Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 157591 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Witri Narhadi
"Perlakuan salah terhadap anak merupakan masalah serius yang berkaitan dengan konsekuensi yang Iuas baik secara organik maupun psikologis. Beberapa penelitian mengaitkan riwayat perlakuan salah terhadap anak dengan perilaku delinkuensi pada remaja dan kriminal pada dewasa. Dilakukan penelitian untuk mendapatkan instrumen yang dapat untuk mengetahui adanya perlakuan salah terhadap anak, di Lembaga Pemasyarakatan Anak Pria Tangerang pada bulan April 2004 sampai dengan Juni 2004.
Tujuan : Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Childhood Trauma Questionnaire (CfQ) cukup sahih dan terpercaya untuk menentukan adanya riwayat perlakuan salah terhadap anak pada remaja pria.
Metode : Uji validitas dan reliabilitas CTQ dilakukan terhadap 100 remaja pria delinkuen penghuni Lembaga pemasyarakatan Anak Pria Tangerang, dan remaja pria bukan delinkuen pelajar SMP di daerah perkotaan padat di Jakarta. Validasi dilakukan dengan uji valitidas konstruksi dan uji validitas diskriminan. Sementara uji reliabilitas dilakukan dengan uji konsistensi internal dengan menilai cronbach's alpha, dan uji berpasangan untuk menilai reliabilitas intrarater. Penelitian juga menentukan nilai ambang batas terbaik, spesifisitas, dan sensitivitas CTQ.
Hasil: Hasil uji validitas konstruksi dengan analisis faktor terdapat 2 butir pertanyaan mempunyai korelasi lemah. Hasil uji validitas diskriminan menunjukkan seluruh komponen CTQ mampu membedakan antara 2 kelompok responden (p:0,001-0,046). Uji konsistensi internal menunjukkan menilai cronbath's alpha yang baik (0.722-0.907). Reliabilitas intrarater yang dilakukan dengan test retest dengan interval waktu 8 minggu menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p>0,05). Spesifisitas CTQ cukup memuaskan (76-92%), sementara sensitivitas CTQ kurang (40-49%).
Kesimpulan : Childhood Trauma Questionnaire sahih dan terpercaya untuk digunakan di lingkungan remaja pria. Hasil uji spesifisitas dan sensitivitas menunjukkan bahwa CTQ bukan merupakan alat diagnostik melainkan sebagai alat skrining terhadap adanya riwayat perlakuan salah terhadap anak, sehingga hasil positif perlu ditindaklanjuti dengan penilaian klinis. Pada instrumen ini masih terdapat beberapa pertanyaan yang memerlukan perbaikan agar lebih mencerminkan perlakuan salah terhadap anak Penggunaan pada remaja wanita perlu penelitian lanjut."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Panggabean, Jose Matthew Aldo
"Trauma masa kanak-kanak merupakan salah satu pengalaman traumatis yang terjadi ketika individu memasuki rentang usia 1 hingga 12 tahun. Tingginya angka gangguan mental emosional dan depresi di DKI Jakarta menjadi pertanda kemungkinan adanya trauma masa kanak-kanak pada emerging adulthood di DKI Jakarta. Adanya trauma masa kanak-kanak dapat saja menjadi tantangan tersendiri bagi mereka yang masih mencari makna hidupnya.  Penelitian ini sendiri bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara trauma masa kanak-kanak dengan makna hidup. Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan kuesioner secara daring, menggunakan alat ukur Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF) dan Three-Dimensional Meaning in life scale (3DM). Penelitian melibatkan 146 partisipan dengan rentang usia 18—25 tahun dan berdomisili DKI Jakarta. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara trauma masa kanak-kanak dan makna hidup (r (145) = -0,632, p < 0,01, two-tailed). Dari hasil tersebut, terdapat hubungan negatif antara trauma masa kanak-kanak dengan makna hidup.

