Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 95704 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Atika Sari
"Penatalaksanaan serangan asma akut yang direkomendasikan saat ini adalah inhalasi berulang bronkodilator agonis B2 dan tambahan steroid sistemik pada pasien yang tidak respons terhadap terapi bronkodilator. Steroid sistemik pada asma akut telah terbukti dapat menurunkan angka rawat inap dibandingkan pemberian bronkodilator raja dan secara bermakna dapat menurunkan angka serangan ulang serta meningkatkan faal paru setelah serangan akut. Dalam kepustakaan dikatakan bahwa terapi jangka pendek steroid sistemik cukup aman tetapi berpotensi untuk terjadi efek samping obat terutama pada pasien dengan serangan ulang. Di lain pihak, pengobatan sistemik secara intravena tidak selalu mudah diberikan.
Tujuan utama penanganan serangan asma adalah perbaikan segera gejala dengan mengurangi obstruksi jalan napas karena kecepatan dan besar perbaikan pengobatan awal menentukan pengobatan selanjutnya dan prognosis penyakit Bronkodilator agonis B2 dengan cara nebulisasi telah luas digunakan. Beberapa keuntungan nebulisasi adalah mudah digunakan terutama pada pasien asma anak, serangan asma berat, gangguan koordinasi tangan (pada pemakaian MDI) dan nebulizer dapat menampung sejumlah obat dengan dosis besar. Sementara itu pemberian melalui nebulisasi merupakan cara yang biasa digunakan untuk memperoleh reaksi segera. Lebih dari 10 tahun penggunaan obat-obat secara nebulisasi telah mengalami peningkatan, pengobatan secara inhalasi pada penyakit saluran napas lebih potensial daripada pemberian secara oral atau intravena yaitu dengan dosis obat lebih kecil, efek samping sistemik minimal dan obat segera berada pada set target atau daerah infamasi."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Zulkarnain Barasila
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58448
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Meity Asyari Rahmadhani
"ABSTRAK
Latar Belakang: Stroke merupakan salah satu penyebab utama tingginya angka kematian dan disabilitas di dunia dengan etiologi utama iskemik. Stroke iskemik disebabkan emboli atau trombus yang menyumbat arteri otak sehingga timbul inti infark yang dikelilingi penumbra iskemik. Untuk mengembalikan sirkulasi penumbra iskemik diperlukan terapi reperfusi, salah satunya trombolisis intravena dengan Alteplase. Dari berbagai pusat studi penggunaan Alteplase berbeda-beda dalam waktu awitan-terapi dan dosis terapi, yaitu awitan terapi 3 hingga 6 jam dan dosis standard 0,9 mg/kgBB dibandingkan dengan dosis rendah 0,6 mg/kgBB. Metode Penelitian: Penelitian berupa studi potong lintang serial untuk menilai manfaat persentase perbaikan NIHSS dan mRS serta keamanan angka kejadian perdarahan intraserebral simtomatik dan kematian penggunaan alteplase dosis 0,6 mg/kgBB pada stroke iskemik akut 4 nilai NIHSS pada 24 jam pasca-trombolisis. 55,4 memiliki luaran baik berdasarkan mRS 90 hari. 7,4 mengalami perdarahan intraserebral 7 hari pasca-trombolisis. Sebanyak 10,2 subjek mengalami kematian dengan 5,6 meninggal dengan penyebab serebral. Kesimpulan: Alteplase dosis 0,6 mg/kgBB bermanfaat dan aman diberikan pada stroke iskemik akut

ABSTRACT<>br>
Background Stroke is a leading cause of mortality and disability globally with major ischemic etiology. Ischemic stroke caused by thrombus or embolus that lodges in cerebral artery causing infarct core and surrounded by ischemic penumbra. To restore ischemic penumbral circulation, reperfusion therapy is required, one of them is intravenous thrombolysis with Alteplase. Many centers have different use of Alteplase within onset to treatment time and therapeutic doses, i.e. onset to treatment 3 to 6 hours and the standard dose of 0.9 mg kg compared with low dose 0.6 mg kg. Methods Serial cross sectional study to assess the efficacy percentage improvement of NIHSS and mRS and safety symptomatic intracerebral haemorrhage and death with Alteplase 0.6 mg kg in acute ischemic stroke 4 point NIHSS at 24 hours post thrombolysis. 55.4 had good outcomes based on mRS 90 days. 7.4 experienced intracerebral hemorrhage at 7 days post thrombolysis. 10.2 of subjects suffered death with 5.6 died with cerebral causes. Conclusion Alteplase dose 0.6 mg kg is beneficial and safe for acute ischemic stroke "
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
T58852
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Febriana Novariska
Jakarta: Fakulitas Kedokteran Universitas Indonesia , 2008
T56000
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Siringoringo, Victor Sahat
"Latar belakang
Teofilin merupakan bronkodilator yang efektif dalam pengobatan asma bronkial dan penggunaannya dalam bentuk garam etilendiamin sebagai bolus i.v. aminofilin merupakan terapi standar dalam penanggulangan penderita asma bronkial akut (1-3).
