Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116326 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Veriady
"Kegiatan penambangan timah telah memberikan konstribusi yang begitu besar dalam pengembangan perekonomian di P. Bangka. Namun pada sisi lain telah terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan pada areal lahan pasca tambang dan lingkungan sekitamya. Maraknya kegiatan Tambang Inkonvensional (TI) semakin memperparah kerusakan lingkungan yang terjadi.
PT. Timah Tbk adalah salah satu dari 2 perusahaan besar yang melakukan penambangan timah di Pulau Bangka. Sebelum tahun 1998, reklamasi lahan yang dilakukan oleh PT. Timah Tbk dapat berjalan. Namun kebijakan reklamasi tersebut dihentikan, dengan alasan akan dirambah/dibongkar TI kembali. Data PT. Timah Tbk menyebutkan sampai saat ini sekitar 5700 ha lahan pasca tambang belum direklamasi. Jumlah ini belum mempertimbangkan pencemaran yang berakibat pada lingkungan sekitar dan juga kerusakan akibat TI.
Melihat kecenderungan kerusakan lahan yang akan terus meningkat baik dari besaran maupun kualitasnya, maka penulis mencoba memberikan kontribusi solusi melalui penelitian ?Studi Pemanfaatan Lathan Pasca Tambang Timah" dengan studi kasus PT. Timah Tbk di Pulau Bangka. Penelitian ini bertujuan: a) Mendapatkan informasi aman tidaknya lahan pasca tambang timah untuk pertanian pangan dan budidaya perikanan. b) Mendapatkan gambaran mengenai persepsi dan keinginan masyarakat untuk pemanfaatan lahan pasca tambang timah.
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah a) Lahan pasca tambang berupa hamparan tailing dan kolong tidak aman untuk budidaya tanaman pangan dan budidaya perikanan darat; b)Persepsi masyarakat luas mengenai pemanfaatan lahan pasca tambang timah keliru.
Metode penelitian adalah menggunakan metode ex post facto dan metode survai. Metode ex post facto dipergunakan untuk melihat dan menampilkan data penelitian relevan yang telah dilakukan sebelumnya. Analisis yang diterapkan peneliti mencakup dua pendekatan yang satu sama lain saling melengkapi untuk menangkap dan menganalisis fakta-fakta sebab-akibat penambangan timah, fakta-fakta sosial ekonomi masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan penambangan timah, yakni pendekatan empiris obyektif dan pendekatan empiris subyektif. Dalam pendekatan empiris subyektif, data yang dikumpulkan dan dianalisis adalah data hasil konstruksi ethic peneliti (pemahaman fenomena dan fakta-fakta biofisik dan sosial-ekonomi menurut pandangan peneliti). Sementara dalam pendekatan empiris subyektif data yang dikumpulkan dan dianalisis adalah data menurut konstruksi emit yang diteliti (pemahaman fenomena dan fakta-fakta biofisik dan sosial-ekonomi menurut pandangan orang yang diteliti}.
Untuk metode survay penulis melakukan analisis kandungan toksikologi dan mineral radioaktif contoh tanah/ tailing serta analisis logam-logam berat air kolong dari lokasi penambangan pada laboratorium. Hasil analisis ini kemudian dibandingkan dengan baku mutu untuk semua aspek diatas dan mendiskusikan hasil analisis tersebut dengan para pakar.
Hasil penelitian memperlihatkan 1) Lahan pasca tambang adalah sebagai berikut: a) hasil Uji Toxicity Caracteristic Leacing Prosedure (TCLP), kadar logam berat yaitu seng (Zn) dan ternbaga (Cu) dilokasi Eks TS Openpit Pemali (Usia >40 th) dan Iogam berat sang (Zn) dilokasi lahan percobaan pada contoh melebihi baku mutu yang ditetapkan; b) Hasil uji radioaktif contoh menunjukkan adanya unsur 228Th, 228Ra, 226Ra dan 40K yang harus diwaspadai efek jangka panjangnya jika masuk rantai makanan. Meskipun demikian kandungan maupun radiasinya masih dibawah ambang yang dipersyaratkan balk oleh Bapeten maupun BATAN; c); kadar logam berat (Pb, Fe, Mn, Zn dan Cd) diatas nilai ambang batas maksimum untuk budidaya ikan. Logam berat akan terakumulasi dalam tubuh ikan dan masuk dalam tubuh manusia melalui rantai makanan; dan 2) Masyarakat mempunyal keinginan untuk memanfaatkan fahan pasca tambang menjadi lahan yang produktif seperti untuk lahan perkebunan kelapa sawit, karet dan kelapa.
Kesimpulan penelitian ini adalah;
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bab sebelumnya penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Lahan pasca tambang timah tidak begitu saja dimanfaatkan untuk budidaya tanaman pangan dan budidaya perikanan darat.
2. Masyarakat memiliki persepsi yang harus dikoreksi mengenai pemanfaatan lahan pasca tambang timah, karena tidak memiliki informasi yang jelas tentang dampak mengkonsumsi hasil produk pangan atau ikan dari pemanfaatan lahan pasca tambang.
Saran hasil penelitian ini adalah; 1) Sebelum dapat diperlihatkan tidak berdampak pada konsumen, untuk pemanfaatan lahan pasca tambang timah sebaiknya bukan untuk tanaman makanan. Tanaman yang disarankan adalah bemilai ekonomis seperti kayu putih, hutan akasia, karet rakyat, jarak pagar dan nilam. Untuk dapat memanfaatkan lahan pasta tambang timah memerlukan perlakuan teliti dan mempertimbangkan dampak negatif jangka panjang; dan 2) Untuk menjamin terlaksananya reklamasi pasca tambang yang berkesinambungan diperlukan komitmen semua pihak yang terkait yaitu : PT. Timah Tbk, Pemerintah Daerah, Masyarakat dan Pengusaha TL Komitmen dibangun melalui kerjasama pelaksanaan reklamasi yang melibatkan semua pihak dimaksud.

Tin mining activity has given such a large contribution in economy development in Bangka Island. In the other side, however, has been pollution and environment damage occurred in land post-mining and the vicinity. Amidst a great deal of Unconventional Mining activity progressively worsens environment destruction occurred.
PT. Timah Tbk is one of two big companies that operate tin mining. Before year of 1998, land reclamation which is carried out by PT. Timah Tbk can run well. But the reclamation policy is ceased on account of it will be further went/dismantled by Unconventional Mining over. Data of PT. Timah Tbk told us up to now there are about 5700 hectares of land after that has not been reclaimed yet. This amount is not considering pollution that resulted in environment around and also damage due to unconventional mining.
If we seen the trend of land damage that will increasingly, both of its quality and value, therefore writer tries to give a contribution in solution through research "Study n Lands Utilization Tin Post-Mining" with case study at the PT. Timah Tbk in Bangka Island. This research aiming to: a) Inspect the data on what land tin post-mining secure for agriculture lands food and fishery cultivation. b) Perceive perception and society's intention for land utilization tin post-mining.
Hypothesis that will be put in the research is a) Land post-mining is a tailing rug of insecure underneath for consumed farming agriculture land and fishery. B) Society's perception about land utilization tin post-mining are wrong.
