Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 191183 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Liestyowati
"Penelitian ini bertujuan pertama mengetahui dan menganalisa pengaruh faktor BETA, DER, EPR, LN. ME, dan PBV terhadap R saham di BEJ periode sebelum krisis dan selama krisis. Kedua mengetahui dan menganalisa ada tidaknya perbedaan pengaruh faktor BETA, DER, EPR, LN. ME, dan PBV terhadap R antara dua periode tersebut.
Berdasarkan CAPM pengaruh BETA terhadap return adalah positif. Sementara studi empiris ditemukan adanya kontradiksi pada model CAPM: Basu (1977) menemukan pengaruh EPR terhadap return adalah positif. Stattman (1980) ; Rosenberg(1985) dan Fama&French (1992) menemukan pengaruh BE/ME terhadap return adalah positif (pengaruh negatif PBV terhadap return). Banz (1981); Reinganum (1981); Brown dkk.(1983) dan Fama&French (1992) menemukan bahwa leverage punya pengaruh positif terhadap return .
Sementara Fama&French (1992) dalam penelitian yang sama tanpa ada uji pembedaan menemukan ada perbedaan pengaruh faktor Beta, Size dan BeIMe terhadap return secara individual antara periode 1963-1976 dan periode 1977-1990, begitupun penemuan Davis periode observasi antara Januari 1940-1962 dan Pebruari-Desember 1940-1962. Penelitian di Indonesia dilakukan Sulastri,1999 yang menguji perbedaan pengaruh beta (risiko) terhadap return antara periode sebelum dan selama krisis, hasilnya adalah ada perbedaan yang signifikan pada pemodal domistik.
Berdasarkan studi empiris tersebut maka hipotesa pertama dalam penelitian ini adalah ada pengaruh positif yang signifikan faktor BETA, DER dan EPR terhadap R , ada pengaruh yang negatif yang signifikan faktor ME dan PBV terhadap R dan hipotesa kedua adalah ada perbedaan pengaruh faktor BETA, DER, EPR, LN. ME, dan PBV terhadap R antara periode sebelum dan selama krisis.
Metode penelitian melalui beberapa tahap pertama seleksi sampel yaitu saham teraktif dan mempunyai market equity besar selama periode observasi sebelum krisis dan selama krisis (Januari 1995 - Juli 1999). Tahap kedua merupakan analisis pengaruh faktor BETA, DER, ERR, LN. ME, dan PBV terhadap R periode sebelum, selama krisis dan gabungan. Dan tahap ketiga adalah analisis uji perbedaan pengaruh faktor BETA, DER, EPR, LN. ME, dan PBV terhadap R antara periode sebelum dan selama krisis. Ketiga tahap ini dilakukan terhadap data observasi sebelum dan setelah dikeluarkan data yang tidak normal (outlier). Pada analisa setelah outlier dikeluarkan juga dilakukan analisa terhadap variabel Leverage dan BE/ME.
Hasil penelitian sebelum outlier dikeluarkan adalah pertama dari analisis pengaruh secara individual ditemukan faktor paling signifikan berpengaruh terhadap return pada periode sebelum krisis, selama krisis dan periode gabungan masing-masing EPR(0.0008,**), PBV(-0.032,***) dan BETA (0.068,1'11. Variabel DER merupakan faktor paling tidak berpengaruh dan tidak signifikan selama periode observasi. Sedang dari analisis pengaruh pada regresi cross section berganda ditemukan bahwa diantara faktor lainnya variabel DER paling tidak berpengaruh dan tidak signifikan terhadap R. Ditemukan ada indikasi multikolinier antara variabel EPR dan Ln. ME. Maka dibentuk model regresi dengan mengeluarkan variabel DER dan Ln. ME hasilnya adalah terjadi model regresi yang signifikan secara partial dan keseluruhan pada periode sebelum, selama dan gabungan dengan nilai Fmasing -masing 2.323*, 23.65*** dan 11.x88***
Uji perbedaan pengaruh dengan variabel dummy secara individual ditemukan faktor -faktor yang signifikan mempunyai pengaruh yang berbeda antara periode sebelum dan selama krisis yaitu EPR (***], Ln. ME {*) dan PBV(*). Uji perbedaan pengaruh dengan uji dummy secara berganda ditemukan faktor - faktor yang signifikan mempunyai pengaruh yang berbeda antara periode sebelum dan selama krisis yaitu EPR (***} dan PBV(**).
Hasil penelitian setelah outlier dikeluarkan adalah pertama dari analisis pengaruh secara individual ditemukan diantara faktor BETA, DER, EPR, LN. ME, dan PBV LEV. dan BEJME, faktor yang pal signifikan berpengaruh terhadap R pada periode sebelum krisis adalah BETA (*) dan EPR(*). Sedang dari analisis pengaruh pada regresi cross section berganda ditemukan tidak satupun variabel tersebut berpengaruh dan tidak signifikan terhada R.
Uji perbedaan pengaruh dengan variabel dummy secara individual ditemukan hanya faktor BETA yang signifikan mempunyai pengaruh yang berbeda antara periode sebelum dan selama krisis. Dan secara berganda ketika model regresi dibentuk dengan variabel independen BETA, DER, EPR, LN. ME, dan PBV sebelum dan selama krisis, kecuali PBV. Sedang ketika model regresi dibentuk dengan variabel independen BETA, EPR, LN. ME, LEV. dan BE/ME hasilnya adalah hanya variabel EPR signifikan mempunyai pengaruh yang berbeda antara periode sebelum dan selama krisis terhadap R .
Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa ada faktor lain selain BETA yang selalu konsisten dan signifikan mempengaruhi return saham di BEJ yaitu EPR. Pengaruh kedua faktor terhadap return ini adalah signifikan berbeda antara periode sebelum dan selama krisis.
