Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 182470 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Dewi Roehyantini
"Tujuan : Mengetahui perbandingan respons terapi dan Disease Free Survival pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang dilakukan pengobatan kemoradiasi dan radiasi.
Tempat : Ruang rawat Paviliun ERIA dan Poliklinik Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN-Cipto Mangunkusumo.
Rumusan Data : Penelitian ini bersifat uji klinik retrospektif.
Bahan dan Data Kerja : 278 pasien kanker serviks mendapat terapi lengkap selama kurun waktu 1997-2004. Terbagi 2 kelompok terapi, 199 kasus (1997-2000) adalah kelompok radiasi dan 79 kasus (2001-2004) adalah kelompok kemoradiasi. Kedua kelompok diikuti sampai dengan 1 tahun setelah selesai terapi. Kejadian yang dinilai adalah respons terapi serta adanya residif dan dihitung waktu babas tumor untuk menentukan disease free survival.
Hasil : Respons Berdasarkan Jenis Terapi :Respons komplit kelompok radiasi 179 kasus (89,95%), 14 kasus respons parsial (7,04%), 4 kasus nonrespons (2,01%) dan 2 kasus progresif (1,01%). Respons komplit kelompok kemoradiasi 73 kasus (92,41%), 4 kasus respons parsial (5,06%), 1 kasus nonrespons (1,27%) dan 1 kasus progresif (1,27%), (p = 0,899). Respons terapi pada stadium lanjut: Kelompok radiasi : komplit respons pada 99 kasus, Parsial respons 8 kasus, progresif 2 kasus. Kelompok kemoradiasi : komplit respons 63 kasus, parsial respons 3. dan 1 kasus progresif, (p . 0,05).
Disease Free Survival Berdasarkan Jenis Terapi :DFS kelompok radiasi 1 tahun 87,07%, sedangkan kelompok kemoterapi 81,66%. DFS kelompok radiasi 2 tahun 79,81%, sedangkan kelompok kemoterapi 68,6%. (p = 0,405). Disease Free Survival pada Stadium Lanjut :Kelompok radiasi DFS 85% pada 1 tahun dan 71,58% pada 2 tahun.Kelompok kemoradiasi 81% pada 1 tahun, 2 tahun sebesar 66,77%, dengan peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali.
Kesimpulan : Respons terapi kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Ditinjau dari Disease Free Survival dan laju rekurensinya, perlakuan kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna. Peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali dibanding dengan terapi radiasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dewi Rochyantini
"Tujuan : Mengetahui perbandingan respons terapi dan Disease Free Survival pasien kanker serviks stadium lokal lanjut yang clilakukan pengobatan kemoradiasi dan radiasi.
Tempat : Ruang rawat Paviliun ERIA dan Poliklinik Onkologi, Departemen Obstetri dan Ginekologi RSUPN-Cipto Mangunkusumo.
Rumusan Data : Penelitian ini bersifat uji klinik retrospektif.
Bahan dan Data Kerja : 278 pasien kanker serviks mendapat terapi lengkap selama kurun waktu 1997-2004. Terbagi 2 kelompok terapi, 199 kasus (1997-2000) adalah kelompok radiasi dan 79 kasus (2001-2004) adalah kelompok kemoradiasi. Kedua kelompok diikuti sampai dengan 1 tahun setelah selesai terapi. Kejadian yang dinilai adalah respons terapi serta adanya residif dan dihitung waktu babas tumor untuk menentukan disease free survival.
Hasil : Respons Berdasarkan Jenis Terapi :Respons komplit kelompok radiasi 179 kasus (89,95%), 14 kasus respons parsial (7,04%), 4 kasus nonrespons (2,01%) dan 2 kasus progresif (1,01%). Respons komplit kelompok kemoradiasi 73 kasus (92,41%), 4 kasus respons parsial (5,06%), 1 kasus nonrespons (1,27%) dan 1 kasus progresif (1,27%), (p = 0,899). Respons terapi pada stadium lanjut: Kelompok radiasi : komplit respons pada 99 kasus, Parsial respons 8 kasus, progresif 2 kasus. Kelompok kemoradiasi : komplit respons 63 kasus, parsial respons 3. dan 1 kasus progresif, (p > 0,05). Disease Free Survival Berdasarkan Jenis Terapi :DFS kelompok radiasi 1 tahun 87,07%, sedangkan kelompok kemoterapi 81,66%. DFS kelompok radiasi 2 tahun 79,81%, sedangkan kelompok kemoterapi 68,6%. (p = 0,405). Disease Free Survival pada Stadium Lanjut :Kelompok radiasi DFS 85% pada 1 tahun dan 71,58% pada 2 tahun.Kelornpok kemoradiasi 81% pada 1 tahun, 2 tahun sebesar 66,77%, dengan peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali.