Research method is using ex post facto method and experimental method. Ex post facto method is used to see and open out the relevant research data that has been conducted before. Analysis is applied by researcher covering two approaches complement one to another to capture and analyze facts, cause and effect relationship of tin mining, society socioeconomic facts in relating to tin mining activity, namely empirical objective approach and empirical subjective approach. In empirical objective approach, the collected and analyzed data is construction result data of researcher ethics (phenomenal comprehension and biophysical facts and socioeconomic by researcher's view). While in empirical subjective approach, the collected and analyzed data is data by emics construction examined (phenomenal comprehension and biophysics facts and socioeconomic by the examined person's view.)
While in experimental method, writer conducts analysis toxicology of uterus and radioactive definition, for example land/ tailing as well as heavy metals analysis of underneath water from quarry location to laboratories. And then these analysis results are compared with rigid quality for all aspects above and discuss analysis result mentioned to the experts.
The research result attests 1) Lands tin post-mining are a) TCLP Test, heavy metal content i.e. zinc (Zn) and copper (Cu) in Ex TS Openpit Pemali location (Age > 40 year old) and zinc heavy metal (Zn) in experiment land location in model over the stated rigid quality; b) Result of radioactive test, model shown that the presence of Th, Ra elements. Ra and K that should be wary are long term effect if entered into content of foodstuff chain. Nevertheless, both in their content and radiation are still below the threshold to be required either by Bapeten or BATAN; c); heavy metal content (Pb, Fe, Mn, Zn and Cd) above the maximum threshold value to fishery cultivation. Heavy metal will be accumulated in fish body and entered into human body through foodstuff chain; and 2) Society has intention to make use of lands after mining become productive lands such as for the land only.
This research conclusion is:
1. Land tin post-mining aren't utilized to food plant cultivation and fishery cultivation
2. Society have perception must be correction on land utilization tin post-mining, society doesn't know and don't have a clear information about the impact to consume food production crops or fish from land utilization post-mining.
Suggestion of research result is 1) Before can shown land utilization tin post-mining haven't effect for consumer, its can be carried out for agriculture plant and plantation, not for consumption. Suggested plants have economic value as acacia forest, rubber, and others. The examined treatment on land tin post-mining and consider the negative-long term effect; and 2) To guarantee the implementation of reclamation post-mining is sustainable required commitment all related parties specifically PT. Timah Tbk, Local Government, Public and Entrepreneur of Unconventional Mining. Commitment is built through cooperation of reclamation implementation involving all parties intended.
"
2007
T20783
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zaherunaja
"Pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan termasuk di dalamnya pulau-pulau kecil merupakan alternatif yang tepat bagi pembangunan nasional selanjutnya, dan dapat menjadi salah satu tumpuan harapan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dimasa mendatang. Agar tidak mengulangi berbagai kekeliruan/kesalahan yang telah/pernah terjadi dalam pemanfaatan ruang di pulau-pulau besar yang kurang mengindahkan kelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup, maka dalam pemanfaatan sumberdaya alam di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil harus dilakukan secara terpadu dan bijaksana.
Pulau-pulau kecil yang secara fisik memiliki sumberdaya alam daratan (terestrial) sangat terbatas, tetapi sebaliknya memiliki sumberdaya kelautan yang melimpah, merupakan aset yang strategis untuk dikembangkan dengan basis kegiatan ekonomi pada pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa lingkungan (environmental services) kelautan. Dalam perkembangan selanjutnya akibat dari pertambahan jumlah penduduk, perluasan permukiman dan kegiatan industri, pariwisata dan transportasi laut, maka pulau-pulau kecil merupakan potensi yang perlu dikembangkan secara hati-hati. Pendekatan secara terpadu antara potensi darat, pantai dan laut serta aktivitas yang sesuai mutlak diperlukan untuk menghindarkan kerusakan lingkungan akibat mendapat tekanan berat karena eksploitasi sumberdaya alam yang tidak memperhatikan aspek pelestarian lingkungan. Atas dasar itu, maka pendekatan secara ekonami-ekologi dalam pembangunan pulau-pulau kecil yang berkelanjutan mutlak diperlukan.
Oleh karena itu, sangat penting kiranya adanya suatu perencanaan ruang wilayah pesisir dan pulau kecil yang baik dan benar, yaitu suatu perencanaan ruang yang program-programnya dapat diimplementasikan, dapat diterima oleh pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholders) dan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Masalah pokok dalam perencanaan tata ruang terletak pada metode penyusunan rencana tata ruang yang kemudian dapat berlanjut pada pemanfaatan dan pengendalian tata ruang itu sendiri.
Penyimpangan pemanfaatan ruang dari rencana tata ruang disebabkan oleh ketidaksesuaian dengan harapan pengguna lahan (stakeholders). Pemanfaatan ruang oleh berbagai pengguna lahan (stakeholders) yang berbeda kepentingan, dapat menyebabkan terjadinya konflik pemanfaatan ruang.
Salah satu pulau kecil yang mempunyai potensi kelautan yang cukup besar adalah Pulau Legundi yang terletak di Kabupaten Lampung Selatan, Propinsi Lampung. Secara geografis pulau tersebut terletak di Teluk Lampung yang mempunyai potensi perikanan dan pertanian yang cukup besar. Oleh karena itu pada akhir tahun 2001, Direktorat Tata Ruang Laut Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil, Departemen Kelautan dan Perikanan telah melakukan studi tentang Pengelolaan Kawasan Lingkungan Pesisir untuk Pelestarian Lingkungan Gugus Pulau Legundi. Sebagai kelanjutan dari studi tersebut dan agar dalam pengembangan Pulau Legundi yang berkelanjutan pada masa yang akan datang dapat tercapai, untuk itu perlu suatu analisis kebijakan yang dapat memberikan masukan (input) sebagai dasar/bahan pertimbangan bagi para pengambil keputusan dalam pemanfaatan ruang dan penetapan kawasan yang optimal dan proposional bagi berbagai pengguna lahan (stakeholders) yang berkepentingan dengan tidak mengesampingkan pentingnya pelestarian fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.
Penelitian ini bertujuan untuk : a. Mengetahui persepsi para pelaku kepentingan berkaitan dengan penentuan prioritas penggunaan ruang/kegiatan; b. Mengevaluasi kesesuaian lahan dalam pemanfaatan ruang wilayah Pulau Legundi dan kemungkinan dampaknya terhadap lingkungan hidup; c. Menentukan prioritas penggunaan lahan dalam pemanfaatan ruang wilayah Pulau Legundi; dan d. Memberikan rekomendasi sebagai dasar pertimbangan pengambilan keputusan dalam penentuan kebijakan.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif berupa studi kebijakan dengan pendekatan studi kasus dengan menggunakan pendekatan metode kuantitatif dan metode kualitatif. Untuk mengetahui persepsi/tingkat kepentingan dari para pelaku kepentingan (stakeholders) dalam penentuan prioritas kegiatan didekati dengan metode Proses Analisis Hirarkhi (PHA). Analisis spasial untuk mengevaluasi kesesuaian lahan didekati dengan menggunakan perangkat lunak Sistem Informasi Geografis (SIG) dengan aplikasi Arc-info dan Arc-View. Sedangkan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan hidup yang telah dan akan terjadi didekati dengan melakukan kajian lingkungan. Selanjutnya dengan memanfaatkan hasil ketiga analisis tersebut dilakukan analisis kebijakan untuk menetapkan rekomendasi zonasi pemanfaatan ruang Pulau Legundi.
Pelaku yang mempunyai peranan penting dalam penentuan prioritas kegiatan yang akan dikembangkan di Pulau Legundi secara hirakhi adalah Pemerintah Daerah, masyarakat, Swasta dan LSM. Prioritas kegiatan yang dipilih para pelaku dalam Pengembangan Pulau Legundi secara hirarkhi perkebunan, perikanan, konservasi, permukiman, industri dan wisata.