"
2000
T20565
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Umi Widyastuti
"Capital Asset Pricing Model menyatakan bahwa beta merupakan satusatunya faktor yang dapat menjelaskan average return saham. Penelitian empiris lainnya menyatakan bahwa beta tidak eukup, bahkan tidak dapat membantu menjelaskan return saham. Sebaliknya variabel yang tidak berkaitan dengan teori seperti market equity yang menyatakan ukuran perusahaan (Bann (1981), Reinganum (1981)), book to market equity ratio (Rosenberg, Reid and Lanstein (1985)), cash flow yield (James L. Davis (1994), Lakonishok (1991)) memiliki kekuatan menjelaskan return saham yang signifikan.
Beberapa penelitian tentang return saham dilakukan dengan menggunakan metode cross-section dalam analisisnya. Demikian juga dengan penelitian ini, yang menggunakan sampel terbatas pads perusahaan yang memiliki beta (risiko sistematik) positif dengan memakai periode pengamatan sebelum krisis (Januari 1995 aid Desember 1996) clan periode selama krisis (Januari I997 aid Desember 1999).
Penelitian ini merupakan salah satu bagian dari banyak penelitian yang berusaha menguji Capital Asset Pricing Model dan perluasan CAPM serta pengaruh variabel anomali terhadap average return saham. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu beta, likuiditas, size, cash flow yield dan price to book value.
Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini ada tiga hal. Pertama, apakah variabel beta dan likuiditas mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis maupun selama krisis. Kedua, apakah pengaruh variabel-variabel firm size, price to book value, dan cash flow yield yang merupakan anomali, mempunyai pengaruh terhadap average return saham di Bursa Efek Jakarta pada periode sebelum krisis dan selama krisis. Ketiga, apakah variabel-variabel yang merupakan anomali dapat menggantikan beta dan likuiditas ataukah variabel-variabel tersebut hanya menambah kemampuan menjelaskan average return selain variabel beta clan likuiditas pada periode sebelum krisis dan selama krisis.
Penelitian empiris ini membuktikan kebenaran pengaruh beta dan relative bid-ask spread (sebagai proksi dari likuiditas) terhadap average return pada periode sebelum krisis maupun selama krisis menunjukkan basil yang sesuai dengan perluasan CAPM dan mampu menjawab hipotesis yang diajukan. Pengaruh variabel yang emrupakan anomali (size, price to book value dan cash flow yield) secara tunggal pada periode sebelum krisis menunjukkan basil yang signifikan pada tingkat kepercayaan 5%.Demikian juga pada periode selama krisis. Sedangkan untuk regresi berganda pada periode selama krisis menunjukkan terdapat sate variabel yang signifikan pada tingkat kepercayaan 10% yaitu price to book value.
Pada periode sebelum krisis perluasan CAPM memiliki kekuatan menjelaskan average return sebesar 0.166661. Sedangkan variabel anomali hanya mampu menjelaskan average return sebesar 0.122381, sehingga berdasarkan perbandingan besarnya nilai Adjusted R-square menunjukkan variabel anomali tidak mampu menggantikan standard CAPM dalam menjelaskan averag return. Variabel anomali hanya mampu menambah kemampuan CAPM dalam menjelaskan average return, hal ini ditunjukkan dengan adanya perubahan nilai Adjusted R-square yang memungkinkan kenaikan maupun penurunan.
Dari semua regresi secara tunggal maupun berganda berdasarkan besarnya nilai Durbin Watson terlihat bahwa tidak terdapat serial correlation karena nilai DW terletak antara du < DW < 2 dengan 2 < DW < 4-du. Sedangkan untuk uji asumsi homoskedasticity berdasarkan nilai probabilitas White Heteroscedasticity test menunjukkan basil yang diharapkan yaitu varians error dari semua variabel adalah konstan.
Penelitian ini terbatas pada perusahaan yang merniliki nilai beta (risisko sistematik) positif sehingga jumlah sampel sangat kecil yaitu 36 perusahaan. Untuk penelitian yang akan datang sampel dapat diperbanyak dengan memperpanjang periode pengamatan. Disarnping itu penelitian belum mencakup pertanyaan mengenai pengaruh variabel-variabel beta dan anomali terhadap average return pada jenis industri yang berbeda."
Depok: Universitas Indonesia, 2002
T20350
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tri Yunarti
"Ekspektasi atau motivasi setiap investor adalah mendapatkan keuntungan dari transaksi investasi yang mereka lakukan. Para investor yang bermain di pasar modal, khususnya saham, pasti memiliki motivasi yang sama pula, yaitu mendapatkan keuratungan. Bermain saham memiliki potensi keuntungan dalam dua hal, yaitu pembagian deviden dan kenaikan harga saham (capital gain).
Satu hal penting lain yang harus dipertimbangkan adalah ketidakpastian alias risiko karena investasi tidak akan terlepas dari pendapatan dan risiko. Untuk menghindari kemungkinan risiko kerugian, investor dapat mcnghubungi penasihat atau pialang yang dapat memberikan nasihat mengenai investasi yang dilakukan. Di samping itu, sebaiknya pemegang saham mampu memprediksikan sendiri apakah perusahaan emiten mempunyai prospek yang bagus atau tidak, bagaimana kinerja perusahaannya, perkembangan industri di mana perusahaan berada, kondisi mikro dan malaria ekonomi juga perlu diperhatikan. Oleh karena pertimbangan inilah maka penelitian ini dilakukan.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui variabel fundamental apa saja yang berpengaruh terhadap return saham. Penelitian ini hanya dibatasi pada saham-saham yang terdaftar sebagai saham LQ45 di Bursa Efek Jakarta. Sahara LQ45 dipilih karena Pergerakan IHSG sangat dipengaruhi oleh saham-saham berkapitalisasi pasar yang besar.
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sejumlah 20 perusahaan, pada kurun waktu tahun 2003-2005, dengan melibatkan enam variabel rasio keuangan (EPS, ROE, PER. PBV, DER, dan ROA).
