Hasil Pencarian

Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 163496 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Yeyen
"ABSTRAK
Terciptanya keamanan dan ketertiban dalam lingkungan RUTAN Klas I Jakarta Pusat adalah harmonisasi hubungan sosial, merupakan impian bagi setiap penghuni dan petugas yang ada didalamnya. Namun, dengan meningkatnya tindak pidana kejahatan ditengah masyarakat secara signilikan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan hunian RUTAN Klas I Jakarta Pusat, dimana jumlah penghuni pertanggal 12 Maret 2007 berjumlah 3353 orang, dan jumlah ini melebihi kapasitas hunian sebenarnya. Disisi lain jumlah petugas hanya sebanyak 248 orang, sehingga terdapat perbandingan yang kurang berimbang antara penghuni dan petugas. Kepadatan hunian RUTAN Klas I Jakarta Pusat yang diperburuk oleh beranekaragam permasalahan mulai dari masalah pribadi, latar belakang social, ekonomi, kesukuan, dan berbagai hal Iainnya dapat mengganggu proses interaksi social sehingga sangat rentan untuk sebuah kerusuhan sosial.
Kerusuhan terjadi sebagai akibat adanya pertentangan antar individu dan kelompok yang merpakan dampak dari kemajemukan latar belakang penghuni yang ingin mendapatkan pengakuan status identitas dirinya dan cenderung untuk hidup secara mengelompok. Padahal kelompok-kelompok social ini sangat rentan sehingga dapat menimbulkan suatu pertentangan social ataupun kerusuhan social yang dapat berakibat fatal bagi penghuni dan petugas. Untuk itu, dilakukan penelitian secara kualitatif agar mengetahui bagimana pembentukan kelompok itu terjadi, serta dampaknya terhadap potensi terjadinya kerusuhan khususnya di blok A 1. kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis dengan menerapkan suatu metode konseling dalam kelompok sebagai salah satu Cara guna mencegah terjadinya potensi kerusuhan.
Dad uraian tersebut, maka dirasakan RUTAN Klas I Jakarta Pusat dirasakan perlu untuk mengembangkan kegiatan pembinaan melalui implementasi metode konseling iintiik mencegah terjadinya potensi kerusuhan. Dan perlunya kerjasama dengan pihak terkait, serta peningkatan somber daya manusia dalam pelatihan khusus mengenai metode konseling sehingga dapat mengatasi atau membantu meminimalisir terjadinya potensi kerusuhan.

ABSTRACT
Security and order in the State Detention Center House Class 1, Central Jakarta which is harmonious social relationship, is the dream of each resident and security officers in it. However, the increase of crime rate in the society has significant impact to the occupancy rate in the detention center house, whereby total occupants as at March 12, 2007 are 3,353 persons, and these occupancy rate has far exceeded the normal occupancy rate. On the other hand, total security officers are only 248 persons, so there has been inequilibrium ratio between the occupants and the officers. Population density rate in the detention center house which has worsen due to various personal problems, social background, economy, race, and others factors can obstruct the social interaction process so that it is very susceptible to a social unrest.
Social unrest as a result of conflict among individual or group, is the impact of the various background from the occupants who want to get personal recognition and tend to live in groups. Whereas these social groups are in suspicion of potential social conflict or social unrest which can be fatal to the occupants or officers. Therefore, a qualitative study has been conducted to identify the motif for the grouping and its determinant factors as well as its impacts to an unrest. Then the results of this study will be analyzed systematically based on empirical approach and be used as a guidance for implementation of a counseling method in preventing a riot.
With reference to the above key points, it is concluded that Detention Center House Class 1 Central Jakarta needs to develop counseling activities through implementation of counseling method to prevent any potential social unrest. In addition, it also need to improve the cooperation across sectors in order to develop and to improve services to all residents, because mitigation of social unrest problem can be efficient and effective if the review is conducted through multidiscipline studies. Also the study regarding the causes of unrest and its various determinant aspects can be identified thoroughly, and therefore have to be supported with sufficient human resources who are more professional and trained to solve problems during crisis.
"
Lengkap +
2007
T 20662
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yeyen
"ABSTRAK
Terciptanya keamanan dan ketertiban dalam lingkungan RUTAN Klas I Jakarta Pusat adalah harmonisasi hubungan sosial, merupakan impian bagi setiap penghuni dan petugas yang ada didalamnya. Namun, dengan meningkatnya tindak pidana kejahatan ditengah masyarakat secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat kepadatan hunian RUTAN Klas l Jakarta Pusat, dimana jumlah penghuni pertanggal 12 Maret 2007 berjumlah 3353 orang, dan jumlah ini melebihi kapasitas hunian sebenarnya. Disisi lain jumlah petugas hanya sebanyak 248 orang, sehingga terdapat perbandingan yang kurang berimbang antara penghuni dan petugas. Kepadatan hunian RUTAN Klas 1 Jakarta Pusat yang diperburuk oleh beranekaragam permasalahan mulai dari masalah pribadi, latar belakang social, ekonomi, kesukuan, dan berbagai hal lainnya dapat mengganggu proses interaksi social sehingga sangat rentan untuk sebuah kerusuhan sosial.
