Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 148171 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Kartiwa Hadi Nuryanto
"Tujuan
Mengetahui berapa besar hubungan (sensitivitas dan spesifisitas) antara keluhan dan temuan objektif, baik secara klinis dan sitologi vagina, pada wanita pasca menopause dengan vaginitis atrofi.
Tempat
Poliklinik ginekologi, laboratorium sitologi dan subbagian sitopatologi bagian obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta.
Bahan Dan Cara Kerja
Wanita pasca menopause yang datang ke poliklinik ginekologi diminta kesediaannya untuk mengikuti penelitian ini. Anamnesis dilakukan sesuai dengan lampiran 1 (status penelitian), dilanjutkan sesuai dengan lampiran II (panduan pertanyaan untuk mengetahui adanya keluhan vaginitis atrofi) dan pemeriksaan klinis vagina sesuai dengan lampiran III ( panduan pertanyaan untuk mengetahui adanya gejala klinis vaginitis atrofi ). Kemudian dilakukan pemeriksaan pH vagina dengan menggunakan kertas lakmus dan pengambilan apusan vagina ( diwarnai dengan pewarnaam Papaniculaou ) untuk penilaian maturasi set. Pengukuran maturasi set selain oleh peneliti, dilakukan juga oleh seorang ahli sebagai konfirrnasi untuk menjaga objektifitas pengukuran. Bila dari penilaian indeks maturasi didapatkan efek estrogen rendah, maka sampel dinyatakan sebagai vaginitis atrofi dan akan dianalisis selanjutnya.
Hasil
Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari 2005 sampai dengan Desember 2005 di poliklinik ginekologi, laboratorium sitologi dan subbagian sitopatologi bagian obstetri dan ginekologi Rumah Sakit Umum Pusat Rujukan Nasional Dr. Ciptomangunkusumo, Jakarta. Didapatkan 38 sampel yang sesuai dengan kriteria penerimaan dan penolakan. Didapatkan bahwa usia peserta penelitian berkisar antara 46 - 64 tahun, dengan rerata usia 55,07 ± 5,67 tahun, dengan usia menopause peserta penelitian berkisar antara 42 - 57 tahun, dengan rerata usia 49,5 ± 4,73 tahun dengan lama menopause peserta penelitian berkisar antara 1 - 18 tahun, dengan rerata lama menopause 7,42 ± 5,41 tahun. Dari ke 5 keluhan yang ditanyakan pads peserta penelitian, hal yang terbanyak dikeluhkan adalah rasa keying ( n=4, 10.5% ), diikuti oleh dispareunia ( n=3, 7.9%) dan keputihan (n=3, 7.9% ). Sedangkan iritasi dan rasa menekan tidak dikeluhkan. Keadaan vagina yang atrofi ditegakkan berdasarkan dari hasil temuan obyektif berapa sekresi vagina yang berkurang (n=4, 10.5% ), integritas epitel vagina yang berkurang ( n=3, 7.9% ), ketebalan epitel vagina yang berkurang ( n=3, 7.9% ), warna vagina yang pucat ( nom, 10.5% ), dan pH vagina yang basa ( n=31, 81.6% ). Berdasarkan dari temuan-temuan tersebut, pH vagina merupakan temuan obyektif yang paling banyak dibandingkan yang lainnya. Dari temuan-temuan obyektif tersebut, kecuali pH vagina, vaginitis atrofi tidak banyak ditemukan pada peserta penelitian. Dari 38 sampel hanya terdapat 24 sampel yang secara sitologi didiagnasis sebagai vaginitis atrofi ( pemeriksaan sitologi sebagai baku emasnya ). Dari basil uji diagnostik hubungan antara keluhan rasa kering dan vaginitis atrofi dengan n=24 sampel, didapatkan nilai sensitivitas sebesar 16,6% dan nilai spesifisitas sebesar O. Dari hasil uji diagnostik hubungan antara keluhan dispareuni dan vaginitis atrofi dengan n=24 sampel, didapatkan nilai sensitivitas sebesar 12,5% dan nilai spesifisitas sebesar O. Dari hasil uji diagnostik hubungan antara keluhan keputihan dan vaginitis atrofi dengan n=24 sampel, didapatkan nilai sensitivitas sebesar 4,2% dan nilai spesifisitas sebesar 14,2%. Dari hasil uji diagnostik hubungan antara temuan objektif pH vagina yang basa dan vaginitis atrofi dengan n=24 sampel, didapatkan nilai sensitivitas sebesar 100% dan nilai spesifisitas sebesar 50%.