Hasil analisis spasial menunjukkan bahwa kesesuaian lahan bagi penggunaan/pemanfaatan ruang yang memenuhi kriteria sangat sesuai hanya untuk kegiatan konservasi dan perkebunan. Ruang yang sangat sesuai untuk konservasi seluas 492,599 Ha, dan sangat sesuai untuk lahan perkebunan seluas 846,756 Ha. Sedangkan kesesuaian lahan untuk kegiatan lainnya yaitu permukiman, industri dan tambak hanya sampai kriteria sesuai.
Hasil overlay antara peta kesesuaian lahan kriteria sangat sesuai dengan peta kesesuaian lahan kriteria sesuai menunjukkan bahwa hanya kegiatan perkebunan dan konservasi saja yang sangat sesuai dalam memanfaatkan ruang Pulau Legundi. Pemanfaatan ruang Pulau Legundi untuk kegiatan pertanian/perkebunan, perikanan, permukiman dan industri diperkirakan telah dan akan menimbulkan dampak terhadap lingkungan berupa pencemaran air laut, gangguan terhadap biota perairan, pengaruh terhadap kegiatan perikanan, kerusakan fisik habitat meliputi kerusakan ekosistem mangrove dan kerusakan ekosistem terumbu karang, konflik sosial serta gangguan terhadap kesehatan masyarakat.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa zonasi pemanfaatan ruang Pulau Legundi yang optimal mengalokasikan ruang daratan untuk kawasan konservasi seluas 761,207 Ha (42,32 %) dan kawasan budidaya seluas 1037,693 Ha yang terdiri dari zona perkebunan/pertanian seluas 968,704 Ha (53,85 %) serta zona permukiman dan Industri seluas 68,916 Ha (3,83 %). Sedangkan pemanfaatan ruang perairan Pulau Legundi dialokasikan untuk zona budidaya mutiara seluas 207 Ha yang terletak di Selat Siuncal, zona konservasi laut pada ekosistem terumbu karang di perairan sebelah utara seluas 1.616 Ha, zona perikanan tangkap di sekitar ekosistem terumbu karang, zona perikanan budidaya di sekitar pantai utara Pulau Legundi maksimal sejauh 100 m dari garis pantai.

Policy Analysis of Small Island Space Utilization (Case Study in Legundi Island Region, South Lampung Regency, Lampung Province)The utilization of coastal area and ocean resources including Small Island is the right alternative for the following national development and it can be one of the centers of hopes to fulfill the society necessity in the future. In order not to repeat some mistakes ever occurred in space utilization of large islands by less paying attention to the conservation function and balance of living environment, utilization of natural resources in the coastal area and small islands should be done wisely and integrated.
The small islands, which physically have very restricted natural land resources (terrestrial), but on the other hand very abundant marine resources are strategic assets to be developed with basic economic activity on the utilization of natural resources and the marine environmental services. Due to increasing number of population, extension of settlement and industrial activities, tourism and sea transportation, small islands need to be developed carefully. An integrated approach of land, ocean and beach potential as well as appropriate activities are absolutely needed to avoid environmental damage caused by heavy pressure due to natural resources exploitation which do not pay attention to the environmental conservation aspects. Based on these, the economic - ecological approach in sustainable development of small islands is absolutely needed.
Therefore, it is very important to have a good spatial planning of coastal area and small islands that is a space planning with programs that can be implemented and accepted by stakeholders and able to improve the society's welfare. The main problem in space planning is the utilization and the restraint of the space itself. The divergence of the land use from space planning is caused by unsuitability with the stakeholders hopes. The spatial utilization by some stakeholders which have different interests can cause land use conflict.
One of the small islands that have a quite large ocean potential is Legundi Island located in South Lampung Regency, Lampung Province. The island is geographically located in Lampung Bay which has a vast fisheries and farming potential. Therefore, at the end of 2001 the Directorate of Coastal Spatial Planning, and Small Islands of the Directorate General of Coastal Areas and Small Islands of The Department of Marine Affairs and Fisheries have conducted a study on the management of the coastal areas for the environmental conservation of Legundi Islands group. As a follow-up study and in order to develop Legundi Island sustainable in the future, it therefore needs a policy analysis to provide input for the decision makers to determine space for optimal and proportional area for some stakeholders with taking into account the importance of the conservation and balance functions of living environment.
These research objectives are the following:
1. To know the perception of the stakeholders subjects of interest (government, entrepreneur, society and non government organization) related to the determining priorities of exploitation the area/activities.
2. To evaluate the suitability of the area in Legundi island land use and the possibility of the impacts on living environment.
3. To determine the priority of the spatial arrangement in Legundi island space utilization.
4. To provide recommendation to the government for a consideration in taking decision of the policy formulation.
The research uses a descriptive study in the form of policy analysis with an approach of using quantitative and qualitative method. These methods of analysis comprises the following steps (1) To know the perception or level of the importance from stakeholders in determining the priority activities approached by hierarchy analysis procces method is applied; (2) To know land suitability by using software of geographical information system (GIS) with Arc-info and Arc-view is applied; (3) To assess the impact on living environment is approached by environmental analysis. Next, by using the above mentioned three analysis results, policy analysis is conducted to determine the zoning recommendation of Legundi island space utilization.
The agents who have important role in determining priority activities to be developed in Legundi Island are hierarchically the local government, society, interpreneur and the non government organization. The priority activities selected by the agents in developing Legundi Island hierarchically are plantation, fisheries, conservation, settlement, industrial and tourism.
The result of spatial analysis shows that the suitability of land in land use which fulfill the criteria of "very suitable? is only for conservation and plantation activities. The most suitable space for conservation is 492.599 Ha, for plantation 846.756 Ha. While the suitable space for other activities are settlement, industry and fishpond.
The overlay result between ?very suitable and suitable" map category shows that only plantation and conservation are very suitable to be exploited at the Legundi Island.
The Legundi Island land use for farming/plantation, fisheries, settlement and industry is estimated to have an important impact to the environment, such as, sea water pollution, disturbance of the aquatic animal, the influence to the fisheries activities, the physical damage of habitat covering mangrove ecosystem, coral reef damage, social conflict and the disturbance of the society's health.
This research concludes that the space utilization Zone of Legundi Island optimally allocates 761.207 Ha (42.32%) for land space conservation, and 1.037.693 Ha for cultivation area. For cultivation area are designated 968.704 Ha (53.85%) for plantation /farming zone and 68.916 Ha (3.83%) for settlement and industrial zone. While the aquatic space utilization of Legundi island the amount of 207 Ha is allocated for pearl cultivation which is located in Siuncal Strait, 1.616 Ha for the marine conservation zone on the coral reef ecosystem in the northern waters. The fisheries catch zone in coral reef ecosystem, cultivated fisheries zone is in northern beach of Legundi island is designated 100 m maximum from the shoreline.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2003
T11040
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sigit Yudantoro
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2004
T39628
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rani Hafsaridewi
"Kualitas hidup manusia bergantung pada kualitas lingkungan disekitarnya, karena kebutuhan manusia pada dasarnya bergantung pada sumberdaya alam. Sumberdaya alam akan merosot kualitas dan kuantitasnya bila pemanfaatannya melebihi kemampuan lingkungan untuk pulih. Di dalam teori daya dukung, pertumbuhan mahluk hidup atau organisme akan mengalami penurunan bahkan collapse bila telah melewati batas daya dukung lingkungan. Tetapi dengan menggunakan teknologi manusia dapat "memanipulasi" lingkungan sehingga walaupun jumlah penduduk sudah melewati batas daya dukung, penduduk terus tumbuh dan bertambah. Seperti halnya yang terjadi di Kepulauan Seribu. Di beberapa pulau berpenghuni di Kepulauan Seribu, terdapat pulau yang jumlah penduduknya sudah melebihi batas daya dukung lingkungannya.
