Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 116695 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Syahrul Salam
"Jepang dan China saat ini dikenal sebagai dua negara yang memiliki pengaruh yang cukup besar di kawasan Asia Tenggara. Hal ini terlihat dari dinamika dan pola hubungan yang dibangun oleh China dan Jepang di ASEAN. Bagi Jepang sendiri, pola dan perannyy di ASEAN telah dijalin dalam waktu yang cukup lama, yakni semenjak tahun 1977. Dalam dua dekade, eksistensi dan peran Jepang di ASEAN terlihat sangat bpsar khususnya dalam peran-peran ekonomi dan juga politik. Sementara pola hubungan yang dibangun China dengan ASEAN barn secara formal dijalin pada awal tahun 1990an.
Pola hubungan dan peran strategis Jepang di ASEAN semakin terlihat ketika periode 1980an sampai awal tahun 1990an perekonornian negara-negara ASEAN terns mengalami pertumbuhan mengitu trend yang dijuluki dengan istilah the flying geese, teori angsa terbang dimana Jepang didalamnya memilnpin pertumbuhan dan kebangkitan perekonornian kawasan. Peran Jepang dalam pembangunan ASEAN yang paling menonjol adalah pada sumbangsih FDI, ODA dan juga perdagangan. Ketika periode krisis melanda ASEAN termasuk dalam hal ini adalah negara-negara Asia Timur, keberadaan dan peran Jepang di ASEAN dalam aspek ekonomi politik mengalami gangguan produktifltas.
Sementara itu, peran dan pola hubungan yang dibangun oleh Chlna dengan ASEAN terns mengalami kemajuan walaupun secara formal bare dimulai sekitar tahun 1991. Dalarn item hubungan dagang dan juga inisiasi kerjasama ASEAN China jugs menunjukan tree peningkatan. Ketika periode krisis melanda Asia, eksistensi China relatif cult-up bertahan dan kebal sehingga poly hubungan dan peran-peran ekonomi politiknya dengan ASEAN pun terns mengalamu peningkatan.
Dengan temuan seperti disebutkan di Was, tesis ini memunculkan satu pokok persoalan yakni apakah kehadiran China di ASEAN telah mengancam dominasi ekonomi politik Jepang di ASEAN khususnya periode pasca krisis yakni tahun 1999-2004. Untuk menganalisa sekaligus menjawab pertanyaan penelitian dalam permasalahan tesis, penulis menggunakan beberapa pendeltatan atau teori terkait seperti national interest, neo realis dan juga open regionalism.
Analisa dalam tesis ini menemukan beberapa poin panting; pertama bahwa peran Jepang di ASEAN pasca krisis mengalami fluktuasi dan dalam beberapa hal peran Jepang terlihat menurun. Kedua, Jepang sangat khawatir melihat China yang secara produktif terus berperan aktif dengan ASEAN. Hal ini karena kebangkitan dan pertumbuhan ekonomi China terus meningkatkan eskpansi dan kemitraan dengan negara-negara kawasan khususnya ASEAN.
Pada akhirnya, penulis menemukan beberapa hal terkait dengan ancaman China terhadap dominasi ekonomi politik Jepang di ASEAN. Pertama, periode pasca krisis peran dominasi keperuimpinan ekonomi politik Jepang di ASEAN mulai bergeser, akibat munculnya China dengan pengaruhnya yang prestisius dalam bidang ekonomi dan politik dan railiter. Kedua, peran dan dominasi ekonom politik Jepang di ASEAN yang mengalami pergeseran juga menyebabkan berkurangnya kontrol Jepang teradap pembarxgunan ekonomi politik di ASEAN. Ketiga, menguatnya trend regionalisme di Asia Timur dalam wujud FTA ASEAN China, telah meiahirkan satu bentuk potensi yang sangat besar yakni new emerging market dan keempat, trend China yang secara ekonomi politik terns mengalami peuguatan, berpotensi secara langsung mengancain keberadaan Jepang dalam kepemimpinan kawasan dan, kelima adalah kebangkitan ekonomi politik China telah berakibat secara langsung pada peningkatan alokasi anggaran militer tiap tahunnya."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21710
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Laila Anggita Nurcahyani