Kerusuhan terjadi sebagai akibat adanya pertentangan antar individu dan kelompok yang merupakan dampak dari kemajemukan latar belakang penghuni yang ingin mendapatkan pengakuan status identitas dirinya dan cenderung untuk hidup secara mengelompok. Padahal kelompok-kelompok social ini sangat rentan sehingga dapat menimbulkan suatu pertentangan social ataupun kerusuhan social yang dapat berakibat fatal bagi penghuni dan petugas. Untuk itu, dilakukan penelitian secara kualitatif agar mengetahui bagimana pembentukan kelompok itu terjadi, serta dampaknya terhadap potensi terjadinya kerusuhan khususnya di blok A 1. kemudian hasil penelitian tersebut dianalisis dengan menerapkan suatu metode konseling dalam kelompok sebagai salah satu cara guna mencegah terjadinya potensi kerusuhan.
Dari uraian tersebut, maka dirasakan RUTAN Klas I Jakarta Pusat dirasakan perlu untuk mengembangkan kegiatan pembinaan melalui implementasi metode konseling uintiik mencegah terjadinya potensi kerusuhan. Dan perlunya kerjasama dengan pihak terkait, serta peningkatan sumber daya manusia dalam pelatihan khusus mengenai metode konseling sehingga dapat mengatasi atau membantu meminimalisir terjadinya potensi kerusuhan.

ABSTRACT
Security and order in the State Detention Center House Class I, Central Jakarta which is harmonious social relationship, is the dream of each resident and security officers in it. However, the increase of crime rate in the society has significant impact to the occupancy rate in the detention center house, whereby total occupants as at March 12, 2007 are 3,353 persons, and these occupancy rates has far exceeded the normal occupancy rate. On the other hand, total security officers are only 248 persons, so there has been in equilibrium ratio between the occupants and the officers. Population density rate in the detention center house which has worsen due to various personal problems, social background, economy, race, and others factors can obstruct the social interaction process so that it is very susceptible to a social unrest.
Social unrest as a result of conflict among individual or group is the impact of the various backgrounds from the occupants who want to get personal recognition and tend to live in groups. Whereas these social groups are in suspicion of potential social conflict or social unrest which can be fatal to the occupants or officers. Therefore, a qualitative study has been conducted to identify the motif for the grouping and its determinant factors as well as its impacts to unrest. Then the results of this study will be analyzed systematically based on empirical approach and be used as guidance for implementation of a counseling method in preventing a riot.
With reference to the above key points, it is concluded that Detention Center House Class 1 Central Jakarta needs to develop counseling activities through implementation of counseling method to prevent any potential social unrest. In addition, it also need to improve the cooperation across sectors in order to develop and to improve services to all residents, because mitigation of social unrest problem can be efficient and effective if the review is conducted through multi discipline studies. Also the study regarding the causes of unrest and its various determinant aspects can be identified thoroughly, and therefore have to be supported with sufficient human resources who are more professional and trained to solve problems during crisis.
"
Lengkap +
2007
T20836
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Djaja Tjahjana
"Masalah penahanan merupakan persoalan yang paling esensial dalam sejarah kehidupan manusia. Setiap yang namanya penahanan, dengan sendirinya menyangkut nilai dan makna antara lain: Perampasan kebebasan dan kemerdekaan orang yang ditahan; Menyangkut nilai-nilai perikemanusiaan dan harkat martabat manusia; dan Juga menyangkut nama baik dan pencemaran atas kehormatan diri pribadi atau tegasnya, setiap penahanan dengan sendirinya menyangkut pembatasan dan pencabutan sementara hak-hak asasi manusia. Oleh karena itu, pelaksanaan pelayanan tahanan di Rumah Tahanan Negara dalam upaya memberikan pelayanan bagi para tahanan yang mengalami pencabutan sementara akan kebebasan hak-hak asasi manusianya. Diperlukan manajemen pelayanan yang memadai serta didukung oleh adanya sumber daya manusia, sarana dan prasarana yang cukup baik guna menunjang proses penerimaan tahanan sampai selesai menjalani masa penahanannya di dalam Rumah Tahanan Negara.
Pelaksanaan Pelayanan Tahanan Di Rumah Tahanan Negara Pandeglang masih belum baik dalam upaya memberikan pelayanan kepada para tahanan, hal ini terlihat masih terdapat beberapa hal dari dimensi pelayanan berupa Tangibles (bukti langsung); Reliability (dapat dipercaya atau keandalan); Responsiveness (daya tanggap/peka); Assurance (jaminan); dan Empaty (simpati) yang masih kurang menyentuh didalam pelaksanaannya Sehingga proses pelayanan tahanan yang dilakukan oleh Rumah Tahanan Negara Pandeglang belum terlihat cukup baik. Hal ini diakibatkan karena adanya faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pelayanan tahanan tersebut, yang antara lain meliputi: Perbedaan pendapat mengenai pembinaan bagi para tahanan; Fasilitas-fasilitas penahanan berupa bangunan tidak berada dalam satu setting administratif; Ketidak mengertian petugas terhadap pelaksanaan pembinaan; Minimnya tingkat pendidikan akhir petugas; Sikap mental aparat yaitu dengan adanya diskriminasi tahanan; dan Sarana layanan bagi para tahanan khususnya dalam menyediaan air untuk cuci dan mandi serta kelayanan makanan yang masih belum memenuhu standard pelayanan.

