Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 135177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Zulkifli
"Tesis ini merupakan hasil penelitian yang menggambarkan kemauan politik masyarakat dalam proses pembentukar. Kota Subulussalam. Pentingnya penelitian ini didasarkan kasus pemekaran Kabupaten Mamasa dimana pada pasca pemekaran Kabupaten Mamasa terjadi pertikaian berdarah antar kelompok masyarakat yang pro dan kontra terhadap pemekaran. Dan Kasus pemekaran Kabupaten Mamasa menunjukkan bahwa tahap kemauan politik masyarakat dalam pemekaran daerah berpotensi menimbulkan permasalahan sehingga perlu diperhitungkan secara hati-hati terutama di daerah-daerah yang memiliki masyarakat yang heterogenitasnya tinggi dari sisi SARA. Disamping itu dari kasus Mamasa juga menunjukkan bahwa kemauan politik masyarakat yang didasarkan pernyataan-pernyyataan tertulis belum dapat menentukan kemauan politik masyarakat yang sesungguhnya. Begitupun dalam pemekaran Kota Subulussalam yang penduduknya heterogen secara kesukuan dimana terdapat suku yang mayoritas dan suku minoritas, disamping itu kemauan politik masyarakat dalam pemekaran Kota Subulussalam hanya didasarkan oleh pemyataan-pemyataan tertulis dari berbagai komponen masyarakat. Merujuk kenyataan empiris seperti yang terjadi di Kabupaten Mamasa maka dalam pembentukkan Kota Subulussalam pertu untuk dikaji dan diteliti Iebih mendalam dengan melihat alasan-alasan masyarakat untuk memekarkan daerah dan partisipasi masyarakat dalam proses pemekaran.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang menghasilkan data deskriptif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan, observasi dan wawancara dengan para informan penelitian. Pemilihan informan dilakukan dengan menggunakan teknik "Purposive Sampling' (penarikan sampel secara sengaja), dimana informan dipilih berdasarkan informasi yang dibutuhkan dari orang-orang yang menjadi pelaku pemekaran Kota subulussalam. Jumlah Informan sebanyak 23 Orang yang terdiri dari Bupati Aceh Singkil, Ketua DPRD, Anggota DPRD Kabupaten Aceh Singkil dan pimpinan partai politik yang berasal dari wilayah Kota Subulussalam, Camat Simpang Kin, Panitia Persiapan Pembentukan Pemerintah Kota Subulussalam serta masyarakat di wilayah Kota Subulussalam. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan faktor-faktor yang mendorong masyarakat dalam pembentukan Kota Subulussalam dan mendeskripsikan proses dan bentuk partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan Kota Subulussalam.
Dari hasil penelitian ditemukan tiga alasan yang menjadi pendorong masyarakat untuk memekarkan Kota Subutussalam yaitu Pertama, dimensi politik dalam pemekaran Kota Subulussalam didasarkan adanya latar belakang berupa kekecewaan masyarakat yang mengalami kekalahan dalam perebutan ibukota pada awal pembentukan Kabupaten Aceh Singkil dan adanya ketentuan peraturan perundangan yang membuka peluang untuk memekarkan daerah. Selanjutnya karena terdapat kesamaan secara sosial budaya di masyarakat dalam wilayah Kota Subulussalam dan adanya sejarah kejayaan masa lalu yang pemah dialami oleh masyarakat Kota Subulussalam. Kedua, dimensi administrasilteknis dalam pemekaran Kota Subulussalam yaitu karena luas wilayah Kabupaten Aceh Singkil yang sangat luas menyebabkan panjangnya rentang kendati pemerintahan dari Kecamatan-Kecamatan yang berada dalam wilayah Kota Subulussalam ke pusat Kabupaten sehingga menyulitkan masyarakat untuk mendapatkan pelayanan, disamping itu dengan wilayah yang Iuas menyebabkan pembangunan wilayah Kota Subulussalam belum optimal. Ketiga, dimensi kesenjangan wilayah dalam pemekaran Kota Subulussalam yaitu adanya potensi wilayah yang berupa letak yang sangat strategis dimana Kota Subulussalam merupakan pintu masuk yang menghubungkan Sumatera Utara dan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dengan Ietaknya yang strategis ini diharapkan dengan adanya status daerah yang Iebih tinggi akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dibandingkan masih bergabung dengan Kabupaten Aceh Singkil.