Pulau Panggang termasuk gugusan Kepulauan Seribu yang mempunyai lahan seluas 9 Ha. Kepadatan penduduk Pulau Panggang sebesar 364 jiwa/Ha telah melewati batas daya dukungnya yaitu 150 jiwa/Ha (BPLHD DKI). Adanya pertumbuhan yang penduduk yang tinggi dan menyebabkan kepadatan penduduk yang tinggi pula, menyebabkan kebutuhan lahan bertambah terutama kebutuhan lahan permukiman. Penduduk pulau Panggang secara swadaya melakukan reklamasi pantai, sehingga luas pulau Panggang menjadi 12 Ha. Kepadatan penduduk yang tinggi pula menyebabkan kemerosotan ketersediaan air bersih, tidak hanya kuantitas tetapi kualitas air. Untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk menampung air hujan atau membeli air dalam kemasan.
Tujuan penelitian adalah membangun diagram sin-pal kausal yang menggambarkan hubungan antara pertambahan penduduk dengan ketersediaan lahan dan air bersih di Pulau Panggang untuk dapat memetakan masalah, dan membuat prediksi pengaruh pertumbuhan penduduk pada lahan dan ketersediaan air bersih di Pulau Panggang, dengan melakukan simulasi berdasarkan model dinamik yang tidak diintervensi.
Penelitian ini menggunakan pendekatan gabungan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian yang digunakan adalah metode System Dynamics. Pengambilan sampel untuk kuisioner dilakukan dengan metode acak sederhana.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa diagram simpal kausal yang menggambarkan pengaruh pertumbuhan penduduk pada lahan dan ketersediaan air bersih, membentuk enam lup, yang terdiri atas dua lup positif (reinforcing loop) dan empat lup negatif (balancing loop).
Hubungan penduduk dengan tingkat kelahiran menghasilkan lup positif, karena semakin besar jumlah penduduk maka laju kelahiran semakin besar pula, sebaliknya semakin besar laju kelahiran maka akan menambah besar jumlah penduduk. 'Sehingga antara penduduk dan laju kelahiran terdapat hubungan yang saling menguatkan (reinforcing). Hubungan penduduk dengan laju kematian menghasilkan lup negatif, membangun dimana semakin besar jumlah penduduk maka semakin besar laju kematian, tetapi sebaliknya semakin tinggi laju kematian maka akan mengurangi jumlah penduduk. Sehingga antara penduduk dan laju kematian terdapat hubungan yang memberikan keseimbangan (balancing). Lup negatif terbentuk pula pada hubungan antara penduduk, konsumsi air bersih, ketersediaan air bersih, derajat kesehatan dan laju kematian. Semakin banyak jumlah penduduk maka semakin besar pula tingkat konsumsi air bersih yang menyebabkan semakin berkurangnya air bersih. Berkurangnya air bersih akan mengakibatkan penduduk mengkonsumsi air yang tidak higienis atau tidak sesuai dengan standar kesehatan. Hal ini mengakibatkan derajat kesehatan yang menurun sehingga menyebabkan laju kematian bertambah. Laju kematian yang meningkat akan menyebabkan jumlah penduduk semakin berkurang.
Berdasarkan simulasi yang dilakukan pada model dinamik pengaruh pertumbuhan penduduk pada lahan dari ketersediaan air bersih, maka dapat disimpulkan bahwa pada subsistem penduduk bekerja tiga lup negatif dan satu lup positif, walau demikian grafik penduduk terus meningkat yang disebabkan laju kelahiran yang tinggi. Pada subsistem lahan bekerja dua lup yaitu lup negatif dan lup positif, penduduk yang terus meningkat menyebabkan rumah terus bertambah. Akibatnya lahan terbuka hijau semakin sempit, dan menyebabkan ketersediaan air bersih semakin berkurang. Penurunan ketersediaan air bersih pun disebabkan karena laju konsumsi oleh penduduk yang terus bertambah dan laju pencemaran yang tinggi. Berdasarkan hasil simulasi sampai 60 tahun, diperkirakan pada tahun 2046 seluruh pulau akan menjadi lahan pemukiman dan ketersediaan air bersih di Pulau Panggang sudah habis.
Untuk menyelesaikan masalah, beberapa upaya yang disarankan oleh peneliti adalah melakukan pemerataan penduduk ke pulau yang berpotensi menjadi pulau berpenghuni, segera menghentikan proses reklamasi yang terjadi di Pulau Panggang, karena dapat membahayakan ketahanan pulau, dan merusak ekosistem laut, dan memberikan penyuluhan pada penduduk untuk lebih memahami dan menerapkan gaya hidup sehat dan hemat air.
Daftar Kepustakaan: 26 (1961-2003)

The Impact of the Increasing Number of People Toward Land-Used and Water Supply: System Dynamics Approach Toward Cases Study in Panggang Island, Seribu Islands Human's quality of life depends on the quality of the surrounding environment, because human basic needs depends on natural resources. The quality of natural resources will decrease if they are exploited, as they will not have the ability to recover. The theory of carrying-capacity says that the growth of human being or living organism will experience a decrease, and would even collapse if the environment can no longer provide support However, by using technology, human can `manipulate' the environment so even if the population has already out limited the carrying-capacity, the number of people will be able to continue growing and increasing. As it has occurred in the Seribu Island. In some of the islands in Seribu Island, there are islands in which population has already out limited the carrying capacity.
Panggang Island is one of the islands in Seribu Island that measures 9 Ha in width. The population is 364 people/Ha which out limits the carrying capacity of 150 people/Ha (BPLHD DKI). The rapid growth of population has caused high population, and the increasing need in housing area. The people of Panggang Island are independently conducting beach reclamations as the measures of Panggang Island in width has become 12 Ha. The high population has also caused a decrease of the quantity as well as quality of water. To fulfill the need of clean water, the people collect rainwater or purchase water in packages.
The aims of this research are to build up a causal loop diagram (CLD) which describes the relation between the population growth and the provision of land and dean water in Panggang Island to be able to map the problems; and to predict the impact of population growth towards the provision of land and dean water in Panggang Island, using dynamic model that are not intervened.
This research uses a combination approach of quantities and qualities. The research method being used is the System Dynamics method. Sample collecting for questionnaires is done by simple random method.
Based on the results of this research, it is discovered that the CUD, which describes the impact of population growth towards the provision of land and clean water, fours, six loops, which consist of two positive loops (reinforcing loop) and four negative loops (balancing loop).
The relation between population and fertility provides positive loops, because as the population is increasing, fertility will also increase, which will certainly make the population higher. This is to say that the relation between population and fertility is mutually reinforcing. The relation between populations with mortality provides negative loops, as the increasing population will cause rising mortality. On the other hand, rising mortality will decrease the population. This is to say that the relation between population and mortality is preserving balance or balancing. Negative loops are also formed in the relations between population and consumption of clean water, and provision of clean water, health rate and mortality. As the population increases, the consumption of dean water will also rise, this may cause a decrease of dean water supply. A decrease of clean water supply will cause the people to consume water that is not hygienic and has no accordance to health standards. This causes the health rate to decrease as the modality number increases, and increasing rate of mortality will cause a decrease in the population.
