Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 143931 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Angela Chandra Mitha Nusatia
"Berbagai penelitian memperlihatkan angka resistensi kuman patogen meningkat dengan tajam, sehingga angka morbiditas dan mortalitas akibat infeksi nosokomial makin meningkat pula. Penyebab resistensi utama pada kuman Gram negatif antara lain adalah extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) pada Klebsiella pneumoniae dan Escherichia coli. Dalam pemilihan pengobatan empirik untuk infeksi nosokomial, klinisi perlu mempertimbangkan pola resistensi setempat.
Frekuensi kuman patogen dan pola resistensi dapat sangat berbeda antara satu negara dengan negara lain dan juga antar rumah sakit dalam suatu negara. Oleh karena itu surveilans setempat perlu dilakukan agar dapat menjadi pedoman pemberian terapi empirik dan tindakan-tindakan pengendalian infeksi.
Pada penelitian ini uji resistensi dilakukan terhadap Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan Escherichia colt penghasil ESBL dengan menggunakan metode Kirby-Bauer. Sejumlah 37 isolat Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL dan 35 isolat Escherichia coif penghasil ESBL diperoleh sejak bulan September 2003 sampai dengan Mel 2004 dari 3 laboratroium di Jakarta dan Karawaci.
Prevalensi Klebsiella pneumoniae penghasil ESBL adalah sebesar 33,03% dan Escherichia coli penghasil ESBL 20,11% Sensitivitas Kiebsiella pneumoniae penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktam, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% dan 72,97%. Dan sensitivitas Escherichia coli penghasil ESBL terhadap meropenem, siprofloksasin, levofloksasin, piperasilinltazobaktarn, sefoperazonlsulbaktam dan sefepim berturut-turut adalah 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% dan 60%.

Multiple surveillance studies have demonstrated that resistance among prevalent pathogen is increasing at an alarming rate, leading to greater patient morbidity and mortality from nosocomial infection. Important causes of Gram-negative resistance include extended-spectrum beta-lactamases (ESBLs) in Klebsiella pneumoniae and Escherichia coll. In selecting an empiric treatment for a nosocomial infection, one should consider the prevalent resistance patterns.
Pathogen frequency and resistance patterns may vary significantly from country to country and also in different hospitals within a country. Thus regional surveillance programs are essential to guide empirical therapy and infection control measures.
In this study antimicrobial susceptibility testing was performed using the Kirby-Bauer method against the ESBL producing K. pneumoniae and E. coli A total of 37 ESBL producing K. pneumoniae isolates and 35 ESBI producing E coil isolates were obtained from September, 2003 to May, 2004 from 3 laboratories in Jakarta and Karawaci.
The prevalence of ESBL producing K. pneumoniae was 33,03% and ESBL producing E. coil 20,11%. Susceptibility of ESBL producing K. pneumoniae isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillin/tazobactam, cefoperazonfsulbactam and cefepime was 100%, 45,95%, 51,95%, 78,38%, 62,16% and 72,97% respectively. And susceptibility of ESBL producing E. coil isolates to meropenem, ciprofloxacin, levofloxacin, piperacillinltazobactam, cefoperazonlsulbactam and cefepime was 100%, 37,14%, 28,57%, 97,14%, 82,86% and 60% respectively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Mishbahus Surur
"Resistensi antibiotik merupakan permasalahan kesehatan global yang memerlukan perhatian serius, terutama di negara-negara berkembang dengan tingkat penggunaan antibiotik yang tinggi seperti Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tingkat pengetahuan pengunjung Apotek Kimia Farma 321 Lamongrejo mengenai penggunaan antibiotik secara rasional dan memberikan intervensi edukasi terkait. Metode yang digunakan adalah observasional non-eksperimental dengan rancangan cross-sectional. Data dikumpulkan melalui survei terstruktur yang terdiri dari 16 pertanyaan serta dilengkapi dengan kegiatan edukasi dan pembagian brosur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden memiliki tingkat pengetahuan yang baik (60%), diikuti oleh sangat baik (20%), cukup (15%), dan kurang (5%). Analisis topik survei menunjukkan bahwa pengetahuan terkait cara penggunaan antibiotik memiliki tingkat pemahaman terendah (76,7%), dengan kesalahan persepsi terutama pada penghentian konsumsi antibiotik saat gejala membaik. Intervensi edukasi terbukti efektif dalam meningkatkan pemahaman responden terkait penggunaan antibiotik yang tepat. Kesimpulan penelitian ini menekankan pentingnya pelaksanaan edukasi berkelanjutan untuk mencegah resistensi antibiotik. Studi lanjutan dengan cakupan responden yang lebih luas dan pendekatan multidisiplin diperlukan untuk mengoptimalkan strategi pengendalian resistensi antibiotik.