Dari hasil penelitian juga ditemukan partisipasi masyarakat dalam proses pemekaran Kota Subulussalam melalui kegiatan masyarakat dalam melakukan komunikasi politik yang menyebarluaskan berita-berita mengenai peluang untuk memekarkan Kota Subulussalam. Kemudian partisipasi masyarakat selanjutnya adalah dengan melakukan kegiatan membentuk kesepakatan bersama untuk membentuk pemekaran Kota Subutussalam melalui musyawarah yang diikuti oleh berbagai komponen masyarakat. Berikutnya masyarakat berpartisipasi melalui kegiatan membentuk panitia persiapan pembentukan Kota Subulussalam dimana elemen masyarakat yang terlibat sebagai anggota dalam kepanitiaan ini melakukan kegiatan pendekatan-pendekatan terhadap para pejabat politik dan pemerintahan. Bentuk masyarakat berpartisipasi dalam pembentukan Kota Subulussalam dengan memberikan sumbangan baik berupa uang, tanah, tenaga, jasa dan pemikiran serta dengan melakukan kegiatan memperindah wajah Kota Subulussalam dengan melakukan pengecatan dan pemasangan lampu hias di sepanjang jalan menuju Kota Subulussalam.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan terdapat kemauan politik yang lahir dari masyarakat dalam proses pembentukan Kota Subulussalam baik dalam bentuk pemikiran, keinginan dan harapan maupun dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang dilakukan masyarakat."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T22130
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Irwan
"ABSTRAK
Penelitian ini difokuskan kepada faktor-faktor apa saja yang menyebabkan dilaksanakannya kebijakan pemekaran Kabupaten Aceh Singkil, serta juga dilihat keadaan pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan baik sebelum maupun setelah Kabupaten ini dimekarkan. Untuk menjawab pertanyaan tentang dilaksanakannya pemekaran Kabupaten, serta menganalisa pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pendapatan sangat erat kaitannya dengan peluang Pemerintah daerah untuk melakukan proses pemberdayaan terhadap masyarakatnya.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan jenis penelitian analisis data primer dan sekunder, data yang dikumpulkan dari beberapa kantor atau pelaku ekonomi didaerah lokasi penelitian, terutama data-data ekonomi setelah dimekarkan sebagai pembanding pada waktu belum dimekarkan. Dalam penelitian juga dilakukan metode observasi langsung dalam bentuk wawancara dengan beberapa unsur yang terkait dengan sejarah pemekaran Kabupaten, hingga Kabupaten tersebut berdiri pada Tanggal 27 April Tahun 1999.

