Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 98469 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Budiman
"Flap kulit memegang peranan yang sangat penting dalam bedah rekonstruksi. Nekrosis flap, tentu saja akan menyebabkan gagalnya program rekonstruksi disamping meningkatkan morbiditas penderita, biaya perawatan dan lama perawatan. Berbagai teknik untuk meningkatkan kehidupan flap telah lama dicoba dengan memanipulasi jaringan flap. Salah satu teknik yang terbukti efektif adalah pengondisian dengan prosedur tunda bedah. Prosedur ini menyebabkan terjadinya relatif iskemia yang merangsang perubahan anatomis maupun fisiologis pembuluh darah flap sehingga lebih tahan terhadap kondisi iskemia ketika ditransfer. Walaupun efektifitas prosedur tunda tidak diragukan, teknik ini relatif jarang dilakukan dalam praktek klinis karena beberapa alasan ketidak-praktisan. Pada studi ini dicoba altematif prosedur tunda yang relatif sederhana, yaitu dengan hanya melakukan undermining melalui insisi kecil di salah satu sisi panjang flap yang menyebabkan terputusnya pembuluh darah perforator yang berjalan tegak lurus dari dasar flap, sehingga terjadi iskemia relatif yang mirip dengan fenomena tunda. DiIakukan penelitian pada 51 ekor tikus dengan membuat disain flap berukuran 2 x 7 cm pada punggungnya. Proses tunda dilakukan selama 7 hari, kemudian viabilitas flap diamati setelah 7 hari pasta tunda. Flap yang nekrosis ditandai dan dihitung luasnya dengan Program Auto CAD Map sehingga didapatkan persentasi luas flap yang viabel. Dengan Uji Kruskal-Wallis dapat disimpulkan bahwa prosedur tunda dengan undermining melalui insisi kecil tidak berbeda bermakna dengan prosedur konvensional (p-0,05), namun lebih efektif dan efisien untuk dikerjakan. Prosedur ini sebenarnya tidak asing dilakukan oleh ahli bedah plastik misalnya dalam mempersiapkan suatu pocket implan maupun dalam memasang tissue ekspander, namun belum banyak disadari bahwa tindakan ini dapat dijadikan sebagai alternatif prosedur tunda flap yang cukup efektif dan efisien."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Guntoro
"Surgical delay is a manuever that designed to improving survival of skin flap. The basic mechanism of the delay procedure is vascular reorientation that produced by the stimulus of ischemia. This study introduces a new method of surgical delay with ligation suture. This ligation interrupt blood flow to the planned skin flap and thereby producing ischemic condition. We investigated wether this method will improve flap survival, compared with survival in "conventional" surgical delay and non-delay group.
Fifty-one McFarlane flaps on rat model were divided in three groups. After 7 days of delay (in the delay group) the flap was elevated. Then, 7 days post elevation, the survival length of the flaps in all groups was measured. Flap survival ii the ligation suture delay group (72,83% ± 3,84%, n=17) was not different from "conventional" surgical delay group (73,34% ± 9,73%, n=17), and significantly greater than in the non-delay group (47,92%± 6,62%, n=17).