Kesimpulan
Keluhan rasa kering mempunyai nilai sensitivitas sebesar 16,6% dan nilai spesifisitas sebesar O. Keluhan dispareunia mempunyai nilai sensitivitas sebesar 12,5% dan nilai spesifisitas sebesar O. Keluhan keputihan mempunyai nilai sensitivitas sebesar 4,2% dan nilai spesifisitas sebesar 14,2%. Temuan objektif pH vagina yang basa dan vaginitis atrofi mempunyai nilai sensitivitas sebesar 100% dan nilai spesifisitas sebesar 50%.

Objective
To know the relation ( sensitivity and specificity) between symptoms and signs, clinically and by vaginal cytology, of atrophic vagina in post menopausal women.
Venue
Gynecology policlinic, cytology laboratory and cytopathology subdivision of obstetrics and gynecology department, Dr Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta.
Methods and Materials
Post menopausal women who came to the gynaecology policlinic were asked to participate in this study. Anamnesis was performed according to attachment I ( study record ) and followed with attachment II ( questions to elicit the symptoms ) and clinical examimnation according to attachment liI ( questions to elicit the signs ). Vaginal acidity examination and vaginal smear to measure cell maturation ( stained with Papaniculaou) were then performed. Cell maturation was measuerd by the researcher and also by an expert to keep the objectivity of the measurement. If the maturation index showed low-estrogen effect, then sample was diagnosed as atrophic vaginitis and be analyzed afterwards.
Results
The study was performed from January 2005 until December 2005 at the gynecology policlinic, cytology laboratory and cytopathology subdivision of obstetrics and gynecology department, Dr Cipto Mangunkusumo Hospital Jakarta. There were 38 samples that met the inclusion and exclusion criteria?s. The age of the participants were between 46 - 64 years old, with mean age was 55,07 ± 5,67 years. The age of menopause was between 42 - 57 years old, with mean age was 49,5 ± 4,73 years. The length of menopause was between 1 - 18 years, with mean time was 7,42 ± 5,41 years. Out of 5 symptoms asked, dryness was the most complained ( nom, 10.5% ), followed with dyspareunia (n=3, 7.9%) and vaginal discharge ( n=3, 7.9% ). Sense of irritation and throbbing was not complained. Atrophic vaginitis was clinically diagnosed by decreased vaginal secretion ( n=4, 10.5% ), decreased epithelial integrity ( n=3, 7.9% ), pale vaginal surface ( n=4, 10.5%) and alkaline vaginal acidity result ( n=31, 81.6% ). Vaginal acidity was found the most. Out of all the clinical findings, vaginitis atrophic was only found on samples with alkaline vaginal acidity. Out of 38 samples, there were 24 samples which were cytologically diagnosed as atrophic vaginitis. The diagnostic test between dryness and atrophic vaginitis ( n=24 ) revealed that the sensitivity was 16,6% and the specificity was O. The diagnostic test between dyspareuni and atrophic vagina ( n=24 ) revealed that the sensitivity was 4,2% and the specificity was 14,2%. The diagnostic test between alkaline vaginal acidity and atrophic vaginitis ( n=24) revealed that the sensitivity was 100% and the specificity was 50%.
Conclusion
The sensitivity of dryness is 16,6% and the specificity od dryness is 0. The sensitivity of dyspareuni is 12,5% and the specificity andd dyspareuni is 0. The sensitivity of vaginal discharge is 4,2% and the specificity is 14,2%. The sensitivity of alkaline vaginal acidity is 100% and the specificity of alkaline vaginal acidity is 50%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Adila Rossa Amanda Malik
"ABSTRAK
Latar belakang: Vaginitis karena infeksi merupakan penyebab terbanyak duh
tubuh abnormal yang membawa pasien berobat dan merupakan penyakit yang
bertanggung jawab untuk 10 juta kunjungan ke poliklinik tiap tahun.
. Dua
penyebab tersering vaginitis karena infeksi adalah vaginosis bakteri dan vaginitis
kandida.
