Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 127451 dokumen yang sesuai dengan query
cover
G. A. P. Suwardani
"Semakin tingginya tingkat kenakalan anak yang menjurus pada tindak kriminalitas di beberapa kota besar merupakan masalah serius yang harus menjadi fokus perhatian para orang tua, masyarakat, dan juga pemerintah, dalam mencari solusi terbaik untuk menyelamatkan generasi penerus bangsa.
Peraturan Perundang-Undangan tentang anak yang telah dibuat dan dikeluarkan oleh pemerintah ternyata belum sepenuhnya dapat diimplementasikam dimana masih Kita temui pembauran penempatan penghuni anak dan dewasa dalam 1 (satu) Rutan atau LP.
Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur yang dipilih sebagai fokus penelitian, merupakan salah satu Rutan dengan beragam penghuni wanita dewasa dan anak, serta anak pria. Masalah yang dihadapi Rutan Pondok Bambu semakin rumit dikala kondisi kelebihan daya tampung melanda Rutanl LP dibeberapa kota besar, sehingga penginman penghuni yang sudah berstatus narapidana/anak didik pemasyarakatan ke LP terdekat terkendala. Rutan dengan kapasitas 504 orang saat ini dihuni oleh 1-325 orang yang terdii dari 619 anak pria dan 706 wanita, dari 706 wanita didapati 131 anak wanita dengan jumlah petugas 232 orang, maka Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur sudah kelebihan daya tampung hampir 200%. Hal ini menyebabkan program pembinaan tidak dapat berialan secara maksimal mengingat sarana dan prasarana sangat terbatas. Fakta yang ada menunjukkan bahwa banyak warga binaan khususnya anak didik pemasyarakatan tidak tersentuh oleh kegiatan pembinaan yang seharusnya mereka dapatkan sesuai dengan peraturan perundang Undangan tentang Hak-Hak Anak maupun Perlindungan Anak.
Upaya yang dilakukan oleh Rutan Pondok Bambu Jakarta Timur adalah melakukan koordinasi dengan berbagai pihak terkait untuk menyamakan visi, misi dan persepsi melalui kebijaksanaan, strategi dan peningkatan program pembinaan.

The increase in the levels of juvenille deliquency that leads to criminal acts in several major cities poses as a serious problem. This needs to be the focus attention of all parents, the society, as well as the government in finding the best solutions to save the nation's future generation. Teh lw regulations on children that have been written and issued by the govemment have not been entirely implemented. This is proven by the joint placement of children and adults in a single detention center or penintentiary.
Pondok Bambu Detention Center in East Jakarta is chosen as the research subject, and it is one of the facilities that accommodates a mixture of occupants, which consist of adult women and young girls, as well as young boys. There is currently the complicated problems of over capacity that is rampant among correctional facilities in several major cities. This result in the difficulty of transferring occupants that have been given status of convicts or correction juvenile in mate to the nearest correctional facility. The capacity of Pondok Bambu Detention Center is 504 people, but it is currently accommodating a total of 1325 people which includes 619 young boys, 706 women out of which are 131 young giris, and 232 personnel. Therefore, Pondok Bambu Detention Center is already exceeding its capacity by almost 200 percent. Consequently, the development program cannot reach its maximum potential considering the limited facility and infrastructure. Facts indicate that most inmates, especially juveniles, are beyond the reach of the development program activities, which should be their rights as it is clearly delineated in the law regulations on Children Rights as well as Children Protections.