This study suggest that, in rat model, this ligation suture delay procedure was effective to produces ischemic condition that stimulus changes of blood patterns and thus increasing the flap survival."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Tarigan, Utama Abdi
"Pendahuluan : Compromised flap merupakan komplikasi yang sering didapatkan dari operasi-operasi elevasi flap. Penanganan jaringan yang kurang baik, tehnik operasi, kadang mengakibatkan cedera pada pembuluh darah yang berujung pada compromised flap yang bila tidak ditangani dengan baik, dapat menjadikan kematian sebagian bahkan seluruh flap. Hampir semua cedera pada pembuluh utama dapat diatasi dengan tindakan reoperasi untuk mengatasi gangguannya. Tetapi bila gangguan yang terjadi di microsirkulasi, therapi farmakologi merupakan pilihan. Disamping itu, compromised flap memberikan tampilan klinis yang berbeda, tergantung gangguan yang terjadi pada pembuluh vena atau arteri. Banyak pilihan sediaan farmakologi untuk mengatasi compromised flap oleh karena gangguan mikrosirkulasi. Diantaranya yang sering dipakai oleh karena mudah cara pakainya, murah, tersedia dan diketahui cara kerjanya adalah heparin topikal dan nitrogliserin topikal. Metode: Suatu studi eksperimental dilakukan terhadap 18 ekor tikus Sprague-Dawley betina yang terbagi secara acak ke dalam 2 kelompok. Kelompok pertama merupakan kelompok yang deri penangan dengan heparin topikal. Setelah dilakukan elevasi groin island flap, dilakukan oklusi pada vena femoralis sirkumjleksa lateralis selama 6 jarn hingga terbentuk compromised jlap. Kemudian oklusi dilepas dan dioleskan heparin topikal selama 7 hari. Dinilai perubahan warn a yang terjadi hari pertama dan hari ke tujuh. Pada kelompok kedua, dengan tehnik yang sarna tetapi perlakuan yang diberikan dengan nitrogliserin topikal. Perubahan warna yang terjadi didokwnentasikan dengan mempergunakan kamera dan tehnik pemotretan yang sarna Kemudian perubahan wama yang terjadi hari 1 dan hari ke 7 dinilai dengan pengukuran persentase grayscale foto dengan memakai adobe photoshop CS4. Hasil : Perubahan warna yang terjadi dimana wama flap yang sebelumnya gelap menjadi lebih terang dan akhirnya menjadikan flap viabel, tid8.k menunjukkan perbedaan bermakna baik yang diperlakukan dengan heparin maupun dengan nitrogliserin (p>O,05). Demikian juga waktu yang diperlukan untuk menjadikan flap tersebut lebih viabel, tidak menunjukkan perbedaan bermakna antara heparin maupun nitrogliserin. Simpulan : Compromised vena dapat diatasi dengan heparin dan nitrogliserin topikal, akan tetapi tidak menunjukkan sedian yang satu lebih superior dibanding dengan sediaan lainnya."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia , 2009
T59067
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Iwan Tofani
"PENDAHULUAN
Penderita yang datang ke poliklinik gigi atau rumah sakit dengan anomali kongenital pada daerah oromaksilofasial khususnya celah bibir, pada umumnya mempunyai keluhan pada fungsi, estetika serta bicara. Keluhan ini pada tiap individu berbeda, ada yang sangat merasakan kelainan tersebut namun adapula yang tidak terlalu memikirkannya. Untuk mengatasi celah bibir, bukan tanpa hambatan atau komplikasi. Ada bermacam-macam komplikasi, diantaranya adalah yang disebut 'whistling', yang secara garis besarnya dapat diartikan suatu keadaan seperti orang bersiul. Dengan tehnik operasi yang makin disempurnakan, komplikasi 'whistling' ini sedikit demi sedikit diusahakan untuk diatasi.
Banyak metoda yang dipakai untuk merapihkan celah bibir, salah satunya adalah metoda 'flap triangular'. Metoda 'flap triangular' ini pun macam-macam pula tehniknya. Sebuah diantaranya adalah tehnik yang diajukan oleh Tennison. Bertolak dari tehnik dasar Tennison, kemudian telah banyak dilakukan modifikasi. Misalnya mulai dari titik pertemuan mukokutan (mucocutaneous junction) kearah sisi mukosa bibir ada yang membuat insisi garis lurus, serta adapula yang menggunakan insisi z-plasti.
Dalam tulisan ini akan dibandingkan kedua cara merapihkan celah bibir tersebut, yaitu yang menggunakan insisi garis lurus dan yang menggunakan insisi z-plasti.
Latar Belakang Masalah, Penderita yang membutuhkan tindakan merapihkan celah bibir, selalu menginginkan hasil yang terbaik. Akan tetapi sebelum tindakan dilakukan, penjelasan dan keterangan yang panjang lebar haruslah di berikan oleh operator, agar supaya penderita betul-betul memahami. Tanpa maksud untuk mengendurkan hasrat penderita, komplikasi-komplikasi yang mungkin timbul harus diutarakan, termasuk 'whistling' tersebut. Pada umumnya diterangkan pula, kalau perlu, operasi kedua/sekunder dilakukan pada kesempatan berikutnya. Untuk mengurangi komplikasi, harus diusahakan merapihkan celah bibir dengan tehnik yang dianggap paling minimal komplikasinya.
Masalah, Untuk mengurangi komplikasi yang terjadi pasca bedah serta merugikan bagi penderita, maka cara dan tehnik merapihkan celah bibir manakah yang sebaiknya dilakukan?"