Antibiotic resistance is a global health issue requiring serious attention, particularly in developing countries with high antibiotic usage rates, such as Indonesia. This study aims to evaluate the knowledge level of visitors to Kimia Farma Pharmacy 321 Lamongrejo regarding rational antibiotic use and to provide educational interventions on the subject. The study employed a non-experimental observational method with a cross-sectional design. Data were collected through a structured survey comprising 16 questions, complemented by educational activities and the distribution of brochures. The results indicated that the majority of respondents demonstrated a good level of knowledge (60%), followed by very good (20%), sufficient (15%), and poor (5%). Topic-specific analysis revealed that knowledge related to antibiotic usage had the lowest understanding level (76.7%), with misconceptions particularly evident in stopping antibiotic consumption when symptoms improve. Educational interventions proved effective in enhancing respondents’ understanding of proper antibiotic use. The study concludes that continuous educational efforts are essential to prevent antibiotic resistance. Further research with a larger sample size and a multidisciplinary approach is recommended to optimize strategies for controlling antibiotic resistance. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Annisa Hayatunnufus
"Resistensi antibiotik merupakan masalah kesehatan global yang mengancam efektivitas pengobatan infeksi bakteri. Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap resistensi antibiotik adalah penggunaan antibiotik yang tidak rasional. Puskesmas Jatinegara, sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama, memiliki peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai penggunaan antibiotik secara bijak. Laporan ini membahas pelaksanaan promosi kesehatan berbasis Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat (GeMa CerMat) yang dilakukan di Puskesmas Jatinegara dengan fokus pada penggunaan antibiotik yang bijak serta cara penggunaan sediaan Amoksisilin. Metode yang digunakan meliputi edukasi non-interaktif kepada pasien yang sedang menunggu pelayanan di Instalasi Farmasi Puskesmas. Media promosi yang digunakan berupa poster dan brosur yang telah disesuaikan dengan pedoman GeMa CerMat. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa edukasi dapat dilakukan secara efektif untuk meningkatkan pemahaman pasien terkait antibiotik. Namun, terdapat keterbatasan dalam evaluasi dampak terhadap perubahan perilaku masyarakat. Oleh karena itu, disarankan agar kegiatan serupa di masa depan dilengkapi dengan metode evaluasi pre-test dan post-test guna mengukur efektivitas edukasi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang penggunaan antibiotik secara bijak. Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan langkah penting dalam memastikan efektivitas, keamanan, dan rasionalitas penggunaan obat pada pasien. Laporan ini membahas PTO yang dilakukan terhadap pasien dengan Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) yang mengalami komorbiditas vertigo perifer dan osteoartritis genu dextra di RSUD Cengkareng. Tujuan dari PTO ini adalah mengidentifikasi masalah terkait terapi obat (Drug-Related Problems/DRP) dan memberikan rekomendasi penyelesaiannya. Metode yang digunakan dalam PTO ini adalah observasi prospektif dengan pengumpulan data dari rekam medis, formulir pengobatan pasien, serta wawancara dengan pasien dan keluarga. Hasil analisis menunjukkan adanya beberapa DRP, termasuk efektivitas terapi yang tidak optimal, kejadian efek samping obat, serta interaksi obat yang berpotensi merugikan pasien. Untuk mengatasi hal tersebut, Penulis menyarankan berbagai potensi intervensi termasuk penyesuaian dosis, modifikasi regimen terapi, serta edukasi kepada pasien dan tenaga kesehatan terkait. Kesimpulan dari laporan ini menegaskan bahwa keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan sangat krusial dalam mengoptimalkan terapi pasien dan meminimalkan risiko DRP. Oleh karena itu, implementasi PTO yang sistematis dan evidence-based sangat dianjurkan dalam praktik kefarmasian di rumah sakit untuk meningkatkan kualitas layanan kesehatan dan keselamatan pasien.