Kesimpulan : Respons terapi kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak berrnakna.Ditinjau dari Disease Free Survival dan laju rekurensinya, perlakuan kelompok kemoradiasi tidak lebih baik dibandingkan dengan kelompok radiasi, namun secara statistik tidak bermakna.Peluang residif terapi kemoradiasi 1,09 kali dibanding dengan terapi radiasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Amalia Primahastuti
"Latar belakang: Kanker kepala dan leher merupakan salah satu kanker yang berisiko tinggi malnutrisi. Pada kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal, radioterapi dengan atau tanpa kemoterapi merupakan terapi pilihan dan berkaitan dengan berbagai efek samping yang berperan dalam penurunan asupan makan dan berefek negatif pada status nutrisi. Tata laksana nutrisi bertujuan untuk mengurangi risiko malnutrisi, mendukung keberhasilan terapi kanker, meningkatkan kualitas hidup, serta menurunkan angka morbiditas dan mortalitas. Pemberian terapi nutrisi berupa konsultasi individu yang meliputi perhitungan kebutuhan energi, makronutrien, mikronutrien, dan nutrien spesifik, serta pemberian medikamentosa bila diperlukan.
Metode: Pasien pada serial kasus ini berjumlah empat orang dengan rentang usia 3055 tahun. Dua dari empat pasien mendapat kombinasi kemoterapi. Hasil skrining keempat pasien dengan malnutrition screening tools (MST) didapatkan skor ≥2. Kebutuhan energi total dihitung menggunakan persamaan Harris-Benedict yang dikalikan dengan faktor stres sebesar 1,4. Pemantauan yang dilakukan berupa anamnesis keluhan subyektif dan analisis asupan, pemeriksaan fisik, antropometri, massa otot skelet, massa lemak, kekuatan genggam tangan, dan hasil laboratorium. Pemantauan dilakukan secara rutin dengan frekuensi satu kali per minggu untuk menilai pencapaian target nutrisi.
Hasil: Terapi nutrisi dapat meningkatkan asupan protein dan nutrien spesifik, namun tidak dapat mencegah penurunan BB, massa otot skelet, dan kekuatan genggam tangan pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi radiasi dengan atau tanpa kemoterapi.
Kesimpulan: Tata laksana nutrisi pada pasien kanker kepala dan leher stadium lanjut lokal yang menjalani terapi kanker dapat memberikan efek positif pada asupan nutrien pasien.

Introduction: Head and neck cancer is one of malignancy with higher risk of malnutrition. Treatment of choice for locally advanced head and neck cancer is radiotherapy with or without chemotherapy and is associated with various side effects that may decrease food intake and negatively affect nutritional status. The aim of nutrition management is to reduce the risk of malnutrition, to support the success of cancer therapy, to enhance the quality of life, and to reduce morbidity and mortality. Nutrition therapy in the form of consultation includes calculation of energy needs, macronutrient, micronutrient, and specific nutrients, as well as drug therapy when needed.
Methods: This case series consist of four patients between 3055 years old. Half of the patients received combination with chemotherapy. All patients had screening score with malnutrition screening tools (MST) ≥2. The total energy requirement was calculated using Harris-Benedict equation then multiplied with stress factor 1.4. Monitoring was done by anamnesis of subjective complaints and food intake, physical examination, anthropometric, muscle mass, fat mass, hand grip strength, and laboratory results. Monitoring was performed frequently once a week to assess the accomplishment of nutritional target.
Results: Nutrition therapy could improve intake of protein and specific nutrients, but couldn't prevent weight loss, a decrease in muscle mass and hand grip strength in locally advanced head and neck cancer patients receiving radiation therapy with or without chemotherapy.
Conclusion: Nutrition management in locally advanced head and neck cancer patients receiving anticancer therapy positively affect patient's nutrient intake.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Nastiti Rahajeng
"Tujuan: Mengetahui kesintasan hidup, respon pengobatan dan faktor yang mungkin mempengaruhi dalam penanganan karsinoma nasofaring stadium lokal lanjut.