1988
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Husniah Rubiana Thamrin
"Ruang Lingkup dan Cara Penelitian: Fursultiamin merupakan derivat tiamin yang aering digunakan di klinik untuk merangsang peristalsis saluran cerna pasca bedah. Dasar penggunaannya belum jelas dan efek kliniknya belum pernah dibuktikan secara memuaskan. Karena itu ingin dilakukan penelitian eksperimental sebagai salah satu cara untuk mendapatkan data pembuktian efektivitasnya. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui efek fursultiamin terhadap motilitaa saluran cerna pada ileus eksperimental. Penelitian ini dilakukan secara paralel dengan kelola pada 72 tikus yang dibagi secara acak menjadi 6 kelompok. Mula-mula pada masing-masing tikus dilakukan anestesi dengan natrium pentobarbital dan ditimbulkan ileus dengan melakukan laparotomi dan ekateriorisasi usus halus dan caecum secara sisternatik selama 30 menit. Saluran cerna kemudian dimasukkan kembali dan luka laparotomi dijahit. Pada masing-masing tikus kemudian diberikan 1 ml suspensi arang melalui sonde lambung. Kemudian Kepada kelompok I - IV diberikan fursultiamin dengan dosia 10, 16, 25.6 dan 41 mg/kg BB untuk menilai efektivitasnya terhadap motilitas saluran cerna, sedangkan kepada kelompok V dan VI diberikan neostigmin 0.1 mg/kg BB dan plasebo (NaCl 0.9%) sebagai kelola. Setelah beberapa saat tikus dimatikan dan diukur transit saluran cerna (TSC) yaitu yaitu persentase panjang usus halus yang dilalui suspensi arang terhadap panjang seluruh usus halus.
Hasil dan Kesimpulan: Pada kurva dosis-intensitas efek tidak terlihat adanya hubungan antara peningkatan dosis fursultiamin dengan peningkatan intensitas efek, sehingga tidak dapat disimpulkan adanya efektivitas yang jelas. Dari hasil uji Anava 1 arah yang dianalisis lebih lanjut dengan perbandingan multipel, tidak ditemukan perbedaan nilai rata-rata (± SD) TSC yang bermakna antara berbagai tingkat doais fursultiamin aendiri (TSC: 6.4% i 3.6% , 11.4% ± 6.5% , 10.3% i 6.3% , 8.4% ± 3.7%) dan antara fursultiamin dengan plasebo (TSC: 6.3% + 4.5%) (p > 0.05). Sedangkan antara fursultiamin dengan neostigmin (TSC: 31.5% + 13.4%) terdapat perbedaan bermakna (p < 0.05). Disimpulkan bahwa pada eksperimen ini tidak terlihat perbedaan bermakna antara fursultiamin dengan plasebo dalam meningkatkan peristalsis saluran cerna."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1990
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eliza Nindita
"ABSTRAK
Latar Belakang: Studi ini bertujuan untuk mengamati dampak aplikasi Tumescent ONEPERMIL dan segi keamanannya pada skin flap yang telah mampu pulih hidup dari cedera iskhemia sebelumnya.
Metode: Studi eksperimental dengan kontrol dan randomisasi dilakukan pada 40 groin flap dari 20 ekor Rattus novergicus strain Wistar yang sehat berbobot 220-270 gram. Infiltrasi Tumescent ONEPERMIL, infiltrasi salin normal dan grup kontrol dilakukan pada flap yang berhasil pulih vital 100% dari cedera iskhemia yang dikondisikan melalui pemasangan klem selama 15 menit pada pedikelnya. Perfusi flap dimonitor melalui pengukuran tekanan oksigen transkutaneous (TcPO2), sebelum dan sesudah infiltrasi dilakukan. Vitalitas flap dinilai secara klinis maupun menggunakan Analyzing Digital Images® di hari ke 7 paska prosedur infiltrasi dan resetting flap pada tempatnya. Analisa statistik dilakukan dengan test Chi-square (p<0,05).
Hasil: Penilaian akhir menunjukkan kepulihan hidup seluruh groin flap tanpa ditemukan tanda nekrosis. Pengukuran TcPO2 pada flap sebelum dan sesudah prosedur infiltrasi menunjukkan perbedaan yang signifikan (p<0,0001) namun masih berada dalam batasan prediksi flap akan pulih hidup.
Kesimpulan: Aplikasi Tumescent ONEPERMIL pada groin flap yang telah pulih hidup dari cedera iskhemia sebelumnya, tidak menimbulkan dampak nekrosis pada flap.

