yang diharapkan yaitu: meningkatnya kualitas kesadaran beragama, kualitas kesadaran berbangsa dan bernegara, kualitas kesadaran hukum, kualitas intelektual dan keahlian profesional.
Melalui program pembinaan yang ideal bagi narapidana tindak pidana korupsi dengan mencapai sasaran pembinaan di atas, maka setelah habis menjalani masa pidananya diharapkan menjadi warga negara yang baik, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat kembali ke masyarakat dan berperan aktif dalam pembangunan secara wajar dan bertanggungjawab.

Implementation of counseling for prisoners has not been classified based on crime types and sentences period but the counseling has been implemented in general in accordance to counseling model and procedures for implementation of counseling.
Based on the field study result conducted at Class I Sukamiskin Prison, the implementation of counseling programs are not optimal yet because those existing counseling programs are not relevant already to be applied to those corruption crime prisoners due to their different social background and intellectual level if compared to those general crime prisoners. Implementation of counseling programs for them has a few obstacles i.e. : Human Factor, Regulation Factor and Infrastructure Factor.
Strategic steps to overcome those obstacles i.e. : consist of initiation and concurrence of strategic planning process, clarification of mandate, mission and organizational values, assessment of internal and external environments, identification of strategic issues faced by the organization, formulation of strategies to manage issues and creation of effective organization's vision in the future are expected to make the implementation of counseling i.e. : increased awareness for religion, awareness of nationhood and statehood, awareness of law and order and increased quality of intelligence and professional skills.
Through an ideal counseling program for corruption crime prisoners to achieve the above counseling objectives, it is expected that after serving their sentences they will become good citizens who realize their wrong doings, repent and will not repeat the same mistakes again so that they can go back to the society and play an active role in development.
"
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20505
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan Rahmat Gumilar
"Salah satu upaya pemerintah dalam menindak lanjuti aspirasi ini adalah dengan mewujudkan reformasi birokrasi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean gaverment) serta kepemerintahan yang baik (good governance) dengan melakukan transparansi atau keterbukaan kepada masyamkat, untuk mengontrol hal tersebut perlu adanya kehumasan, maka Kementerian Hukum dan dalam hal ini Direktorat Jenderal pemasyarakatan pada tanggal 17 Desember tahun 2009 Ielah membuat kesepakatan bersarna dengan Persatuan Wartawan Indonesia yang salah satu Hngkupnya adalah pemberian akses bagi wartawan untuk meliput dan mendapatkan informasi di lingkungan pemasyarakatan (Lembaga Pemasyarakatan). Sejauh mana kesepakatan bersama antara Direktorat Jenderal Pemasayarakatan dan Persatuan wartawan Indonesia dalam pemberian akses bagi wartawan untuk meiiput dan mendapatkan informasi di Lapas dan akan dapat diimplementasikan dengan tetap mengindahkan hak hak dan tranparansi pelayanan Lapas disisi lain, serta terciptanya pemberitaan yang seimbang dan objektif. Oleh karenanya; pene1itian ini bertujuan dalam penelitian: ini adaJah untuk menganalisis Kesepakatan Bersama antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Persatuan Wartawan Indonesia dimana salah satu lingkupnya adalah mengacu pada transparansi kepada publik, dan disisi lain kesepakatan tersebut tidak mengganggu atau tetap rnemperhatikan hak-hak narapidana secara pribad. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data yang dikumpulkan melalui wawancara, observasi dan daftar dokumen.