"Penelitian ini membahas diplomasi yang digunakan oleh Jepang dalam menghadapi kebangkitan dan dominasi kekuatan ekonomi Tiongkok di kawasan Asia Tenggara, khususnya di negara Myanmar. Penelitian ini difokuskan pada periode tahun 2012 hingga 2017; pada saat Myanmar mengalami proses reformasi dan Shinzo Abe naik menjadi perdana menteri Jepang. Konsep diplomasi publik dan triangular diplomacy digunakan untuk mengidentifikasi strategi dan diplomasi yang digunakan Jepang di Myanmar dengan menganalisa hubungan antara pemerintah dengan pemerintah, pemerintah dengan perusahaan, dan perusahaan dengan perusahaan. Penelitian ini juga membahas pergerakan Tiongkok dan Jepang di Myanmar sebelum dan sesudah reformasi politik dan ekonomi Myanmar. Myanmar yang sebelumnya merupakan salah satu negara kurang berkembang di kawasan Asia Tenggara, dan bahkan di dunia, perlahan menanjak naik dan menjadi negara yang cukup potensial. Peningkatan yang dialami oleh Myanmar ini diawali oleh reformasi politik dan ekonomi di tubuh Myanmar. Tiongkok dan Jepang kemudian menggunakan Myanmar sebagai batu loncatan bagi mereka untuk menguasai kawasan Asia Tenggara. Namun Tiongkok yang sudah mendapatkan handicap awal di Myanmar, menjadikan Jepang harus bekerja ekstra dengan berbagai diplomasi dalam menempatkan pengaruhnya di Myanmar. Penelitian ini berargumen bahwa diplomasi yang digunakan Jepang belum mampu menghadapi dan menekan dominasi ekonomi Tiongkok di Myanmar.

This research explains Japan's diplomacy in facing China's economic rise and domination in the Southeast Asia region, especially in Myanmar. This research is focused on the 2012-2017 time period; when Myanmar was undergoing a reformation process and Shinzo Abe was made as the new Japan prime minister. The public diplomacy and triangular diplomacy concept is used to identify Japan's strategy and diplomacy in Myanmar by analyzing the relations between government to government, government to corporate, and corporate to corporate. This research also explains China and Japan movements in Myanmar before and after the political and economic reformation. Myanmar which was one of the least developed countries in the Southeast Asia region, and even in the world, is slowly rising up and becomes quite a potential country. Myanmar's improvement was started by the political and economic reformation in Myanmar's body. China and Japan then use Myanmar as their stepping stone to conquer the Southeast Asia region. However, China has already had an early handicap in Myanmar, and this makes Japan works twice harder with various diplomacies in placing its influence in Myanmar. This research argues that Japan's diplomacy has not yet able to face and contain China's economic domination in Myanmar.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2019
T53088
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zeng, Ming
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008
338.439 51 ZEN a
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Anita Pratiwi
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T19229
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Dwi Indah Mardyanti
"China dan Jepang adalah dua negara yang memiliki sejarah panjang hubungan rivalitas yang tinggi. Meskipun Jepang adalah rival China, China tetap menerima Official Development Assistance (ODA) dari Jepang. Jumlah ODA Jepang yang disalurkan ke China tidak lah sedikit. Jepang bahkan selalu menjadi salah satu donor utama di China. Hampir 60% ODA yang diterima China adalah dari Jepang. Dengan menggunakan metodologi kualitatif, penelitian ini mengidentifikasi bahwa China memiliki kepentingan ekonomi dan politik yang mempengaruhi keputusannya untuk tetap menerima ODA dari Jepang di tengah-tengah peningkatan hubungan rivalitas China dan Jepang di periode 2001-2007. Adapun kepentingan ekonomi China adalah mempertahankan nilai perdagangan dan investasi China dengan Jepang. Sementara itu, kepentingan politik China sendiri terbagi menjadi dua: politik domestik yang berkaitan dengan legitimasi Partai Komunis China dan politik internasional yang berhubungan dengan kepentingan China dalam mempertahankan citra dirinya sebagai negara berkembang.