Currently, Pondok Bambu Detention Center is adressing this issue by coordinating with various associated parties in order to synchronize its visions, mission, and perception through policies, strategy, and improved development program.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21944
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Amir
"Terhadap pelaku penyalahgunaan narkotika yang telah dinyatakan bersalah oleh Hakim dan yang masih dalam proses peradilan yang ditempatkan di Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu Jakarta Timur khususnya Narapidana/Tahanan wanita perlu mendapatkan pembinaan secara khusus, karena delapan puluh persen dari jumlah Narapidana /Tahanan yang ada merupakan kasus narkotika. Pembinaan Narapidana Wanita pemakai narkoba ini seharusnya dibuat dan diatur secara khusus serta terpisah dengan berpedoman pada ketentuan dalan Standard Minimum Rules for The Treatment of Prisoners. Hasil penelitian yang dilakukan penulis di Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu, temyata proses pembinaan terhadap narapidana wanita pengguna narkoba masih banyak mengalami hambatan karena keterbatasan sarana dan prasarana. Hal ini disebabkan karena kondisi bangunan dengan sarana pembinaan yang belum memadai serta belum adanya standarisasi pola pembinaan secara khusus yang mengatur perlakuan terhadap narapidana wanita pemakai narkoba. Petugas Rumah Tahanan Negara Pondok Bambu belum memenuhi kebutuhan yang diperlukan baik kualitas maupun kuantitasnya. Untuk menunjang keberhasilan program pembinaan, seorang petugas Rumah Tahanan Negara dituntut memiliki profesionalisme, moral yang tinggi serta dedikasi penuh terhadap tugasnya. Untuk mewujudkan keberhasilan pembinaan narapidana wanita pemakai narkoba periu berkerjasama dengan instansi baik pemerintah maupun swasta serta diperlukan metode, teknik dan strategi pendekatan secara khusus. Selain itu pertu dibentuk Rumah Tahanan Negara Wanita Khusus Narkotika yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pembinaan antara lain ; ruang bimbingan konseling, ruang pengobatan (therapeutic), ruang ketrampilan. Selain itu disediakan psikolog, psikiater, dokter spesialis, pekerja sosial, rohaniwan serta petugas yang profesional.

For the narcotics abuser who had been accused guilty by the judge and placed in the Pondok Bambu Detention Center, East Jakarta, particularly for women are need special treatment, due to the eighty percents of the total inmates are involved the case of drug and narcotics abuse. The treatment of women inmates for the drug users should be termed and arranged in special way separated with others and should be made based on the regulation of the Standard Minimum rules for The Treatment of Prisoners. The research result which had been held by the writer in State Prisoners of Pondok Bambu, apparently the treatment for the women prisoners still faces obstacles particularly in terms of the facilities and equipment. It because of inappropriate condition of the building and lack of treatment device as well there is no special standard for women drugs abuser treatment which is actually can be used as guidance in giving treatment for women inmates. The quantity and the quality of the Pondok Bambu Detention Center officers upon of low of the standard. For the purpose of supporting the success of the treatment program, each officer is determined to own the professionalism, high moral level and work seriously. In order to succeed the treatment of women drugs offenders, the authority must be cooperated with other organization whether government or non government organization. It is obvious the need of the methodical, technical and strategic term in special way. Accordingly, it is a compulsory of build more Special Correctional Institution and Detention House for the woman drugs offenders with comprehensive supported with sophisticated instrument for the treatment. This institution, therefore should be equipped by counseling room, therapeutic room, and vocational training room. It should also be employed with the psychology expert, psychiatry, specialist Doctor, social worker, spiritual expert and the professional correctional officers."
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2005
T15145
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulya Saida
"Penelitian ini mengkaji tentang kompleksitas pergulatan perempuan menjadi ibu dalam tahanan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tipe studi kasus dengan lokus di Rutan Pondok Bambu Klas IIA Jakarta Timur. Melalui narasi delapan perempuan yang sedang dalam keadaan hamil maupun menyusui dan sedang menjalani hukuman, penelitian ini ingin memahami pengalaman perempuan terkait proses terlibatnya dalam tindak pidana, praktik pengasuhan yang dijalani dalam tahanan dan pemaknaan peran sebagai ibu. Metode yang digunakan untuk memperoleh data dengan wawancara mendalam dan observasi. Penelitian menunjukkan bahwa konstruksi gender yang menempatkan perempuan pada posisi inferior juga dapat membiatnya rentan terlibat dalam masalah pidana. Situasi menjadi lebih sulit ketika perempuan ada dalam kemiskinan dan gelasi gender yang tidak setara dengan pasangan. Kondisi yang serba tidak ideal menyebabkan perempuan menghadapi berbagai tantangan untuk menjalankan peran sebagai ibu dan dapat mengasuh anak dalam tahanan. Karenanya, dapat dimengerti bila perempuan yang berstatus sebagai ibu dalam tahanan sulit melihat diri menjalankan peran sebagai ibu secara ideal. Diskusi membahas hal-hal yang perlu dilakukan untuk memberikan dukungan maksimal bagi perempuan yang harus menjalankan peran sebagai ibu dalam tahanan.