Dari basil penelitian yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa bahwa pemekaran Kabupaten Aceh Singkil disebabkan oleh faktor-faktor seperti : pertama, faktor latar belakang sejarah, dimana Kota Singkil sejak Tahun 400 sebelum masehi telah menjadi pusat pelabuhan perdagangan didaerah pesisir pantai barat Sumatera. Pada zaman Belanda (VOC) Kota Singkil mengalami puncak kejayaan sebagai Kota perdagangan yang banyak disinggahi pihak asing, termasuk Amerika Serikat dan Inggris untuk memperoleh rempahrempah dari Kota Singkil. Perjalanan sejarah ini, menyebabkan Singkil pada awal kemerdekaan dijadikan sebagai sebuah Kewedanaan Singkil yang tunduk dibawah Resident (Bupati) Aceh Barat. Pemekaran Kabupaten Aceh Singkil, selain faktor sejarah juga erat kaitannya dengan adanya faktor etnisitas yang secara tidak Iangsung sangat berpengaruh terhadap eksistensi warga wilayah kewedaaan Singkil dengan warga dari Kabuten induk (Kabupaten Aceh Selatan). Dimana masyarakaat eks Kewedanaan Singkil (dianggap masyarakat pendatang dari Suku Batak - Fak-fak dan Minang/Barus dari Sumatera Barat), kenyataan ini membuat warga Singkil dijadikan warga kelas dua dari Kabupaten induk (Kabupaten Aceh Selatan). Luasnya wilayah Kabupaten induk (Kabupaten Aceh Selatan) juga menjadi pertimbangan tersendiri, karena lamanya jarak tempuh antara Singkil dengan Kabupaten induk menyebabkan kurang terpenuhinya pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Faktor terjadinya pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan dengan pemekaran Kabupaten Aceh Singkil juga telah menyebabkan cepatnya terjadi proses pemerataan pendapatan secara baik. Dengan penduduk sedikit, luas wilayah dan potensi pertumbuhan ekonomi yang sangat menggembirakan, upaya untuk mensejahterakan masyarakat melalui berbagai peluang pemberdayaan juga semakin banyak bisa dilakukan oleh Pemerintah daerah dan masyarakat.

Kesimpulan, bahwa kebijakan pemekaran Kabupaten Aceh Singkil sangat disambut baik oleh Pemerintah maupun masyarakat. Faktor pemekaran tidak hanya dilihat dari tuntutan sejarah, politik etnik dan luas wilayah, akan tetapi yang lebih substansi dari itu semua adalah : Pemerintah dan masyarakat mendapat peluang dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk membebaskan masyarakat dari lilitan kemiskinan.

Saran dalam Tesis ini bahwa, pemekaran Kabupaten tidak semata-mata melihat unsur perbedaan etnik dan budaya dalam suatu wilayah tertentu, karena justru kebijakan seperti itu akan mempersempit makna dari sebuah rasa nasionalisme dan kebangsaan kita sebagai bangsa yang bhinneka tunggal ika.
"
2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Doharni Susilawaty
"Perubahan yang dihembuskan lewat reformasi pada akhir 1997 dan mencapal puncaknya pada Mel 1998, telah membawa banyak pembahan yang sangat besar. Perubahan tersebut tidak hanya di tingkat negara, tetapi merambat sampal ke daerah kabupahen/kota, kecamatan sampal ke desa-desa. Dalam bldang tata pemerintahan terjadi pula perubahan yang sangat signifikan. Hal ini ditandai dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 lahun 1999 tentang Pemerintah Daerah, yang berimpllkasl pada kewenangan dan kebijakan yang sebelumnya di era ORBA adalah dominan one hand control atau sentralisasi mulal didesentralisasikan kepada daerah melalui pemberian otonoml daerah. Hal Ini secara langsung membuka peluang bagl masyarakat dl tlngkat lokal baik Kabupaten/Kota, kecamatan sampal di desa/kelurahan untuk menyampaikan asplrasi mereka secara partisipatif dan berperan leblh aktif dalam mengisi pembangunan tersebut sesuai kebutuhan, kemampuan/potensi, kondisl sosial, ekonomi, politik, budaya, Serta keanekaragaman daerah.
Undang-undang No. 22 tahun 1999 telah memberlkan jaminan legal formal kepada masyarakat di daerah untuk terlibat juga di dalam pembangunan. Hal inilah yang kemudian mendorong masyarakat di kabupaten Tapanuli Selalan Khususnya dl kecamatan Batang Angkola dan Sayur Matinggi untuk berpartisipasi dalam mengusung keinglnan mereka agar kecamatan Batang Angkola dimekarkan dan Kecamatan Sayur Matinggi menjadl kecamatan defenitif baru.
