Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 107916 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Agnes Wirdayanti
"ABSTRAK
Tesis ini merupakan hasil penelitian tentang ?implementasi Kebijakan Konversi Desa Menjadi Kelurahan di Kota Depok Tahun 2001-2006?.
Penelitian ini penting dilakukan karena dengan berkernbangnya wilayah Depok secara sosio-administratif mengakibatkan Depok berubah status bukan lagi tergabung dalam 'wilayah Dati II Kabupaten Bogor melainkan sudah menjadi Kota. Dengan adanya peningkatan status dari kota administratif menjadi kota, maka Depok mengalami banyak perubahan yang meliputi tata kota dan tata wilayahnya. Hal ini dipertegas dengan diimplementasikannya Peraturan Daerah Kota Depok Nomor 09 Tahun 2001 Tentang Konversi Desa Menjadi Kelurahan di Kota Depok, sehingga sebanyak 38 desa yang berada di 4 wilayah kecamatan di Kota Depok dikonversi menjadi kelurahan.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dan mempergunakan jenis penelitian deskriptif karena tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan irnplementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok dan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok. Sumber datanya adalah informan yang didukung oleh dokumen dan studi kepustakaan serta observasi langsung ke lapangan. lnstrumen penelitian meliputi peneliti sendiri dengan pedoman wawancara, dengan prosedur penelitian rnelalui wawancara dan diskusi secara mendalam. Data yang diperoleh dari lapangan akan di olah sesuai dengan kebutuhan penelitian dan akan dianalisis dengan teori yang terkait dengan penelitian.
Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah rnencakup konsep desentralisasi dan konsep mengenai otonomi daerah dan darah otonom, konsep mengenai desa dan kelurahan serta berbagai model implementasi kebijakan publik yang dikemukakan oleh Brian W. Hogwood dan Lewis A. Gunn, George C Edwards III dan Merille S. Grindle.
Hasil penelitian menunjukkan faktor komuuikasi, sumber daya, sikap pelaksana dan struktur birokrasi merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan di Kota Depok.
Berdasarkan temuan lapangan bahwa implementasi kebijakan konversi desa menjadi kelurahan sudah berjalan dengan baik karena tidak terdapat resistensi/ perlawanan dari pihak masyarakat, aparat perangkat desa dan aparat kelurahan. Aparatur kelurahan merupakan ujung tombak terdepan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan, dari segi kuantitas jumlah pegawai kelurahan sudah cukup banyak, namun dari segi kualitas dirasakan masih kurang dan hal ini menjadi permasalahan bagi pemerintah daerah Kota Depok. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan dan strategi yang diambil untuk meningkatkan kualitas aparaturya, sehingga dapat melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya."
2007
T22427
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Setiawan Eko Nugroho
"Tesis ini membahas mengenai kepemimpinan pemerintahan daerah dala impiementasi kebijakan pembangunan. Adapun kasus yang diteliti adalah mengenai pembangunan Unit Pengolahan Sampah di Kota Depok di tahun 2008. Program pengadaan sarana dan prasarana di bidang persampahan ini dimaksudkan untuk menjawab pemmasalahan lingkungan hidup di Kota Depok, khususnya keterbatasan lahan pembuangan sampah. Sehingga pada skala kawasan, dibangunlah 20 unit pengolahan sampah (UPS). Selain itu juga, melihat bagaimana keterkaita kepemimpinan pemerintahanan daerah terhgdap resistensi warga terkait dengan impiementasi tersebut. Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini menghasilkan kesimpulan bahwa kepemimpinan pemerintahan daerah di Kota Depok belum optimal dalam mengimplementasikan pembangunan UPS. Kemudian, kaitan antara kepemimpinan pemerintahan daerah dengan resistensi warga masyarakat terjad terutama dalam aspek politik.