China and Japan are two countries which posses long standing historical rivalry relations among each other. Despite the high tension between them, until 2007 China still accepts Japan`s Official Development Assistance (ODA). The amount of Japanese ODA disbursement to China is significantly large. Nearly 60% of cumulative total of ODA that China has received are from Japan. Through the use of qualitative method, this research identified that China has economic and political interests which influence China`s decision in accepting Japanese ODA. China`s economic interests towards Japan`s ODA lie in increasing trade with Japan and also securing Japanese investment in China. Moreover, China has domestic and international political interests as well. In domestic political dimension, China`s interest towards Japan`s ODA is to stabilize and strengthen China`s Communist Party`s legitimation as the one only party that rules China. Then, in international politics dimension, China wants to be seen as a peaceful developing country by accepting Japan`s ODA while China-Japan relations itself is full of hostility."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2013
S44897
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Butarbutar, Benny Siga
"Peneliti tertarik membahas dominasi media massa dan pemilihan kepala daerah sebagai upaya untuk mengetahui kinerja pers dalam meliput pemilihan kepala daerah yang merupakan pertama kali terjadi dalam sejarah demokrasi Indonesia, menyusul bergulirnya pilkada sejak Juni 2005..
Tesis ini mencoba melihat pilkada sebagai representasi dari alam demokrasi yang coba ditegakkan di tanah air, khususnya di Depok. Mengangkat seputar pemberitaan Pilkada Depok dengan dua tokoh sentral yang menjadi aktor pentingnya. Badrul Kamal dan Nur Mahmudi. Unit analisis yang diteliti adalah teks berita dalam level mikro yakni berita-berita di Media Indonesia dan Monitor Depok pada periode konflik pilkada Depok yang akhirnya dimenangkan oleh Nur Mahmudi. Sedangkan untuk level Massa peneliti melakukan wawancara dengan sejumlah calon kepala daerah Depok yaitu Badrul Kamal dan Nur Mahmudi, begitu juga dengan manajer kampanye keduanya, yaitu Despen Ompusunggu dan Hasan. Wawancara juga dilakukan dengan sejumlah pemimpin redaksi (Pemred) dan pemimpin umum (PU), yaitu Pemred SCTV, Pemred Monitor Depok dan PU Media Indonesia serta pihak lain yang terlibat.
Teori utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori yang berkaitan dengan ekonomi politik media. Teori-teori ekonomi politik mengarahkan penelitian tentang media pada analisis empiris struktur kepemilikan, kontrol media dan kekuatan pasar.
Penelitian ini membatasi pada pilkada Depok, dengan pertimbangan sejak munculnya
konflik antara dua kandidat, menyusul keputusan Pengadian Tinggi (PT) Jawa Barat
yang memenangkan salah satu pihak pada Agustus 2005, yang akhirnya membawa persoalan tersebut ke pentas politik nasional. Pertimbangan lainnya yang juga tidak kalah menarik untuk dicermati adalah posisi Kota Depok yang menjadi peripheral Jakarta, ibukota negara, dan kemudian melihat bagaimana pengaruh ekonomi-politik dalam kinerja media massa.
Bisa dilihat bagaimana pihak-pihak berkepentingan dalam pilkada mengkonstruksi realitas bagi kepentingannya masing-masing. Serta memperlihatkan adanya saling mempengaruhi (interplay) dari para kandidat dalam memperoleh akses ke media massa dan kepentingan pers dari kacamata ekonomi-politik.
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah pradigma kritis, dengan tipe penelitian yang bersifat kualitatif. Metode yang digunakan untuk pengumpulan data menggunakan beberapa metode (tringulasi metode),yaitu pada tahapan teks, wawancara mendalam (disourse practice), dan tahapan pengamatan terhadap situasi (sosiocultural practice).
Di tahap teks, peneliti menelaah teks-teks berita seputar pilkada Depok di Monitor Depok, sebagai representasi pers lokal, Media Indonesia dan SCTV sebagai representasi dari pers nasional menggunakan analisis wacana Theo van Leuween; kemudian tahapan discourse practice dengan mewawancara para key informan, yakni kandidat yang bertarung di pengadilan dan pemimpin redaksi dari Monitor Depok, Media Indonesia dan SCTV; pada tahapan sosioculutral practice dengan mengamati perkembangan seputar pelaksanaan pilkada Depok. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan perspektif ekonomi-politik,dan untuk membantu mempertajam analisa digunakan Teori Representasi yang dikembangkan Theo Van Leuween, guna mempelihatkan bagaimana media menampilkan para kandidat.