Metode: Dilakukan penelitian retrospektif deskriptif analitik terhadap 391 pasien karsinoma nasofaring stadium lokal lanjut yang berobat di Departemen Radioterapi RSCM periode Januari 2007-Desember 2011, dilihat karakteristik pasien maupun tumor. Analisis kesintasan dihitung dengan kurva Kaplan Meier dan respon radiasi dianalisa menggunakan uji korelasi Spearman pada pasien yang memenuhi kriteria inklusi.
Hasil: Didapatkan 70.6% pasien adalah laki laki, median usia 45 (9-86) tahun. Sebagian besar stadium IVB (32,7%) dengan tipe histopatologis WHO III paling dominan (82,4%) Kesintasan hidup 3 dan 5 tahun untuk masing-masing stadium IIB, III, IVA, IVB berturut-turut adalah 64,9%, 57,6%, 47,4%, 48,0% dan 64,9%, 43,2%, 34,3%, 26,6%. Sedangkan respon komplit untuk masing-masing stadium IIB, III, IVA, IVB berturut-turut 83,3%, 73,3%, 52,6%, 45,8%. Terdapat korelasi bermakna antara respon radiasi dengan stadium (r=0,242;p=0,038) dan antara respon radiasi dan kesintasan hidup (r=-0,251;p=0,031).

Purpose: To show the overall survival rate, radiation response and factors influenced on locally advanced nasopahryngeal cancer.
Method: Retrospective analytic descriptive study of 391 newly diagnosed locally advanced nasopharyngeal cancer patients from January 2007 till December 2011, to show their characteristics. Overall survival rate were analyzed by Kaplan Meier Survival curve and the radiation response correlation with other factors were analyzed by Spearman correlation test.
Result: Most of the subjects are male (70.6%), with median age 45 (9-86) years old. Mainly on stage IVB (32,79%) with the most hystopalogic was type III WHO (82,4%). All of the subjects were analyzed for 3 and 5 years overall survival, resulted for stage IIB, III, IVA, IVB were 64,9%, 57,6%, 47,4%, 48,0% dan 64,9%, 43,2%, 34,3%, 26,6% respectively. Complete respons for stage IIB, III, IVA, IVB were 83,3%, 73,3%, 52,6%, 45,8%, respectively. There were significant correlation between radiation response and cancer stadium (r=0,242;p=0,038) and between radiation response with overall survival rate (r=-0,251;p=0,031).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2012
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rima Novirianthy
"Pendahuluan Toksisitas akut radiasi merupakan suatu proses yang diawali dengan kerusakaPendahuluan: Toksisitas akut radiasi merupakan suatu proses yang diawali dengan kerusakan sel normal. Malondialdehyde (MDA) merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang merupakan biomarker stres oksidatif. Catalase (CAT) adalah antioksidan enzimatik yang mengkatalisis H2O2 menjadi air dan oksigen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar MDA dan aktivitas CAT dapat dijadikan prediktor derajat toksisitas akut radiasi pada kanker serviks stadium lanjut lokal.
Metode penelitian: Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terhadap 30 pasien kanker serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo dari Juli sampai September 2013. Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas CAT dilakukan sebelum radiasi dan fraksi ke-15 dengan menggunakan spektrofotometer. Derajat toksisitas akut radiasi dinilai tiap minggunya selama radiasi eksterna dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria RTOG.
Hasil: Didapatkan rerata kadar MDA serum sebesar 7,6 +/- 1,2 nmol/mL, dan median aktivitas CAT sebesar 0,95 (0,80 ? 1,36) U/mL. Pasca 15 kali RE didapatkan peningkatan kadar MDA serum menjadi 9,5 +/- 1,9 nmol/mL (p<0,001) dan penurunan aktivitas CAT menjadi 0,82 (0,71 ? 0,96) (p<0,001). Tidak ditemukan hubungan yang bermakna antara kadar MDA dan aktivitas CAT awal serta perubahannya terhadap kejadian toksisitas akut radiasi (p>0,05).