Namun untuk dapat mewujudkan hal tersebut diperlukan ruang partlsipasl yang kondusif serta jalur akses yang tepat untuk memfasllitasi asplrasl dan partlslpasl aktlf masyarakat. Karena partislpasl tidak terjadi dldalam ruang hampa, dan partlslpasl adalah sebuah dlnamika.
Berkaltan dengan kebijakan pemerintah daerah kabupaten Tapanuli Selatan dalam merencanakan pemekaran dlrespon saat penyampalan Surat Bupatl Tapanuli Selatan Nomor. 130.04 /7134 langgal 21 Agustus 2001 tentang Laporan Pertanggungjawaban Tahunan Bupati Tapanuli Selalan TA. 2000 dengan tanggapan positif darl beberapa fraksl di DPRD. Dimana dlsebutkan bahwa kegiatan penyempumaan penyelenggaraan pemerintah hendaknya leblh dltujukan pada penyempumaan dl bidang kelembagaan, ketalalaksanaan, kepegawaian dan fasilitas sarana dan prasarana serta pelaksanaan fungsl dan peran aparatur pemerintah desa. Supaya tetap terpelihara, dltingkatkan dan dikembangkan dalam melayani, mengayomi, menggerakkan dan menghargal prakarsa dan peran aktif masyarakat dalam mengisi pembangunan.
Tesis inl bertujuan untuk memperoleh gambaran partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran Kecamatan Batang Angkola dl Kabupaten Tapanuli Selatan era otonomi daerah (2001-2003), apakah partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola adalah partisipasi yang murni/otonom/mandiri atau partisipasi mobilisasi/manipulasi atau gabungan keduanya. Serta untuk mengetahui faktor-faktor penghambat partisipasi masyarakat kecamatan Batang Angkola dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola.
Metndologi penelitian yang digunakan dalam penelitian Ini adalah menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Teknik pengambilan sampel (Informan) menggunan Teknik purposive sampling untuk menentukan informan yang mengetahui topik penelitian dan merupakan para pelaku dan secara langsung mengikuti proses perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola (2001-2003).
Penelitian partisipasl masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola ini mengacu kepada pendapat dan teorl para ahli yaltu Soetrisno Loekman, Abe, Okley dan IDS (International Development Studies). Secara garis besar dapat disimpulkan Partisipasi masyarakat kecamatan Batang Angkola dalam upaya perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola (Agustus 2001 sampai pada bulan April tahun 2003) hanya berada pada pelaksanaan forum sosialisasl perencanaan pemekaran kecamatan yang dilaksanakan sebanyak 3 (tiga) kali. Bentuk partlslpasl berupa dukungan dana, beras, tanah ulayat, keahlian dan ketrampilan, pendapat dan masukan serta upaya masyarakat dalam forum tersebut untuk mempengaruhi keputusan-keputusan yang dlambll serta inisiatif membentuk Forum Peduli Kecamatan Pembantu Batang Angkola Jae (09 Februari 2001) sebagai forum yang berupaya menekan dan mempengaruhi pemerlntah daerah kabupaten dalam kebljakan pemekaran kecamatan Batang Angkola.
Faktor penghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola, di antaranya berasal dan masyarakat, pemerlntah dan faktor eksternal yang kurang mendukung. Kondisi masyarakat yang maslh kurang memahaml haknya sebagal warga negara untuk berpartisipasl dan makna partisipasl itu sendiri, adalah kendala tersendiri yang menyebabkan masyarakat bersifat apatis, diam dan ?nrimo? (budaya diam) terhadap hal-hal yang ditetapkan oleh pernerintah kabupaten Tapanuli Selatan.