One of the government's purpose in following up this aspiration is to achieve reform of government bureaucracy to create a clean and free of corruption (Clean Government) as well as good governance by taking the transparency or openness to the public, the role public relations is needed to control public open, so the Ministry of Justice and Human Rights in this regard Directorate General of the Corrections on December 17year 2009 has made a coHective agreement with the Indonesian Journalists Association which one of scope is the provision of access for journalists to cover and get lnformation on the correctional environment (Correctional Institution}. The extent of the agreement between the Directorate General of Corrections and Indonesian Journalists Association in the provision of access for journalists is to cover and get the information in prisons and will be implemented with due attention to the privacy rights of inmates in one side and the transparency of prison sen·ices on the other side, and the creation of a balanced and objective news. Therefore, this research has aim to analyze the Mutual Agreement between the Directorate General of Corrections and the Indonesian Journalists Association where one scope is based on transparency to the public, and on the other hand the agreement does not interfere with or due regard to the rights of prisoners in private. The method used in this research is descriptive research method with qualitative approaches. Data collected through interviews, observation and document lists."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2010
T21050
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fauzen
"ABSTRAK
Tugas Karya Akhir ini membahas peran petugas pemasyarakatan dalam bimbingan sosial perseorangan bagi narapidana seumur hidup di Lapas Klas I Sukamiskin. Salah satu metode dalam praktek pekerjaan sosial yang sangat dominan adalah Bimbingan Sosial Perseorangan (Konseling/perwalian), Bimbingan Sosial Perseorangan ini dapat diterapkan terhadap narapidana seumur hidup agar dapat mengurangi derita yang dialaminya. Ada tiga masalah pokok yang ingin dikemukakan oleh penulis yaitu:(1)Bagaimana pelaksanaan bimbingan sosial perseorangan bagi narapidana seumur hidup.(2) Apa manfaat yang diperoleh (3) Apa yang menjadi faktor penghambat dalam pelaksanaannya. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan desain deskriptif, teori analisa sumber daya manusia dan teori analisa jabatan digunakan untuk membandingkan serta memperkuat penelitian ini. Hasil penelitian menggambarkan peran petugas yang begitu sentral dalam hal pelaksanaan bimbingan sosial perseorangan akan tetapi dalam prakteknya wali yang aktif dalam pelaksanaan bimbingan ini tidak lebih dari sepuluh orang. Hal itu terjadi karena kurangnya motivasi dan inisiatif dari diri petugas untuk melaksanakan tugas dengan baik. Penulis menyarankan dalam penelitian ini untuk menyediakan forum pertemuan antar wali dan psikolog yang dihadiri oleh Kalapas serta dimediasi oleh Kasi Bimkemasy agar menjadi masukan bagi organisasi serta adanya Reward and Punishment.

ABSTRACT
End this task paper discusses the role of pemasyarakatan in social assistance for individuals convicted criminal for life in Lapas Klas I Sukamiskin. One of the methods in the practice of social work is a very dominant individual Social Assistance (Counseling / guardianship), Social Assistance individuals this can be applied to prisoners for life in order to reduce the suffering dialaminya.That there are three main problems that want to be by the author, namely: (1) How is the implementation. (2) What are the benefits of the implementation (3) What is the obstacle in the implementation. This research uses a qualitative approach using a descriptive design, theoretical analysis of human resources and the theory of analysis used to compare the positions and the strengthening of this research.. Results of research illustrates the role of the central staff in the implementation of social assistance for individuals convicted criminal for life in Lapas Klas I Sukamiskin, although in practice the central role of the guardian akan but active in the implementation of the guidance is not more than ten people. This is happening because of lack of motivation and initiative of officers to conduct themselves with the task well. Authors suggest in this research to provide a forum for meetings between carers and psychologists who attended by the Head of Lapas and have mediation by the Head of Section Bimkemasy to become inputs for the organization and also have Reward and Punishment."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S-Pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2009