Problem of detention represent most problem of essential in human life history. Every which its name of detention, by itself concerning meaning and value for example: Hijack of independence and freedom one who is arrested; Concerning humanism values and human being prestige standing; as well as concerning good name and contamination of honor of personal x'self or specifically, every detention by itself concerning repeal and demarcation whereas human being basic rights. Therefore, execution of service of prisoner in prison in the effort giving service to all natural prisoner of repeal whereas freedom of human being basic rights will its. Is needed by adequate service management is and also supported by existence of human resource, good enough facilities and basic facilities utilize to support process acceptance of prisoner till finish experience a period to its detention in prison.
Execution Of Service Of Prisoner In Prison Pandeglang still not yet good in the effort giving service to all prisoner, this matter seen still there are several things of service dimension in the form of Tangibles; Reliability; Responsiveness; Assurance; and Empathy which still less touching in its execution. So that process service of prisoner conducted by Prison Pandeglang not yet seen is good enough. This matter is resulted caused by resistor factors in execution of service of prisoner, which for example covering: Different idea concerning construction to all prisoner; Detention facilities in the form of building do not stay in one administrative setting; Not understand officer to execution of construction; Its minim of final education level of officer; Mental attitude government officer that is with existence of prisoner discrimination; and Medium service to all prisoner specially in provide irrigate to clean and bath and also food service which still not yet service standard fulfilling.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15069
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adam Ridwansah
"Beragamnya latar belakang kehidupan narapidana, baik itu latar belakang kasus, suku/etnis, agama dan lainnya merupakan faktor nyata dari keberadaan Lembaga Pemasyarakatan sebagai minatur masyarakat. Disana juga terdapat berbagai kebutuhan dan kepentingan narapidana dalam rangka mempertahankan hidupnya selama dalam lapas. Dalam rangka hal tersebut narapidana akan menjaga hubungannya dengan petugas dan aturan yang berlaku dalam lapas sehingga baik petugas maupun aturan mampu mengakomodir ataz dilemahkan oleh kepentingan narapidana, termasuk kepentingan menambah fasilitas kamar hunian sesuai keinginan narapidana. Akibat adanya penambahan fasilitas-fasilitas pada kamar hunian pada narapidana tertentu akan berakibat adanya kecemburuan sosial di kalangan narapidana, pemborosan anggaran karena umumnya penambahan fasilitas berupa alat-alat elektronik yang menggunakan listrik, dan yang terpenting adalah narapidana tersebut umumnya tidak tersentuhk program pembinaan.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di Rumah Tahanan negara dan Lembaga Pemasyarakatan di Jakarta seria kendala-kendala yang dihadapi dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian tersebut. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif, teknik pengumpulan data dilakukan..dengan wawancara terhadap informan penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara. Wiforiiai penelitian terdiri dari informan petugas dan informan. Lokasi penelitian adalah lima Unit Pelaksana Teknis (UPT) di DKI Jakarta, yaitu Lapas Klas I Cipinang, Lapas Klas IIA Narkotika Jakarta, Lapas Klas IIA Salemba, Rutan Klas I Jakarta Pusat dan Rutan Klas IIA Pondok Bambu Jakarta Timur.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana pada lima (5) lokasi penelitian belum terlaksana dengan baik. Hal ini disebabkan perbedaan persepsi dan cara pandang terhadap aturan yang ada yang berbeda-beda sehingga penerapannya pada masing-masing lapas/rutanpun berbeda. Kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana di lapas/rutan masih mementingkan unsur keamanan dan keiertiban. Penyimpangan terhadap pemenuhan fasilitas kamar hunian narapidana adalah adanya fasilitas-fasilitas tambahan yang tidak sesuai aturan seperti TV, AC, Kompor Listrik hingga pencurian listrik untuk kepentingan fasilitas lainnya. sementara dalam rangka mensiasati kondisi kelebihan daya tampung (over kapasitas) pada masing-masing l!okasi penelitian dilakukan alih fungsi atau pemanfataan ruang yang bukan kamar hunian menjadi kamar hunian bagi narapidana. Sementara faktor kendala dalam kebijakan pemenuhan fasilitas kamar hunian bagi narapidana terdiri dari empat faktor utama yaitu kendala komunikasi, kendala sumber daya, kendala sikap implementator dan kendala struktur birokrasi

Diverse backgrounds inmate's life, whether it is the case background, tribe / ethnicity, religion and the other is a real factor of the exisience of correctional institulions as minatur community.There alsa have various needs and interests of prisoners in order to survive as long in prison. In order to convict it will maintain relationships with officers and rules that apply in the prison so that both workers and able io accommodate the rulés or attenuated by the interests of prisoners, including facilities to add interest as you wish inmate occupancy rooms. Due to the exiztence of additional facilities in room occupancy on a particular inmate will result in the social jealously among the inmates, waste budget because generally in the form of additional facilities for electrical appliances that use electricity, and most importantly the inmates were mostly uniouched by development programs.