Based on the simulation conducted in dynamics model on the impact of population growth towards the provision of land and clean water, it can be concluded that there are three negative loops and one positive loop in the population subsystem. However, the population rate continues to increase, which is caused by high rate of fertility. In the land subsystem, there are two loops, one negative loop and one positive loop, where increasing population causes a rise in housing. As a result, the provision of natural land continues to decrease, as it also causes decrease in water supply. The decrease of water supply is also caused by the rising consumption rate and pollutions. Based on the outcome of the simulation of 60 years, it is predicted that in the year of 2046, the entire land of Panggang Island will become a housing area, and Panggang Island will have no more provision of clean water.
To overcome this problem, there are several efforts proposed by the researcher, which are: to do a balance placing of the people in an island potential to become populated island, to stop the reclamation as it will endanger the island as well as damage the sea, to plan a useful technology which can provide clean water continuously and to give information to the people, so they will be able to understand the problem as well as to apply healthy lifestyle and efficient using of water.
Number of References: 26 (1961-2003)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T11972
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Tulisan ini membahas analisis daya dukung lahan untuk mendukung pengembangan perumahan di pulau-pulau kecil dengan mengambil kasus Pulau Panggang, Pramuka, Kelapa, dan Tunda. Peelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai karakteristik daya dukung lahan di masing-masing pulau dalam kaitannya dengan pengembangan perumahan saat ini maupun di masa depan, Dengan diketahuinya karakteristik daya dukung lhan maka dapat ditentukan arahan atau rekomendasi untuk pengembangan perumahan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perkembangan pembangunan dan pertumbuhan penduduk yang cepat apabila tidak dikelola dengan baik akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan secara lebih cepat juga."
JURPEM 8:1 (2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Parna
Jakarta: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 1984
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nursiwan Taqim
"ABSTRAK
Inpres Nomor 13 Tahun 1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabotabek, menjadikan Kota Tangerang selain melayani kebutuhan penduduknya juga melayani kebutuhan pendudukJakarta. Pesatnya arus migrasi, meningkatnya pembangunan kawasan industri, perumahan, perdagangan telah mendorong Kota Tangerang sebagai ibu kota Kabupaten Tangerang -- dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 1981 -- menjadi Kota Administratif, dan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1993 menjadi Kotamadya Tangerang. Setahun setelah menjadi Kotamadya Tangerang atau tahun 1994, pertumbuhan penduduknya telah mencapai 8,27 persen yang didominasi oleh migrasi dan pertumbuhan ekonominya mencapai 9,3 persen. Tingginya migrasi yang berasal dari orang-orang yang bekerja dan mencari pekerjaan serta penghuni perumahan sebagai limpahan dari Jakarta karena terbatas dan mahalnya lahan di Jakarta.
Pesatnya pembangunan industri dan perumahan menyebabkan tingginya perubahan fungsi lahan yang dulunya sebagian besar lahan pertanian, berubah menjadi lahan yang terbangun untuk perumahan dan industri. Aktivitas industri dan kegiatan domestik kalau tidak terkendali akan menimbulkan pencemaran terhadap fingkungan. Oleh sebab itu diperlukan upaya untuk melihat keterkaitan antara pembangunan dan lingkungan hidup dalam hal ini keterkaitan antara pertambahan penduduk, aktivitas penduduk, dan perubahan lahan sebagai masukan bagi perencanaan dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Penelitian dilakukan di Kotamadya Tangerang yang bertujuan untuk mempelajari secara kuantitatif pengaruh pertambahan penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga terhadap perubahan fungsi lahan menjadi lahan terbangun untuk perumahan dan industri.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Analisis data dilakukan secara diskriptif yang memberikan gambaran keterkaitan pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga dengan laju perubahan fungsi lahan. Korelasi antara jumlah penduduk, kepadatan penduduk, jumlah rumah tangga, dengan luas lahan perumahan serta luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992, tahun 1995 dan signifikansi di antara variabel-varibel yang berkorelasi. Variabel bebas dalam penelitian adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, dan jumlah rumah tangga di Kotamadya Tangerang tahun 1992 dan tahun 1995. Variabel terikatnya adalah luas lahan perumahan dan luas lahan perumahan ditambah Iuas lahan industri untuk tahun 1992 dan tahun 1995.
Hasil penelitian dapat disimpulkan, bahwa:
1. Pertumbuhan penduduk di Kotamadya Tangerang selama kurun waktu 1992-1995 meningkat dari 1.083.071 jiwa menjadi 1.464.738 jiwa atau naik rata-rata 11,36 persen per tahun yang didominasi oleh migrasi. Keriaikan tertinggi pada Kecamatan Cileduk 14,91 persen per tahun, Kecamatan Cipondoh 12,82 persen per tahun, Kecamatan Jatiuwung 11.86 persen per tahun, dan Kecamatan Tangerang 10,62 persen per tahun; sedangkan Kecamatan Batuceper dan Kecamatan Benda relatif rendah, yaitu masing-masing 7,20 persen per tahun dan 5,32 persen per tahun. Perbedaan kenaikan pertumbuhan penduduk pada masing-masing kecamatan ini disebabkan karena pengaruh peruntukan wilayah dan pengembangan kegiatan yang berlangsung pada masing-masing kecamatan.
2. Antara tahun 1992-1995 rata-rata pertambahan penduduk Kecamatan Cipondoh lebih tinggi (12,82) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Jatiuwung (11,86) persen per tahun. Tetapi pertambahan rumah tangganya lebih tinggi Kecamatan Jatiuwung (12,41) persen per tahun dibandingkan dengan Kecamatan Cipondoh (10,89 persen) per tahun. Indikator ini menunjukkan bahwa tingginya migrasi di Kecamatan Cipondoh yang berasal dari para pekerja industri yang masih belum berkeluarga dan indekost pada rumah penduduk setempat, karena letak Kecamatan Cipondoh_yang strategis dan ekonomis.
3. Proporsi tenaga kerja dari jumlah penduduk keseluruhan pada tahun 1990 dan tahun 1993 hampir sama, yaitu 63,48 persen dan 63,60 persen. Pada kelompok umur 15-19 dan 20-24 tahun lebih banyak tenaga kerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki, karena pada kelompok umur 15-19 tahun tenaga kerja perempuan 56,44 pada tahun 1990 dan 56,58 persen pada tahun 1993. Begitu juga untuk kelompok umur 20-24 tahun tenaga kerja perempuan pada tahun 1990 sebanyak 51,22 persen dan tahun 1993 sebanyak 51,17 persen. Banyaknya tenaga kerja perempuan ini karena tidak terlepas dari jenis industri yang dikembangkan, seperti garmen dan sepatu yang banyak menarik minat tenaga kerja wanita.
4. Pertumbuhan ekonomi yang digambarkan oleh laju kenaikan PDRB, dilihat dari cara penghitungan atas dasar harga konstan dan harga berlaku, maka pada tahun 1992-1993 terjadi peningkatan yang cukup tajam dari seluruh sektor ekonomi, kecuali pertanian. Sektor listrik, gas, dan air meningkat paling tajam pertumbuhannya yang mencapai 4,96 persen. Indikator ini menunjukkan banyaknya permintaan karena pertumbuhan sektor lainnya, seperti sektor industri, konstruksi, sewa rumah, perbankan, perdagangan, dan restoran.