This research examines the complexity of women's struggles to become mothers in detention. This study used a qualitative approach with a case study type with a locus at the Pondok Bambu Class IIA Prison, East Jakarta. Through the narrative of eight women who are pregnant or breastfeeding and are currently serving sentences, this study seeks to understand women's experiences related to the process of being involved in criminal acts, the practice of parenting in detention and the meaning of motherhood. The methods used to obtain data were in-depth interviews and observations. Research shows that gender constructs that place women in an inferior position can also make them vulnerable to get involved in criminal matters. The situation becomes more difficult when women are in poverty and in gender relations that are not equal with their partners. The conditions that are not ideal cause women to face various challenges in carrying out the role of mother and being able to raise children in detention. Therefore, it is understandable if women who are mothers in detention find it difficult to see themselves as carrying out the role of mothers in an ideal manner. The discussion discussed what needs to be done to be able to provide maximum support for women who have to play the role of mothers in detention."
Depok: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2020
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hutabarat, Aldrin M. P.
"Penelitian ini mengenai penyidikan tindak pidana anak di Polres Metro Jakarta Barat yang bertujuan untuk menggambarkan tindakan dan perilaku penyidik anak dalam melakukan penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Polres Metro Jakarta Barat.
Adapun permasalahan yang diteliti adalah pengorganisasian penyidikan tindak pidana anak yang difokuskan pada tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu anak dalam proses penyidikan tindak pidana anak di Satuan Reserse Kriminal Polres Metro Jakarta Barat.
Penyidikan suatu tindak pidana diawali dari diterimanya laporan dari masyarakat ataupun ditangkapnya pelaku tindak pidana dalam keadaan tertangkap tangan yang kemudian dituangkan di dalam suatu bentuk yang disebut laporan polisi. Berdasarkan laporan polisi tersebut dilakukanlah upaya untuk menemukan tersangka dan barang bukti melalui tahapan-tahapan penyidikan berupa penyelidikan, pemanggilan, pemeriksaan, penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan hingga penyerahan berkas perkara dan penyerahan tersangka serta barang bukti ke Jaksa Penuntut Umum. Hal ini dimaksudkan agar tersangka dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya yang telah dilakukannya.
Penyidikan tindak pidana anak terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana di Poles Metro Jakarta Barat diorganisasi dalam tingkatan-tingkatan penyidik pembantu, penyidik dan atasan penyidik, yaitu mulai dari Kepala Unit, Kepala Satuan Reserse Kriminal hingga kepada Kapolres Metro Jakarta Barat yang masing-masing telah diatur tugas dan tanggung jawabnya di dalam penyidikan tindak pidana yang terjadi.
Dalam penyidikan anak sebagai pelaku tindak pidana telah terjadi interaksi antara penyidik/penyidik pembantu anak dengan anak sebagai tersangka, orang tua anak, penasihat hukumnya dan pembimbing kemasyarakatan baik yang bersifat positif maupun negatif yang dari sini dapat dilihat tindakan dan perilaku penyidik di dalam proses penyidikan ataupun di luar proses penyidikan.
Timbulnya tindakan dan perilaku menyimpang dari penyidik/penyidik pembantu anak pada saat dilakukannya penyidikan terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana anak maupun ketika di luar proses penyidikan dipengaruhi beberapa faktor yaitu faktor hukum, faktor penegak hukum, faktor sarana dan prasarana/fasilitas, faktor masyarakat dan faktor kebudayaan.