Penelitian ini menghasilkan model regresi:
Y = 0,316_0,35 Ln(EPS) t-1+0,646ROE t-1-0,002 PER t-1-0,044 PBV t-1-0.007 DER t-1-0,246 ROA t-1
Di mana:
Y it	= Return saham perusahaan i pada penutupan akhir periode t-1
EPS it = EPS perusahaan i pada periode t-1
ROE it = ROE perusahaan i pada periode t-1
PER it = PER perusahaan i pada periode t-1
PBV? = PBV perusahaan i pada periode t-1
ROAi, = ROA perusahaan i pada periode t-1
Nilai R Square yang dihasilkan adalah 26,6%, dapat disimpulkan bahwa model regresi dengan variabel independen yaitu EPS, ROE, PER, PBV, dan ROA mampu menerangkan return saham pada periode t sebesar 26,6%; sedangkan sisanya, yaitu sebesar 73,4% diterangkan oleh variabel lain.

Expectation and motivation for every investor is to gain profit from their investment transactions. Investors who trade in the stock market, especially stock, surely have same motivation, which is to gain profit. Trading stocks has potential profit from two sources, which are: dividend sharing and capital gain.
Another important thing to be considered is the uncertainty, in other words, risks. Because investments is always related to profit and risk. To avoid possibility of loss, an investor will contact his/her anent to have some advice on his/her investments. Also, it is important for share holder to be able to predict himself/herself whether the emitten has a good prospect or not, the progress of the company, industry where the company exists, micro and macroeconomics condition. This research is Based on these consideration.
This research is conduct to probe the fundamental variables which contribute most to the stock return. This research is limited to the stocks which are registered as LQ45 in JSX. These LQ45 stocks arc chosen due because they impacts IHSG most.
There are 20 companies to be researched, on the period of 2003-2005, involving 6 financial ratios (EPS, ROE, PER. PBV, DER, and ROA).
This research results a regression model:
Y = 0,316_0,35 Ln(EPS) t-1+0,646ROE t-1-0,002 PER t-1-0,044 PBV t-1-0.007 DER t-1-0,246 ROA t-1
where
Y it = stock Return i on the closing period of t-1
EPS it = EPS i on the periode of t-1
ROE it = ROE i on the period of t-1
PER it = PER i on the period of t-1
PBV? = PBV i on the period of t-1
ROAi, = ROA i on the period of t-1
This research has r-square 26.6%, which means that this regression model using EPS, ROE, PER, PBV, and ROA is able to explain stock realm on the period of t by 26.6%, and the remain 73.4% are explained by other variables.
"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18495
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Indroyono
"Untuk mengukur perekonomian suatu negara, salah satu tolok ukurnya adalah tingkat investasinya dimana makin banyak investasi yang dilakukan di negara tersebut makin tinggi pula tingkat perekonomiannya. Berbicara mengenai investasi, banyak cara yang dapat dilakukan untuk melkkukan investasi di pasar modal. Seperti deposito, saham, obligasi, kurs, dan banyak instrumen lainnya yang menawarkan keuntungan bagi para investor. Yang menjadi subyek penelitian pada penelitian ini adalah investasi pada saham khususnya saham pads sektor rokok.
Dari data-data harga saham sektor rokok pada Bursa Efek Jakarta, dapat dilakukan perhitungan regresi sehingga dapat dilihat perbandingannya terhadap Indeks Harga Saharn Gabungan (IHSG) untuk mengukur tingkat expected return dan risk dari suatu sekuritas. Salah satu caranya dengan menggunakan metode yang sudah cukup popular seperti CAPM. Metode CAPM dapat membantu menentukan tingkat return dan risk dan suatu saham. Capital Asset Pricing Model ( CAPM) adalah suatu model keseimbangan yang menentukan hubungan antara risiko dan tingkat return."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T18209
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aswin Reza
"Penelitian mengenai return saham dari bcrbagai sisi selalu mcnarik perhatian, terutama bagi investor. Dengan mengetahui volatilitas return saham maka dapat di pelajari dan antisipasi sebagai salah satu pcrtimbangan dalam keputusan investasi. Di dalam penelitian ini akan dilakukan analisa terhadap volatilitas pergerakan harga saham individual pada sektor perdagangan sejak Januari 1998 sampai dengan Desember 2005. Model yang digunakan untuk mengetahui volatilitas tergantung dari basil uji terhadap varian residual yang digunakan. Jika varian residual tersebut bersifat tidak konstan maka menggunakan model Autoregressive Hcteroskedastic (ARCH) dan Generalized Autoregressive Hereroskedasric (LARCH). Sedangkan untuk varian dari residual bersifat konstan maka akan digunakan model Ordinary Least Square, dalam penelitian ini model yang digunakan adalah Model AR ( Auto Regressivese), MA ( Moving Average ), dan AutoRegressive Moving Average (ARMA).
Berdasarkan basil pengolahan data selama periode penelitian ditemukan bahwa terdapat sepuluh emiten yang memiliki volatilitas bersifat homoscedasric yaitu Enseva! Putra Megatrading Tbk (EPMT), Great River International Tbk (GRIV), Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA), Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), Millennium Pharmacon Int. Tbk (SDPC). Tira Austenite Tbk (TIRA). AGIS Tbk (TMPI), Tunas Ridean Tbk (TURD, United Tractors Tbk (UNTR), dan Wicaksana Overseas Intl Tbk (WICO).
Sementara terdapat duabelas emiten yang bersifat heteroscedastic yaitu AKR Corporindo Tbk (AKRA), Hero Supermarket Tbk (HERO), Intraco Penta Tbk (INTA), Inter Delta Tbk(INTD), Perdana Bangun Pusaka Tbk (KON1), Lautan Luas Tbk (LTLS), Modern Photo Film Company Tbk (MDRN), Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), Metro Supermarket Realty Tbk (MTSM), Sona Topas Tourism Inds.Tbk (SONA), Tigaraksa Satria Tbk (TGKA), dan Toko Gunung Agung Tbk (TKGA). Tcrhadap kcduabelas emitcn ini akan dibuatkan estimasi model conditional variace dcngan metode ARCH/ GARCH untuk mcramalkan volatilitas replan saham emitcn yang bcrgcrak dalam sektor perdagangan.