Kesimpulan: Hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa radiasi maupun kemoradiasi terbukti menyebabkan peningkatan kadar MDA dan penurunan aktivitas CAT pada kanker serviks stadium lanjut lokal, akan tetapi kadar MDA dan aktivitas CAT tidak dapat menjadi prediktor terhadap toksisitas akut radiasi.n sel normal Malondialdehyde MDA merupakan produk akhir dari peroksidasi lipid yang merupakan biomarker stres oksidatif Catalase CAT adalah antioksidan enzimatik yang mengkatalisis H2O2 menjadi air dan oksigen Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah kadar MDA dan aktivitas CAT dapat dijadikan prediktor derajat toksisitas akut radiasi pada kanker serviks stadium lanjut lokal Metode penelitian Penelitian ini merupakan studi kohort prospektif terhadap 30 pasien kanker serviks stadium lanjut lokal yang memenuhi kriteria inklusi di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo dari Juli sampai September 2013 Pemeriksaan kadar MDA dan aktivitas CAT dilakukan sebelum radiasi dan fraksi ke 15 dengan menggunakan spektrofotometer Derajat toksisitas akut radiasi dinilai tiap minggunya selama radiasi eksterna dan diklasifikasikan berdasarkan kriteria RTOG Hasil Didapatkan rerata kadar MDA serum sebesar 7 6 1 2 nmol mL dan median aktivitas CAT sebesar 0 95 0 80 1 36 U mL Pasca 15 kali RE didapatkan peningkatan kadar MDA serum menjadi 9 5 1 9 nmol mL p.

Introduction: Acute radiation toxicity was a process which caused by irradiation and initiated by normal cell damage. Malondialdehyde (MDA) is the end product of lipid peroxidation, and is usually used as a biomarker to assess oxidative stress. Catalase (CAT) is an enzymatic antioxidant that catalyzes H2O2 into water and oxygen. The purpose of this study was to determine whether the levels of MDA and CAT activity can be used as a predictor of acute radiation toxicity in locally advanced cervical cancer.
Methods: This is a prospective cohort study to 30 locally advanced cervical cancer patients who meet the inclusion criteria in the Radiotherapy Department of Cipto Mangunkusumo Hospital from July to September 2013. We measure MDA level and CAT activity before irradiation and on 15th fractions using sphectrophotometry. Degree of acute radiation toxicity assessed every week during external beam radiotherapy using RTOG criteria.
Results: The mean of serum MDA levels is 7.6 + / - 1.2 nmol /mL, and the median of CAT activity is 0.95 (0.80 to 1.36) U /mL. We found elevated of serum MDA level to 9.5 +/ - 1.9 nmol /mL (p <0.001) and CAT activity decreased to 0.82 (0.71 to 0.96) U /mL (p <0.001) on the 15th fraction of external beam irradiation. No statistically significant relationship is found between MDA level and CAT activity pre irradiation and its changes to the incidence of acute radiation toxicity.
Conclusion: This study showed that radiation or chemoradiation shown to cause an increase in MDA levels and decrease of CAT activity in locally advanced cervical cancer patients, but MDA levels and CAT activity cannot be a predictor of acute radiation toxicity.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T58696
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pulunggono Sudarmo
"ABSTRAK
Kanker payudara di Indonesia merupakan jenis kanker yang terbanyak ditemukan setelah kanker mulut rahim.
Banyak upaya yang telah dilakukan untuk pengobatan kanker payudara ini yang pada umumnya meliputi tiga hal yaitu bedah, radiasi serta sitostatik yang terdiri dari kemoterapi dan hormonal. Kegagalan pengobatan biasanya bila penderita ditemukan adanya metastasis jauh.
Dibeberapa tempat pemeriksaan Bone Scanning dan atau Bone Survey serta foto thorax dikerjakan secara rutin sebagai bagian dari prosedur pemeriksaan lanjutan disamping pemeriksaan kimia darah. Menurut kepustakaan pemeriksaan Bone scanning dengan menggunakan radiofarmaka Tc 99 pyrophosphat adalah pemeriksaan penunjang yang terpenting karena mempunyai daya sensitifitas yang tinggi tetapi daya spesifisitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan pemeriksaan bone survey atau radiografi tulang.