Antibiotic resistance is a global health issue that threatens the effectiveness of bacterial infection treatments. One of the primary factors contributing to antibiotic resistance is the irrational use of antibiotics. As a primary healthcare facility, Jatinegara Public Health Center (Puskesmas Jatinegara) plays a crucial role in raising public awareness about the prudent use of antibiotics. This report discusses the implementation of health promotion based on the Gerakan Masyarakat Cerdas Menggunakan Obat movement (Community Movement for the Smart Use of Medicines) or “GeMa CerMat” conducted at Puskesmas Jatinegara, focusing on the proper use of antibiotics and Amoxicillin administration. The method used involved noninteractive education for patients waiting for services at the pharmacy of the health center. Promotional materials included posters and brochures adapted from GeMa CerMat guidelines. The results of this initiative indicate that education can be effectively conducted to improve patient understanding of antibiotics. However, there are limitations in evaluating its impact on behavioral changes in the community. Therefore, it is recommended that future similar activities incorporate pre-test and post-test evaluations to measure the effectiveness of educational efforts in increasing public awareness of responsible antibiotic use. Medication Review (PTO) is a crucial step in ensuring the effectiveness, safety, and rational use of drugs in patients. This report discusses the PTO conducted on a patient with Type 2 Diabetes Mellitus (T2DM) who also had comorbid peripheral vertigo and osteoarthritis genu dextra at RSUD Cengkareng. The objective of this PTO was to identify Drug-Related Problems (DRPs) and provide recommendations for their resolution. The method used in this PTO was prospective observation, with data collected from medical records, patient therapy forms, and interviews with the patient and her family. The analysis revealed several DRPs, including suboptimal therapeutic effectiveness, adverse drug reactions, and potentially harmful drug interactions. To address these issues, the author suggests various potential interventions, including dose adjustments, therapy regimen modifications, and education for patients and healthcare professionals. The conclusion of this report emphasizes that the involvement of pharmacists in healthcare teams is crucial for optimizing patient therapy and minimizing the risk of DRPs. Therefore, the systematic and evidence-based implementation of PTO is highly recommended in hospital pharmacy practice to improve the quality of healthcare services and ensure patient safety. "
Depok: Fakultas Farmasi Universitas Indonesia, 2024
PR-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Korrie Salsabila
"Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae) merupakan penyebab pneumonia, bakterimia dan meningitis. Penggunaan antibiotik yang kurang bijak menyebabkan berkembangnya klon resistan S. pneumoniae dan membuat kegagalan pengobatan infeksi S. pneumoniae. Pilus dan biofilm merupakan faktor virulensi yang penting pada S. pneumoniae. Strain S. pneumoniae resistan multi-obat di Indonesia didominasi oleh serotipe 19F dan 19A. Namun penelitian karakterisasi genomik molekuler dari strain tersebut belum pernah dilaporkan di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gen resistansi, pilus, kemampuan pembentukan biofilm, dan tipe sekuen pada 104 isolat resistan multi-obat serotipe 19F dan 19A di Indonesia. PCR konvensional digunakan untuk mendeteksi gen resistansi terhadap makrolida (ermB dan mefA), tetrasiklin (tetM), dan kotrimoksazol (folA dan folP). Sekuensing DNA dilakukan untuk