S8747
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Abdul Rahim
"Lembaga Pemasyarakatan Lapas akhir-akhir ini sering menjadi sorotan karenamasalah-masalah yang terjadi didalamnya, mulai dari masalah pembakaran Lapassampai masalah terpidana mati narkotika yang mendapatkan fasilitas istimewa.Persoalan utama di Lapas adalah potensi penyimpangan yang terjadi seperti adanyapungli pungutan liar . Contoh lain adalah warga binaan yang melebihi kapasitasLapas. Banyaknya jumlah narapidana dan tahanan di sebuah Lapas tanpa diimbangiSumber Daya Manusia dan sarana prasarana memadai rentan untuk menimbulkanpelanggaran. Jumlah petugas yang sedikit menyebabkan rendahnya tingkatpengamanan/pengawasan. Dengan penerapan sistem pengamanan fisik yang idealharapannya segala gangguan keamanan dan tindak pidana dapat diatasi, sertadengan pembenahan sistem pengamanan fisik sebuah lembaga pemasyarakatandapat memenuhi fungsinya, yaitu sebagai tempat yang ditujukan untuk menghukumorang-orang yang telah melakukan suatu tindak pidana yang telah mempunyaikekuatan hukum tetap, akan tetapi juga mempunyai fungsi pemasyarakatan, yaitulembaga pemasyarakatan tidak semata-mata untuk menghukum atau memenjarakanorang, namun lebih diutamakan kepada upaya pemasyarakatan narapidana artinyanarapidana sungguh-sungguh dipersiapkan dengan baik agar kelak dikemudian harisetelah masa hukumannya selesai akan kembali ke masyarakat dan dapat berperanaktif dalam pembangunan serta hidup secara wajar sebagaimana warga Negarayang baik dan bertanggungjawab pasal 1 ayat 1dan 2 Undang-undang Nomor 12Tahun 1995 tentang pemasyarakatan . Metode penelitian yang di gunakan olehpeneliti adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial dan metodepenulisan menggunakan diskriptif analisis. Lapas Klas 1 Cipinang memilikiberbagai SOP pengamanan tetapi tidak didukung oleh sarana prasarana yangmemadai. Demikian juga dengan penerapan sistem pengamanan fisik Lapas Klas 1Cipinang belum optimal. Petugas KPLP belum sepenuhnya menjalankan tugas dantanggungjawabnya, sehingga gangguan keamanan dan ketertiban baik berupakejahatan maupun pelanggaran yang dilakukan oleh orang dalam maupun orangluar masih terjadi. Faktor - faktor yang mempengaruhi penerapan sistempengamanan Lapas Klas 1 Cipinang belum optimal adalah Sarana dan Prasaranayang masih kurang lengkap, Kualitas dan kuantitas petugas KPLP yang masihdibawah standar, kurangnya dukungan anggaran dan tidak adanya hubungankerjasama pengamanan resmi dengan pihak Kepolisian.

Correctional facility or prison is recently highlighted by the society due to itsexisting problems. It is started from the burning of prison to the special facility forthe inmates of narcotics who are sentenced to death. The first problem in the facilityinitially comes from the potential of diversion, such as illegal charges. Anotherexample is the overload number of inmates. The number of inmates and convicts incertain prison which are not handled by adequate human resources and facilities isprone to the increasing number of violation. Small number of workers causing thelow level of security monitoring in the facility. The application of physical securitysystem can solve the problem of security as well as the criminal inside of the prison,and it can maximize the natural function of prison as the place to punish people whoconducted criminal actions with permanent legal force. In addition, prison will alsobe able to maximize its function as a correctional facility, not only as a mere placeof punishment. It means that inmates are prepared to become a better person afterthey are released from the jail to the society. Later, they are able to activelycontribute to the development of the country. They can also become good andresponsible citizens Article 1 Section 1 and 2 Law Number 12 Year 1995 regardingcorrectional facility . This research used qualitative method with juridicalmanagerial approach. It also used descriptive analysis writing method. Class 1Correctional Facility of Cipinang has some SOP of security. However, it is notsupported by adequate facilities. Moreover, the application of physical securitysystem in the prison has not been optimum. Furthermore, the officers of Head ofSecurity of the Correctional Facility have not executed its task and responsibilitycompletely, that the disturbance of security and order, like crimes and violationsstill happen. The influencing factors to the application of security system in Class1 Correctional Facility of Cipinang are the inadequate and below standard qualityand quantity of infrastructure and facility of the officers of Head of Security of theCorrectional Facility KPLP, minimum budgeting supports, and the absent ofcooperative relation between security officers and police officers."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2017