"
1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hana Dodik Pramiasti
"Kanker pada kelompok remaja dan dewasa muda umumnya berbeda dengan kanker yang biasa menyerang anak-anak atau orang dewasa yang lebih tua. Kelompok usia remaja dan dewasa muda ini memiliki masalah yang lebih rentan terhadap jenis kanker tertentu. Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pengalaman kelompok remaja dan dewasa muda saat awal terdiagnosa kanker dan menjalani radiasi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif   dimana metodologi yang digunakan adalah pendekatan fenomenologi deskriptif yang akan menginterpretasikan dan menganalisis informasi melalui wawancara secara mendalam semi terstruktur. Sebelas orang partisipan yang memenuhi kriteria inklusi menyatakan bersedia mengikuti wawancara.  Penelitian ini menghasilkan empat buah tema yaitu Perasaan ketakutan dan kekhawatiran saat awal terdiagnosa kanker; Perubahan fisik dan psikologis sebagai dampak terapi radiasi; Perubahan aktivitas setelah menjalani radiasi dan Kebutuhan spiritualitas dan dukungan keluarga serta nilai aktualisasi diri. Kesimpulan penelitian ini adalah kelompok remaja dan dewasa muda mengalami ketakutan dan kekhawatiran akan kanker dan efek samping terapi yang akan dijalaninya. 

Cancers in the AYA (Adolescent and Young Adult) are generally different from cancers that usually affect children or older adults. Adolescents and young adults have problems that are more susceptible to certain types of cancer. This study aims to explore the experience of the AYA when they were initially diagnosed with cancer and under go radiation therapy. This is a qualitative research where the methodology used is a descriptive phenomenological approach that will interpret and analyze information through semi-structured in-depth interviews. Eleven participants who met the inclusion criteria stated that they were willing to take part in the interview. This study resulted in four themes, namely feelings of fear and worry when diagnosed with cancer; Physical and psychological changes as a result of radiation therapy; Changes in activity after undergoing radiation and Spirituality needs and family support and self-actualization values. The conclusion of this study is that the AYA experienced fear and concern about cancer and the side effects of the therapy they were going to undergo."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Harahap, Salman Paris
"Latar Belakang: Karsinoma narofaring (KNF) termasuk kanker dengan prevalensi yang cukup tinggi di Indonesia dengan prognosis yang cukup. Dalam menentukan progresifitas suatu kanker, didapatkan peranan penting dari penurunan tumor supresor gen dan peningkatan proliferasi. Hal tersebut ditandai oleh marker p53 sebagai gen supresor yang menginduksi apoptosis dan Ki67 sebagai marker proliferasi sel. Hingga saat ini belum terdapat penelitian mengenai hubungan overekspresi p53 dan Ki67 terhadap respon kemoradiasi dan analisis kesintasan selama 3 tahun pada KNF stadium lokal lanjut. Tujuan: Mencari hubungan antara overekspresi p53 dan Ki67 terhadap respon kemoradiasi dan kesintasan 3 tahun pasien KNF stadium lokal lanjut. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian analitik observasional dengan desain analisis kesintasan. Penelitian ini menggunakan desain penelitian kohort retrospektif, dengan pengambilan data dari rekam medis kemudian ditelusuri riwayat perjalanan penyakitnya. Sample penelitian berupa jaringan pada blok parafin pasien KNF stadium lokal lanjut yang diambil secara consecutive sampling dari populasi penelitian dari periode 2015–2017 di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sejumlah 82 orang. Hasil: Dari total 82 pasien KNF stadium local lanjut, terdapat 65 pasien kelamin laki – laki (79,3%) dan 17 pasien perempuan (20,7%), dengan usia paling banyak pada kelompok 41 – 50 tahun sebanyak 31,8%. Overekspresi p53 ditemukan pada 36 pasien (43,9%), sementara overekspresi Ki67 ditemukan pada 35 pasien (42,7%). Dari respon kemoradiasi, pasien dengan overekspresi p53 dan Ki67 berpeluang memberikan respon negatif yang lebih tinggi dibandingkan dengan low ekspresi (RR = 3,052 dengan IK95%: 1,777 – 5,242, p = 0,009; RR = 2,573 dengan IK95%: 1,547 – 4,297, p = 0,002 berturut-turut). Dinilai dari kesintasan 3 tahun, pasien dengan overekspresi p53 memiliki kesintasan 3 tahun yang lebih buruk dibandingkan dengan low ekspresi (HR = 19,827 dengan IK95%: 5,974 – 65,798, p = <0,001). Begitu juga dengan overekspresi Ki67 memiliki kesintasan 3 tahun yang lebih rendah.