The focus of this study is to explore the leadership in the implementation of government?s policy. The case being studied is the policy development in the Waste Processing Unit (UPS) in Depok Municipality year 2008. The waste program facilities are intended to address the problem of limited waste disposal area. This study is designed to find out the leadership of local government and also the regent legislative members play their role in the implementation of the policy that they have decided and legalized. In addition, it is also aimed to describe how the leadership?s role in the citizen resistance cases. By using qualitative research approach, it is concluded that the local government leadership in Depok municipality was not optimal in playing its role as well as in facing the citizen resistance."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T32905
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Rebekka Megasari
"ABSTRAK
Target awal implementasi online sebanyak 10.951 wajib pajak dan
baru terpasang online sebanyak 4.978 wajib pajak sedangkan kebijakan online
telah berlangsung sejak tahun 2012. Online sistem terdiri dari online system
BRI dan e-pos merupakan bagian dari pelaksanaan e-government yang
bertujuan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Ketika suatu
sistem berjalan sesuai dengan prinsip e-government, seharusnya masyarakat
atau wajib pajak bersedia untuk dilakukan online system.
Berdasarkan hal ini, dilakukan penelitian pada level implementasi
menggunakan teori Grindle. Yang menjadi variable penelitian adalah isi
kebijakan dan lingkungan implementasi. Selain itu juga dilakukan penelitian
kesesuaian online system dengan penerapan e-government dengan
menggunakan pedoman OECD.

ABSTRACT
Initial targets of online implementation as much as 10 951 taxpayers
and currently online as much as 4,978 taxpayers whereas this policy has been
going on since 2012. Online system consists of an online system BRI and e-Pos is
part of the implementation of e-government which aims to improve services to
community. When a system is running in accordance with the principles of egovernment,
community or taxpayers should be willing to do online system.
Based on this, the research conducted at the level of implementation
using Grindle theory. Which becomes variable research is the contents of the
policy and implementation environment. It also conducted research online system
conformity with the implementation of e-government by using the OECD
guidelines.
"
2016
T46251
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mardjono
Jakarta: Yayasan Pangeran Jayakarta, 1988
352 MAR m
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Zen Zanibar M.Z.
"Desentralisasi telah berlangsung sejak zaman Hindia Belanda (1903). Pengejawantannya di tingkat desa dimulai sejak diterbitkannya IGO 1906. Pengaturan periode tersebut bersifat pengakuan. Dalaml masa RI otonomi desa diakui secara konsitusional dalam Pasal 18. Dalam pekembangannya otonomi desa mengalami pasang surut. Hal itu disebabkan oleh berbagai pertimbangan, mulai dari desa sebagai titik berat otonomi dengan mengatur desa sebagai daerah otonom, Dati III, sampai akhirnya sebagai kesatuan masyarakat hukum di bawah kahupaten. Pengaturan desa periodef RI dengan peraturan baru sehingga desa lebih sebagai bentukan baru. Persoalan utama dalam disertasi ini: bagaiména perbedaan pengaturan desa diakui dan desa dibentuk: ii. Apakah kedua desa tersebut memiliki kewenangan yang sama dalam pengeloaan SDA. Desa yang diakui atau marga di Sumatera Selatan diatur dengan IGOB. Upaya perubahan dengan UU baru selama periode RI tidak banyak merubah penyelenggaraan marga karena sebagai besar qagal, kecuali UU No. tahun 1979. Marga memiliki kewenangan mengelola SDA seperti pada masa berlakunya IGOB. IGOB terakhir dicabut oleh UU Desapraja tahun 1965. Tetapi karena UU ini ditunda pemberlakunnya, maka pengaturan marga kembali diselenggarakan menurut hukum adat yang sesungguhnya sama dengan IGOB. Karena itu sejak ditundanya pemberlakuan UU Desapraja pengaturan marga diatur dengan peraturan-peraturan yang diterbitkan oleh Mendagri, Perda, dan Keputusan Gubernur. Kewenangan dalam bidang SDA antara kedua desa tersebut sangat berbeda. Perbedaan dimaksud tercermin dari pengaturan otonomi desa yang diatur oleh IGOB, hukum adat dan UU bail: dalam UU Pemerintahan (di) Daerah maupun UU tetang pemerintahan Desa. Perbedaan pengaturan dan kewenangan tersebut ternyata dipengaruhi oleh konstelasi politik nasional. Upaya Pemerintah Pusat menerapkan desentralisasi ternyata mengalami kesulitan. Kesulitan tersebut mengarahkan Pemerintah Pusat untuk menata penyelenggaraan negara lebih sentralistik. Pengaturan desentralisasi dan otonomi desa dalam berbagai UU dalam periode RI secara teoritis sejalan dengan teori desentralisasi statis, tetapi tidak sesuai dengan teori desentralisasi dinamis. Karena itu pengaturan tersebut sebagian besar relevan dengan teori desentralisasi statis Hans Kelsen tetapi tidak relevan dengan teori desentralisasi dinamis. Dari sisi kebijakan bentuk peraturan perundang-undangan desetralisasi relevan dengan teori kebijakan (policy process) tetapi dari tata cara pembentukannya tidak sejalan dengan teori hirarki perundang-undangan (stuféntheorie). Penggunaan istilah daerah otonom telah mengaburkan pengertian desentralisasi dan otonami secara teoritis . Konsep desentralisasi dinamis patut diterapkan dengan cara mengatur kewenangan propinsi, kabupaten/kota dan desa dalam satu undang-undang secara tegas sekaligus untuk menetralisir otonomi luas dalam rangka demokratisasi di tingkat lokal."