7
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik wanita usia
reproduktif dengan vaginitis, baik yang disebabkan oleh vaginosis bakteri atau
vaginitis kandida, di RSUPN. Cipto Mangunkusumo.
Metode: Penelitian ini adalah penelitian deskriptif potong lintang yang dilakukan
di Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI-RSCM. Wanita usia reproduktif
yang datang dengan keluhan keputihan sesuai kriteria inklusi dan eksklusi diikut
sertakan dalam penelitian secara konsekutif. Pasien diperiksa mikroskopis untuk
mengetahui kuman penyebab keputihan. Karakterisitik yang diidentifikasi
meliputi karakteristik demografi, indeks massa tubuh, penggunaan kontrasepsi
oral kombinasi dan alat kontrasepsi dalam rahim, riwayat hubungan seksual
multipartner, jenis bahan pakaian dalam dan riwayat prosedur ginekologi.
Hasil: Dari 104 subjek, ditemukan penyebab keputihan yakni vaginosis bakterial
(30 subjek; 28,8%), kandidosis vulvovaginalis (27 subjek; 26,0%), keduanya (23
subjek; 22,1%), dan bukan keduanya (24 subjek; 23,1%). Karakteristik dominan
pada subjek dengan infeksi vaginosis bakterial adalah berusia 20-29 tahun,
bekerja sebagai PNS, sudah menikah, dan sering menggunakan pakaian dalam
berbahan katun. Subjek dengan kandidosis vulvovaginalis umumnya berusia 3039
tahun, ibu rumah tangga atau karyawati, dan sudah menikah. Penggunaan
kontrasepsi oral terlihat dominan pada kandidosis vulvovaginalis.
Kesimpulan: Pasien dengan vaginosis bakterial dan kandidosis vulvovaginalis
memiliki karakteristik dominan yang berbeda. Terdapat perbedaan karakteristik
wanita usia reproduksi dengan vaginitis di RSUPN. Dr. Cipto Mangunukusumo
dengan kepustakaan sebelumnya, yang memerlukan pengkajian dan penelitian lebih lanjut.ABSTRACT Background: Vaginitis due to infection is the main reason for patients to seek
medical attention because of vaginal discharge symptom and responsible for
around 10 millions visits per year to the outpatient clinic.
xii
2,3
The two most
common identified causes are bacterial vaginosis and candidal vulvovaginits.
This study aimed to identified charactersitics of women in reproductive age with
vaginitis, bacterial vaginosis and candidal vulvovaginitis, in Cipto
Mangunkusumo hospital.
Methods: This is a descriptive cross-sectional study performed in Obstetric
Gynecology Department, FKUI-RSCM. Patients with vaginal discharge symptom
in accordance with inclusive and exclusion criteria were consecutively recruited.
Microscopic examination was done to identify the etiology of discharge.
Characteristic data were demographics, body mass index, oral contraceptive pill
and IUD use, history of multi sexual partner, choice ounderwear?s fabric, and
ginecologic surgical procedure history.
Results: Among 104 subjects, the etiology of vaginal discharge were bacterial
vaginosis (30 subjects, 28.8%), candidal vulvovaginitis (27 subjects, 26.0%), both
(23 subjects, 22.1%), and other than both bacterial vaginosis and candidal
vulvoganitis (24 subjects, 23.1%). The dominant characteristics for bacterial
vaginosis were 20-29 age group, work as government employee, married, and
routine use cotton underwear. Instead, candidal vulvovaginitis patients were in
30-39 age group, housewife, private employee and married. Oral contraceptive
use was dominant among patients with candidal vulvovaginitis.
Conclusion: Patients with bacterial vaginosis and candidal vulvovaginitis had
distinct dominant characteristics. There are difference in reproductive age women
with vaginosis at RSUPN. Dr, Cipto Mangunkusumo with the characteristics
found in the published literature, which need to have further exploration and research."