Dari beberapa hasil penelitian ditunjukkan bahwa baik efek terapi maupun efek toksik teofilin sangat berkaitan dengan kadar teofilin dalam serum. Untuk bronkodilatasi, lajak kadar teofilin serum terapetik adalah sempit yaitu 10 - 20 μg/ml (1,2,4-7). Disamping mempunyai efek terapetik yang rendah, variasi biotransformasi atau bersihan total teofilin, baik intraindividual maupun interindividual sangat berpengaruh pada kadar teofilin serum. Oleh karena itu pemantauan kadar teofilin serum dengan penerapan prinsip farmakokinetik sangat penting dalam optimasi penggunaan teofilin (1,8-12).
Dalam praktek, untuk menanggulangi serangan asma akut, seringkali penderita yang datang ke rumah sakit diberikan dosis awal bolus i.v. aminofilin dengan dosis muatan 5,6 mg/kg BB tanpa memperhitungkan apakah penderita ini telah mendapat teofilin dalam waktu sehari sebelumnya. Kemudian, apabila serangan dapat diatasi, penderita tidak mendapat infus aminofilin melainkan hanya mendapat resep dokter untuk membeli sediaan teofilin per oral di apotek sebagai kelanjutan terapi di rumah. Penatalaksanaan serangan asma bronkial akut yang dianjurkan dalam kepustakaan adalah pemberian bolus i.v. aminofilin dengan dosis muatan 5,6 mg/kg BB. Kemudian dosis awal ini harus dilanjutkan dengan pemberian infus aminofilin untuk mempertahankan kadar teofilin serum terapetik (1,2).
Interval waktu seteiah pemberian bolus i.v. aminofilin yang diberikan di rumah sakit sampai penderita minum sediaan teofilin per oral. di rumah diperkirakan 3 - 6 jam. Oleh karena itu kadar teofilin serum sebelum bolus injeksi aminofilin dan sesudahnya sampai 6 jam serta hubungannya dengan efek terapi dan efek sampingnya perlu diteLiti pada penderita asma bronkial akut yang hanya mendapat bolus i.v. aminofilin dengan dosis standar 5,6 mg/kg BB di rumah sakit?
"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Chintya Mutiara Sari
"Latar Belakang: Sampai saat ini belum ada konsensus sepakat mengenai durasi pemberian antibiotik untuk kasus fraktur terbuka grade I-II. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah risiko infeksi akan lebih besar jika antibiotik profilaksis diberikan intravena dihentikan 24 jam pasca operasi dibandingkan dengan diteruskan sampai 72 jam pasca operasi.
Metode: Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu uji klinis terkontrol tersamar tunggal. Penelitian akan dilakukan multi center pada RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, RS Siaga Medika Banyumas dan RSUD Kabupaten Tangerang. Penelitian dilakukan mulai Bulan Juli 2022 sampai dengan Maret 2023. Populasi target dari penelitian ini adalah pasien dewasa yang menjalani operasi reposisi terbuka dan fiksasi interna untuk kasus fraktur terbuka tulang panjang.
Hasil : Dalam penelitian ini didapatkan bahwa sebagian subjek yang mengalami fraktur terbuka tulang panjang berjenis kelamin laki-laki, yakni 16 orang (51,6%) di kelompok pemberian antibiotik selama 24 jam, dan 15 orang (48.4%) di kelompok pemberian antibiotik selama 72 jam. Pada penelitian in didapatkan lokasi fraktur sebagian besar terjadi pada ekstremitas bawah yakni sebanyak 17 orang (51.5%) di kelompok pemberian antibiotik selama 24 jam, dan 16 (48.5%) di kelompok pemberian antibiotik selama 72 jam. Pada penelitian ini didapatkan tidak didapatkan hubungan yang bermakna antara lama pemberian antibiotik 24 jam dan 72 jam dengan terjadinya infeksi pada fraktur terbuka (p>0.05).
Kesimpulan: Angka infeksi pasca operasi reposisi terbuka dan fiksasi interna fraktur terbuka tulang panjang derajat 1 dan 2 kurang dari 5 persen. Penghentian antibiotik profilaksis 24 jam pasca operasi reposisi terbuka dan fiksasi interna fraktur terbuka tulang panjang derajat 1 dan 2 memiliki angka infeksi yang sama dibandingkan dengan dilanjutkan sampai 72 jam pasca operasi.

Introduction: There is no agreed consensus regarding the duration of antibiotic administration for grade I-II open fracture cases. The aim of this study was to determine whether the risk of infection would be greater if prophylactic antibiotics given intravenously were discontinued 24 hours postoperatively compared to continuing until 72 hours postoperatively.