In this research, there are two research questions to be answered is how the Juifiliment of the policy room occupancy facility for inmates at the Detention Center and state correctional institutions in Jakarta and the constraints faced in julfilling the policy facilities such occupancy rooms, The method used is qualitative method of data collection techniques againts the informant interview conducted with the study using the interview guide Informants consisted of officers and informants informants. Location of the study are five Technical Executive Unit (UPT) in Jakarta, namely Class I Cipinang Prison, Jakarta Narcotic Prison Class HA, Class 14 Salemba prison, Central Jakarta Rutan Class I and Class ITA Rutan Pondok Bambu, East Jakarta.
Based on this research found that the policy of fulfiliment of room occupancy facility for inmates at five (3) the location of the research has not been performing well. This is due to differences in perception and outlook of the existing rules are different so that its application in each prison / rutanpun different. Compliance policies occupancy room facilities for inmates in the prison / detention center is still concerned with the elements of security and order. Deviation toward the Julfiilment facility inmate occupancy room is the presence of additional facilities that are not in accordance with regulations such as TV, air conditioning, Electric Stove to theft of electricity for the benefit of other facilities, while in order to anticipate the conditions of excess capacity fover capaciiy) at each study site conducted over the function or utilization of space that is not a room occupancy room occupancy for the inmates. While the constraint factor in fulfilling the policy for inmate occupancy room facilities consist of four main factors namely the communication constraints, resource constraints, barriers and constraints implementer attitudes bureaucratic structure.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2010
T33545
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Pardede, Sarah Dewi
"ABSTRAK
Kondisi stres yang dialami narapidana narkoba di rutan disebabkan karena tuntutan dan kebutuhan yang tidak sesuai yaitu dengan adanya rasa keterbatasan yang dimiliki mereka dalam hal ruang gerak, komunikasi dengan dunia di luar penjara dan tidak dapat mengkonsumsi narkoba yang mereka butuhkan. Adanya kenyataan tersebut tentunya menimbulkan dampak-dampak psikologis pada para narapidana antara lain kehilangan kepribadian, kehilangan rasa aman, kehilangan kemerdekaan individual, kehilangan kebebasan berkomunikasi, kehilangan pelayanan, kehilangan hubungan heteroseksual, kehilangan harga diri, kehilangan percaya diri dan kreativitas (Sykes, 1958). Mereka tidak dapat menghindari kondisi ini dan mereka dituntut untuk bisa menerima kondisi tersebut serta dapat mengatasinya sendiri. Narapidana laki-laki kasus narkoba yang di tempatkan di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat, subyek diasumsikan memiliki sumber stress baik dari aspek stress psikologis, aspek stress fisiologis dan aspek stress lingkungan. Penelitian ini akrui membahas sumber stress yang dibahas oleh Martin & Osbome dan bagaimana perilaku coping bagi para subyek tersebut Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sumber stres dan perilaku coping yang dialami oleh narapidana laki-laki kasus narkoba di Rumah Tahanan Kelas 1 Jakarta Pusat. Pada penelitian ini sumber stres yang digunakan sebagai dasar dalam pembuatan alat ukur stres psikologis dan lingkungan adalah pembagian sumber stres menurut Martin & Osbome, sedangkan alat ukur stres fisiologis adaptasi dari Atkinson dan alat ukur perilaku coping adaptasi dari Carver, Weintrub & Scheier. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa secara keseluruhan kondisi-kondisi stres berasal dari faktor lingkungan, dan kemudian diikuti dengan faktor keluarga. Jika dilihat dari faktor usia, jumlah terbesar berada pada rentang usia 20 - 25 tahun sebanyak 34 orang. Status pernikahan subyek yang terbanyak adalah tidak menikah, yaitu sebanyak 40 orang. Rata-rata pendidikan subyek yang paling banyak adalah SMU yaitu dengan frekuensi 42 orang dan mayoritas subyek penelitian belum pernah di penjara. Jenis narkoba yang banyak dipakai adalah putaw kemudian ganja dan shabu-shabu. Frekuensi hukuman terbanyak ada 18 orang dengan vonis dibawah 1 tahun. Status pekerjaan subyek penelitian sebanyak 22 orang tidak bekerja, 14 orang pelajar dan 23 orang sebagai pekerja. Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa narapidana narkoba tidak menunjukkan stres yang khusus sebagai pemakai narkoba, tetapi mengalami stres sebagai narapidana."