Berdasarkan basil penelitian ini jugs ditemukan emitcn yang memiliki ARCHIGARCH yang volatilitasnya bersifat persisten yang ditandai dcngan nilai a + R I schingga mengurangi kestabilan model ARCHIGARCH. Emiten yang volatilitasnya bersifat persisten yaitu AK RA, KON1, MTSM, dan TGKA

Research towards stock's return from every aspect has always attracts attention, especially with respect for the investors. By be acquainted with the stock volatility returns there are a chance to examine and forecast event, as part of the investing consideration realization. In this research, the analysis will focus on the volatility movement on individual stock's price in retail sector from January 1998 until December 2005. The models that are applied to analyze the volatility depend on the output from the residual variances that are being analyzed. If the variance inconstant, consequently there is a need to use Autoregressive Heteroskedasticity (ARCH) and Generalized Autoregressive Heleroskedaslicity (GARCH).
In addition to constant residual variances, the model that are going to be used is Ordinary Least Square, whereas in this research the model that are going to be used are AR Model (Auto Regressive), MA model (Moving Average) and Auto Regressive Moving Average (ARMA).
Based on the data accumulation during the research period, it has been found that there are ten (10) items that has homoscedastic volatility. These items are Enseval Putra Megatrading Tbk (EPMT), Great River International Tbk (GRIV), Hexindo Adiperkasa Tbk (HEXA), Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS), Millennium Pharmacon Int. Tbk (SDPC), Tira Austenite Tbk (TIRA), AGIS Tbk (TMPI), Tunas Ridean Tbk (TURI), United Tractors Tbk (LFNTR), and Wicaksana Overseas Int'l Tbk (WICO).
In contrary, there are twelve (12) items that are heteroscedastic. These items are AKR Corporindo Tbk (AKRA), Hero Supermarket Tbk (HERO), Intraco Penta Tbk (INTA), Inter Delta Tbk (1NTD), Perdana Bangun Pusaka Tbk (KONI), Lautan Luas Tbk (LTLS), Modem Photo Film Company Tbk (MDRN), Matahari Putra Prima Tbk (MPPA), Metro Supermarket Realty Tbk (MTSM), Soria Topas Tourism lnds_Tbk (SONA), Tigaraksa Satria Tbk (TGKA), dan Toko Gunung Agung Tbk (TKGA). Relating to these twelve items, there is a need to make conditional variance estimation model with ARCHIGARCH method to predict stocks volatility return towards retail item.
This research also found that there are items that has ARCHIGARCH with persistent volatility that marked with a + ? 1 which decrease the ARCHIGARCH model stability. Items that are persistent in this research are AKRA, KONI, MTSM, and TGKA"
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19741
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ario Wiriandhi
"Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur dan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volatilitas pergerakan saham individual pada sektor infrastruktur, utilitas, dan transportasi sejak Januari 1998 sampai dengan Desember 2005. Model yang digunakan untuk mengetahui volatilitas tergantung dari hasil uji terhadap varian residual yang digunakan. Jika varian residual tersebut bersifat tidak konstan maka menggunakan model Autoregressive Heteroskedastic (ARCH) dan Generalized Autoregressive Heteroskedastic (GARCH). Namun bila varian dari residual konstan akan menggunakan model Ordinary Least Square, dalam penelitian ini model yang sesuai adalah AutoRegressive Moving Average (ARMA).
Berdasarkan hasil pengolahan data selama periode penelitian ditemukan bahwa terdapat enam emiten yang volatilitasnya bersifat hornoscedastic, yaitu PT Berlian Laju Tanker (BLTA), PT Bukaka Utama (BUKK), PT Citra Marga Nusapala (CMNP), PT Petrosea (PTRO), PT Zebra (ZBRA) dan PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM). Untuk kondisi demikian maka digunakan model AutoRegressive Moving Average (ARMA).
Sementara terdapat enam emiten yang bersifat heteroseedastic yaitu PT Centris Multi Persada (CMPP), PT Humpus Intermoda (HITS), PT Indosat (ISAT), PT Rigs Tender (RIGS), PT Mitra Rajasa (MIRA) dan PT Steady Safe (SAFE), sehingga digunakan model ARCH dan GARCH. Selain itu, terdapat emiten yang memiliki ARCH/GARCH yang volatilitasnya bersifat persisten yang ditandai dengan nilai a + I yaitu RIGS (1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2004, 2005) HITS (1999), CMPP (2000). Adanya persistensi dalam volatilitas mengurangi kestabilan model ARCH/GARCH. Hal ini disebabkan sepanjang periode penelitian data return saham tersebut bersifat stagnan atau pergerakan return yang sangat tinggi dan tajam.

The objectives of this research are to recognize and measure factors affecting the volatility of individual shares movement in infrastructure, utility and transportation sector during January 1998 - December 2005. Model used to identify volatility depend on the result of the test of the varian of residual on the used data. Should the varian of the residual act inconstantly then we use Autoregressive Heteroskedastic (ARCH) and Generalized Autoregressive Heteroskedastic (GARCH) model. But if the varian of the residual act constantly then we use Ordinary Least Square model, which in this research the model that fit the data is AutoRegressive Moving Average (ARMA) model.
Base on the result of the data processing on the research period, it is found that there are six emitens whose volatility is homoscedastic, which are PT Berlian Laju Tanker (BLTA), PT Bukaka Utama (BUKK), PT Citra Marga Nusapala (CMNP), PT Pelrosca (PTRO), PT Zebra (ZBRA) dan PT Telekomunikasi Indonesia (TLKM). Therefore model used for these emitens is Auto Regressive Moving Average (ARMA) model.
While there are six emitens whose volatility is heteroscedastic which are PT Centris Multi Persada (CMPP), PT Humpus lntermoda (HITS), PT Indosat (ISAT), PT Rigs Tender (RIGS), PT Mitra Rajasa (MIRA) dan PT Steady Safe (SAFE). Therefore model used for these emitens are either Autoregressive Heteroskedastic (ARCH) or Generalized Autoregressive Heteroskedastic (GARCH) model.