Childhood trauma is a traumatic experience that occurs when individuals enter the age range of 1 to 12 years. The high rate of emotional mental disorders and depression in DKI Jakarta is a sign of the possibility of childhood trauma in emerging adulthood in DKI Jakarta. The presence of childhood trauma can be a challenge in itself for those who are still looking for the meaning of their lives. This research itself aims to determine the relationship between childhood trauma and the meaning of life. The research was carried out using an online questionnaire, using the Childhood Trauma Questionnaire-Short Form (CTQ-SF) and Three-Dimensional Meaning in life scale (3DM) measuring instruments. The research involved 146 participants with an age range of 18-25 years and domiciled in DKI Jakarta. The results showed that there was a significant negative relationship between childhood trauma and meaning in life (r (145) = -0.632, p < 0.01, two-tailed). From the results, we can conclude that there’s a negative correlation between childhood trauma and meaning in life."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Shierlen Octavia
"ABSTRAK
Trauma masa kanak-kanak adalah faktor risiko yang mempengaruhi perkembangan gejala psikotik. Berbagai penelitian telah menjelaskan mekanisme hubungan antara keduanya
variabel. Skema diri negatif, respons psikologis terhadap trauma dan diketahui memiliki
dampak pada tingkat gejala psikotik, dipostulatkan untuk memediasi dua variabel ini. Ini
Penelitian ini bertujuan untuk menguji peran skema negatif diri sebagai mediator antara masa kanak-kanak trauma dan gejala psikotik dengan mengendalikan gejala depresi sebagai kovariat. Itu Penelitian dilakukan pada 397 peserta (25,4% pria; Mage = 22,28, SD = 4,93).
Gejala psikotik diukur oleh Asesmen Komunitas terhadap Pengalaman Psikotik (AKPP), trauma masa kecil diukur dengan kuesioner berbasis laporan diri pada studi NEMESIS, dan skema negatif diri diukur dengan Skema Inti Singkat Timbangan (BCSS). Melalui analisis mediasi, hasilnya menunjukkan skema self-negative secara signifikan memediasi hubungan antara trauma masa kecil dengan positif gejala (ab = 0,08; SE = 0,04; 95% CI [0,01, 0,17]), serta gejala negatif dari gejala psikotik (ab = 0,08; SE = 0,03; 95% CI [0,03, 0,14]), dan juga langsung hubungan antara pengalaman traumatis masa kanak-kanak dan gejala positif juga
ditemukan. Ini menjelaskan pentingnya mempertimbangkan peran kognitif dalam menerjemahkan efek trauma masa kecil terhadap gejala psikotik.

ABSTRACT
Childhood trauma is a risk factor that influences the development of psychotic symptoms. Various studies have explained the mechanism of the relationship between the two
variable. Negative self schemes, psychological responses to trauma and are known to have
impact on the level of psychotic symptoms, postulated to mediate these two variables. This This study aims to examine the role of self-negative schemes as a mediator between childhood trauma and psychotic symptoms by controlling depressive symptoms as covariates. The study was conducted on 397 participants (25.4% male; Mage = 22.28, SD = 4.93). Psychotic symptoms were measured by the Community Assessment of Psychotic Experience (PPA), childhood trauma was measured by a self-report questionnaire based on the NEMESIS study, and a negative self-scheme was measured by the Short Core Scales Scheme (BCSS). Through mediation analysis, the results showed a self-negative scheme significantly mediated the relationship between childhood trauma with positive symptoms (ab = 0.08; SE = 0.04; 95% CI [0.01, 0.17]), as well as symptoms negative psychotic symptoms (ab = 0.08; SE = 0.03; 95% CI [0.03, 0.14]), and also a direct relationship between childhood traumatic experiences and positive symptoms as well
was found. This explains the importance of considering the cognitive role in translating the effects of childhood trauma on psychotic symptoms."