Depok: Universitas Indonesia, 1999
D1061
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Rizqan Adhima
"Penelitian ini membahas tentang konflik politik dalam pemerintahan lokal dengan studi kasus pada pengunduran diri Wakil Bupati dari jalur perseorangan di Kabupaten Garut tahun 2011. Dengan metode kualitatif dan penelitian deskriptif, peneliti berupaya menggambarkan dinamika konflik di Kabupaten Garut yang dihadapi pasangan kepala daerah jalur perseorangan dengan partai politik di DPRD dan birokrasi lokal. Hasil analisis menunjukan bahwa jalur perseorangan memperburuk konflik politik yang terjadi. Kepala daerah dari jalur perseorangan ternyata tidak menjamin berjalannya pemerintahan lokal secara stabil dan efektif.

This thesis write about political conflict in local government used case study of Vice Regent’s resignation from independence scheme in Garut district year 2011. Used qualitative methodology and descriptive research, reseacher try to describe political conflict dynamic in Garut district whom faced by Regent and Vice Regent from independence scheme head to head with political party in local parliament and local bureaucracy. Analisys resulted that independence scheme tends to make political conflict situation worsen. Regent and Vice Regent from independence scheme was not guaranted to create stable and efective local government."
2013
S53937
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Diretorat Jenderal Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah, 1988
352 IND h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Alessius Asnanda
"Pemerintahan Desa adalah penyelenggara kegiatan Lembaga Pemerintahan dan Pembangunan di tingkat Desa, terdepan serta paling dekat dengan masyarakat yang terdiri dari Pemerintah Desa dan Badan Perwakilan Desa dalam melaksanakan tugas dan fungsinya masing-masing untuk kesuksesan pembangunan dan kemajuan masyarakat. Lebih dari itu, praktek pelaksanaan Pemerintahan Desa sesungguhnya merupakan potret dan cerminan sejauhmana demokrasi diimplementasikan dalam pemerintahan kita.
Adapun formulasi pertanyaan penelitian ini adalah : Bagaimanakah penataan Pemerintahan Desa serta Pandangan Masyarakat Ada( mengenai format struktur dan Fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah di Kabupaten Landak. Sedangkan secara umum tujuan penelitian ini untuk mengetahui pandangan masyarakat adat tentang format Pemerintahan Desa yang sesuai dengan Otonomi Daerah, dan untuk mengetahui faktor penghambat, pendukung serta pro dan kontra dalam pelaksanaan penataan kembali ke Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak.
Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan teori dan konsep tentang Desa, Pemerintahan Desa, Otonomi Daerah, termasuk didalamnya Pembangunan Sosial, Pemerintahan Adat dan Pelayanan kepada masyarakat (public services) serta Pemberdayaan. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif dengan teknik pengumpulan data, yaitu teknik wawancara, studi kepustakaan dan dokumentasi, dengan informan sebanyak 9 orang yang terdiri dari pejabat Pemerintah Daerah, DPRD, Dewan Adat dan Pengurus Aliansi Masyarakat Adat Kabupaten Landak.