Background: Naropharyngeal carcinoma (NPC) is a cancer with a fairly high prevalence in Indonesia with a fairly poor prognosis. Tumor supressor gene and cancer proliferation played an important roles in determining the progression of a cancer. This was indicated by the marker p53 as a suppressor gene that induces apoptosis and Ki67 as a marker of cell proliferation. There has been limited research on the relationship of p53 and Ki67 overexpression to the chemoradiation response and 3-year survival in locally advanced NPC. Objective: To determine the relationship between p53 and Ki67 overexpression with chemoradiation response to therapy and 3-year survival in locally advanced NPC patients. Methods: This research is an observational analytic study with a survival analysis design. This study used a retrospective cohort study design, by collecting data from medical records and then tracing the history of the disease. The research sample was tissue in the paraffin block of locally advanced NPC patients taken by consecutive sampling from the study population from period 2015–2017 at Dr. Cipto Mangunkusumo National Hospital with a total number of 82 patients.
Results: From a total of 82 patients with locally advanced NPC, there were 65 male patients (79.3%) and 17 female patients (20.7%), with the most age being in the 41-50 years group as many as 31.8 %. Overexpression of p53 was found in 36 patients (43.9%), while overexpression of Ki67 was found in 35 patients (42.7%). Based on therapy response, patients with overexpression of p53 and Ki67 had a higher chance of giving a negative response compared to those with low expression (RR = 3,052 with IK95%: 1,777 – 5,242, p = 0,009; RR = 2,573 with IK95%: 1,547 – 4,297, p = 0,002 respectively). Assessed by 3- year survival, patients with p53 overexpression were statistically significantly worse than those with low-expression (HR = 19,827 with IK95%: 5,974 – 65,798, p = <0,001). Likewise, Ki67 overexpression was statistically significant and had a lower 3-year survival compared to low Ki67 expression (HR = 14,634 with IK95%: 5,074 – 42,204, p = <0,001). Conclusion: Locally advanced NPC patients with p53 overexpression and Ki67 overexpression have a tendency to give a negative chemoradiation response and have a lower 3-year survival.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Abigail Prasetyaningtyas
"Latar Belakang : Palliative prognostic index (PPI) adalah skor prognostik yang umum digunakan di unit perawatan paliatif. PPI mencakup lima variabel klinis yang didasari oleh penelitian Morita dkk pada tahun 1999, untuk menilai kesintasan kurang dari 3 minggu, 3 - 6 minggu atau lebih dari 6 minggu. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan validasi skor PPI pada pasien kanker stadium lanjut yang dikonsulkan ke tim paliatif di RSCM.
Tujuan : Menilai performa model skor PPI dalam memprediksi kesintasan pasien stadium lanjut di RSCM.
Metode : Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di rumah sakit tersier terhadap pasien kanker stadium lanjut yang dikonsulkan ke tim paliatif pada Juli 2017 sampai Desember 2018S. Performa kalibrasi skor PPI dinilai dengan uji Hosmer-Lemeshow dan plot kalibrasi. Untuk menilai akurasi prediktif skor PPI, sensitivitas, spesifisitas, PPV, NPV dan akurasi setiap grup skor PPI dihitung. Diskriminasi dinilai dengan area under the reciever operating characteristic curve (AUC).
Hasil Penelitian : Sebanyak 160 pasien dengan rentang usia 20–83 tahun masuk dalam penelitian ini. Performa kalibrasi skor PPI berdasarkan uji Hosmer menunjukan nilai P=0,259. Akurasi skor PPI dalam memprediksi kesintasan pasien kanker stadium lanjut penelitian untuk kesintasan < 3 minggu 81% , dengan sensitivitas 85%, spesifisitas 70%, PPV 86%, dan NPV 67%. Akurasi untuk prediksi kesintasan 3-6 minggu 76%, sensitivitas 66%, spesifisitas 88%, PPV 85% dan NPV 70%. Performa diskriminasi skor PPI ditunjukkan dengan nilai AUC sebesar 0,822 (IK95% 0,749-0,895).
Simpulan : Skor Palliative Prognostic Index memiliki performa akurasi dan diskriminasi yang baik dalam memprediksi kesintasan pasien kanker stadium lanjut dalam perawatan paliatif di RSCM.