T49173
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mulyani Rahayu
"Tujuan dari pemidanaan saat ini pada intinya adalah pembinaan. Oleh karenanya yang harus dikedepankan oleh Lembaga Pemasyarakatan adalah aspek pembinaan. Namun dalam kenyataannya, tidak dapat dipungkiri bahwa aspek keamanan tidak kalah penting, dan bahkan sampai saat ini bisa dikatakan masih menjadi indikator keberhasilan Lembaga Pemasyarakatan. Salah satu indikator kondisi aman Lembaga Pemasyarakatan adalah tidak terjadi pelarian. Karena memang pembinaan tidak dapat berjalan dengan baik bila keamanan tidak terjaga. Pikiran untuk melarikan diri boleh jadi ada pada setiap diri narapidana yang sedang menjalankan masa pidananya di dalam Lembaga Pemasyarakatan. Keinginan ini merupakan hal yang manusiawi mengingat dibatasinya kemerdekaan untuk hidup bebas bagi narapidana. Kondisi seperti ini akan benar-benar menjadi sebuah usaha percobaan pelarian bila ada pemicunya. Penelitian terhadap studi kasus pelarian dalam Tesis ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang. Dan hasil penelitian ini diperoleh fakta bahwa Lapas ini mengalami over kapasitas. Dengan kondisi seperti ini, muncullah berbagai tekanan hidup yang berakar pada uang. Hal inilah yang menjadi penyebab seorang narapidana nekat melarikan diri. Untuk menumpas akar penyebab dilakukannya pelarian, diperlukan strategi pencegahan pelarian melalui pendekatan sosial. Sementara itu, upaya melarikan diri narapidana dilakukan ketika tersedia kondisi-kondisi yang mendukung untuk dilakukannya pelarian tersebut. Artinya terdapat sejumlah peluang yang sangat menguntungkan bagi narapidana untuk keluar dengan tidak sah dari dalam Lapas. Untuk memperkecil peluang-peluang yang ada tersebut, maka diperlukan strategi pencegahan pelarian melalui pendekatan situasional.

Basically, the main purpose of detention is to develop character building. Therefore, correction centre should propose building aspect. But in reality, it can not be denied that security aspect is very important, even it is still an indicator of. The success of a correction centre today. One of secure situation in correction Centre is whenever there is no escape. Since, character building can not run well if there is no secure situation. Frequently, the prisoners in correction centre have willingness to escape. It is humane, because their freedom is limited. This situation makes them try to escape if they have chance to. The research of escape case study in this thesis is done in Cipinang Prison ('Lapas Cipinang Klas I). From this research, it is found a fact that this prison is over capacity. Therefore, it appears such life pressure in money basis. It causes a prisoner escapes. To prevent this situation, it needs strategy to prevent it by using social approach. Meanwhile, the escape happens whenever the supporting situation is available. It means the prisoners have some chance to go out illegally. To decrease the escape chance it needs a strategy to prevent it by using situational approach."
Depok: Universitas Indonesia, 2007
T20495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herti Hartati
"The substitution of the term "prison" with "correctional institution" is intended to ensure that inmates, when sewing their term, can acquire skills and guidance in order to accelerate inmate's resocialization process back into the society. Thus, treatment of inmates should be intended to restore their dignity, by ensuring proper respect from fellow inmates and from institutional officers.
However, the implementation of the concept does not seem to be effective yet. This can be deduced from the many cases showing lack of understanding of the goals of correction, namely the presence of violence within correctional institutions. This phenomenon seems to be rampant within these institutions, even well known by the community at large.
Still, violence does not exist in all correctional institutions. ln other words, some correctional institutions have no incidence of conflicts, escapes and other fomis of violence.