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
SP-PDF
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Fera Retno Mangentang
"[Resume medis merupakan ringkasan seluruh masa perawatan dan pengobatan yang dilakukan oleh dokter kepada pasien. Kelengkapan resume medis adalah cerminan mutu rekam medis dan pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Penulisan diagnosis diisi lengkap dan sesuai arahan pada ICD-10. Penelitian dengan mix method, penelitian kuantitatif desain potong lintang untuk mengetahui hubungan karakteristik dokter dengan kelengkapan resume medis dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10 sebelum dan sesudah JKN. Penelitian kualitatif untuk menggali informasi kelengkapan resume medis dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik dokter berhubungan dengan kelengkapan dan kesesuaian penulisan diagnosis berdasarkan ICD-10. Rumah sakit harus menerapkan SIMRS guna peningkatan kecepatan dan ketepatan pengisian rekam medis termasuk resume medis.;Medical Resume is summary of the whole treatment and medication that performed by doctor to patient. Resume medical completeness is reflections of the medical record quality and service which given by Hospital. Diagnosis Writing filled complete and according to ICD-10. Research with mix method, Quantitative research design cross-sectional to know relationship doctor characteristic with Medical
Resume completeness and diagnosis writing suitability based on ICD-10 before and after JKN. Qualitative Research for dig information medic resume completeness and diagnose writing suitability based on ICD-10. Research Result showing the doctor characteristic correspond with completeness and suitability diagnosis writing based on ICD-10. The hospital must apply SIMRS in order to increase speed and accuracy
medical record filling including medical resume., Medical Resume is summary of the whole treatment and medication that performed
by doctor to patient. Resume medical completeness is reflections of the medical
record quality and service which given by Hospital. Diagnosis Writing filled
complete and according to ICD-10. Research with mix method, Quantitative research
design cross-sectional to know relationship doctor characteristic with Medical
Resume completeness and diagnosis writing suitability based on ICD-10 before and
after JKN. Qualitative Research for dig information medic resume completeness and
diagnose writing suitability based on ICD-10. Research Result showing the doctor
characteristic correspond with completeness and suitability diagnosis writing based
on ICD-10. The hospital must apply SIMRS in order to increase speed and accuracy
medical record filling including medical resume]"
Universitas Indonesia, 2015
T44655
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Munthe, Mailis Suyanti
"Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih tingginya pengembalian berkas klaim Inacbg’s Rawat Inap di RS Kanker “Dharmais” dimana pengembalian tertinggi disebabkan oleh konfirmasi koding dan resume medis. Hal ini berpotensi menimbulkan kerugan bagi RS akibat pembayaran klaim yang tertunda. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis kelengkapan dan ketepatan komponen diagnosis, prosedur dan koding terhadap besaran tarif klaim INA-CBG’s rawat inap di RS Kanker “Dharmais”. Studi kasus ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara mendalam dan telaah resume medis pasien kanker payudara yang mendapatkan kemoterapi selama bulan Maret 2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaklengkapan pengisian resume medis tertinggi dalam pengisian indikasi masuk rawat 41%, pemeriksaan fisik 20%, dan pemeriksaan penunjang 4% dari total 45 kasus yang ditelaah. Angka ketidaksesuaian penulisan diagnosis sekunder dan prosedur berturut-turut sebesar 40% dan 37.8%. Namun penulisan diagnosis utama sudah sesuai antara rekam medis dan resume medis. Ketidaktepatan koding diagnosis utama masih ditemukan yaitu sebesar 17.8%. Akibat dari ketidaktepatan koding diagnosis utama, ketidaksesuaian diagnosis sekunder dan ketidaksesuaian prosedur/tindakan terdapat selisih negatif sebesar Rp. 142.763.800. Untuk itu komitmen dari manajemen RS Kanker “Dharmais” yaitu tim yang terlibat dalam koding final yang merupakan tim internal rumah sakit perlu diperkuat dalam rangka meningkatkan kualitas berkas klaim dari aspek kelengkapan dan ketepatan diagnosis, prosedur dan koding sehingga didapatkan nilai klaim INA-CBG’s yang tepat.