Lengkap +
2004
S3397
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hadi Wijaya
"Terciptanya keamanan dan ketertiban dalam lingkungan lapas, dimana harmonisasi hubungan sosial penghuninya dapat berlangsung dengan baik, adalah tujuan bagi setiap Lembaga Pemasyarakatan. Hal ini dapat tercipta salah satunya dengan berjalannya mekanisme pengamanan lapas dengan baik. Pendekatan pengamanan yang baik tentu saja tidak hanya sekedar pendekatan yang represif saja akan tetapi dengan pendekatan persuasif oleh petugas pengamanan, yaitu Wali Blok, dengan cara membangun komunikasi yang baik dengan narapidana.
Dalam penelitian ini ada dua pertanyaan penelitian yang hendak dijawab yaitu bagaimana peran Wali Blok dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Khusus Narkotika Jakarta dan apakah kendala-kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tugas Wali Blok dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Khusus Narkotika Jakarta. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan yuridis manajerial. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara. Informan penelitian terdiri dari informan kunci 1 orang, informan penting sebanyak 6 orang dan informan sebanyak 2 orang.
Tesis ini menemukan bahwa peran Wali Blok kurang efektif dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban di Lapas Khusus Narkotika Jakarta. Indikatornya adalah bahwa komunikasi yang terbangun masih satu arah dan Wali Blok tidak pro aktif dalam mendeteksi masalah-masalah yang dihadapi narapidana sehingga banyak permasalahan di blok yang tidak diketahui oleh Wali Blok. Penelitian juga menemukan bahwa penunjukkan Wali tidak didasarkan pada kriteria yang jelas dan terukur. Kendala pelaksanaan peran Wali Blok dalam menanggulangi gangguan keamanan dan ketertiban adalah kendala sumber daya manusia petugas dan kendala sarana prasarana yang tidak berorientasi pada pendekatan teknologi.

Establishing security and order in the prison environment, where inhabitants harmonization of social relations can be run well, is the goalfor every Penitentiary. This one can be created with the passage of a prison security mechanisms well. A good approach to security, of course, not just a repressive approach alone but with a persuasive approach by security officers, Wali Blok, in a way to buildgood communication with the inmates.
In this study two research guestions to be answered is how the Wali Blok's role in overcoming interference block security and order in prisons Special Narcotics Jakarta and whether the constrainis faced in implementation of the Wali Blok task in tackling problems of security and order in prisons Special Narcotics Jakarta. The method used is a qualitative tnethod with juridical managerial approach. Data collection technigue is done by using the interview guidelines. Research informants consisted of the 1 key informants, key informants as 6people and informants as much as 2people.
This thesis found that the role of Wali Blok is less effective in tackling problems of security and order in prisons Special Narcotics Jakarta. The indicators are that the communication was one-way awoke and Wali Blok are not pro-active block in detecting the problems faced by prisoners, so many problems in the blocks that are not known by the Wali Blok. The study also found that the appointment of Wali Blok are not based on clear criteria and measurable. Obstacles block the implementation of theWali Blok's role in tackling problems of security and order is a constraint of human resource officers and infrastructure constrainis that are not technology-oriented approach.
"
Lengkap +
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2009
T26825
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muryani
"Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pelayanan Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Pusat menurut persepsi tahanan dan narapidana. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif-kuantitatif. Data dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner SERVQUAL yang terdiri dari lima dimensi, yaitu reliability, assurance, tangibles, empathy dan responsiveness. Sampel yang diambil sebanyak 99 responden yang diambil dengan teknik acak sederhana. Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif dengan menggunakan distribusi frekuensi, analisis kesenjangan (gap), pembobotan skor (WSC), dan analisis tingkat kepentingan dimensi pelayanan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan di Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat secara umum tergolong rendah. Hasil ini menunjukkan bahwa petugas Rumah Tahanan Negara Klas I Jakarta Pusat belum mampu memenuhi harapan-harapan tahanan dan narapidana atas atribut-atribut pelayanan yang tercakup dalam dimensi keandalan, kepastian, bukti fisik, empati dan daya tanggap. Dimensi pelayanan yang dianggap paling penting oleh tahanan dan narapidana Rumah Tahanan Jakarta Pusat adalah dimensi ketanggapan, diikuti dimensi keandalan, kepastian, bukti fisik dan empati. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pihak Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Pusat perlu meningkatkan kinerja pelayannya dengan mengacu pada skala prioritas berdasarkan nilai WSC, yaitu dengan memprioritaskan dimensi ketanggapan. Prioritas perbaikan selanjutnya yang harus dilakukan oleh Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Pusat secara berturut-turut adalah dimensi kepastian, bukti fisik, keandalan, dan terakhir dimensi empati. Para petugas rumah tahanan juga perlu mengubah sudut pandang terhadap para narapidana, yaitu dengan melihat bahwa narapidana juga merupakan warga negara yang memiliki hak-hak untuk diperhatikan dan dipenuhi, sehingga tidak akan ada perlakuan yang sewenang-wenang dari petugas terhadap narapidana. Selain itu, juga prlu dilakukan penelitian lanjutan dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas pelayanan di Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Pusat.