mengetahui mutasi yang menyebabkan resistansi kotrimoksazol. Sedangkan multilocus sequence typing (MLST) dikerjakan untuk mengidentifikasi tipe sekuen. Gen mefA, ermB, dan tetM ditemukan pada 93%, 52%, dan 100% isolat MDRSP. Insersi arginin dan prolin pada asam amino ke-59 dan Ile-100-Leu merupakan mutasi yang paling banyak ditemukan pada gen folP dan folA. Pilus tipe 1 dan tipe 2 ditemukan pada 93% dan 82% isolat resistan multi-obat. Kebanyakan isolat resistan multi-obat tidak dapat membentuk biofilm (64.42%). Sedangkan proporsi tipe sekuen dari 10 isolat yang diuji adalah ST1464 (50%), ST320 (20%), ST271 (10%), ST236 (10%), dan ST5047 (50%). Hasil studi ini menggambarkan virulensi strain resistan multi-obat serotipe 19F dan 19A di Indonesia. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan pengobatan infeksi yang dikarenakan strain S. pneumoniae resistan multi-obat, serta mengontrol dan memonitor penyebaran klon resistan dan virulen di Indonesia.

Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae) is a major cause of bacterial pneumonia, bacteremia, and meningitis. Inappropriate use of antibiotics has led to the development of resistant pneumococcal clones and the failure of pneumococcal infections treatment. Meanwhile, pilus and biofilm are important S. pneumoniae virulence factors. Multidrug resistant S. pneumoniae (MDRSP) in Indonesia were dominated by serotype 19F and 19A. However, molecular genomics study of these strains has not been reported. This study aims to analyze resistance genes, pilus, biofilm formation ability, and sequence type (ST) among 104 isolates of MDRSP serotypes 19F and 19A in Indonesia. Conventional PCR was used to detect resistance genes, namely macrolide (ermB and mefA), tetracycline (tetM), and cotrimoxazole (folA and folP) gene. DNA sequencing was performed to investigate mutations in genes folA and folP. Multilocus sequence typing (MLST) was conducted to identify ST. The mefA, ermB, and tetM genes were found in 93%, 52%, and 100% MDRSP, respectively. The insertion of arginine and proline, and Ile-100-Leu were the most common mutations in the folP and folA. Pilus type 1 and type 2 were discovered in 93% and 82% of MDRSP isolates. The majority of isolates were not able to form biofilm (64%). While the ST proportion of the 10 isolates tested were ST1464 (50%), ST320 (20%), ST271 (10%), ST236 (10%), and ST5047 (50%). This study showed the virulence of MDRSP strains serotypes 19F and 19A in Indonesia. The results of this study could be used to develop treatment S. pneumoniae infection caused by multi-drug resistant strains, as well as to control and monitor the spread of resistant and virulent clones in Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Laela Fitriah
"Pendahuluan: Peningkatan resistensi antibiotik global menjadikan kolistin sebagai pilihan terapi untuk infeksi bakteri pandrug resistant (PDR). Namun, karena efek nefrotoksiknya, pemilihan kolistin harus dilakukan secara hati-hati setelah diperoleh hasil uji kepekaannya. Sifat molekul kolistin yang kompleks menyebabkan uji kepekaan tidak dapat dilakukan dengan metode difusi cakram atau mesin otomatis yang tersedia, sehingga diperlukan metode lain yang praktis dan dengan hasil yang baik.
Metode: Sebanyak 120 isolat bakteri Gram negatif, terdiri dari Acinetobacter baumannii, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa, masing-masing berjumlah 30 isolat diuji kepekaannya terhadap kolistin. Metode uji menggunakan media CHROMagar Col-APSE dan sebagai baku emas digunakan metode broth microdilution (BMD). Hasil uji kepekaan dianalisis untuk mendapatkan sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio serta akurasi.