The background of this research is the highest return of inpatient Inacbg’s claim in Dharmais Cancer Center because of confirmation of coding and medical resume. This would potentially become hospital loss of payment due to pending claims payments. The study was aiming to analyzing the completeness and accuracy of diagnosis, procedure and coding against amount of INA-CBG’s inpatient claim rate in Dharmais National Cancer Center. This case study research was using a qualitative approach by doing the indeph interview and analyzing the medical resume of breast cancer patients who received chemotherapy during March 2018. The result revealed that the incompleteness of the medical resume written was high in certain component e.a indication of admission (41%), physical examination (20%), supporting investigation(4%) of total 45 cases reviewed. Incorrect written of secondary diagnosis and procedure was 40% and 37.8%. Primary diagnosis is found match between medical record and medical resume. However, inaccuracy of primary diagnosis coding was found in the amount of 17.8%. Due to incompleteness and inaccuracy of claim have potentially effect hospital loss approximately by Rp. 142.763.800. Therefore, hospital should empowered the internal team tahat involve in the process of final coding in order to improve the quality of claim document started from the aspect of completeness and accuracy of diagnosis, procedure and coding to obtain the right claim value of INACBG’s.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sheyla Nisya
"Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konsumsi protein hewani, status gizi, dan faktor lainnya dengan kejadian anemia pada wanita usia subur (WUS) di Indonesia tahun 2018. Desain penelitian menggunakan metode cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Riskesdas 2018. Penelitian ini dilakukan pada bulan maret – juli 2020. Populasi pada penelitian ini adalah wanita usia subur berusia 16 – 49 tahun di Indonesia. Total sampel sebanyak 11.250, namun yang termasuk kedalam kriteria inklusi sebanyak 4.245 sampel. Variabel yang diteliti yaitu konsumsi protein hewani, status gizi, penggunaan alat kontrasepsi, paritas, pendidikan responden, pekerjaan kepala keluarga dan wilayah tempat tinggal. Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian ini menyatakan prevalensi anemia pada WUS di Indonesia sebesar 21,4%. Hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara status gizi (p = 0,031), penggunaan alat kontrasepsi (p = 0,001), paritas (p = 0,002), dan pendidikan responden (p = 0,001) dengan kejadian anemia pada WUS. Sedangkan tidak ada hubungan antara konsumsi protein hewani, pekerjaan kepala keluarga, dan wilayah tempat tinggal dengan kejadian anemia pada WUS. Untuk mengurangi angka kejadian anemia pada WUS di Indonesia, disarankan untuk dilakukan kerjasama lintas sektor dalam mengembangkan intervensi yang tepat dan memberikan intervensi khusus mengenai bahaya anemia.

This study aims to determine the relationship between animal source foods consumption, nutritional status, and other factors with anemia among women of childbearing age (CBA) in Indonesia. A cross-sectional study was conducted using data from the Riskesdas 2018 in March - July 2020. The population in this study is women of childbearing age aged 16 - 49 years in Indonesia. Data of a total CBA was 11.250 samples, and 4.245 samples were included to the analysis. The variables studied is the animal source food consumption, nutritional status, contraceptives use, parity, respondent education, occupation of head of household and type of residence. Bivariate analysis was conducted using chi square test. The results of this study stated the prevalence of anemia in CBA was 21,4%. Statistical analysis found that there was a relationship between nutritional status (p = 0,031), contraceptives use (p = 0,001), parity (p = 0,002), and respondent education (p = 0,001) with anemia among CBA. While, there is no relationship between the animal source foods consumption, occupation of head of household, and type of residence with anemia among CBA. To reduce this incidence, multisectoral cooperation is recommended to develop appropriate interventions and provide specific interventions regarding the negative impact of anemia."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2020
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tria Yuni Kartika
"Pneumonia merupakan infeksi saluran pernapasan akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli). Pneumonia di Indonesia masih menjadi salah satu penyebab utama kematian balita dan terus menempati posisi teratas penyebab kematian pada balita. Menurut Riskesdas tahun 2018, prevalensi pneumonia pada balita sebesar 4,8%. Provinsi Nusa Tenggara Timur, Papua Barat, dan Papua yang berada di wilayah Indonesia Timur memiliki prevalensi pneumonia pada balita melebihi angka nasional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor (faktor lingkungan rumah, karakteristik balita, dan karakteristik ibu balita) yang berhubungan dengan gejala pneumonia pada balita di Wilayah Indonesia Timur. Data yang digunakan bersumber dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2017 dengan sampel sebanyak 191 balita. Desain yang digunakan adalah cross-sectional. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi gejala pneumonia pada balita di wilayah Indonesia Timur adalah sebesar 14,1%. Tidak ada hubungan yang signifikan antara faktor lingkungan rumah, karakteristik balita, dan karakteristik ibu balita dengan gejala pneumonia pada balita. Terdapat 4 variabel yang memiliki risiko lebih tingi bagi balita untuk memiliki gejala pneumonia, yaitu jenis dinding (OR=1,64), status imunisasi (OR=1,83), pemberian vitamin A (OR=1,83), dan pendidikan ibu (OR=1,96).