It is also found within the research that there are six emitens whose models has a value of a + b ≥ 1, which depicts a persistency. They are RIGS (1998, 1999, 2000, 2001, 2002, 2004, 2005) HITS (1999), CMPP (2000). The presence of a persistency of a model may decrease the stability of the ARCHIGARCH model. This problem may occur due to the movement of the data which are very fluctuate or too stagnant."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19735
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lucy Sumardi
"Untuk memenuhi kebutuhan dana perusahaan dalam menjalankan aktivitasnya, perusahaan dapat memilih alternatif sumber dana tarnbahan yang ada, antara Iain melalui saham atau hutang jangka panjang (obligasi). Kedua jenis sumber dana ini memiliki kelebihan dan kekurangan yang harus dipertimbangkan oleh perusahaan karena akan mengubah struktur modal (capital structure) yang ada.
Perusahaan cenderung memilih penerbitan saham karena karakteristiknya yang lebih fleksibel (tidak ada kewajiban mengikat untuk membayar bunga dan pokok pinjaman) dibandingkan obligasi yang terkesan iebih kaku. -Namun, jika dilihat dari keleluasaan dalam pengambilan keputusan, perusahaan lebih menyukai pendanaan obligasi daripada saham.
Di pasar modal Indonesia terdapat beberapa perusahaan yang sebelumnya telah menerbitkan saham, juga menerbitkan obligasi. Penerbitan obligasi ini bisa memberikan dampak pada harga saham karena hal ini merupakan sinyal bagi investor untuk mengetahui kondisi perusahaan saat ini dan perkiraan perkembangannya di masa datang. Penelitian ini ingin melihat apakah memang penerbitan obligasi mempengaruhi harga saham.
Penelitian dilakukan terhadap 30 sampei perusahaan yang menerbitkan obligasi tahun 2000 - 2006 yang telah menerbitkan saham sebelumnya. Penelitian dilakukan dengan metode market model event study, dengan periode estimasi t + 21 sampai t + 170 untuk mendapat parameter a dan (3 perusahaan, dan periode pengamatan t -- 3 sampai t + 3 untuk melihat perubahan abnormal return. Penelitian dilanjutkan dengan melihat pengaruh faktor leverage ratio dan PER terhadap perubahan abnormal return saham pada saat penerbitan obligasi serta mengetahui perbedaan pengaruh tersebut pada rating obligasi yang berbeda. Pengujian dilakukan dengan metode paired-sample t-test untuk melihat apakah ada perbedaan abnormal return yang positif sebelum dan sesudah event, dan regresi tinier untuk melihat pengaruh variabel dependen (leverage ratio, PER dart variabel dummy rating) terhadap variabel independen (CAR). Seluruh pengujian dilakukan dengan interval kepercayaan 95%.
Penelitian ini mendapatkan hasil bahwa penerbitan obligasi tidak berpengaruh terhadap abnormal return saham. Leverage ratio tidak berpengaruh positif terhadap abnormal return saham dan rating tidak berpengaruh terhadap perubahan tersebut, tetapi PER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham, dan perbedaan rating memberikan perbedaan pada pengaruh tersebut.

To fulfill firms' capital need in order to do their activities, firms can choose the available source of cash flow: stocks or long term debt (bond). These sources have advantages and disadvantages that firms must be considered because it will change the capital structure.
Firms tend to choose issuing stocks because of they are more flexible (no obligation to pay interests and liabilities) than bond. But, from the power to make decision aspect, firms like to take bond as their capital source.
In Indonesian capital market, there are firms issued stocks and issued bond too. This event can influence their stock price because it can be a signal for investor to know firms' condition in this moment and their growth in the future. This research wants to analyze if bond issues influence stock price.
This research analyzes 30 firms which issued bond in 2000 - 2006 and issued stocks before. This research uses marker model event study as its methodology, with estimation period from t + 21 to t + 170 to get firms' a and /3 parameters, and event period from t - 3 tot + 3 to see the changes of abnormal returns. This research also analyzes the effects of leverage ratio and PER to stock abnormal return, and analyzes if the difference bond rating gives different effects on it. It uses paired-sample t-test methods to see if there are positive abnormal return differences before and after the event, and linter regression to see the effects of dependent variable (leverage ratio, PER and dummy variable rating) to independent variable (CAR). All tests are done with confidence level 95%.
The result of this research is bond issues give no influence to stock abnormal return, Leverage ratio gives no positive effect to stock abnormal return and bond ratings have no influence to the effect, but PER influences positively and significantly to stock abnormal return and bond ratings have influence to the effect."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2007
T 17777
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Purwanto Widodo
"Penelitian ini adalah untuk mengetahui diantara model pendugaan return saham bulanan : Standard CAPM (Sharpe, 1964, Lintner, 1965), Market Model (Sharpe, 1963), ICAPM (Merton, 1973), APT (Ross, 1976) dan Multifaktor Model. (Fama dan French, 1996, 1997, Campbell, Lo dan Kinley, 1997) yang mempunyai proporsi terbesar untuk menduga return saham yang listing di BEJ.
Periode pengamatan dibagi menjadi dua, bagian I yaitu antara Januari 1998 sampai dengan Desember 2001 dan bagian II yaitu Januari sampai dengan Desember 2002. Bagian 1 dipergunakan untuk pengujian signifikansi setiap perusahaan yang dijadikan contoh terhadap model yang dipergunakan sedangkan bagian II untuk menguji akurasinya dengan RMSE. Perusahaan yang diteliti adalah perusahaan yang listing sebelum Bulan Januari 1998 sampai dengan Desember 2002, tidak ada data yang kosong dan PBV tidak negatif (Utama, 1997); yang memenuhi syarat itu terdapat 70 perusahaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 65,71 persen signifikan dengan Market Model, 51,43 persen dengan Standard CAPM, 70 persen dengan ICAPM, 70 persen dengan APT dan 58,57 persen dengan Model Multifaktor. Pengujian dengan Chi Square menunjukkan bahwa ICAPM dan APT mempunyai proporsi terbesar dibandingkan dengan model lain. Hasil penelitian Fama dan French (1996, 1997, 1998) menunjukkan bukti yang mendukung model multifaktor (ICAPM), Roll dan Ross (1980), Miff dan Johnson (1988) menunjukkan bukti yang mendukung APT. Tandelin (1997) mengemukakan bahwa variabel ekonomi makro lebih mampu menyerap systematic risk jika dibandingkan dengan variabel fundamental perusahaan.