Hasil: Ditemukan sebanyak 20 isolat yang resisten terhadap kolistin dari 120 isolat yang diuji pada media CHROMagar Col-APSE. Diantara 20 isolat yang resisten kolistin tersebut, hanya 10 isolat yang resisten kolistin pada uji kepekaan dengan metode BMD. Didapatkan nilai sensitivitas 100% (95% CI, 72,25 – 100), spesifisitas 90,91% (95% CI, 84,07 – 94,9), Positive Predictive Value (PPV) 50% (95% CI, 29,93 – 70,07), Negative Predictive Value 100% (95% CI, 96,3 – 100), positive likelihood ratio 11 (95% CI, 9,04 – 13,38), negative likelihood ratio 0 (95% CI 0), dan nilai akurasi diagnostik 91.67% (95%CI, 85.34 – 95.41).
Kesimpulan: Uji kepekaan bakteri Gram negatif terhadap kolistin dapat dilakukan menggunakan CHROMagar Col-APSE, dengan interpretasi dengan hati-hati. Bila hasil uji kepekaan bakteri Gram negatif terhadap kolistin ditemukan resisten berdasarkan CHROMagar Col-APSE, maka hasil tersebut perlu dikonfirmasi lebih lanjut menggunakan metode BMD.

Introduction: The global increase in antibiotic resistance has made colistin a therapeutic option for infections caused by pandrug-resistant (PDR) bacteria. However, due to its nephrotoxic effects, the use of colistin must be administered carefully after susceptibility test results are obtained. The complex molecular structure of colistin renders susceptibility testing unsuitable using the disc diffusion method or automated systems. Therefore, alternative methods that are both practical and capable of delivering accurate and reliable results are required.
Methods: A total of 120 Gram-negative bacterial isolates, consisting of Acinetobacter baumannii, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, and Pseudomonas aeruginosa with a total of 30 isolates were tested for susceptibility to colistin. The susceptibility testing was conducted using CHROMagar Col-APSE, with the broth microdilution (BMD) method serving as the gold standard. The results were analyzed to determine sensitivity, specificity, positive predictive value, negative predictive value, positive likelihood ratio, negative likelihood ratio, and accuracy.
Results: A total of 20 colistin resistant isolates were identified out of 120 isolates tested on CHROMagar Col-APSE. Among these, only 10 isolates were confirmed as colistin-resistant by the broth microdilution (BMD) method. The analysis yielded a sensitivity of 100% (95% CI, 72.25–100), specificity of 90.91% (95% CI, 84.07–94.9), positive predictive value (PPV) of 50% (95% CI, 29.93–70.07), negative predictive value (NPV) of 100% (95% CI, 96.3–100), positive likelihood ratio of 11 (95% CI, 9.04–13.38), negative likelihood ratio of 0 (95% CI, 0), and diagnostic accuracy of 91.67% (95% CI, 85.34–95.41).