Terlalu dominannya posisi pemerintah dalam proses perencanaan pemekaran kecamatan Batang Angkola tersebut juga menghambat pelaksanaan konsultasi, diskusi, pengambilan keputusan dan kontrol masyarakat. Faktor penghambat lain adalah adanya sistem pemerintahan yang cenderung sentralistik menjadlkan masyarakat bersifat paslf, mengekor dan takut mengambil inisiatif dan hidup dalam budaya petunjuk. DIi samping itu kendala Iainnya adalah maslh minimnya sarana dan prasasana pendukung bagi terwujudnya partisipasi masyarakat, misalnya dalam hal belum adanya pedoman mekanlsme perencanaan pemekaran kecamatan, tidak adanya mekanlsme serta sarana pengaduan masyarakat dalam pelaksanaan pengawasan dan kontrol serta belum dijadikannya variabel partisipasi masyarakat dalam tata cara pembentukan kecamatan.
Mengingat pentingnya Forum Perencanaan Pemekaran Kecamatan dan Musrenbang sebagal sarana dan ruang publik bagi masyarakat kecamatan, maka periu dladakan perubahan cara berpikir, prosedur, mekanisme dan cara bertindak dalam penencanaan pemekaran kecamatan ke depannya. Selaln itu telah dfbuktikan bahwa tidak selamanya mobilisasi itu buruk, mengingat masyarakat Indonesia telah cukup lama berada dalam suasana pemerintahan sentralistik-otoriter sekalipun dalam tata pemerintahan sudah mengalami reformasi. Perubahan perlu dladakan secara perlahan dengan melihat kepada kondisi nyata dan sosial budaya masyarakat setempat."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22155
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"The establishment of acts is part of state authority, it shall be transparent and accountable. It also needs public participation. Thus it will produce a democratic act and it will be beneficial to the society. Furthermore it is able to embody good governance in accordance with the constitution 1945. "
JHUII 13:1 (2006)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
S5895
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yhannu Setyawa
"Hukum merupakan refleksi dinamika peradaban manusia. Hukum hadir menata pergaulan hidup antar dan diantara warganya, merupakan rangkaian norma yang mengarah pencapaian keadaan tertentu dengan mengatur tindakan serta perilaku manusia secara sadar. Hukum yang baik harusnya sesuai dan sejalan dengan aspirasi warganya. Akan tetapi, selama beberapa kurun waktu, Pemerintah Indonesia menganggap hukum sebatas serangkaian aturan mengikat berbentuk teks tertulis yang Iahir berdasarkan mekanisme dan kewenangan formal Iembaga- lembaga negara. Akibatnya, beberapa kali terjadi ledakan protes warga menuntut produk hukum yang telah dihasilkan diubah atau dibatalkan keberlakuannya. Tesis ini berupaya menelusuri latar belakang lahirnya sikap kritis warga terhadap hadirnya berbagai produk hukum pemerintah yang meniadakan partisipasi warganya. Pembahasan dan analisa tidak sebatas merujuk peraturan hukum positif sehingga jenis penelitian tergolong yuridis sosiologis. Data yang terhimpun diolah secara sistematis, dianalisis secara kualitatif kemudian diuraikan secara deskriptif.
Berdasarkan penelitian, terungkap relasionalitas antara ketidakefektifan produk hukum, misalnya undang-undang sebagai akibat ketidakpatuhan warga. Fenomena tersebut muncul karena dalam penyusunan undang-undang, pemerintah menihilkan peran partisipasi warga. Seharusnya rakyatlah pembentuk hukum yang utama, maka tepat jika rakyat diberi ruang berpartisipasi dalam setiap perumusan produk hukum di Indonesia. Bila tidak, wajar jika Rakyat Indonesia bertindak kritis memperjuangkan hak keterlibatannya. Partisipasi kritis warga sangat ditentukan oleh akses berpartisipasi termasuk terpenuhinya hak informasi dan terbukanya ruang bagi warga untuk turut dalam penyelesaian sengketa pasca operasionalisasi suatu produk hukum. Sikap kritis, secara obyektif berimplikasi terhadap daya ikat dan keberlakuan produk hukum.