5. Kalau pengembangan perumahan dikaitkan peruntukan masing-masing kecamatan menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kotamadya Tangerang, maka telah dikembangkan perumahan pada beberapa kecamatan yang tidak diperuntukkan untuk pengembangan perumahan, seperti Kecamatan Benda dan Kecamatan Tangerang. Untuk lahan terbangun untuk industri yang tidak sesuai dengan RTRW Kotamadya Tangerang adalah pada Kecamatan Cipondoh, Kecamatan Tangerang, dan Kecamatan Benda.
6. Dari hasil perhitungan di antara variabel yang berkorelasi menunjukkan bahwa pengaruh pertambahan penduduk terhadap perluasan lahan pada tahun 1992 positif dan kuat sekali yang ditunjukkan angka 0,91. Tahun 1995 hanya 0,48 berarti penga.ruh ini tidak sekuat pada tahun 1992, karena lebih kepada pengisian perumahan yang telah terbangun dari memperluas kawasan untuk pembangunan perumahan baru; atau dengan kata lain pertambahan penduduk yang cukpp tinggi sampai tahun 1992 telahmendorong para developer untuk investasi pada pembangunan perumahan.
7. Penghitungan terhadap hubungan kepadatan penduduk dengan luas lahan untuk perumahan, lebih kuat pada tahun 1992 (0,59) dari tahun 1995 yang hanya (0,16). Hal ini terjadi karena pada tahun 1995 kurangnya pembangunan perumahan baru, juga kepadatan pada Kecamatan Tangerang diikuti perluasan pembangunan perumahan lebih ke atas, karena banyaknya terbangun rumah dan toko.
8. Hubungan antara jumlah rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan menurut penghitungan, pada tahun 1992 adalah (0,94) dan pada tahun 1995 (0,48). Pengaruh ini sangat kuat yang disebabkan karena urutannya per kecamatan sama antara pertambahan jumlah rumah tangga dan luas lahan terbangun untuk perumahan pada tahun 1995, yaitu tertinggi pada Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiuwung, dan Kecamatan Cipondoh.
9. Hubungan antara pertambahan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,75 dan pada tahun 1995 adalah 0,54. Hubungan antara kepadatan penduduk dengan perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,45 dan pada tahun 1995 adalah 0,23.
10. Hubungan antara pertambahan rumah tangga dengan luas lahan terbangun untuk perumahan dan industri pada tahun 1992 adalah 0,79 dan pada tahun 1995 adalah 0,62. indikator ini menunjukkan bahwa pada tahun 1992 pertambahan penduduk dan kepadatan penduduk memperluas lahan terbangun untuk perumahan, pada tahun 1995 pertambahan penduduk masih memperluas lahan perumahan dan industri, begitu juga kepadatan penduduk pada tahun yang sama. Kepadatan penduduk pada tahun 1995 pengaruhnya tidak sekuat pada tahun 1992 untuk perumahan dan industri karena kepadatan penduduk tertinggi pada Kecamatan Cileduk, sedangkan pada Kecamatan Cileduk tidak terbangun industri. Kuatnya pengaruh pertambahan rumah tangga terhadap perluasan lahan terbangun untuk perumahan dan industri karena dimungkinkan dengan tingginya pertambahan rumah tangga pada Kecamatan Jatiuwung. Kecamatan Jatiuwung Iahannya terluas terbangun untuk industri dan terbangun untuk perumahan terluas kedua setelah Kecamatan Cipondoh.
11. Menurut Indeks Kendali dari variabel-variabel yang berkorelasi tersebut, signifikansi akan terjadi pada pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan tahun 1992, pertambahan penduduk tahun 1992 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri tahun 1992, dan pertambahan penduduk 1995 dengan luas lahan perumahan ditambah luas lahan industri.
12. Kalau pertambahan penduduk Kotamadya Tangerang masih tetap sebesar 11,36 persen pertahun dan kenaikan jumlah rumah tangga sebesar 6,38 persen per tahun, maka pada tahun 2000 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang sebesar 2.555.649 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 469.021. Pada tahun 2005 jumlah penduduk Kotamadya Tangerang akan mencapai 4.514.457 jiwa dan jumlah rumah tangga sebesar 782.609.
13. Mengacu kepada Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat dari Departemen Pekerjaan Umum, yaitu setiap jiwa memerlukan luas lantai minimal 9 m2, maka pada tahun 2000 penduduk Kotamadya Tangerang memerlukan minimal 230.008,41 hektar lantai perumahan dan pada tahun 2005 memerlukan 406.301,13 hektar lantai rumah. Ini berarti pada tahun 2000 iahan di Kotamadya Tangerang hanya dapat menampung kebutuhan 67,94 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya dan pada tahun 2005 hanya dapat menampung 38,46 persen dari jumlah kebutuhan penduduknya. Oleh sebab itu diperlukan kebijaksanaan secara terpadu untuk mengendalikan pertumbuhan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi. Kebijaksanaan pembangunan industri agar lebih selektif terbatas kepada industri tinggi atau asembling yang sedikit tenaga kerja karena hanya memerlukan tenaga kerja yang mempunyai keahlian tertentu. Kebijaksanaan pembangunan perumahan untuk tidak memperluas secara horizontal tetapi juga vertikal atau pembangunan rumah susun.

ABSTRAK
Population Dynamics Analysis On Land Functional Conversion In Tangerang Municipality, West JavaPresidential Decree (Inpres) Number 13, 1976 on Developing Jabotabek region, to point out the City of Tangerang not only to serve the necessity of its people but also to serve the necessity of the Jakarta's people. Growing migration, enhancing the development of industrial estate, residential are, and trading, have led to the city of Tangerang to be a capital of the Tangerang Regency. After that, the Governmental Regulation (PP) Number 50, 1981 stated Tangerang as Administrative City, and Undang-Undang Nomor 20, 1993 declared .the Tangerang as a Kotamadya (municipality) Tangerang. One year after that, the growth of population was 8,27 percent, dominated by migration and economic growth achieved 9,3 percent. The high rate of migration is caused by working people and job seekers and new resident from Jakarta. The new resident is moving in to Tangerang due to the expensiveness and limited of Jakarta's land.
Increasing industrial development and residential area lead to the land conversion from agriculture activities. The uncontrolled of those activities would cause the environmental pollution. Therefore, to avoid the environmental pollution, the interwined between development and environmental in term of interelated among population growth, population activities, and land conversion are needed as an input for planning in achieving sustainable development and environmentally sound development.
Research was carried out in Tangerang Municipality that intends to develop the quantitative study of the impact of population growth, population density, and household number on the land conversion for residential area and industry.
Survey methods is carried out in this study. Data analysis is done as a descriptive that shows the interrelated of population growth, population density, number of household, with the rate of land conversion. This study also looks at the correlation among the number of population, population density, number of household with the area of residential and the industrial estate area associated with the area of residential in 1992 and 1995. The significancy test is also carried out among the correlation variables. The independent variables are population number, population density, and household number at the Tangerang municipality in the year 1992 and 1995. The dependent variables are residential area and residential area associated with industrial estate area in the year 1992 and 1995.