Conclusion: Colistin susceptibility testing for Gram-negative bacteria can be performed using CHROMagar Col-APSE, with careful interpretation. When colistin resistance is detected in Gram-negative bacteria based on CHROMagar Col-APSE results, these findings should be further confirmed using the broth microdilution (BMD) method.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Maria Astika Dewi
"Pendahuluan: Indonesia menduduki peringkat kedua negara dengan kasus tuberkulosis (TB) terbanyak di dunia dan termasuk dalam lima negara dengan kasus Multidrug resistance tuberculosis (TB MDR) tertinggi. Tes cepat yang digunakan di Indonesia adalah geneXpert® MTB/RIF, tetapi geneXpert® MTB/RIF hanya dapat mendeteksi resistensi terhadap rifampisin masih merupakan produk luar negeri, harganya mahal dan memiliki keterbatasan dalam pendistribusian. Prüfen® GB101 merupakan tes cepat yang dapat digunakan untuk mendeteksi Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan menentukan kepekaannya terhadap rifampisin dan isoniazid, dapat menggunakan kit uji yang merupakan teknologi dalam negeri (TKDN). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kesesuaian hasil pemeriksaan sputum antara Prüfen® GB101 dan geneXpert® MTB/RIF. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian potong lintang pada sputum yang diambil dari pasien terduga tuberkulosis di Rumah Sakit Universitas Indonesia (RSUI) Depok pada bulan Mei hingga September 2023. Pemeriksaan sputum dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopis basil tahan asam (BTA), PRÜFEN® GB101, dan geneXpert® MTB/RIF. Hasil: Terdapat 81 dahak yang dianalisis dalam penelitian ini. Kesesuaian hasil deteksi MTB menggunakan Prüfen® GB101 dengan geneXpert® MTB/RIF pada dahak langsung memberikan nilai kappa 0,7 (p <0,001). Kesesuaian hasil uji sensitivitas MTB terhadap rifampisin menggunakan Prüfen® GB101 dengan gen Xpert® MTB/RIF pada sputum langsung memberikan nilai kappa sebesar 1 (p <0,001). Kesimpulan: Prüfen® GB101 memiliki kesesuaian yang kuat dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam mendeteksi MTB pada sputum langsung, sehingga Prüfen® GB101 merupakan assay yang memiliki performa yang sesuai dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam mendeteksi MTB pada sputum langsung. Prüfen® GB101 memiliki kesesuaian yang sangat kuat dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam menentukan kepekaan terhadap rifampisin, sehingga Prüfen® GB101 merupakan uji yang memiliki performa yang sama dengan gen Xpert® MTB/RIF dalam mendeteksi MTB pada sputum langsung.

Introduction: Indonesia is the second country with the most tuberculosis (TB) cases in the world and is among the five countries with the highest cases of multidrug resistant tuberculosis (MDR TB). The rapid test used in Indonesia is geneXpert® MTB/RIF, but geneXpert® MTB/RIF can only detect resistance to rifampicin, an import product that is expensive and has limitations in distribution. Prüfen® GB101 is a rapid test that can be used to detect Mycobacterium tuberculosis (MTB) and determine the susceptibility of MTB to rifampicin and isoniazid. Prüfen® GB101 can use kits that are available in domestic technology. This study aims to determine the suitability of sputum examination results between Prüfen® GB101 and geneXpert® MTB/RIF. Methods: A cross-sectional study was conducted on sputum taken from suspected tuberculosis patients at Universitas Indonesia Hospital Depok from May to September 2023. Sputum was examined microscopically for acid fast bacilli (AFB), PRÜFEN® GB101, and geneXpert® MTB/RIF. Results: Eighty-one sputum were analyzed in this study. The concordance of MTB detection results using Prüfen® GB101 with geneXpert® MTB/RIF in direct sputum gave a kappa value of 0.7 (p <0.001). The concordance of MTB sensitivity test results to rifampicin using Prüfen® GB101 with geneXpert® MTB/RIF in direct sputum gave a kappa value of 1 (p <0.001). Conclusion: Prüfen® GB101 has a strong concordance with the Xpert® MTB/RIF gene in detecting MTB in direct sputum Prüfen® GB101 has equal performance with the Xpert® MTB/RIF gene in detecting MTB on direct sputum. Prüfen® GB101 has a very strong agreement with gene Xpert® MTB/RIF in determining susceptibility to rifampicin Prüfen® has the same performance as gene Xpert® MTB/RIF in detecting MTB on direct sputum."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nathania Sutandi