Penelitian ini merupakan studi penataan Pemerintahan Desa dengan kajian tentang struktur dan fungsi Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah. Sebagai konsekuensi logis dari pelaksanaan penataan terhadap Pemerintahan Desa kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung tersebut maka adanya pembuatan sejurnlah Peraturan Daerah, yang mana memerlukan mekanisme dan tahapan serta melibatkan pihak-pihak yang kompeten atau pihak yang benar-benar memahami materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang sesuai asal usul dan adat istiadat masyarakat Kabupaten Landak. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan apabila dipelajari sungguh-sungguh sesuai dengan kepentingan, terutama bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Landak dalam penataan Pemerintahan Desa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan penelitian ini berkesimpulan, bahwa ada sejumlah hat panting dan menarik yang perlu dikaji. Namun dari sejumlah hal panting dan menarik tersebut, maka penelitian ini berkesimpulan bahwa pelaksanaan Otonomi Daerah diterima dengan balk dan antusias di Kabupaten Landak. Penataan Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah merupakan suatu pemberdayaan dan untuk menciptakan pelayanan yang baik atau mendekatkan pelayanan kepada masyarakat. Selain itu, adanya silang pandangan, ide maupun konsep yang berkembang, terutama mengenai penataan format pemerintahan sebagai pengganti Pemerintahan Desa yaitu kembali ke sistem Pemerintahan Binua atau Kampung. Semua pihak mempunyai konsep maupun pandangan yang menarik serta baik sebagai pendorong menuju Pemerintahan yang baik dalam rangka untuk mengembangkan demokratisasi, partisipatif, berkeadilan, kemandirian, akomodatif, transparan, bertanggunJ'awab, yang dekat dengan masyarakat. Meskipun secara teknis mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaan penataan tersebut.
Adapun saran-saran dalam penelitian, yaitu :
pertama : Nama, struk-tur dan sistem pemerintahan yang appropriate sebagai pengganti sistem Pemerintahan Desa adalah gabungan format Pemerintahan Adat dan sistem Pemerintahan Nasional, maka perlu diberlakukan kembali Pemerintahan Kampung di Kabupaten Landak.
Kedua Peraturan Daerah yang dibuat bukan hanya untuk menggali Pendapat Asli Daerah (PAD), tetapi yang lebih panting adalah masyarakat memahami bahwa pelaksanaan Peraturan Daerah untuk kepentingan pembangunan, kelancaran tugas dan fungsi Pemerintah Daerah.
Ketiga : Untuk menghindari lerjadinya konflik akibat adanya pro dan kontra dalam penetaan Pemerintahan Desa sebagai implementasi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Desa dalam rangka Otonomi Daerah maka perlu sharing duduk bersama secara demokratis Pemda, DPRD dan masyarakat dalam membahas sating silang konsep, ide maupun pandangan dimaksud.
Selain itu juga perlu mengadakan assessment terhadap potensi dan materi subtansi tentang Pemerintahan Binua atau Kampung yang benar-benar sesuai dengan asal usul dan adat istiadat masyarakat Daerah Kabupaten Landak. Keempat : Pemerintahan Desa yang ditata menjadi Pemerintahan Binua atau Kampung di Kabupaten Landak masih sebagai ujung tombak pelaksanaan tugas - fungsi pemerintahan dan pembangunan. Karena Pemerintahan Binua atauy Kampung adalah pemerintahan yang dekat dengan warga masyarakt dalam rangka pelayanan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T390
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hanif Nurcholis
Jakarta: Erlangga, 2011
352 HAN p
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Aries Munandar
"Kehadiran Undang-Undang Otonomi Daerah menjadi momentum bagi daerah untuk dapat lebih leluasa mengatur sendiri penyelenggaraan rumah tangganya berdasarkan aspirasi masyarakat lokal di daerah. Sehingga pemerintah daerah dapat menentukan sendiri pekerjaannya sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Untuk itu pemerintah daerah perlu segera melengkapi dirinya dengan kelembagaan perangkat daerah yang sesuai dengan kebutuhan tersebut. Karena kelembagaan perangkat daerah adalah `tools' bagi pemerintahan daerah untuk dapat bergerak dan bekerja sesuai tugas dan tanggung jawabnya itu. Dengan penataan kelembagaan perangkat daerah yang disesuaikan dengan yang dibutuhkan di Kota Bengkulu, diharapkan Pemerintah Kota Bengkulu dapat bekerja dengan lebih optimal, efektif dan efisien dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sosial bagi seluruh masyarakat Kota Bengkulu.
Agar dapat melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah yang sesuai dengan kebutuhan daerah maka diperlukan assesmen terhadap kebutuhan daerah itu sendiri. Dalam hal ini kebutuhan daerah ditentukan dari kebutuhan akan penyediaan pelayanan dasar (basic services) dan kebutuhan pengembangan potensi-potensi unggulan khas (core competencies) yang dimiliki oleh pemerintah daerah.