Selain itu, penelitian ini menemukan bahwa variable Rm, Rm-rf dan size merupakan variabel-variabel yang paling banyak signifikan pada perusahaanperusahaan yang diteliti, jika dibandingkan dengan variabel lain dan tandanya konsisten. Selain itu, variabel lain yang patut dipertimbangkan dalam menduga return saham bulanan yaitu : perubaaan nilai kurs Rp terhadap USD dan inflasi.
Pengujian akurasi dengan RMSE menunjukkan bahwa terdapat 17,14 persen akurat dengan Market Model 25,71 persen dengan Standard CAPM 14,29 persen dengan ICAPM 12,86 persen dengan APT dan 12,86 persen dengan Model Multifaktor."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2003
T20584
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mira Octavia
"Menurut Kenneth Lahn dan Anil K. Makhija dalam tulisannya yang berjudul ?EVA & MVA as Performance Measures and Signals For Strategic Change?, pengukuran kinerja perusahaan berdasarkan nilai buku pada laporan keuangan seperti Return on Equity (ROE), tidak dapat mengukur penciptaan nilai perusahaan. Dengan kata lain, ROE tidak dapat menggambarkan penciptaan value bagi shareholders secara eksplisit. Kondisi ini yang menyebabkan kesulitan dalam mengambil kebijakan yang dapat memuaskan manajer maupun shareholders. Di satu sisi, manajer merasa tidak mendapat insentif yang sesuai dengan kinerjanya sehingga timbul kekecewaan yang dapat memicu moral hazard. Sedangkan di sisi lain, penilaian atau persepsi yang keliru dari shareholders terhadap kinerja perusahaan dapat mengakibatkan terganggunya laju kenaikan nilai saham perusahaan.
Pengukuran kinerja yang dipercaya mampu mengatasi hal tersebut adalah Economic Value Added (EVA). EVA dianggap mampu karena EVA dapat mengukur penciptaan nilai bagi kekayaan shareholders. Manajer akan dihargai sesuai dengan kemampuannya dalam menambah penciptaan value bagi shareholders sehingga memacu manajer dalam bertindak seolah-olah sebagai shareholders untuk selalu berusaha menambah penciptaan value perusahaan. Hal ini menguntungkan shareholders dengan memperoleh return yang terus meningkat.
Hal tersebut juga didukung adanya penelitian yang dilakukan Kenneth Lehn dan Anil K. Makhija (1996) bahwa EVA berkorelasi positif dengan tingkat pengembalian investasi dalam saham dengan korelasi yang lebih tinggi dibanding ROA (Return on Asset), ROE, dan ROS (Return on Sales) yang digunakan sebagai alat ukur kinerja perusahaan.
Pada tesis ini dipilih industri perbankan karena perbankan mempunyai peranan yang strategis dalam mendukung pembangunan dan pertumbuhan ekonomi nasional. Oleh karena itu, perbankan harus sehat agar dapat menjalankan fungsi dan peranannya sebagai bank seperti menghimpun dana (giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, serta tabungan); memberikan kredit, menerbitkan surat pengakuan utang; membeli; menjual atau menjamin surat-surat berharga, dan sebagainya.
Untuk mengetahui apakah, bank tersebut sehat atau tidak, maka bank wajib mengumumkan neraca dan perhitungan laba rugi. Pengumuman neraca dan perhitungan laba rugi merupakan cerminan dari kinerja bank pada periode waktu yang tertera dalam laporan tersebut sedangkan bagaimana pengukuran penciptaan value bagi shareholders masih merupakan masalah karena bank masih menggunakan pengukuran kinerja yang tradisional. Oleh karena itu, EVA diyakini mampu memberikan solusi terhadap permasalahan tersebut.
Sehubungan dengan hal tersebut, penelitian dalam thesis ini ingin menguji tiga hal. Pertama, apakah EVA perbankan yang telah go public berkorelasi dengan return sahamnya. Kedua, apakah terdapat pengaruh dari ROE terhadap return sahamnya. Ketiga, apakah benar pengaruh EVA lebih signifikan dibanding ROE terhadap return sahamnya. Penelitian mengambil sampel pada perbankan yang telah melakukan emisi dan terdaftar sebagai emiten secara berkelanjutan di Bursa Efek Jakarta selama 5 periode yaitu dari 1999 sampai dengan 2003. Data sekunder lainnya selain laporan keuangan yang telah diaudit adalah harga penutupan harian harga saham masing-masing perbankan dengan periode tahun yang sarna, Indeks Harga Saham Gabungan, suku bunga Sertifikat Bank Indonesia, dan country risk premium.
Berkenaan dengan hal pertama, pengujian dilakukan dengan tingkat keyakinan sebesar 95% dengan menggunakan analisis korelasi antara EVA dengan return sahamnya. Sedangkan pengujian untuk hal kedua dan ketiga adalah dengan menggunakan Multiple Linier Regression dan tingkat keyakinan sebesar 95%.
Setelah melakukan pengujian, maka didapat hasil sebagai berikut guna menjawab permasalahan dalam penelitian:
1. Sebanyak 2/5 dari 5 tahun penelitian membuktikan bahwa tidak ada korelasi antara EVA perbankan yang telah go public dengan return sahamnya. 3/5-nya membuktikan bahwa korelasi antara EVA perbankan yang telah go public dengan return sahamnya adalah negatif. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat korelasi antara EVA perbankan yang telah go public dengan return sahamnya, dimana korelasi tersebut adalah negatif.
2. Sebanyak 3/5 dari 5 tahun penelitian membuktikan bahwa tidak ada pengaruh dari ROE terhadap return sahamnya. Sedangkan sisanya, yaitu 2/5 membuktikan bahwa terdapat pengaruh dari ROE terhadap return sahamnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh dari ROE terhadap return sahamnya.
3. Sebanyak 2/5 dari 5 tahun penelitian menunjukan bahwa EVA lebih signifikan dibanding ROE terhadap return sahamnya. Sedangkan masing-masing sisanya, yaitu 1/5-nya menunjukan bahwa EVA dan ROE tidak signifikan terhadap return sahamnya, ROE lebih signifikan dibanding EVA terhadap return sahamnya, dan EVA dan ROE sama-lama signifikan terhadap return sahamnya Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa EVA lebih signifikan dibanding ROE terhadap return sahamnya.