"ABSTRAK
Resistensi antibiotik telah menjadi ancaman global. Salah satu contoh organisme yang resisten terhadap lebih dari satu antibiotik adalah methicillin-resistant Staphylococcus aureus MRSA . Dalam menghadapi permasalahan ini, alternatif yang dapat dipilih adalah dengan menggunakan tanaman herbal, yaitu Samanea saman. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui efek antibakteri Samanea saman pada MRSA dan non-MRSA.Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak Samanea saman pada MRSA dan non-MRSAMetode: Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental. Untuk memperoleh nilai minimum inhibitory concentration MIC digunakan broth dilution method. Selain itu, dilakukan pula penentuan nilai minimum bactericidal concentration MBC , dan jumlah koloni.Hasil: Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol daun Samanea saman terbukti tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap MRSA dan non-MRSA. Bakteri tumbuh di seluruh konsentrasi ekstrak yang digunakan. Nilai MIC dan MBC tidak dapat ditentukan. Selain itu, jumlah koloni bakteri pada setiap plat terhitung melebihi 250 koloni. Aktivitas antibakteri Samanea saman pada MRSA dan non-MRSA tidak dapat dibandingkan.Kesimpulan: Ekstrak metanol daun Samanea saman tidak memiliki efek antibakteri terhadap MRSA dan non-MRSA Kata kunci: MBC; MIC; MRSA; non-MRSA; Samanea saman.

ABSTRACT
Antibacterial resistance has been such a global burden nowadays. The well known example of multi drug resistance organism is the methicillin resistant Staphylococcus aureus MRSA . In response to the antibacterial resistance, the alternative that can be considered is the usage of herbal plant such as Samanea saman. Therefore, a research needs be conducted to investigate the antibacterial effect of Samanea saman on MRSA and non MRSA. Purpose This research aim is to compare the antibacterial activity of Samanea saman extract on MRSA and non MRSAMethods This research is an experimental study. To obtain the value of minimum inhibitory concentration MIC , broth dilution method was used. The value of minimum bactericidal concentration MBC and the number of colonies were also determined.Result This study revealed that methanol extract of Samanea saman leaves has no antimicrobial activity against MRSA and non MRSA. The bacteria grow in all concentration of the extract and therefore the MIC and MBC value could not be obtained. The level of antibacterial activity of Samanea saman in MRSA and non MRSA could not be compared.Conclusion The methanol extract of Samanea saman leaves does not have any antibacterial effect against MRSA and non MRSA. Key words MBC MIC MRSA non MRSA Samanea saman"
2016
S70436
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azzahrah Khairunnisa Mardhiyah
"Acinetobacter baumannii merupakan bakteri Gram-negatif penyebab infeksi nosokomial yang menjadi ancaman global karena tingkat resistan yang tinggi terhadap berbagai antibiotik, termasuk karbapenem sebagai antibiotik lini terakhir. Resistansi ini terutama disebabkan oleh enzim karbapenemase yang dikodekan Gen blaOXA-23, blaOXA-24, blaOXA-58, dan blaNDM. Dalam penelitian ini dilakukan evaluasi pola resistansi fenotipik, distribusi gen resistansi, dan karakterisasi molekuler gen-gen tersebut pada 17 isolat klinis A. baumannii dari RSCM tahun 2022 menggunakan PCR dan DNA sekuensing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh isolat tetap resistan terhadap meropenem, dengan gen blaOXA-23 terdeteksi pada 17 isolat (100%), sehingga menjadi gen dominan yang berperan dalam resistansi. Sementara itu, genblaOXA-24 hanya ditemukan pada dua isolat (11,78%), sedangkan gen blaOXA-58 dan blaNDM tidak terdeteksi pada isolat yang diuji. Selain itu, analisis sekuens gen blaOXA-23 mengungkapkan tidak adanya variasi nukleotida maupun asam amino, yang mengindikasikan stabilitas gen ini di antara isolat yang diteliti. Lebih lanjut, hasil pemodelan molekuler menunjukkan bahwa doripenem dan ertapenem memiliki afinitas pengikatan yang lebih tinggi terhadap enzim karbapenemase jika dibandingkan dengan imipenem dan meropenem, sehingga lebih rentan dihidrolisis oleh enzim ini.