Di dalam tesis ini digambarkan bahwa tindakan dan perilaku penyidik/penyidik pembantu anak dalam proses penyidikan terhadap anak sebagai tersangka anak di mana telah ditemukan adanya beberapa tindakan dan perilaku menyimpang dari penyidik/penyidik pembantu anak. Tindakan dan perbuatan menyimpang tersebut adalah merupakan perbuatan melanggar hukum dan melanggar hak anak sebagaimana yang diatur dalam hukum acara pidana anak dan KUHAP. Hal tersebut dapat ditemukan pada tahap pemeriksaan terhadap tersangka anak perempuan dalam kasus narkotika yang tidak didampingi penasihat hukumnya dan dilakukan pada subuh hari yang dimulai dari jam 02.15 hingga jam 04.30 wib yang sebenarnya waktu itu adalah jam tidur/istirahat seorang anak. Selanjutnya, penahanan terhadap tersangka anak ditahan dalam satu sel tahanan dengan tahanan orang dewasa/residivis. Pada saat penggeledahan badan terhadap tersangka anak perempuan yang seharusnya dilakukan oleh polisi wanita atau PNS wanita, akan tetapi pada waktu itu dilakukan oleh polisi pria. Begitu juga dalam tahap penangkapan terhadap tersangka anak Hatta dilakukan pemukulan sebanyak dua kali pada bagian kepalanya. Sehingga perbuatan-perbuatan tersebut sangat merugikan tersangka anak dan dapat mempengaruhi jiwa anak sebagai penerus cita-city perjuangan bangsa yang memerlukan pembinaan dan perlindungan dalam rangka menjamin pertumbuhan dan perkembangan fisik, mental dan sosial anak secara utuh, serasi, selaras dan seimbang."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2003
T11064
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Iswardani Adianto
"Pelangaran hukum dan penyimpangan perilaku oleh anak-anak/remaja, atau disebut juga 'delinkuensi' telah menjadi perhatian para ahli dibidang ilmu-ilmu sosial. Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk memahami masalah delinkuensi ini antara lain melalui penelitian-penelitian ilmiah. Salah satu topik yang menarik dan bermanfaat untuk diteliti adalah faktor-faktor penyebab delinkuensi. Menarik karena banyaknya teori yang membahas masalah ini; dan bermanfaat karena hasilnya selalu dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan program pembinaan bagi anak delinkuen.
Menurut Teori Kontrol, faktor yang berpengaruh terhadap delinkuensi bisa berupa kontrol personal, seperti konsep diri yang tinggi; bisa berupa kontrol sosial, seperti ikatan sosial yang kuat dengan lingkungan. Pendekatan psiko sosial lain mengatakan bahwa penyebab delinkuensi bisa bersifat internal, seperti inteligensi, kepribadian, tipe/bentuk tubuh, dsb; dan bisa bersifat eksternal, seperti keadaan keluarga, pengaruh teman, pengaruh TV/media massa, dsb.
Pada penelitian ini hanya ingin dipelajari pengaruh beberapa faktor yang secara teoritis dikatakan mempunyai pengaruh yang besar terhadap delikuensi, yaitu inteligensi, konsep diri, kemampuan hubungan sosial, ikatan sosial dan kondisi keluarga. Penelitian ini merupakan penelitian survei yang dilakukan terhadap 50 anak delinkuen di Lembaga Pemasyarakatan Anak (Pria) Negara Tangerang (LPAN).
Dengan analisa statistik regresi berganda, didapatkan hasil faktor yang secara signifikan berpengaruh terhadap delinkuensi pada kelompok ini adalah kemampuan hubungan sosial dan kondisi keluarga. Hasil lain yang diperoleh adalah dari gambaran umum inteligensi didapatkan 38 % dari subyek tergolong Borderline Mental Retardation, 34 % tergolong Average, 26 % Mentally Defective dan hanya 2 % yang tergolong Superior.
Gambaran konsep diri menunjukkan bahwa 88 % subyek memiliki konsep diri yang rendah, yaitu pada percentile 19 menurut norma populasi normal. Gambaran kemampuan hubungan sosial adalah sebanyak 80 % subyek memiliki kemampuan hubungan sosial yang tinggi; dan dari gambaran ikatan sosial subyek didapatkan sebanyak 86 % memiliki ikatan sosial yang tinggi. Gambaran kondisi keluarga menunjukkan 90 % mempunyai keluarga yang beresiko tinggi terhadap delinkuensi."
Depok: Lembaga Penelitian Universitas Indonesia, 1994
LP-pdf
UI - Laporan Penelitian  Universitas Indonesia Library
cover
Nur `Afifah
"Kenakalan remaja yang marak terjadi, memerlukan penanganan dari pihak keluarga, sekolah, maupun masyarakat. Sekolah sebagai instansi resmi memiliki peran yang siginifikan dalam menangani kenakalan remaja. Salah satu cara yang sekolah dapat lakukan untuk menangani kenakalan remaja adalah melakukan pendidikan karakter, dimana hal ini dapat menjadi salah satu cara agar para remaja dapat mengurangi kegiatan yang bersifat negatif dan lebih diarahkan pada kegiatan yang bersifat positif. Sistem ketarunaan yang diterapkan di SMKN 61 Jakarta menjadi keunikan dari SMKN 61 Jakarta sendiri dalam melaksanakan pendidikan karakter. Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mengetahui peran dari ketarunaan SMKN 61 Jakarta dalam mengatasi kenakalan remaja dan faktor pendukung dan penghambat dalam menjalankan pendidikan ketarunaan di SMKN 61 Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan adalah dengan wawancara, observasi, dan studi literatur. Adapun peran ketarunaan dalam mengatasi kenakalan remaja yaitu dengan memperkecil kesempatan mereka untuk melakukan kenakalan remaja dengan memperpadat waktu mereka dengan kegiatan positif, menginternalisasi mereka dengan karakter yang harus dimiliki seorang taruna, dan membiasakan mereka melakukan kebiasaan positif. Hal tersebut akhirnya berdampak pada perubahan taruna dan taruni yaitu kenakalan yang mereka lakukan menjadi berkurang dan terdapat perubahan positif lainnya yaitu perubahan sikap, fisik, dan performa akademis.