Semoga pada masa yang akan datang, setiap perumusan dan penyusunan undang-undang di Indonesia senantiasa diawali dengan komunikasi timbal balik, antara eksekutif (pemerintah) dan legislatif sebagai drafter dengan rakyat selaku warga negara yang sejatinya adalah pemilik kedaulatan."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T22889
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yazid
"Otonomi daerah yang di tandai oleh perubahan formal relasi kekuasaan antara pemerintah pusat dengan daerah banyak memberikan harapan yang baik menuju good local governance, akan tetapi banyak juga menyisakan persoa|an yang perlu untuk di perhatikan, salah satunya adalah, pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat ke daerah tidak di ikuti oleh aturan hukum yang jelas, yakni sejauh- mana pelimpahan kekuasaan tersebut di kelolah oleh pemerintahan daerah. hal ini merupakan suatu masalah yang harus di perhatikan.
Dalam proses pembuatannya APBD Kota Malang jauh dari keterlibatan aktif dari masyarakat Iokal Kondisi inilah yang menjadikan partisipasi masyarakat lokal menemukan titik urgensinya. Dalam kaitan itu, Tesis ini berusaha menjawab, bagaimana partisipasi masyarakat lokal dalam kebijakan publik khususnya bidang anggaran pendapatan dan belanja daerah, serta hambatan-hambatan yang di hadapi ?
Dengan menggunakan teknik wawancara mendalam dan studi pustaka, data-data yang, mendukung, dikumpulkan kemudian dianalisa dengan menggunakan analisa kualitatif. Dari analisa tersebut penulis menemukan bahwa: partisipasi masyarakat lokal dalam penyusunan APBD di Kota Malang jauh dari yang diharapkan, bentuk-bentuk partisipasi masyarakat yang di lakukan oleh OMS (organisasi masyarakat sipil) belum memberikan suatu yang berdampak pada terciptanya APBD yang berpihak pada kebutuhan riil masyarakat."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2005
T22494
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Although fully by additional law,but decentralization policy of autonomic area always contains problems.Including matter of policy implementing process which partly yields in asset conflict between many regency and decentralization regency
"
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Fikarwin Zuska
"This paper deals with the regional partition which do not always take place due to the considerations as commonly stated in official explanations, and also it does not like the outcome of the scientific analysis on the interests of local elites in efforts to devide regions for seizing local power in the new regions. In addition, this paper also shows that ethnic politics is often interwined with the region partitions. The local elite politically quite often to put forward ethnicity and identity loyalties as a political resources for demanding the regional division. Ethnic identity and the usage of collective ethnic identity as a never lasting prime mover. These can be politically seen from ethnic Pakpak behaviors in encountering ethnic Batak Toba in their own territory regarding the establishment of Great Pakpak province."
2012
PDF
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Saifudin
"ABSTRAK
Gerakan reformasi 1998 telah melahirkan tuntutan demokratisasi dalam bentuk pemberdayaan rakyat di berbagai aspek kehidupan kenegaraan. Pembentukan UU sebagai bagian dari mengatur negara, dituntut pula adanya transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Hal ini akan melahirkan produk UU yang demokratis dan berguna bagi penataan negara menuju texwujudnya good governance dengan UUD 1945 sebagai landasan konstitusionalnya. Dalam penelitian ini diajukan satu masalah pokok yaitu : bagaimana partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU di era reformasi ?? Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi hukum khususnya sosiologi perundang-undangan.
Kerangka teori yang dibangun untuk pcmecahan masalah pokok tersebut adalah mengacu pada teori demokrasi dan teori pembentukan UU. Perrama, teori demokrasi harus dipahami bahwa lernbaga perwakilan dalam mengambil keputusan yang bertalian dengan state policy berupa pembentukan UU harus membuka bagi adanya akses publik untuk ikut berpartisipasi dalam proses pembentukannya Kedua. teori pembentukan UU harus diletakkan dalam konteks sosial masyarakat yang menampung konflik nilai dan kepentingan di masyarakat yang akan diputus oleh lembaga legislatif.