To find out the existence (or non-existence) of a culture of violence, or acts of violence in correctional institutions, the researcher performed a study in Tangerang IIB Class Young Women's Correctional Institution, using a qualitative method to collect data from 5 inmates. The researcher used the theory of the sub-culture of violence of Donald Clemmer; and also of Wolfgang & Ferracuti.
This study focused on the social relations between inmates (juveniles and adult inmates) and also between inmates and officers; and also the rules in place.
Results of the study show that relations among these actors are socially acceptable and violence does not always exist in solution of problems. This is shown by a pattem of guidance focused more on correction. Thus, the theories on the sub-culture of violence in prisons did not hold in Tangerang IIB Class Young Women's Correctional institution for the time being.
The researcher would like to suggest improvements in the form of better quality of institutional officers, and more understanding of the functions and duties in correctional institutions, especially in treating juveniles."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21599
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Rahmi Faisal
"ABSTRAK
Narapidana perempuan hamil/ menyusui merupakan minoritas dalam komunitas suatu bangsa yang berada di Lembaga Pemasyarakatan. Narapidana perempuan hamil dan menyusui memerlukan pembinaan yang berbeda narapidana pada umumnya. Hal ini terjadi karena narapidana perempuan dengan kondisi hamil dan menyusui memiliki fisik dan kebutuhan yang jauh berbeda dengan narapidana pada umumnya. Perawatan kesehatan reproduksi, pengobatan fisik maupun psikis, serta perlindungan terhadap anak-anak dari narapidana perempuan di dalam Lapas menjadi sangat penting karena akan menentukan masa depan narapidana dan anaknya sendiri. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian yuridis normatif yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif, dan hasil dari penelitian yang diperoleh setiap Lembaga Pemasyarakatan memiliki kebijakan atas permasalahan yang berbeda-beda, hal ini didasarkan pada faktor-faktor penghambat yang mereka miliki dalam proses pembinaan di dalam Lapas. Lapas Klas II B Anak Wanita Tanggerang dirasakan cukup memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui karena akses kesehatan, perlindungan keselamatan, serta program pembinaan yang cukup efektif. Untuk Lapas Perempuan Klas II A DKI Jakarta memiliki faktor penghambat yang membuat pihak Lapas dirasakan masih kurang memenuhi hak-hak narapidana tersebut akibat dari kondisi Lapas yang over crowded. Sedangkan, Lapas Klas II A Bogor merupakan Lapas dengan permasalahan yang lebih kompleks, kondisi Lapas yang over crowded, tidak adanya akses perlindungan yang memadai, serta dilarangnya narapidana yang pasca melahirkan membawa anak ke dalam Lapas, menjadikan kebijakan Lapas ini bertentangan dengan beberapa regulasi yang ada dan belum memenuhi hak-hak narapidana perempuan hamil dan menyusui.

ABSTRACT
Pregnant and breastfeeding women's prisoners are a minority in the community of a nation in the Prison. Prisoners of pregnant and breastfeeding women require different counseling of convicts in general. This happens because female prisoners with pregnant and breastfeeding conditions have a physical and a need that is much different from the convicts in general. Reproductive health care, physical and psychological treatment, as well as protection of children from female prisoners in prison are very importance because it will determine the future of inmates and their own children. In this study, the authors use normative juridical research methods focused on assessing the application of norms or norms in positive law, and the results of research obtained by each the prison have policies on different issues, the inhibiting factors they have in the coaching process within the prisons. Prisons Class II B Child Tanggerang is sufficient to fulfill the rights of pregnant and lactating female prisoners because of health access, safety protection, and effective coaching programs. For prisons of Women Class II A DKI Jakarta has an inhibiting factor that makes the prisons felt is still not meet the rights of prisoners is due to the condition of prisons are overcrowded. Meanwhile, Prisons Class II A Bogor is prisons with more complex problems, overcrowded prisons, inadequate access to protection, and prohibition of post partum prisoners bringing children into prisons, making this prison's policy contrary to some existing regulations and has not fulfilled the rights of pregnant and breastfeeding women's prisoners. "
2018
T51054
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>