Acinetobacter baumannii is a Gram-negative bacteria responsible for nosocomial infections and is considered a global threat due to its high level of resistance to various antibiotics, including carbapenems, which are often regarded as last-resort antibiotics. This resistance is primarily attributed to β-lactamase enzymes encoded by the blaOXA-23, blaOXA-24,blaOXA-58, and blaNDM genes. This study aimed to evaluate the phenotypic resistance patterns, the distribution of resistance genes, and the molecular characterization of these genes in 17 clinical isolates of A. baumannii obtained from RSCM in 2022 using PCR and DNA sequencing. The results revealed that all isolates remained resistant to meropenem, with blaOXA-23 detected in all 17 isolates (100%), making it the dominant gene contributing to resistance. Meanwhile, the blaOXA-24 gene was identified in only two isolates (11.78%), whereas blaOXA-58 and blaNDM were not detected in any isolates. Additionally, sequencing analysis of blaOXA-23 showed no nucleotide or amino acid variations, indicating the stability of this gene among the tested isolates. Furthermore, molecular modeling demonstrated that doripenem and ertapenem exhibited higher binding affinities to carbapenemase enzymes compared to imipenem and meropenem, rendering them more susceptible to hydrolysis by these enzymes."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2025
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siregar, Eunike Hanna Dameria
"Latar Belakang : Meropenem, salah satu antibiotik yang paling efektif terhadap bakteri gram negatif dan bakteri gram positif, dianggap sebagai pengobatan terakhir yang paling dapat diandalkan untuk infeksi bakteri. Penyebaran yang cepat dari resistensi meropenem, terutama diantara bakteri gram negatif, merupakan masalah kesehatan yang sangat penting. Berbagai faktor diketahui berhubungan dengan kejadian resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif, namun penelitian yang dilakukan pada pasien infeksi intra abdomen masih terbatas.
Tujuan : Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan resistensi antibiotik meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra-abdomen di RSCM tahun 2013-2017.
Metode : Penelitian desain cross sectional dengan mengambil data dari rekam medis pasien infeksi intra abdomen pada rentang waktu tahun 2013-2017 sebanyak keseluruhan populasi terjangkau.
Hasil : Tidak terdapat perbedaan bermakna secara statistik dari faktor-faktor yaitu, usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif.
Kesimpulan : Usia, jenis kelamin, penyakit yang menyertai, riwayat antibiotik, jumlah leukosit dan jumlah albumin bukan merupakan faktor yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen. Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk mengetahui pengaruh faktor-faktor lain yang berhubungan dengan resistensi meropenem terhadap bakteri gram negatif pada pasien infeksi intra abdomen.

Background : Meropenem, one of the most effective antibiotics against gram-negative bacteria and gram-positive bacteria, is considered to be the most reliable last treatment for bacterial infections. The rapid spread of meropenem resistance, especially among gram negative bacteria, is a very important health problem. Various factors are known to be associated with the incidence of meropenem resistance to gram-negative bacteria, but studies conducted on patients with intra-abdominal infections are still limited.
Objectives : To determine the factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections at Cipto Mangunkusumo Hospital in the year of 2013-2017.
Methods : A cross sectional design study by taking data from medical records of intra-abdominal infection patients in the period of 2013-2017 as much as the entire affordable population.
Results : There were no statistically significant differences in factors, namely age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocyte and amount of albumin associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria.
Conclusion : Age, sex, accompanying disease, history of antibiotics, number of leucocytes and amount of albumin are not factors associated with meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections. Further research is needed to determine the effect of other factors related to meropenem resistance against gram-negative bacteria in patients with intra-abdominal infections.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>