The conclusions of this research are :
1. The growth of population from 1992 to 1995 increased from 1,083,071 to 1,464,738 or raised by 11.36 percent per year, dominated by migration. The highest rate of population was 14.91 percent per year at Kecamatan Ciledug, 12.82 percent at Kecamatan Cipondoh, 11.86 percent at Kecamatan Jatiwungu, and 10.62 percent at Kecamatan Tangerang; while Kecamatan Batuceper and Benda was relatively lower, respectively 7.20 percent and 5.32 percent per year. The discrepancy of population growth among those kecarnatan is caused by the impact of land use and the kind of development activities.
2. Between 1992-1995 average population growth at Kecamatan Cipondoh was (12.82%) higher than Kecamatan Jatiwung (11.8%) per year. While the growth of household, Kecamatan Jatiwung (12.41°/o) was higher than Kecamatan Cipondoh (10.89%) per year. This indicator points out that the migration is quite high at Kecamatan Cipondoh due to the position of Cipondoh is quite strategic and close to the industrial area.
3. The proportion of labor force in 1990 and 1993 is almost similar that is 63.48 percent and 63.60 percent. Female labor is predominantly compare to male labour for the age group between 15-19 and 20-24. The age group between 15-19, the female labor was 56.44 percent in 1990 and 56.44 percent in 1993. For the age group between 20-24, female labor achieved 51.22 percent in 1990 and 51.17 percent in 1993. This phenomena appears because the kind of industries in Tangerang more need female labor rather than male labor.
4. Based on the constant price and the current price, the economic growth is significantly increasing from 1992-1993, particularly for electricity, gas and water sector that achieved 4,96 percent, except agricultural sector. This phenomena shows that increasing demand due to growing other sectors such as industry, construction, home rental, banking, trade, and restaurant.
5. There are several evidence that residential development at Kecamatan Benda and Kecamatan Tangerang does not fulfill the regional development plan of the municipality of Tangerang. In addition, the industrial development at Kecamatan Cipondoh, Tangerang and Benda are also not suitable with Tangerang's regional development plan.
6. The correlation between population growth and land conversion growth is quite significant (0.91) in 1992. Yet, in 1995 the correlation variable was only 0.48. It pointed out that population growth since 1992 did not cause the extending land conversion anymore, but they only moved in to the provided dwellings.
7. The correlation between population density and increasing land conversion for housing was stronger (0.59) in 1992 compare to 0.16 in 1995. It occurred due to the development of housing that has more than one storey.
8. The similar phenomena occurred on the correlation between the household number and land conversion for housing. The coefficient correlation was 0.94 in 1992 and 0.48 in 1995. This impact is very significant due to the rank per kecamatan is similar to additional the number of household and land conversion are for housing in 1995, that is Kecamatan Cileduk, Kecamatan Jatiwung, and Kecamatan Cipondoh.
9. The correlation between population growth and-increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.75 and in 1995 was 0.54. The correlation between population density and enhancing and conversion for housing and industry in 1992 was 0.45 and in 1995 was 0.23.
10. The correlation between household growth and increasing land conversion for housing and industry in 1992 was 0.79 and in 1995 was 0.62. This indicator reflects that in 1992 population growth and population density increase land conversion for housing, in 1995 population growth and population density were still to extend land conversion for housing and industry as well as population density in the same year. The impact of population density was not significant in 1995 compare to in 1992 to housing and industry, because at Kecamatan Ciledug was not developed as unindustrial area. The significancy of the impact of additional household number on extending land conversion for housing is caused by the high rate of additional household at Kecamatan Jatiwung. The biggest industrial development and the second biggest industrial development are situated at Kecamatan_Jatiwung.
11. According to 10 Kendall index, the significant will happen between population growth variable and housing area in 1992, population growth and the total housing and industrial area in 1992, and also population growth and the total housing and industrial area in 1995.
12. If the population growth of Tangerang municipality is still 11.36 percent per year, household growth is 6.38 percent per year, so in the year 2000, the population will achieve 2,555,649 and the number of household will be 469,021. In the year 2005, the population will achieve 4,514,457 and the household will be 782,609.
13. Based on Petunjuk Praktis Pembuatan Rumah Sehat (the Simple Guidance for Building Health Housing) from Public Work Department, every people needs space minimum 9 m2, so in the year 2000, the people of Tangerang would need minimum 230,008.41 ha housing space and then in 2005 would need 406,301.13 ha. Its mean that in 2000 the provided land in the municipality of Tangerang could only to fulfill 67.94 percent demand and in 2005 could only fulfill 38.36 percent demand. Therefore, the comprehensive policies should be made and developed in order to be able to control and manage the population growth, particularly migration. The industrial development policies should be more selective in choosing and determining the kind of industries that emphasis more on high tech industry or clean industry and only need the skillful labors. in addition, housing development policies should not developed horizontally but should developed cheaper apartment etc.
Number of References : 41 (1981-1996)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1997
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dian Susilawati Jose
"Melaksanakan pembangunan berarti membuat perubahan-perubahan dalam suatu Iingkungan. Hal ini dapat memutuskan mata rantai berbagal siklus yang hidup dalam ekosistem, sehingga mangganggu keselarasan hubungan manusia dengan Iingkungan.
Pelaksanaan pembangunan selalu bersifat dilematis. Di satu pihak dapat memberi manfaat dan resiko di lain pihak. Salah satu di antaranya adalah bermunculannya masalah-masalah pertanahan, khususnya berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan lahan mencerminkan perubahan pemanfaatan sumberdaya alam.
Pemeliharaan kelestarian alam menjadi lehih mendesak apabila pertambahan penduduk meningkat. Akan tetapi sebaliknya, pertambahan penduduk yang meningkat ini justru menimbulkan "lapar-tanah", sehingga menggundulkan bukit, merusak hutan, den menguras sumberdaya alam (Salim, 1995).
Ada beberapa kasus, hamparan tanah pertanian yang subur dapat tergusur demi kepentingan pembangunan. Akibatnya lahan-lahan hijau semakin menciut jumlahnya. Dengan makin berkurangnya lahan hijau, mau tidak mau akan mempengaruhi kondisi iklim di wilayah itu. Gaya adaptasi manusia pada perubahan iklim relatif terbatas.
Di kota Jakarta setiap tahunnya terjadi peningkatan kebutuhan lahan untuk pembangunan, baik untuk perumahan, fasilitas umum, prasarana maupun kebutuhan Iainnya dengan angka rata-rata gross sebesar 600 Ha (Pemda OKI Jaya, 1984).
Cuaca dan iklim adalah salah satu ekosistem alam. Oleh karena itu, kehidupan manusia sangat dipengaruhi oleh cuaca dan iklim. Meskipun kini teknologi telah demikian maju, namun manusia masih belum dapat melepaskan diri dari pengaruh serta peranan cuaca dan iklim.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah bahwa dewasa ini semakin banyak lahan yang berubah penggunaannya akibat tuntutan pembangunan tanpa mempertimbangkan kondisi lingkungan. Hal ini tentunya berdampak pada lingkungan, khususnya berkaitan dengan iklim.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui adakah pengaruh perubahan penggunaan lahan (berdasarkan masing-masing jenis tutupan lahannya, yakni: tutupan vegetasi, tutupan bangunan/beton dan tutupan tanah kosong) pada unsur-unsur iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara). Selain itu, adakah kaitan antara kenaikan jumlah penduduk dengan perubahan penggunaan lahan, dan seberapa besar intensitas perubahan penggunaan lahan tersebut.
Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan bagi para pengambil keputusan dan masyarakat Iuas dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan, terutama berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan, serta dalam upaya untuk memperbaiki kondisi iklim mikro di suatu wilayah.