ABSTRACT
Background: To observe the effect of One-per-mil tumescent injection on viable skin flaps that previously had suffered from an ischemic insult, so as to ascertain One-per-mil tumescent safety application in the related theme.
Methods: 40 groin flaps from 20 healthy Wistar strained-Rattus novergicus weighing 220-270 grams were conditioned to acute ischemia by clamping the pedicle for 15 minutes. Merely totally survived and viable flaps on the seventh postoperative day were randomly divided into: One-per-mil tumescent infiltration group(A), normal saline infiltration group(B), and control group(C). Before and after the infiltration, transcutaneous oxygen tension (TcPO2) measurement was performed, and the changes values were calculated by statistical analysis using ANOVA and Paired T-Test. Viability of flaps was assessed clinically and by using AnalyzingDigitalImages® 7 days later.
Results: TcPO2 readings yielded a decreasing value significantly (p<0.001) following both One-per-mil tumescent and normal saline infiltration. However, all groin flaps survived with no signs of tissue necrosis.
Conclusion: One-per-mil tumescent injection into viable skin flaps is safe even though the flaps had previously suffered from an ischemic condition.
"
2016
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Elrica Sapphira
"Latar Belakang: Indocyanine green (ICG) telah banyak digunakan dalam prosedur rekonstruksi, salah satu penggunaanya adalah untuk menentukan ukuran flap dengan memanfaatkan fluoresens ICG yang menandai hotspot. Dalam penelitian ini, penulis menyoroti ICG untuk evaluasi perfusi flap, di mana membutuhkan beberapa kali penggunaan ICG. Akan tetapi, penggunaan ICG dengan konsentrasi standar untuk berkali suntikan mungkin mahal, oleh karena itu studi akan meneliti tentang konsentrasi ICG yang berbeda, yang dapat berguna untuk mengurangi biaya.
Metode: Studi ini merupakan penelitian yang dilakukan pada 25 ekor tikus Wistar. Subjek penelitian dibagi menjadi 5 kelompok, dibedakan berdasarkan konsentrasi ICG yang disuntikkan; 1) larutan ICG standar (konsentrasi 100%); 2) 75% larutan standar; 3) 50% larutan standar; 4) 25% larutan standar, dan 5) 10% larutan standar. Flap abdomen pada tikus dielevasi dan vitalitasnya dievaluasi. Kemudian subjek akan disuntikkan larutan ICG dalam berbagai konsentrasi dan dinilai dengan menggunakan kamera dekat inframerah. Studi ini dilakukan sesuai dengan standar etik dan telah disetujui oleh komisi etik hewan di institusi kami. Analisis data menggunakan SPSS versi 20.0.
Hasil: Para penilai tidak mengetahui intervensi yang diberikan pada saat mengulas video dari fluoresens ICG. Penilai pertama menemukan bahwa 1 fluoresens pada kelompok larutan dengan konsentrasi 25% tidak memberikan gambaran fluoresens yang adekuat, dan penilai kedua menilai seluruh gambaran fluoresens ICG adekuat. Tidak didapatkan perbedaan bermakna antara kelompok yang didapatkan dari hasil penghitungan ANOVA 1 arah (F = 1.00, p = 0.431).
Kesimpulan: Penelitian ini menyimpulkan bahwa berbagai konsentrasi ICG yang diteliti dapat memberikan gambaran flap dalam keadaan vital. Kami menemukan dengan menggunakan konsentrasi serendah 10% dari larutan standar dapat memberikan gambaran fluoresens yang adekuat. Studi ini menunjukkan hasil yang menjanjikan untuk penggunaan ICG lebih lanjut dalam praktik sehari-hari dengan biaya yang lebih rendah.
Kata kunci: indocyanine green, ICG, fluoresens, perfusi flap, tikus, pengenceran

Background: Indocyanine green (ICG) has been used in many reconstructive procedures, one of them is for determining flap size by utilizing fluorescence of ICG marking the hotspot. In this study, author highlights the use of ICG for flaps with perfusion issues, at which the ICG is used in sequences. The use of the standard concentration for multiple injections, however, might be costly, therefore study on different concentrations might be useful to reduce the cost.
Methods: This was an experimental study on 25 Wistar rats. Subjects were divided into 5 groups based on the concentrations of injected ICG; 1) Standard ICG solution (100% concentration); 2) 75% of standard solution; 3) 50% of standard solution; 4) 25% of standard solution, and 5) 10% of standard solution. The epigastric flap was raised and evaluated for its vitality. Then, subjects were injected using various concentrations of ICG and the perfusion of the flap was evaluated using modified Near Infrared Camera (NIR) system. The study was conducted in accordance with the ethical standards and approved by our institutional animal research ethics board. Data analysis was performed by using SPPS version 20.0.