Hasil penelitian tersebut bukanlah sesuatu yang absolut, mengingat penelitian ini hanya menggunakan 11 bank sebagai sampel. Hal ini dikarenakan hanya terdapat 11 bank yang telah melakukan emisi dan terdaftar sebagai emiten berkelanjutan di BEJ selama 5 periode dari 1999-2003 sesuai dengan jangka waktu pengamatan. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperbanyak sampel penelitian dan jangka waktu penelitian yang lebih panjang. Alasannya, dengan mendapatkan sampel yang lebih banyak dan jangka waktu pengamatan yang lebih panjang akan menghasilkan kesimpulan yang lebih baik. Kesimpulan tersebut dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan yang lebih baik bagi pihakpihak yang berkompeten.
Selain itu, industri yang dipilih untuk penelitian selanjutnya tidak terbatas pada industri perbankan saja. Hal ini bertujuan untuk membuktikan apakah EVA akan berkorelasi positif dengan return saham dan masing-masing perusahaan yang telah go public yang berada dalam industri yang berbeda."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2005
T15680
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Beddi Prasetyo
"Setelah lepas dari krisis ekonomi pada tahun 1998, perlahan-lahan industri perbankan di Indonesia mulai mengalami recovery, antara lain ditandai dengan peningkatan dari sisi Aset, Dana Pihak Ketiga, Kredit yang disalurkan, dan Permodalan, di samping membaiknya indicator-indikator perbankan lainnya seperti Non Performing Loans (NPL), Loan to Deposits Ratio (LDR), dIl. Di samping merupakan basil dari upaya dunia perbankan sendiri dalam memperbaiki kinerjanya, hal ini jugs tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh eksternal pada dunia perbankan itu sendiri. Dalam hal ini, penulis ingin meneliti adanya pengaruh-pengaruh dari beberapa variabel yang umumnya merupakan variabel ekonomi makro, kinerja pasar dan karakteristik industri perbankan itu sendiri terhadap kinerja saham perbankan.
Bagi perbankan, suku bunga sebagai salah satu variabel utama makroekonomi akan mempengaruhi pendapatan yang diterima, seperti Net Interest Margin, tingginya suku bunga akan memperburuk kinerja perbankan. Demikian juga bagi perusahaan yang bergerak di sektor rid seperti manufaktur, pertambangan, pertanian, M. Sukubunga yang tinggi akan menyebabkan "cost of fund' bagi perusahaan menjadi lebih tinggi. Selain itu terdapat beberapa variabel makroekonomi lainnya seperti inflasi dan nilai tukar yang dihipotesakan memiliki pengaruh terhadap kinerja keuangan perusahaan. Perubahan nilai tukar dan inflasi dapat memberikan darnpak yang besar bagi biaya produksi perusahaan, juga memberi pengaruh bagi daya beli konsumen sehingga kesemuanya itu akan mempengaruhi perusahaan baik dari sisi pendapatan (revenue) maupun biaya (cost / expenses).
Secara sederhana pengaruh variabel-variabel makroekonomi ini teriihat apabila kita memperbandingkan kinerja perusahaan-perusahaan pada saat terjadi krisis ekonomi dan pads pasca krisis tersebut. Pada saat krisis, dimana sukubunga SBI dapat mencapai 70,81% , inflasi mencapai 77,6%, depresiasi kurs rupiah mencapai 70,1%, kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia menjadi sangat buruk, hal ini terlihat dari penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) yang mencapai titik terendahnya 276,15 pada tahun 1998. Sebaliknya pads saat ekonomi Indonesia telah mengalami pemulihan pads tahun 2004, ditandai dengan rendahnya inflasi, sukubunga, dan kestabilan kurs, terlihat kinerja perusahaan-perusahaan di Indonesia membaik yang ditandai dengan menguatnya IHSG hingga menembus level 1.00.
Dengan demikian, penelitian ini berusaha untuk mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan berikut ini:
1. Apakah kondisi makroekonomi berpengaruh terhadap kinerja saham-saham perbankan pads periode tahun 2002 hingga tahun 2006?
2. Apakah kondisi pasar modal berpengaruh terhadap kinerja saham-saham perbankan pada periode tahun 2002 hingga tahun 2006?
3. Seberapa besar pengaruh variabel-variabel makroekonomi dan pasar modal yang diuji terhadap kinerja saham-saham perbankan pada periode tahun 2002 hingga tahun 2006?
4. Apakah kondisi makroekonomi dan pasar modal berpengaruh terhadap kinerja saham-saham perbankan pada periode tahun 2002 hingga tahun 2006?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut penulis menggunakan permodelan regresi linear berganda dengan alat bantu software e-views 5.0. Diharapkan melalui proses tersebut dapat dihasilkan suatu model yang memiliki kemampuan penjelasan dan prediksi secara cukup memadai.Adapun objek populasi dalam penelitian ini merupakan saham-saham yang telah terdaftar di BEJ sebelum tahun 2003 sehingga terdapat 21 bank yang diikutsertakan sebagai objek penelitian ini, yaitu: ANKB, BABP, BBCA, BBIA, BBKP, BBNI, BBNP, BBRI, BCIC, BDMN, BEKS, BKSW, BMRI, BNBA, BNGA, BNII, BNLI, BSWD, BVIC, INPC, LPBN, MAYA, MEGA, NISPdan PNBN.
Dan hasil pengujian, dapat diketahui bahwa sari 21 saham perbankan yang diuji, maka sebanyak 13 bank tingkat pengembaliannya dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat pengembalian pasar, hal ini adalah berdasarkan model regresi sederhana, adapun pada model regresi berganda yang lebih kompleks yang mclibatkan variabel-variabel fain, terlihat bahwa hanya 9 bank yang tingkat pengembaliannya dipengaruhi secara signifikan oleh tingkat pengembalian pasar. Umumnya tingkat pengembalian pasar berpengaruh positif pada tingkat pengembalian saham perbankan.