Dalam penelitian yang dilakukan terhadap tiga UU yaitu UU Sisclilmas, UU Pemilu dan UU Keténagakerjaan ditemukan adanya berbagai hal sbb. : Pertama, proses pembentukan UU di era reformasi memperlihatkan telah terjadi perubahan baik dilihat dari aspck kelembagaan DPR, aspek kepentingan masyarakat, aspek pengaturannya dan aspek pembahasan RUU. Kedua, partisipasi masyarakat dalam proses pembentukan UU dapat diidentifikasi dalam pelaku partisipasi, bcntuk partisipasi, cara partisipasi, materi partisipasi, penyerapan panisipasi dan tahap-tahap partisipasi dalam pembentukan UU.
Keriga, partisipasi masyarakat yang dilakukan terhadap proses pembentukan tiga UU yang diteliti, dapat mewamai dalam berbagai proses pembahasan pembentukan UU, sehingga produk UU yang dihasilkannya mendekati rasa kea/dilan, kepatuhan dan kepastian hukum masyarakat. Keempat, proses pembcntukan UU di era reformasi telah membuka akses publik dan melibatkan berbagai kekuatan politik dalam masyarakat. Hal ini pada dasamya rnempakan langkah ideal dalam proses pembentukan UU di era reformasi, dan dari sudut pandang sosiologi penmdang-undangan, UU merupakan endapan konflik nilai dan kepentingan yang secara politis diformulasikan dalam aturan hukum oleh lembaga legislatifi Akan tetapi, semua kondisi dalam proses pembentukan UU di era reformasi tersebut Blum disertai dengan perangkat peraturan perundang- undangan yang memadai.
Atas dasar uraian di atas, maka perlu dilakukan perubahan terhadap UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan khususnya yang berkaitan dengan pengaturan partisipasi masyarakat, Dengan demikian, akan terdapat dasar pijakan peraturan yang memadai guna memperkuat pemberdayaan rakyat melakukan partisipasi dalam proses pembemukan UU.

Abstract
Reformation movement in 1998 has brought demand for democratization in the form of the people empowerment in various aspects of state activities. Law-making is a part of regulating state, is also demanded to transparency, particmation and accountable. This will create legisaltion products that democratic and benefit for arrangement of state to bring into good governance with the 1945 Constitution as basic constitutional. In this rearch , I will examine one main problem : how public participation in legislative process? This rearch employs a sociological perspective, especially socioloy of legislation.
Theoritical framework formulated to solve the main problem is to base on democratic theory and law-making theory. Firstly, the democratic theory must be understood that constitutional bodies involved in the process of law making in taking decision related to state policy in law-making must be open to public access to participate. Secondly, the law-making theory must be put in the social context that accommodates conflicts of value and interest in society that will be decided by legislative institution.
The research focuses on three leislations, t.e. Act on National Education System, Act on General Elections, and Act of Labor and the result shows as follos : First, the law-making process in the reformation era has occurred changes in saveral aspects, such as representative institution, public interest, regulatory and law-making process.
Second public participation in the law-making process can identfed in several matters, such as people who participate, form of participation, method of participation. subject matter of participation, absord of participation. and stages of part icipation. Third public participation conducted in law -making process of the three Acts can affect in various law making process. Therefore, it is expected that legislotions enacted close to justice, compliance and legal certainty for society. For, lar making-process in the reformation era has opened public access and involved various political forces and society. This is basically an ideal step in law-making process in the reformation era and viewed from sociology of legislation. act is accumulation conflicts of value and interests which is politicalbrformulated in regulation by legislative body. However, all circumstances in the law-making process have not been equmped by a set of legislation sufficiently.
Hence, it is necessary to amend Act No. l 0 Year 200-I on Legislation Making Process, especially related to public participation. This amendement is expected to become a srjjicient basic regulatory for strengthening public participation in law-making process.
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D607
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>