Dasmann (1972) menyatakan bahwa salah satu faktor yang menimbulkan masalah lingkungan hidup adalah tidak adanya kontrol penggunaan tanah (ruang), selain faktor penduduk dan teknologi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: Suku Dinas Tata Kota, Suku Dinas Pertanahan, Biro Pusat Statistik (BPS) di wilayah Jakarta Timur; Kantor Kecamatan ' Duren Sawit, Kramat Jati, dan Makasar, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) Jakarta, serta Stasiun BMG Halim Perdana Kusuma. Data yang digunakan adalah data luas penggunaan lahan, data jumlah penduduk, dan data unsur-unsur iklim.
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Jakarta Timur dengan mengambil sampel 3 kecamatan, yaitu: Duren Sawit, Kramat Jati, dan Makasar. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif. Pada pengolahan data dilakukan uji statistik dengan program SPSS versi 4.0.
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan, maka dapat dijelaskan bahwa :
(i) perubahan penggunaan lahan berkaitan dengan pertambahan jumlah penduduk yang terus-menerus meningkat dari tahun ke tahun;
(ii) perubahan penggunaan Iahan menyebabkan jumlah Iuas lahan tutupan bangunan/beton meningkat, sedangkan jumlah luas lahan tutupan vegetasi dan tutupan tanah kosong berkurang;
(iii) besar intensitas perubahan penggunaan lahan (berdasarkan jenis tutupan dan Iokasinya) bervariasi dari yang terkecil 0,63 % sampai yang tertinggi 33,22 %;
(iv) berdasarkan hasil uji statistik, terbukti bahwa ada korelasi antara tutupan vegetasi, tutupan bangunan/beton dan tutupan tanah kosong dengan suhu udara dan kelembaban udara.
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah bahwa secara indikatif terdapat pengaruh perubahan penggunaan lahan pada unsur-unsur iklim mikro (suhu udara dan kelembaban udara). Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, terjadi pula perubahan penggunaan lahan. Semakin besar jumlah lahan yang berubah, maka akan semakin besar intensitas perubahannya.
Daftar Kepustakaan 36 (1951 - 1997)

Development is making changes in an environment. This can break the many live cycles in ecosystem, so it can disturb the beauty of human relationship in the environment.
The development is always dilemmatic. In one side it gives benefit but risk in another side. One of them is agrarian problem, especially that connected with land use changes. Land use changes shows changes in using nature resources.
The maintenance of the nature eternity will be come more urgent if people's growth increase. However, in the other side, the increasing of people growth make °hunger land", that makes hills become bold, damaged the forests, and quire nature resources (Salim, 1995).
There are some cases, spread good land of agriculture can be drag away for development importance. The affection from it, is the green land become decrease. The decreasing of green land influence the climate condition of that area. Human adapted capability from climate changes is relativity limited.
In Jakarta, annually happen increasing of land use for developing, such as for house estate, general facility, accommodation and also other needed with approximate gross score about 600 Ha (Pemda DKI Jaya, 1984).
The weather and climate is one of the nature ecosystem. Therefore, human lives is very influence by them. Although technology has already developed, people still can't get away from the influence and the function of weather and climate.
Problem in this observation is there are many more land that changed its useful because of development importance without concerning the environment condition. This situation impact to the environment, especially climate.
The purpose of this observation is to know whether there's an influence from changing the using of land (according to each type of closing land, that are : vegetation closing, cementlbuilding closing, and empty land closing) in micro climate elements (temperature and humidity). In spite of those, is there any connection between the increasing of people's growth with the land use changes, and how much intensity of changing the using of land.
This observation is hoped can give an extra information for the decision maker and general people in planning and doing developing, especially that connected with changing the using of land, from repairing micro climate condition in one area.
Dasmann (1972) says that one of the factors which caused the live environment, there's no control in using ground (space), besides of factor of people and technology.
The date that is used in this observation get from many sources, there are : from City Order department, Agrarian department, Statistic Central Boreau (BPS) East Jakarta, Duren Sawit, Kramat Jati, and Makasar Kecamatan office, Meteorology and Geophysics Department (BMG) Jakarta, and Halim Perdana Kusuma Station of BMG. The date that is used were wide date of the using of land, date of people amount and climate elements date.
This observation was observed in East Jakarta with taking three samples of Kecamatan : Duren Sawit, Kramat Jail, and Makasar. This observation was using descriptive analysis method. In preparing date was used statistic evaluation with SPSS program 4.0 version.
According to the analysis and discussion that was done, we can get the explanation :
(i) there's an increasing in people's growth continuing from year to year, this there's connection with changing the using of land.
(ii) There's a change using land, wide amount of building/cement closing land increase, nevertheless wide land amount' vegetation closing and empty land closing decrease.
(iii) The intensity of changing using land variated from 0,63 ''/o to 33,22 %.
(iv) From the statistic evaluation, it's true that there is a correlation from vegetation closing, building/cement closing and empty land closing with temperature and humidity.
The conclusion of this observation is there is indicative influence to the land use changes to micro climate elements. The increasing of people growth influence the land use changes: The extend of the land use changes has a relationship with the intensity of its changes.
Number of References : 36 (1951 - 1997)
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2000
T 14622
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yudi Siswantoro
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2002
T39648
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
R.H. Wahyu Wijayanto
"Studi ini mencoba manganalisa sejauh mana elastisitas faktor endowment upah tenaga kerja dan produktifitas tenaga kerja; dan jaringan infrastruktur jalan, sambungan telepon dan kapasitas listrik terpasang mampu mempengaruhi pemilihan lokasi industri manufaktur di Pulau Jawa. Sampel data diambil dari lima propinsi di Pulau Jawa yaitu Propinsi DKl Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Jogyakarta dan Jawa Timur Tabun 1983-1997.
Model yang digunakan adalah fungsi produksi Y = K' LP dimana Y adalah jumlah perusahaan industri manufaktur (Perush), K adalah Modal dikeluarkan untuk membangun infrastruktur (Infra), sedangkan L adalah Tenaga Kerja yaitu biaya yang dikeluarkan untuk tingkat upah tenaga kerja (Upah) dan Produktifitas Tenaga Kerja (Prod)_ Sedangkan metode yang digunakan adalah Panel Data dengan pendekatan fixed effect sehingga model secara spesi,Fik dapat dituliskan menjadi : 1nPerush,[ = a, + 41nPJ1n;i + ipInTel,, + OlnLis;1 + J31nProdit + Q-.y lnUpah + u;1 dimana Perush adalah jumlah industri manufaktur skala sedang dan besar, PJIn adalah panjang jalan (kilometer), Tel adalah jumlah sambungan telpon, Lis adalah jumlah produksi listrik (KWh), Prod adalah produktifitas tenaga kerja sektor industri manufaktur (Rp/tenaga kerja/tahun) dan Upah adalah tingkat upah tenaga kerja industri manufaktur (Rpl bulan).
Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa model diatas mempunyai kecocokan model 99,6%.Adapun tingkat signifikansi dan elastisitas dari masing-masing variabel terhadap pemilihan lokasi industri secara berurut adalah produktifitas tenaga kerja dengan elastisitas positif 0,359 diikuti panjang jalan 0,304; dan upah tenaga kerja negatif 0,201; sedangkan telepon dan listrik tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Dengan demikian, hasil tersebut menunjukkan bahwa faktor endowment dan infrastruktur mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap pemilihan lokasi industri."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20377
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>