Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 187468 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Hadaris Samulia Has
"Tak ada hal yang lebih memilukan barangkali dari kekerasan dan permusuhan antara kelompok yang terjadi di Ambon atau Maluku pada umumnya.Tak ada kata yang menggambarkan secara tepat apa yang sesungguhnya terjadi di kawasan yang penduduknya plural ini.
Tesis yang berjudul Pelanggaran Hak Asasi Manusia ()lab Aparat Keamanan (TNI dan POLRI) Dalam Penanganan Konflik Di Ambon, mencoba untuk melihat faktor-faktor penyebab pelanggaran Hak Asasi Manusia, yang justru terjadi pada saat proses penanganan konflik yang dilakukan, oleh aparat keamanan, mengakibatkan pelanggaran yang bersifat vertikal dan melihat bagaimana bentuk pelanggaran Hak Asasi Manusia yang dilakukan oleh TNI dan POLRI dalam penanganan konflik tersebut.
Masuknya unsur-unsur Negara dan kekuatan militer dalam konflik yang terjadi bukanya tanpa resiko, kemungkinan terbesar dari faktor resiko itu adalah penggunaan alat-alat kekerasan yang paling dikuasai militer, maka muncul penyelesaian konflik kekerasan dengan cara-cara yang tidak beda dengan kekerasan itu sendiri.
Dalam menganalisa persoalan tersebut digunakan beberapa tinjauan pustaka seperti definisi dari konflik, konflik sosial, sifat koflik, jenis-jenis konflik, sifat dari masyarakat majemuk, Tahapan dari penyelesaian konflik (conflict resolution), konsepsi pelanggaran Hak Asasi Manusia dan instrument pokok perlindungan Hak Asasi Manusia baik yang bersifat nasional dan internasional.
Selain untuk lebih mendekatkan pada permasalahan penulis juga menggunakan beberapa tinjauan pustaka dari konsepsi militer profesioanal dan peran militer dalam sosial politik khususnya Dwifungsi ABRI, sosialisasi Hak Asasi manusia bagi kalangan aparat keamanan merupakan salah satu pokok bahasan pula.
Metode Penelitian tesis ini berssifat library research dimana digunakan data sekunder, inventarisasi peraturan perundang-undangan atau lainya serta dokumentasi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi di daerah konflik, disamping itu penulis juga mengunakan data yang bersifat penelitian yang sudah dilakukan oleh beberapa institusi yang dapat dipertanggung jawabkan ke absahanya.

It seems that human rights violation and mass conflict happening in Ambon and Moluccas are more sorrowful than other things ever. One finds no precise word to describe what is going on in such a plural region.
This Thesis entitled "Human Rights Violation by the Military and Police Officers in the Conflict Resolution Process in Ambon", tries to reveal some reasons of the Human Rights violation that simply happened as the conflict resolution process was undertaken by military and police officers resulting in vertical violation, and observes how Human Rights violation by TNI and POLRI emerges in the conflict resolution.
Involved elements of the state and military forces in the ongoing conflict are not without risks; the major risk factor is using mostly military-controlled violation instruments and that mass conflict and human rights violation are settled in the same process as the violation itself.
Analyzing the case, one uses library research such as definitions of conflict, social conflict, types of conflict, characteristics of plural community, phases of conflict resolution, conception of Human Rights violation and principal instruments of securing both national and international Human Rights.
Besides approaching to the problem statement, the author also applies library researches of professional military conception and military roles in social and political situation especially "Dwifungsi ABRI" (Indonesian Armed Forces' Dual Functions)?nd socialization of Human Rights to the security agents as a problem, as well.
Research methodology employed in this thesis is Library Research where the author uses secondary data, inventory of legislation and others, and documentation of the ongoing events in the conflict area. Moreover, the author applies data of researches carried out by several institutions for which one is liable for their validity.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T19394
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Davidson, Scott
Jakarta: Pustaka Utama, 1994
341.481 DAV h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Cassesse, Antonio
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 1993-1994
323 CAS h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Mochammad Ryanindityo
"Penelitian ini memfokuskan kepada kebijakan Australia yang dikenal dengan istilah Operation Sovereign Borders, terutama mengenai faktor-faktor yang menyebabkan Australia memberlakukan Operation Sovereign Borders dan hak-hak yang dilanggar di dalam melaksanakan Operation Sovereign Borders tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif-deskriptif. Hasil penelitian menyarankan bahwa sebagai negara yang telah meratifikasi dan menjadi negara pihak dalam Konvensi PBB Tahun 1951 tentang Pengungsi dan Protokolnya Tahun 1967, serta ICCPR, maka seharusnya pelaksanaan Operation Sovereign Borders yang dijalankan oleh Pemerintah Australia tetap tunduk pada kewajiban-kewajiban internasional terkait pencari suaka dan pengungsi yang datang ke negaranya dan tidak melanggar hak-hak mereka.