Dengan mengidentifikasi kebutuhan basic services dan core competencies pemerintah daerah dapat diketahui kewenangan rill pemerintah Kota Bengkulu, berupa jenis-jenis pelayanan pemerintahan yang harus diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Bengkulu yang selanjutnya akan menjadi rujukan untuk melakukan penataan kelembagaan perangkat daerah.
Basic services diidentifikasi dengan 5 indikator, yaitu : protective services, environmental services, personal services, recreation services dan commercial services. Dan core competencies diidentifikasi dengan melihat struktur mata pencaharian penduduk, struktur penggunaan lahan serta kontribusi lapangan usaha terhadap PDRB Kota Bengkulu. Sementara penataan kelembagaan dioperasionalisasikan dengan merujuk kepada 5 komponen dasar organisasi, yaitu : strategic apex, middle line, techno-structure, support staff dan operating core.
Permasalahan penelitian dirumuskan dengan 3 pertanyaan penelitian, yaitu: 'Bentuk pelayanan apa saja yang dibutuhkan dan perlu diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Bengkulu `Bagaimana format kelembagaan perangkat daerah yang sesuai untuk Kota Bengkulu berdasarkan kebutuhan tersebul T dan ' Apakah kelembagaan perangkat daerah yang telah dibentuk di Kota Bengkulu dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sudah sesuai dengan yang dibutuhkan ?'
Untuk mencari jawaban atas pertanyaan diatas digunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Proses pengumpulan data dilakukan dalam dua tahapan, tahap pertama adalah studi dokumen dan kepustakaan sedang untuk tahap kedua dilaksanakan studi lapangan dengan 'observasi non partisipan' dan `interview'. Analisa data menggunakan teknik analisa kualitatif-deskriptif sehingga terhadap data-data statistik yang bersifat kuantitatif dipergunakan sebagai pendulum analisa.
Dari proses analisa data diketahui bahwa bentuk-bentuk pelayanan dasar (basic services) yang menjadi kebutuhan di Kota Bengkulu terdiri dari 49 jenis urusan. Sementara berdasarkan karakteristik potensi unggulan khas (core competencies) yang dimiliki oleh pemerintah daerahnya, di Kota Bengkulu dibutuhkan pelayanan-pelayanan yang berhubungan dengan bidang usaha jasa, perdagangan dan pertanian. Setelah dikurangi dengan 8 jenis pelayanan yang telah diselenggarakan oleh pihak-pihak lain diluar Pemerintah Kota Bengkulu, diketahui bahwa pelayanan yang perlu diselenggarakan di Kota Bengkulu terdiri dari 41 jenis pelayanan.
Dengan menggunakan teori-teori organisasi dan aturan-aturan norrnatif yang ada dirumuskan 3 alternatif bentuk kelembagaan untuk perangkat daerah Kota Bengkulu, Dan dari masing-masing alternatif itu dapat dibagi lagi ke dalam 2 altematif format susunan organisasi. Sehingga secara keseluruhan terdapat 6 alternatif kelembagaan perangkat daerah yang cukup sesuai untuk Kota Bengkulu.
Dari keenam alternatif tersebut teridentifikasi bahwa format kelembagaan yang dinilai paling ideal untuk Kota Bengkulu adalah format kelembagaan yang terdiri dari 28 jenis lembaga dengan kedudukan Sekretaris Daerah yang `kuat'.
Dan melalui proses komparasi diketahui bahwa bentuk-bentuk pelayanan yang diselenggarakan oleh kelembagaan perangkat daerah yang telah dibentuk di Kota Bengkulu dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah sudah cukup sesuai dengan yang dibutuhkan daerah, Ini terbukti dengan sudah tercakupnya semua unsur kebutuhan pelayanan oleh urusan-urusan yang diselenggarakan Perangkat Daerah Kota Bengkulu. Namun format kelembagaan yang telah dibentuk tersebut dinilai masih terlalu 'gemuk' dan tergolong cukup rawan untuk terkontaminasi oleh kepentingan-kepentingan politik dari para pejabat politis di daerah. Sehingga dalam rangka mendapatkan format kelembagaan yang lebih efisien dan ideal maka masih diperlukan perampingan dan penataan kembali terhadap susunan organisasi yang telah ada itu."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T4417
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>