Adapun Variabel 1NFLASI berpengaruh positif terhadap 15 saham bank dan negatif terhadap 6 bank. Namun demikian variabel tersebut hanya signifikan pads 3 saham bank raja. Variabel KREDIT berpengaruh positif terhadap 14 saham perbankan dan selebihnya negatif. KREDIT berpengaruh secara signifikan hanya terhadap 2 saham. Penguatan mata uang Rupiah melalui variabel KURS terlihat akan berpengaruh secara positif pads kinerja saham, namun demikian tidak ditemui pengaruh yang signifikan dari variabel KURS pada penelitian ini. lumlah Uang Beredar berpengaruh negatif pada 12 saham perbankan sedangkan pada 9 saham lainnya berpengaruh positif. Variabel tersebut hanya signifikan pads 3 saham. Tingkat sukubunga berpengaruh negatif pada l2 saham bank, dan sisanya 9 saham bank terpengaruh secara positif. Adapun variabel tersebut hanya signifikan pada 1 saham.
Pada umumnya model hasil penelitian tidak dapat menunjukkan signifikansi pengaruh variabel-variabel independen terhadap return saham perbankan secara memadai, hal ini memperlihatkan bahwa kondisi Bursa Efek di Indonesia (BFJ) merupakan contoh pasar yang belum efisien sehingga masih banyak variabel lain yang mempengaruhi kinerja return saham. Model yang telah dibentuk sendin hanya signifikan pads 8 dari 21 saham yang diuji.
Berdasarkan hasil pcnel itian ini, kekuatan variabel-variabel independen yang diuji daiam mempengaruhi return saham perbankan secara berturut-turut ialah; IHSG, lalu InfLasi, Jumlah Uang Bercdar, Kredit, ,Tingkat suku bunga, dan Kurs nilai tukar. Artinya Tingkat pengembalian pasar membenkan pengaruh yang terkuat dibandingkan variabel lainnya, sebaliknya Kurs nilai tukar memberikan pengaruh paling lemah dibandingkan variabel lainnya.

After escaped from economic crisis in 1998, the banking industry in Indonesia slowly begin to recover, this is characterized with increases of Bank's Asset, as well as Deposits and Loans made, equity, and other banking indicators such as lower Non Performing Loans (NPL). Higher Loan to Deposits Ratio (LDR) etc. Beside as the result of their own effort to make better performance, this is also influenced by external factors toward the banking industry itself. In this occasion, I want to examine the effects of some variables commonly the macroeconomic variables, market return, and characteristic of banking industry on the return of banking stocks.
For the banks, Interest rate as one of main macroeconomics variables will affect their revenue, like Net Interest Margin. The higher the interest rate means the worse their performance/return. This is also applying for non financial industry such as manufacture, mining, agriculture, etc. High interest rates mean high cost of fund for the company. Beside that there are some other macroeconomics variables like inflation and exchange rates that in my hypotheses possess the influence on financial performance of a company. Change of the exchange rate and inflation can heavily affect company's production cost. As well as lowering consumer's buying power. In conclusion, those variables will affect company by both; revenue and expense.
In simplicity, the effect of macroeconomics variables will be seen if we compare the performance/return of the company in the time of economics crisis and after. In the time of economics crisis. Where the interest free rates (5131) reached 70.81%, inflation 77,6%. and fore); depreciation reached 70.1% returns of Indonesian company arc very low. As we know the lndonesia's market index IHSG went into the lowest of the time 276.15 points in 1998. In contrast, when Indonesia's economy have recovered in 2004, when the inflation and interest rate arc low and the foreign exchange are stable. we can see the performance/return of Indonesian companies are better off, as the market index rose above the level of 1.0010 points.
This research is intended to find the answer of these questions:
1. Is the macroeconomics condition has the influence on return of banking stocks on period of 2002 to 2006?
2. Is the stock exchange condition has the influence on return of banking stocks on period of 2002 to 2006?
3. How big is the influence of macroeconomics and capital market variables on return of banking stocks on period of 2002 to 2006?
4. Is the macroeconomics condition together with the stock exchange condition have the influence on return of banking stocks on period of 2002 to 2006?
To answer those questions, I will use multiple linear regression models using e-views 5.0 as tools. I hope through that process can be made a model that has the ability to explain and predict the answer of those questions with satisfactory result. The objects in this research are banking stocks listed before 2003, so we will examine as much as 21 banking stocks, such as : ANKB, BAPB, BBCA, BBIA, BBKP, BBNI, BBNP, BBRI, BCIC, BDMN, BEKS, BKSW, BMRI, BNBA, BNGA, BBNII, BSWD, BVIC, INPC, LPBN, MAYA, MEGA, NISP, and PNBN.
The result of the statistic test shows that from 21 stocks we examine. 13 of them the return is significantly affected by the market return (IHSG). this is according to the simple regression method I use. In a multiple regression model which is more complex method involves other variables. It is concluded that 9 banks, of which returns are affected by the market return. In common, market return has positive effect to the banking return.
The variable of inflation rate has positive effect on I banking stock, and negative to 6 stocks. Even tough that variable is only considered significant in 3 stocks. The variable of Credit/loan has positive effect on 14 banking stock, and negative to the rest, and only considered significant in 2 stocks. The appreciation of Indonesia's currency (rupiah) is shown by the KURS variable, has positive effect on stocks return. However there are no significant effects of KURS is seen on (his research.
The broad money (M2) has negative effect on 12 banking stocks, and positive effect on 9 other. M2 is only significant on 3 stocks. The interest rate has negative effect on 12 banking stocks, and positive effect on 9 other. Interest rate is only significant on I stocks.
In common, the model developed shows very low significance of (hose independent variables on banking stocks return. This can be concluded as inefficiency of Jakarta Stock Exchange, there arc many other variables that influence return of the stocks. That model itself is only significance on b out of 21 stocks examined in this research.
According to this research, the magnitude of independent variables involved in rank order is: market return (IHSG), inflation rate, credit/bank loans, interest rate, and foreign exchange rate. This means the market returns is the most influential factor while the foreign exchange rate has the least influence on banking stocks return."
Depok: Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, 2006
T19774
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>