This research aimed to analyzing the service quality at First Grade State House Arrest of Central Jakarta according to arrest?s and prisoner?s perceptions. Desctiptive-quantitative method used in this research. Data collected with SERVQUAL questionnaire that includes reliability, assurance, tangibles, empathy dan responsiveness. The amount of sample are 99 respondents that taken with simple random sampling technique. Data analysis using descriptive with using frequency distribution, gap analysis, weighted score, and analysis of importance level on service dimensions. The result of research show that in generally service quality at First Grade State House Arrest of Central Jakarta still low according to arrest?s and prisoner?s perceptions. This result show that the officer of First Grade State House Arrest of Central Jakarta can?t to fulfill the expectation of arrest and prisoner for the service quality atributes that covered in reliability, assurance, tangibles, empathy and responsivenes dimensions. The most importance service quality dimensions perceived by arrest and prisoner is responsiveness, followed by reliability, assurance, tangibles, and empathy. Based on this research, then the First Grade State House Arrest of Central Jakarta need to improving the service quality with refer to priority scale based on WSC?s score, that is with prior responsiveness dimension. The next priority improvement that must be done by First Grade State House Arrest of Central Jakarta continually are assurance, tangibles, reliability, and finally empathy dimension. The officer of state house also need to change the viewpoint toward arrest and prisoner, that is with viewed that arrest and prisoner also the citizen that have the rights that must to attended. Besides that, also need to obtained the further research with using quantitative approach to knowing the factors that influencing service quality at First Grade State House Arrest of Central Jakarta. Keywords: ;This research aimed to analyzing the service quality at First Grade State House Arrest of Central Jakarta according to arrest?s and prisoner?s perceptions. Desctiptive-quantitative method used in this research. Data collected with SERVQUAL questionnaire that includes reliability, assurance, tangibles, empathy dan responsiveness. The amount of sample are 99 respondents that taken with simple random sampling technique. Data analysis using descriptive with using frequency distribution, gap analysis, weighted score, and analysis of importance level on service dimensions. The result of research show that in generally service quality at First Grade State House Arrest of Central Jakarta still low according to arrest?s and prisoner?s perceptions. This result show that the officer of First Grade State House Arrest of Central Jakarta can?t to fulfill the expectation of arrest and prisoner for the service quality atributes that covered in reliability, assurance, tangibles, empathy and responsivenes dimensions. The most importance service quality dimensions perceived by arrest and prisoner is responsiveness, followed by reliability, assurance, tangibles, and empathy. Based on this research, then the First Grade State House Arrest of Central Jakarta need to improving the service quality with refer to priority scale based on WSC?s score, that is with prior responsiveness dimension. The next priority improvement that must be done by First Grade State House Arrest of Central Jakarta continually are assurance, tangibles, reliability, and finally empathy dimension. The officer of state house also need to change the viewpoint toward arrest and prisoner, that is with viewed that arrest and prisoner also the citizen that have the rights that must to attended. Besides that, also need to obtained the further research with using quantitative approach to knowing the factors that influencing service quality at First Grade State House Arrest of Central Jakarta."
Lengkap +
Depok: Universitas Indonesia, 2009
T26344
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhtar
"Fokus penelitian ini adalah bagaimana implementasi kebijakan pembebasan bersyarat bagi narapidana sebagai upaya mengurangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Cipinang. Kebijakan ini merupakan kebijakan pembinaan narapidana dalam konsep re-integrasi sosial yang paling baik dalam membebaskan narapidana. Namun pada kenyataannya beberapa orang berpendapat bahwa pembebasan bersyarat dipandang sebagai pemberian maaf atau rasa simpati pemerintah, bertujuan memperpendek hukuman dengan mempercepat waktu pembebasan, bahkan pembebasan bersyarat dianggap sebagai upaya untuk menyenangkan atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam (in-dept interview). Analisis terhadap proses dan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan dilakukan dengan cara mengadopsi teori implementasi kebijakan dari George Edward III, Marilee S. Grindle dan Van Meter serta Carl Van Horn (teori yang digunakan disesuaikan dengan kondisi lapangan).
Lapas Kelas I Cipinang berusaha merubah pendapat keliru beberapa orang mengenai kebijakan pemberian pembebasan bersyarat bagi narapidana dengan cara seoptimal mungkin mengimplementasikan kebijakan tersebut, bahwa tujuan pembebasan bersyarat pada narapidana bukan untuk memperkecil hukuman, mempermudah atau memberi kenyamanan pelaku kejahatan, juga bukan merupakan toleransi atau pemaaf. Sebaliknya kebijakan pemberian pembebasan bersyarat pada narapidana sebagai program pembinaan bertujuan untuk mengembalikan narapidana agar dapat hidup kembali di masyarakat dan tidak melakukan kejahatan lagi, dan hal ini harus direkomendasikan sebagai alternatif yang paling banyak mendatangkan manfaat terutama dalam menanggulangi dampak kepadatan atau kelebihan penghuni di dalam Lapas.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa proses implementasi kebijakan Pembebasan Bersyarat bagi narapidana dalam upaya menanggulangi dampak negatif kepadatan atau kelebihan penghuni di Lapas Kelas I Cipinang secara umum dapat dikatakan berjalan cukup baik namun kurang begitu optimal. Proses implementasi kebijakan berjalan cukup baik terbukti dari telah dipahaminya perubahan strategis yang diinginkan dan implikasinya; adanya peraturan pelaksanaan atau peraturan penjelas; dan telah dilaksanakan sosialisasi kebijakan pemberian pembebasan bersyarat tersebut. Namun yang menyebabkan kurang optimalnya implementasi kebijakan tersebut atau dapat dikatakan terjadi implementation gap (kesenjangan/perbedaan antara apa yang dirumuskan dengan apa yang dilaksanakan) yaitu adanya faktor-faktor menjadi hambatan dalam pelaksanaanya. Beberapa faktor yang menjadi hambatan tersebut adalah komunikasi dan koordinasi, sumber daya, dan struktur birokrasi.