Pneumonia is an acute respiratory infection that affects the lung tissue (alveoli). Pneumonia in Indonesia is still one of the main causes of under-five deaths and continues to occupy the top position as the cause of under-five deaths. According to the 2018 Riskesdas, the prevalence of pneumonia in children under-five is 4.8%. The provinces of East Nusa Tenggara, West Papua and Papua, which are in the eastern part of Indonesia, have a prevalence of pneumonia in children under-five exceeding the national figure. This study aims to analyze the factors (home environment factors, characteristics of children under-five, and characteristics of mothers) that are associated with the symptoms of pneumonia in children under-five in Eastern Indonesia Region. The data used comes from the 2017 Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) with a sample of 191 children under-five. The design used is cross-sectional. The results showed that the proportion of pneumonia symptoms in children under-five in Eastern Indonesia was 14.1%. There is no significant relationship between home environmental factors, the characteristics of children under-five, and characteristics of mothers with pneumonia symptoms in children under-five. There are 4 variables that have a higher risk for children under-five to have pneumonia symptoms, namely the type of wall (OR=1.64), immunization status (OR=1.83), administration of vitamin A (OR=1.83), and mother's education (OR=1.96). "
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Arini Purwono
"Latar Belakang: Efusi pleura ganas menunjukkan prognosis yang buruk sehingga sitologi cairan pleura berperan penting dalam mempersingkat waktu diagnosis. Teknik barbotage diketahui bermanfaat dalam meningkatkan nilai diagnostik sitologi pada karsinoma urotelial, namun belum diketahui perannya pada keganasan rongga toraks. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan deteksi sel ganas dan hitung jumlah sel tumor antara pungsi pleura konvensional dan dengan teknik barbotage pada keganasan rongga toraks.
Metode: Penelitian ini merupakan uji kesesuaian dengan desain potong lintang yang dilakukan di IGD, poli intervensi paru dan ruang rawat inap RSUP Persahabatan pada bulan November 2022 – Juni 2023. Subjek penelitian adalah pasien keganasan rongga toraks dengan EPG yang dipilih sesuai kriteria inklusi dan eksklusi. Sitologi cairan pleura diperiksa menggunakan pewarnaan Papanicolaou dan Giemsa dari sampel pungsi pleura konvensional dan barbotage pada subjek yang sama. Data karakteristik klinis, radiologis, laboratorium dan histopatologis diambil dari rekam medis.
Hasil: Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 34 dari 84 subjek EPG menunjukkan sitologi positif pada keseluruhan teknik (40,5%). Teknik konvensional dan barbotage menunjukkan hasil serupa yaitu 39,3%. Deteksi sel ganas dengan teknik konvensional dan barbotage menunjukkan kesesuaian sangat baik yang bermakna (ĸ=0,950; p<0,001). Deteksi sel ganas dengan pewarnaan Papanicolaou dan Giemsa juga menunjukkan kesesuaian sangat baik (ĸ=0,899 dan 0,924; p<0,01). Hitung jumlah sel tumor antara kedua teknik dengan masing-masing pewarnaan menunjukkan kesesuaian cukup (ĸ=0,556 dan 0,520; p<0,01). Analisis multivariat menunjukkan bahwa lokasi lesi primer di paru (OR 4,61; IK 95% 1,33 – 16,03) dan cairan pleura yang keruh (OR 3,41; IK 95% 1,19 – 9,83) memengaruhi hasil sitologi positif cairan pleura.
Kesimpulan: Studi ini merupakan studi pertama yang meneliti mengenai penggunaan teknik barbotage pada tindakan pungsi pleura. Pungsi pleura dengan teknik barbotage merupakan alternatif diagnostik yang secara umum aman dan setara dengan teknik konvensional.