This research focuses on Australia's policy known as The Operation Sovereign Borders. In particular, it emphasizes on the sources of changes (factors) that causes Australia to establish The Operation Sovereign Borders and the human rights that are breached from the implementation of The Operation Sovereign Borders. This is a qualitative-descriptive research design. The results of this thesis suggest that as a country that has ratified and become a state party of The United Nations Convention and Protocol Relating to The Status of Refugees in The Year 1951 and 1967, and The ICCPR, The Operation Sovereign Borders that is carried out by the Australian Government should be align with its international obligation regarding asylum seekers and refugees entering its territory and does not breach its human rights obligation.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Marpaung, Marina Mary
"Aceh, yang terletak di ujung utara Sumatera, dulunya dikenal sebagai Serambi Mekkah dan merupakan provinsi yang sangat unik dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Saat ini, Aceh masih merupakan salah satu provinsi yang paling konservatif dan religius di Indonesia. Peraturan perundang-undangan nasional, melalui Undang-undang Nomor 11 tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, memungkinkan Aceh, sebagai daerah otonom khusus, untuk menegakkan hukum syariah, yang berasal dari ajaran agama Islam, khususnya Al-Quran dan Hadis. Pasal 125 Undang-Undang Pemerintahan Aceh menetapkan bahwa  pelaksanaan hukum syariah di Aceh harus dilakukan melalui pemberlakuan Qanun. Qanun adalah peraturan Islam, setara dengan Peraturan Daerah (Perda) namun isi Qanun harus didasarkan pada Islam dan tidak bertentangan dengan hukum syariah. Qanun terakhir, yang merupakan konsolidasi dari Qanun-qanun sebelumnya adalah Hukum Pidana Islam, yang diperkenalkan melalui Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat (Qanun Jinayat). Peraturan tersebut secara resmi disahkan pada bulan Oktober dan mulai berlaku pada 23 Oktober 2015 dan sejak diperkenalkan di Aceh, implementasinya telah melahirkan kontroversi di masyarakat, baik di tingkat lokal, nasional maupun internasional, terutama karena adanya legitimasi hukuman badan yaitu hukuman cambuk. Di sisi lain, sebagai anggota PBB, Indonesia  telah meratifikasi Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Atau Hukuman Lain Yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia, Konvensi Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Anti Diskriminasi terhadap Perempuan, serta Konvensi Hak-hak Anak. Lebih lanjut lagi, dalam sistem hukum positif di Indonesia, KUHP tidak mengenal jenis hukuman cambuk.

Aceh distincts itself as a very unique province compared to other provinces in Indonesia. Today, Aceh is still among Indonesia’s most religiously conservative and observant provinces.  The national legislation, through Law Number 11 of 2006 concerning The Government of Aceh, allows Aceh, as a special autonomous region to enforce the syariah (Islamic) law, which derives from the religious precept of Islam, particularly the Quran and the Hadith.  Article 125 of the Law of the Government of Aceh stipulates that the implementation of the syariah law in Aceh must be done through the enactment of a Qanun. Qanun is an Islamic bylaw, equivalent to the  Regional Regulation (Perda) however the content of the Qanun must be based on Islam and shall not contradict with the syariah law. The latest Qanun, which is the consolidation of the three previous Qanun was the Islamic Criminal Law, introduced through Qanun Number 6 of 2014 concerning The Jinayat Law (Qanun Jinayat). The bylaw was formally enacted in October and entered into effect in 23 October 2015 and since its introduction in Aceh, its implementation has spawned controversy in the community, both at the local (Aceh) and national level including capturing global attention, particularly due to the legitimation of corporal punishment in Indonesia, namely caning. In addition to such, as a UN Member, Indonesia has ratified the Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman and Degrading Treatment or Punishment, the Covenant on Civil and Political Rights, the Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination against Women and the Convention on the Rights of the Child. On the other hand, Indonesia's criminal system (KUHP) does not recognize corporal punishment.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2018
T55002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tobing, Rian Fachmi
"ASEAN merupakan sebuah organisasi regional di sebelah tenggara benua Asia yang dibentuk melalui Deklarasi Bangkok 1967. ASEAN memiliki sebuah prinsip penting yaitu Non-Interference Principle, dimana setiap negara anggota tidak boleh melakukan suatu tidakan yang bisa mengganggu kedaulatan negara anggota lainnya. Namun prinsip ini dapt menjadi pertanyaan apabila disangkutkan dengan Hak Asasi Manusia, apa tindakan yang seharusnya diambil oleh negara anggota? ASEAN sebagai organisasi yang dianggap sangat baik dalam banyak hal tidak tinggal diam, perlindungan HAM di ASEAN sebagai organisasi secara menyeluruh dimualai pada tahun 1993 sehingga pada puncaknya yaitu ASEAN Charter 2008. Daripada mengubah prinsip yang sudah puluhan tahun dilaksanakan ASEAN membuat komisi untuk mempromosikan dan melindungi HAM bernama AICHR serta membuat deklarasi tentang HAM melalui ADHR.

ASEAN is a regional organization in Southeast Asian established by Bangkok Declaration 1967. ASEAN has an important principle called Non-Interference Principle, where every member states may not conduct any action that might cause interference to the other member’s sovereignty. However, the principle could be questioned if it relates with Human Rights issue, what action should ASEAN member states take? ASEAN, as an organization that deemed very well in handling many issue by international community, not remain silent in protecting Human Rights. As organization ASEAN started pay attention to the issue in 1993 until the ASEAN Charter 2008. Instead of change the principle that has been practiced in decades, ASEAN established a commission to protect and promote Human Rights named AICHR and declared a declaration regarding Human Rights named ADHR."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 1997
341.48 MAJ t
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia , 1994
341.48 HAK
Buku Teks SO  Universitas Indonesia Library
cover
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>