The focus of this research is how the Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang. This policy is a policy to treatment the inmates in the concept of social re-integration, and it is the best concept to release them. But in fact some people argue that parole is viewed as forgiveness or sympathy from government, aimed to shortening the sentence with speed up their release, parole even considered as an attempt to please or give comfort to criminals.
The research used qualitative research method. Data was collected through in-depth interviews. Analysis of the processes and factors that influence the policy implementation is done by adopting the theory of policy implementation from George Edward III, Marilee S. Grindle, Van Meter and Carl Van Horn (the use of theory adapted with field conditions).
Correctional Institution of Class I Cipinang try to change the wrong opinion of some people about this parole policy by optimize the implementation, that the purpose of parole for inmates is not to minimize the penalties, facilitate or give comfort to criminals, also not as a tolerant or forgiving. Instead the policy of parole for inmates as a treatment program aims to restore inmates so can live back in the community and did not commit a crime again, and it should be recommended as an alternative can bring the most benefits, especially in reducing the impact of overcapacity in the correctional institution.
The research concludes that the process of Implementation of parole policy for inmates in effort to overcome negative impact of overcapacity at Correctional Institution of Class I Cipinang, generally speaking, quite well, but less so optimal. Policy implementation process can be said quite well proven that the strategic change desired and its implications have been understood; available regulatory implementation or regulation explanatory; and socialization of this parole policies have been implemented. But the causes of less than optimal implementation of the policy or it can be said to occur the implementation gap (the difference between what are formulated with what has been done), this is due to several factor which become obstacles in its implementation. Some of these factors are communication and coordination, resources, and bureaucratic structures.
"
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pahrudin Saputra
"ABSTRAK
Penelitian ini berjudul "PEMENUIIAN HAK ATAS RASA AMAN DAN BEBAS DART KETAKUTAN DALAM PELAKSANAAN ADMISI DAN ORIENTASI NARAPIDANA DI LEMBAGA PEMASYARAKATAN NARKOTIKA KLAS IIA JAKARTA". Latar belakang pemilihan judul ini didasarkan pada kajian empiris dan teoritis, bahwa tahap admisi dan orientasi narapidana merupakan fase kritis yang menentukan keberhasilan pembinaan narapidana sehingga diperlukan pemenuhan hak-hak asasi narapidana.
Lokasi penelitian dilakukan pada Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas HA Jakarta dengan metode penelitian kualitatif. Beranjak dari latar belakang di alas, rumusan masalah yang mengemuka adalah : (1) Apakah narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Narkotika Jakarta merasa terpenuhi hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi; (2) Faktor apakah yang menjadi hambatan dalam pelaksanaan pemenuhan hak alas rasa aman dan bebas dari ketakutan selama masa admisi dan orientasi narapidana. Untuk mencari jawaban atas pertanyaan penelitian tersebut, metoda pengolahan data yang dilakukan mengarah pada metode deskriptif eksplanatory.
Hasil penelitian menunjukan bahwa selama dalam pelaksanaan admisi dan orientasi, hak narapidana atas rasa aman dan bebas dari ketakutan belum terpenuhi. Adapun faktor yang menghambat pemenuhan hak atas rasa aman itu adalah kondisi over crowded, emosi narapidana yang labil, tidak memadainya kualitas pengetahuan dan pemahaman petugas terhadap hak asasi manusia, punish and reward yang kurang ditegakan, dan prosedur pengaduan yang panjang.
Memperhatikan hasil penelitian tentang kondisi aktual pemenuhan hak atas rasa aman dan bebas dari ketakutan dalam pelaksanaan admisi dan orientasi narapidana maka perlu dilakukan pengurangan isi lembaga pemasyarakatan, pendidikan dan pelatihan tentang hak asasi manusia terhadap petugas lembaga pemasyarakatan, penerapan sanksi yang tegas dan terukur, menyederhanakan prosedur penyampaian keluhan

ABSTRACT
The title of this research is THE FULFILLMENT OF SECURE AND FREE FROM FEAR RIGHTS OF INMATES ON THE ADMISSION AND ORIENTATION STAGE IN CLASS IIA NARCOTICS CORRECTION INSTITUTION - JAKARTA". The background reason why author decide to choose this title is based on empirical and theoretical studies, that the stage of admission and orientation of inmates is a critical phase in which decides the success of inmates' treatments. In this stage, the fulfillment of human rights for inmates is a necessity.