Background: Malignant pleural effusion is a predictor of poor prognosis, therefore pleural fluid cytology is an important tool to shorten the time of diagnosis. Barbotage technique is known to increase diagnostic value in urothelial malignancy, but its role in thoracic malignancies is still unknown. This study aims to compare pleural fluid cytology positivity and tumour cell count between thoracentesis with conventional and barbotage technique in thoracic malignancies.
Methods: This study is a measurement of reliability using a cross-sectional design which was carried out in emergency department, pulmonary intervention clinic and ward of National Respiratory Center Persahabatan Hospital in November 2022 – June 2023. The subjects of this study were thoracic malignancy patients with MPE who met the inclusion and exclusion criterias. Pleural fluid cytology was examined using Papanicolaou and Giemsa stains from conventional and barbotage thoracentesis samples taken on the same subject. Clinical, radiological, laboratory and histopathology data were collected from medical records.
Results: Pleural fluid cytology using both techniques was diagnostic in 34 of 84 (40,5%) MPE patients and 39,3% in each conventional and barbotage technique. Thoracentesis with both techniques showed significantly almost perfect agreement in malignant cell detection (ĸ=0.950; p<0,001). Papanicolaou and Giemsa stains also showed significantly almost perfect agreement in malignant cell detection (ĸ=0.899 and 0.924; p<0.001). Tumour cell count between both techniques using each stain showed significantly moderate agreement (ĸ=0.556 and 0.520; p<0.01). Multivariate analysis showed that primary lesion in the lung (OR 4.61; 95% CI 1.33 – 16.03) and cloudy pleural fluid (OR 3.41; 95% CI 1.19 – 9.83) increased the odds of positive pleural cytology.
Conclusion: To the best of our knowledge, this is the first study to evaluate thoracentesis with barbotage technique. Thoracentesis with barbotage technique is a generally safe alternative procedure and equivalent to conventional technique.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Carpenito-Moyet, Lynda Juall
Jakarta: EGC , 2000
610.73 CAR d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"[Salah satu komplikasi berat akibat kolestasis kronik adalah peritonitis bakteri spontan (PBS). Kondisi ini dapat meningkatkan angka mortalitas pada anak dengan kolestasis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor risiko dan spektrum klinis PBS pada anak dengan kolestasis di RSCM. Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus sampai Oktober 2015 dengan metode kohort retrospektif terhadap pasien anak dengan kolestasis usia 0-5 tahun yang diikuti selama 6 bulan melalui rekam medis pasien. Dari 97 pasien, didapatkan prevalensi PBS sebanyak 13,4%. Dari analisis multivariat didapatkan rasio odds untuk sirosis sebesar 10,21 (IK 95%=1,83-56,84). Manifestasi klinis yang sering ditemukan adalah infeksi di tempat lain (n=12, 92,3%), sirosis (n=11, 84,6%), hepatomegali (n=9, 69,2%), splenomegali (n=8, 61,5%), dan perdarahan saluran cerna (n=8, 61,5%). Mikroorganisme patogen dari hasil kultur cairan asites adalah Streptococcus epidermidis (n=1) dan Klebsiella pneumoniae(n=1). Sirosis merupakan faktor risiko independen terhadap kejadian PBS pada anak dengan kolestasis, Spontaneous bacterial peritonitis (SBP) is a serious complication of chronic cholestasis. This condition may increase mortality rate among the children with cholestasis. The aim of this research is to identify risk factors and clinical spectrums of SBP in children with cholestasis admitted to RSCM. This research was conducted from August to October 2015 by using retrospective cohort study toward cholestatic children age 0-5 years old who were followed-up for 6 months through medical record. From 97 patients, prevalence of SBP is 13.4%. In multivariate analysis, odds ratio for cirrhosis is 10.21 (95% CI=1.83-56.84). The most common clinical manifestations in children with SBP are other source of infections (n=12, 92.3%), cirrhosis (n=11, 84.6%), hepatomegaly (n=9, 69.2%), splenomegaly (n=8, 61.5%), and gastrointestinal bleeding (n=8, 61.5%). Microorganism pathogens from ascitic fluid cultures are Streptococcus epidermidis (n=1) and Klebsiella pneumoniae (n=1). Cirrhosis is an independent risk factor of SBP in children with cholestasis.]"
[, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia], 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>