Hasil temuan di lapangan menunjukkan ada dua hal pokok yang bisa terlihat, yaitu bagaimana dominasi media massa dalam liputan pilkada Kota Depok dan kenyataan kuatnya pengaruh bisnis dalam mempengaruhi kinerja pers, sehingga media massa terlihat lebih sebagai institusi ekonomi. Namun lebih mengejutkan lagi adalah kenyataan rii1, bagaimana kandidat yang tidak memiliki "mesin uang" yang kuat ternyata memenangkan pertarungan walau sempat tidak mendominasi pemberitaan di media massa.
Kondisi tersebut dapatlah dipahami mengingat tindakan media dalam memproduksi berita tidak terlepas dari proses-proses sosial baik pada jenjang organisasi, industri dan masyarakat. Proses memproduksi dan mengkonsumsi teks isi media perlu juga melihat suasana politik dan tekanan ekonomi kapitalis yang tercipta selama ini. Terlebih jika mengamati lebih dalam bahwa semuanya itu tidak lepas dari keberadaan masyarakat dan kapitalisme global."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21517
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Zul Chairiyah
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 1984
S10539
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dino Nurwahyudin
"Sejak Deng Xiaoping mengambil tampuk kepemimpinan di China pada tahun 1978 terjadi perubahan mendasar dalam politik luar negeri China. Kebijakan Politik Luar Negeri menjadi terbuka, lebih aktif di forum internasional dan lebih canggih dalam membina hubungan dengan negara-negara lain. Di bidang ekonomi, Deng menggandeng dua lembaga keuangan internasional yang sangat berpengaruh, yaitu IMF dan Bank Dunia sebagai advisor sehingga Foreign Direct Investment (FDI) China meningkat secara pesat yang berujung pada tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi. Tumbuhnya China sebagai kekuatan baru di kawasan mengubah secara signifikan konstelasi politik internasional terutama di Kawasan Asia Timur apalagi pada saat bersamaan pertumbuhan ekonomi Jepang, yang sebelumnya menjadi negara Asia yang paling maju, stagnan. Dalam perjalanannya, hubungan bilateral China dan Jepang justru semakin tegang, terutama di era pemerintahan Perdana Menteri Junichiro Koizumi. Pemicunya berkaitan dengan isu kolonialisme. Koizumi setiap tahun sejak menduduki posisi sebagai Perdana Menteri Jepang selalu berkunjung ke kuil Yasukuni setiap tahun sesuai janji yang diikrarkan, di mana terdapat 14 penjahat perang kelas A pada Perang Dunia II dimakamkan. Selain itu, Jepang berupaya menyembunyikan kekejaman pasukan beserta dirinya pada masa kolonialisme Jepang di China dalam buku sejarahnya.
Kurang harmonisnya hubungan China dan Jepang berdampak negatif terhadap kawasan Asia Timur apalagi mereka berdua diharapkan dapat menjadi backbone dalam pembentukan Komunitas Asia Timur yang telah disepakati para pemimpina negara di kawasan ini. Berangkat dari pentingnya hubungan bilateral China-Jepang tersebut, penelitian ini mengkaji lebih jauh isu kolonialisme yang menjadi kerikil tajam dalam hubungan China dan Jepang. Teori-teori utama yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori struktur politik dari Kenneth Wattz, teori, sistem internasional dari Chris Brown, teori perilaku dari Samuel S. Kim, dan teori kebijakan politik luar negeri dari David M. Lampton. Pertanyaan penelitian dalam tesis ini adalah bagaimana pemerintah China menggunakan isu kolonialisme dalam politik luar negeri-nya dalam menjalin hubungan bilateral dengan Jepang dan apa keunungan yang diperoleh China dalam memainkan isu kolonialisme, khususnya dalam tata pergaulan internasional.
Dengan menggunakan penelitian deskriptis analitis, dapat dikatakan bahwa pemerintah China memainkan isu kolonialisme sebagai upaya mempengaruhi lingkungan eksternal dan internal. Jepang, bagaimanapun juga adalah saingan China dalam sistem internasional yang bersifat anarkis. Melalui isu kolonialisme, kekejaman Jepang dalam era Perang Dunia II akan selalu dikenang oleh masyarakat internasional sehingga upaya Jepang menjadi negara berpengaruh di dunia internasional, khususnya di Asia Timur, terganggu. Melalui isu kolonialisme, dukungan masyarakat China atas legitimasi Partai Komunis semakin meningkat karena Partai Komunis adalah pihak yang paling gigih berjuang saat pendudukan Jepang."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22194
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>