Juvenile delinquency is rife, requiring treatment from the family, school, and community. Schools as official institutions have a significant role in dealing with juvenile delinquency. One of method that schools can do to deal with juvenile delinquency is character education, it can reduce activities of adolescents that are negative and more directed at positive activities. Ketarunaan system that implemented at SMKN 61 Jakarta is unique from SMKN 61 Jakarta itself in carrying out character education. This research aim the role of the ketarunaan SMKN 61 Jakarta to resolve juvenile delinquency. This research uses a qualitative approach with descriptive research design. The data collection techniques used in this research are in-depth interviews, observation, and literature studies. The results of this research role of ketarunaan to resolve juvenile delinquency is to reduce their chances of juvenile delinquency by tightening their time with positive activities, internalizing them with the character that must be possessed by taruna, and getting them into positive habits. This is make impact on the change in taruna dan taruni, delinquency they do becomes reduced and there are other positive changes that is change of attitude, physical, and academic performance."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2020
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Poerba, Zakarias
"Tesis ini mendiskripsikan tentang penanganan pelaku kejahatan anak oleh polisi di kodya Semarang, untuk mengetahui sejauh manakah hak-hak tersangka anak mendapatkan perhatian polisi di Poltabes Semarang. Pendiskripsian dimaksud difokuskan pada langkah-langkah penyidikan dengan lebih fokus lagi pada tindakan penangkapan, penahanan dan pembuatan berita acara pemeriksaan tersangka anak.
Latar belakang teori dalam penulisan ini dilakukan dengan melihat tindakan penyidikan dimaksud sebagai tindakan sosial (analisa tindakan sosial COHEN:1973) dan pengaruh kondisi lingkungan penyidik yang mempengaruhi tindakannya sebagai penyidik tersangka anak (sebagaimana yang dikemukakan oleh DONALD BLACK : 1980).
Dari hasil penelitian yang melatar belakangi tesis ini, diperoleh gambaran bahwa terdapat kecenderungan pilihan tentang tujuan penyidikan tersangka anak, yang mengarah kepada penyelesaian berkas perkara dan mengabaikan alternatif tentang tujuan lain, berupa jaminan perlindungan terhadap pertumbuhan pisik, mental dan sosial tersangka anak. Kondisi semacam inilah yang mempengaruhi perilaku polisi yang menangani tersangka anak dalam prakteknya, yang menimbulkan tindakan-tindakan yang mengabaikan hak-hak tersangka anak, termasuk tindakan kekerasan dan kecenderungan melakukan penahanan terhadap tersangka anak."
Depok: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pramono
"The implementation of the Number 3 Act of 1997 about juvenile judicial process, it is provided a substantial role to Socialization Counseling Officer in relation with reporting of social research proposed as one of considering materials that will be mandatory used by a judge in concluding of juvenile case. However, a report of social research has actually not completely been made as one of considering materials by judge, thus it exist a special dilemma, and what it becomes their problematic factor that triggers such occurrence.
The method used in this research is a qualitative approach, and its data collection was carried out by a depth interview. In this writing, author makes use juvenile deviational and delinquency concepts with respect to community-based building and social reporting concepts from a number of experts.
From results of study, author finds out some constraints faced by Social Counselor in proposing of social research in relation with given recommendations. These constraints include : human resource conditions owned by social counselors, budgetary limitation, means and infrastructures as well as gap between social counseling officers and another law enforcement officials, therefore social counselors are remain underestimate and their recommendations do not obtain a sufficient good response."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Wirasti Utami
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 1985
S2401
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shaw, Clifford R.
Chicago: University of Chicago, 1969
364.36 SHA j
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>