Method: The design used in this study was a single-blind controlled clinical trial. The research will be carried out in a multi-center at RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta, Siaga Medika Hospital in Banyumas and Tangerang District Hospital. The study was conducted from July 2022 to March 2023. The target population for this study were adult patients who underwent open repositioning surgery and internal fixation for cases of open long bone fractures.
Result: In this study, it was found that some of the subjects who had open fractures of the long bones were male, namely 16 people (51.6%) in the group given antibiotics for 24 hours, and 15 people (48.4%) in the group given antibiotics for 72 hours . In this study, it was found that most of the fracture locations occurred in the lower extremities, namely 17 people (51.5%) in the group given antibiotics for 24 hours, and 16 (48.5%) in the group given antibiotics for 72 hours. In this study, there was no significant relationship between the duration of 24 and 72 hours of antibiotic administration and the occurrence of infection in open fractures (p>0.05).
Conclusion: Prophylactic antibiotics for up to 24 hours postoperative open repositioning and internal fixation in open fractures of long bones degrees 1 and 2 had no significantly different infection rates when compared to prophylactic antibiotics continued for up to 72 hours postoperatively.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Natalia Kunti Handayani
1999
S2429
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ni Luh Putu Ekarini
"ABSTRAK
Asma adalah penyakit inflamasi kronis pada saluran napas. Prevalensi kejadian
asma masih terus mengalami peningkatan setiap tahunnya baik di dunia maupun
di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor pemicu
dominan terjadinya serangan asma pada pasien asma. Desain pada penelitian ini
adalah deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Jumlah responden
adalah 118 orang (60 pasien asma persisten dan 58 pasien asma intermiten). Hasil
analisis bivariat menunjukkan bahwa faktor-faktor pemicu dan karakteristik yang
berhubungan dengan terjadinya serangan asma adalah paparan alergen (p value =
0,006), exercise (latihan) (p value = 0,042), kondisi psikologis (stres emosional)
(p value = 0,000) dan pekerjaan (p value = 0,095) . Hasil analisis multivariat
diketahui bahwa kondisi psikologis (stres emosional) dan alergen adalah faktor
yang paling dominan dengan terjadinya serangan asma pada pasien asma (p value
= 0,002). Diharapkan pemberian asuhan keperawatan, khususnya pengkajian
keperawatan yang berfokus pada faktor-faktor pemicu lebih dikembangkan
sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan bisa terfokus hanya pada faktor
pemicu yang menjadi masalah pasien.

ABSTRACT
Asthma is a chronic inflammatory disease in respiratory tract. Prevalence for
asthma syndrome increasing every year which is happen in the world and
Indonesia. This research intends to identifying what is dominant factors trigger
causing asthma attack to asthma sufferers. Design of this research is based on
analytic description with cross sectional design. The number of respondents for
permitten group is 60 respondent and for intermitten group is 58 responden.
Bivariate analysis result shows that trigger factors that correlate with asthma
attack is allergen exposure (value of p = 0,006), exercise (value of p = 0,042) and
psychological condition (emotional stress) (value of p = 0,000). Multivariate
analysis result shows that psychological condition (emotional stress) and allergen
are the most dominant factor for asthma attack to astma sufferers (value of p =
0,002). This research expected that provision of nursing care, particularly the
nursing assessment that focuses on the factors triggering more developed, so that
health education can be focused only on the factors triggering sufferer?s problems."
2012
T30663
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Evans Tofano Bobian
"Tujuan utama dari terapi asma adalah asma yang terkontrol yang mungkin dipengaruhi hal seperti derajat berat asma. Pada penelitian sebelumnya dari luar negeri mengenai hubungan antara derajat herat asma dengan tingkat kontrol asma, ditemukan bahwa semakin berat derajat asma, semakin rendah tingkat kontrolnya. Dari jumlah total subjek penelitian, kelompok dengan asma ringan sebanyak 64 orang (59,8%), asma sedang sebanyak 27 orang (25,2%), dan asma berat sebanyak 16 orang (15%). Didapatkan hubungan yang bermakna antara derajat berat asma dengan tingkat kontrol asma (p = 0,003) pada pasien Poliklinik Asma Rumah Sakit Persahabatan.

The main goal of asthma therapy is to achieve complete control over the disease, which may be determined by the severity of the asthma. In previous studies, it was concluded that more severe asthma is associated with less control over it. Among all the subjects of the study, there are 64 patients with mild asthma (59,8%), 27 patients with moderate asthma (25,2%), and 16 patients with severe asthma A significant association between asthma severity with asthma control level was found (P=O,003) in asthma patients in Asthma Clinic of Persahabatan Hospital."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S70305
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>