The locus of research is taken in Class HA Narcotics Correction Institution by using qualitative research method. Based on the background above, the construction of problems which developed are: (1) Do the inmates in Class IIA Narcotics Correction Institution feel that the rights of secure and free from fear has been fulfilled in the admission and orientation stage?. (2) Define the factors that become obstacles in order to fulfill the rights of secure and free from fear on the admission and orientation stage. In case of finding the answer of those research questions, the data processing method directed to explanatory descriptive method.
The result of research shows that during the admission and orientation stage the rights of secure and free from fear of inmates have not fulfilled yet. However, some factors which become obstacles in fulfillment of the rights of secure are: over crowding condition, instability of inmates emotions, the limitation of human rights knowledge and understanding of officers, punishment and reward norms are not promoted in every aspect of admission and orientation stage, and a long complain procedure.
Focusing on the research result about the actual situation in rights secure and free from fear fulfillment of inmates on the admission and orientation stage, several methods shall be taken such as: decreasing the amount of inmates in correction institution, training and education of human rights for officers, implementation of strict and reliable punishment, and simplify the complain procedure.
"
Lengkap +
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2007
T20700
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Moch. Kund Bedraningrat
"Narapidana terdiri dari orang-orang dengan beragam suku bangsa, asal daerah, adat istiadat, kebiasaan dan cara pandang yang berbeda berbaur menjadi satu membentuk kehidupan yang terpisah dengan masyarakat luar dan mempunyai peraturan dan tata kehidupan sendiri, tiap-tiap suku bangsa ataupun asal daerah mempunyai seorang Ketua atau kokolot (dituakan) yang mempunyai peran dalam mengendalikan anggota kelompok. Permasalahan yang diangkat Bagaimana upaya dari "Ketua Suku" dalam menjaga ketertiban antar kelompok etnis narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Sukamiskin Bandung ?. Teori yang digunakan adalah Teori Smelser mengenai proses terbentuknya tingkah laku kolektif dan teori Sub kebudayaan. Metode penelitian adalah dengan pendekatan kualitatif, teknik pengumpulan data dengan wawancara mendalam dan pengamatan langsung. Data-data tersebut diperoleh melalui informan yang dipiih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian.
Berdasarkan hasil penelitian kelompok narapidana terbentuk dari gabungan beberapa daerah asal yang dipimpin dari salah seorang dari mereka yang disebut "Ketua Suku", Mereka bergabung dalam satu kelompok didasarkan atas kesamaan latar belakang. Dalam kelompok tersebut terdapat sistem nilai yang berbentuk aturan-aturan main yang digunakan sebagai acuan tingkah laku dan pelanggaran aturan-aturan tersebut berakibat pada sanksi, mulai dari tindakan pengucilan sampai dengan bentuk hukuman fisik.
Bekerjanya pengendalian sosial adalah suatu tahapan yang penting dapat dimanfaatkan untuk mencegah pecahnya suatu Konflik terbuka yang menjurus pada kerusuhan sosial, "Ketua-ketua Suku" telah bersepakat dengan petugas pengamanan dalam menangani perselisihan yang terjadi dengan penerapan sanksi sebagai acuan tingkah laku dan pelanggaran aturan-aturan tersebut. Didalam penjara subkebudayaan merupakan salah sate pilihan dalam menghadapi kehidupan di penjara. Dengan norma dan nilai yang berlawanan, subkebudayaan ini beraviliasi dengan "geng" didalam penjara yang memberikan dukungan dan perlindungan bagi anggotanya.

Correctional institution inmates consist of various ethnicities, regions, cultures, customs and worldviews, merging into a community separated from the society in general, and having their own rules and regulations. Each ethnic group of inmates in a correctional institution has an elder or "kokolot" in charge of group members. This study attempts to find out the role of such ethnic leaders in preserving peace among ethnic groups in Sukamiskin Class I Correctional Institution in Bandung. The theory used in Smelser's theory of collective behavior and the theory of subcultures. The study used the qualitative approach, using in-depth interview and direct observation methods. Data are obtained from informants purposively selected according to the goals of the study.
Based on the results of the study, groups of inmates are created from a combination of inmates coming from several regions, led by a leader called "ethnic elder". The group is based on similarities of background among the members. In such groups, there is a value system in the form of rules used as basis of behavior. Violation of such rules would result in sanctions, in various forms starting from ostracizing to physical sanctions.
Social control is important in preventing open conflict between groups, which might lead to social disturbances. "Ethnic elders" have tacit agreements with institutional staff to handle quarrels, giving sanctions to violators of rules and agreements. In the correctional institution, subcultures become an option in facing prison life. With a separate set of norms and values, the subcultures are affiliated with "prison gangs" supporting and protecting their members.
"
Lengkap +
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21504
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>