Results: Appointed assessors were blinded from the intervention given reviewed the videos of ICG fluorescence. The first assessor evaluated that 1 the ICG fluorescence in the 25% concentration was not adequate for depicting vital flap while the second assessor evaluated all ICG fluorescence was adequate. There was not a statistically significant difference between groups as demonstrated by one-way ANOVA (F = 1.00, p = 0.431).
Conclusions: This study concluded that using various concentrations of ICG provided adequate fluorescence to depict vital flap. We found that as low as 10% concentration of standard ICG solution was able to depict adequate fluorescence. This study shows promising results for further usage of ICG in daily practice at a lower cost.
Keywords: indocyanine green, ICG, fluorescence, flap perfusion, rats, dilution"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 1997
S28314
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yoga Devaera
"Bayi baru lahir sering mengalami berbagai prosedur invasif. Nyeri akibat tindakan tersebut dapat dirasakan oleh bayi karena jalur transmisi nyeri telah berfungsi mulai usia gestasi 20-22 minggu. Bayi prematur mungkin merasakan nyeri lebih kuat karena densitas ujung saraf perasa nyeri di kulit Iebih tinggi dibanding bayi yang lebih tua dan kemampuan adaptasi terhadap nyeri baru mulai terbentuk pada usia gestasi 32-36 minggu.
Nyeri akan menimbulkan respons fisiologis, perilaku dan biokimiawi.l Hal tersebut menjadi dasar penilaian nyeri (skala nyeri) pada neonatus_3 Nyeri dapat mempengaruhi stabilitas kardiovaskuler dan perubahan tekanan intrakranial. Kedua hal tersebut diduga berhubungan dengan kejadian perdarahan intraventrikuler.3.4 Nyeri juga mempunyai efek jangka panjang. Perubahan ambang nyeri, hiperinervasi pada daerah nyeri, somatisasi dan gangguan perilaku dapat dijumpai pada bayi yang mengalami nyeri berulang. Penanganan nyeri yang tidak adekuat saat prosedur invasif pertama akan menurunkan respons terhadap analgesik dosis biasa yang diberikan pada scat prosedur berikutnya.
Penanganan nyeri pada bayi baru lahir masih belum menjadi perhatian. Hal ini disebabkan beberapa hal, diantaranya: ketidakmampuan bayi untuk verbalisasi nyeri, keengganan memakai analgesik karena takut terhadap efek sampingnya, kesalahan menafsirkan ekspresi nyeri pada bayi sebagai ekspresi rasa takut serta perhatian diutamakan untuk menangani penyakit dasarnya. Pencegahan nyeri seharusnya termasuk salah satu tujuan terapi dalam menangani bayi baru lahir. Penanganan nyeri dapat dilakukan melalui intervensi farmakologik dan non-farmakologik. intervensi nonfarmakologik lebih disukai pada prosedur invasif minor karena efek sampingnya minimal. Pemberian larutan sukrosa merupakan suatu jenis intervensi non-farmakologik yang paling banyak diteliti. Mekanisme analgesik larutan ini belum jelas diduga terjadi melalui mekanisme opioid endogen. Suatu meta-analisis menyarankan penggunaan rutin larutan sukrosa sebagai analgesik pada bayi baru lahir yang menjalani prosedur invasif minor. Penelitian lain menunjukkan bahwa larutan manis lain seperti glukosa, fruktosa, aspartam dan sakarin memberikan efek serupa. Tidak ada bukti yang menyatakan bahwa sukrosa lebih balk daripada glukosa.
Larutan glukosa untuk pemakaian intravena merupakan sediaan yang mudah dan mudah didapat di Indonesia. Hingga saat ini belum ada penelitian tentang efek analgesik glukosa oral pada prosedur invasif minor bayi baru lahir di Indonesia. Penelitian ini ditujukan untuk menilai efikasi larutan glukosa oral sebagai analgesik pada bayi barn lahir yang mengalami prosedur invasif minor.
RUMUSAN MASALAH
Apakah pemberian larutan glukosa 30% per oral dapat memberikan efek analgesik pada bayi baru lahir saat dilakukan prosedur invasif minor?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006
T18025
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Universitas Indonesia, 2005
S27592
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>