Background : Palliative prognostic index (PPI) is a prognostic score that is commonly used in palliative care units. PPI includes five clinical variables based on the study of Morita et al in 1999, to assess survival in less than 3 weeks, 3-6 weeks or more than 6 weeks. This study aims to validate PPI scores in advanced cancer patients who are consulted to the palliative team at our hospital.
Objective : To assess the performance of the PPI score model in predicting survival in advanced cancerpatients at Cipto Mangunkusumo General Hospital.
Methods : This research is a retrospective cohort study conducted in a tertiary hospital of advanced cancer patients who were consulted to the palliative team from July 2017 to December 2018S. PPI score calibration performance was assessed with the Hosmer-Lemeshow test and calibration plot. To assess the predictive accuracy of PPI scores, sensitivity, specificity, PPV, NPV and accuracy of each PPI score group are calculated. Discrimination is assessed with area under the reciever operating characteristic curve (AUC).
Results : Total of 160 patients with an age range of 20-83 years participated in this study. PPI score calibration performance based on the Hosmer Lemeshow test in patients with advanced cancer showed a P value of 0.259. The accuracy of PPI scores in predicting survival in advanced cancer patients in studies for survival <3 weeks 81%, with a sensitivity of 85%, specificity 70%, PPV 86%, and NPV 67%. Accuracy for prediction of survival 3-6 weeks 76%, sensitivity 66%, specificity 88%, PPV 85% and NPV 70%. PPI score discrimination performance is shown with AUC value of 0.822 (IK95% 0.749-0.895).
Conclusion : Palliative Prognostic Index scores have good accuracy and discrimination in predicting the survival of advanced cancer patients in palliative care at RSCM.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Sijabat, Marlon
"Fokus perawatan kanker stadium akhir yaitu memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spiritual untuk megurangi penderitaan pasien menuju kematian yang bermartabat. Tujuan perawatan paliatif yaitu kenyamanan dan sesuai dengan prinsip asuhan keperawatan paliatif. Keberanian dan pengabdian perawat memenuhi kebutuhan yang kompleks ketika pasien sekarat dan menghadapi kematian menjadi pengalaman unik bagi perawat paliatif. Pengalaman yang unik ini di eksplorasi menggunakan pendekatan fenomenologi deskriptif. Delapan perawat paliatif terlibat sebagai partisipan. Hasil wawancara di analisis menggunakan metode Collaizi. Hasil analisis data penelitian diperoleh enam tema yaitu: asuhan perawatan paliatif di rumah dilakukan diluar pekerjaan utama di rumah sakit, keluarga menganggap peran perawat paliatif sama dengan caregiver, perawat paliatif lebih fokus menangani pemenuhan fisik dan psikologis pasien, Perawat paliatif lebih dominan melakukan kolaborasi untuk mengatasi nyeri dan tindakan edukasi dan motivasi untuk menangani masalah psikologis, Memberikan asuhan menjelang ajal dan kematian sesuai standar operasional prosedur keperawatan menjelang ajal, Tantangan dalam pengambilan keputusan tindakan perawatan paliatif. Direkomendasikan agar meningkatkan layanan menjadi keperawatan paliatif spesialis, meningkatkan pendidikan dan pelatihan perawatan paliatif serta pengaturan kebijakan layanan keperawatan paliatif dalam sistem pelayanan kesehatan nasional.

The focus of end stage cancer care is to meet physical, psychological, social, and spiritual needs to reduce the suffering of the patient to a dignified death. The goal of palliative care is comfort and in accordance with the principles of palliative care nursing. The courage and dedication of nurses fulfills a complex need when the patient is dying and facing death becomes a unique experience for palliative nurses. This unique experience is explored using a descriptive phenomenology approach. Eight palliative nurses were involved as participants. The results of interviews in the analysis using Collaizi method. The results of the research data analysis obtained six themes, namely care palliative care at home conducted outside the main work in the hospital, the family considers the role of palliative nurse same with caregiver, palliative nurse more focus on handling physical and psychological fulfillment of patients, palliative nurse more dominant to collaborate to overcome pain and educational action and motivation to deal with psychological problems, Providing upturn and death care according to operational standards of dying nursing procedures, Challenges in decision making palliative care measures. It is recommended to improve services to palliative specialist nursing, improve palliative care education and training and palliative care policy setting in the national health care system.
"
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2018
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>