2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Putri Athira
"ABSTRAK
Permasalahan mengenai kedudukan hukum nota kesepahaman kerap kali muncul
mengingat sering digunakannya nota kesepahaman dalam berbagai kegiatan
terutama kegiatan bisnis. Nota kesepahaman digunakan sebagai dokumen
pendahuluan atau pra-kontrak yang berfungsi sebagai pengikat komitmen pada
masa negosiasi, sebelum dibentuknya kontrak kerja sama yang sebenarnya. Oleh
karena fungsinya yang hanya digunakan sebagai pendahuluan, seringkali
kedudukan hukumnya dan kekuatan mengikatnya menjadi permasalahan yang
akhirnya menyebabkan perlindungan hukum terhadap pihak yang dirugikan
menjadi terabaikan. Terkait kedudukan hukum nota kesepahaman ini masih perlu
ditinjau lebih lanjut berdasarkan hukum perikatan yang terdapat dalam Buku III
KUHPerdata. Untuk dapat mengetahui kelebihan dan kekurangan perlu dilakukan
perbandingan dengan suatu doktrin, yakni doktrin promissory estoppel yang pada
dasarnya melindungi kepentingan hukum pihak yang sudah terlibat janji terutama
janji-janji pra-kontrak. Setelah dilakukan penelitian maka diketahui bahwa di
Indonesia menurut KUHPerdata, kedudukan hukum nota kesepahaman
disetarakan dengan perjanjian sesuai dengan substansinya, sedangkan berdasarkan
promissory estoppel nota kesepahaman merupakan suatu dokumen pra kontrak
yang mengikat.
ABSTRACT
Issues regarding the legal standing of a memorandum of understanding (MoU)
often arise given the frequent use of a memorandum of understanding in various
activities, especially business activities. The MoU is used as a preliminary
document or pre-contract which serves as a binding commitment on the
negotiation period, prior to the establishment of real cooperation contract.
Therefore its function is only used as an introduction, often legal position and
strength of tying a problem that ultimately led to legal protection for the injured
party to be neglected. MoU’s legal standing still needs to be reviewed further by
the law of obligation contained in Book III of the Civil Code. To be able to know
advantages and disadvantages of the implementation in Indonesia, need to be
done a comparison with a doctrine, ie the doctrine of promissory estoppel which
is used basically to protect the legal interests of the parties that have been
involved promise especially promises a pre-contract. In conclusion, it is known
that in Indonesia, according to the Civil Code, the legal standing of memorandum
of understanding is comparable to the agreement in accordance with the
substance, while memorandum of understanding based on promissory estoppel is
a binding pre-contract documents."
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
S59940
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Andrea Valencie
"Pengalaman buruk masa kecil menjadi suatu kejadian yang dampaknya besar bagi seseorang. Pengaruhnya dapat berlanjut hingga tahapan perkembangan selanjutnya dalam kehidupan. Kini, di Indonesia terdapat peningkatan kasus penganiayaan dan penelantaran anak. Pemahaman umum menekankan pengaruh negatif dari pengalaman buruk masa kecil. Namun, hal ini berbeda dengan yang ditemukan pada kasus kehidupan nyata, di mana individu yang mengalami pengalaman buruk masa kecil mengembangkan resiliensi dan perilaku prososial yang tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara pengalaman buruk masa kecil dan perilaku prososial pada populasi dewasa muda di Indonesia. Partisipan penelitian ini adalah 275 individu berusia 18-29 tahun yang berdomisili di Indonesia. Pengalaman buruk masa kecil diukur menggunakan alat ukur Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) dan perilaku prososial diukur menggunakan Prosocialness Scale for Adults (PSA). Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi frekuensi pengalaman buruk masa kecil (M=39,51, SD=9,31), akan diikuti dengan penurunan frekuensi kecenderungan perilaku prososial (M=61,56, SD=9,56). Dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia perlu menciptakan pengalaman yang baik di masa kecil, sehingga perilaku membantu di masa dewasa muda pun meningkat.

Adverse Childhood Experience (ACE) becomes an impactful event for someone. Its influence can continue into later stages of development in life. In Indonesia, there is an increase in cases of child abuse and neglect. Common understanding emphasizes the negative effects of ACE. However, this differs from what is found in real life cases, where individuals who experience ACE develop resilience and high prosocial behavior. This study aims to examine the relationship between ACE and prosocial behavior in emerging adults in Indonesia. The participants of this study were 275 individuals aged 18-29 who live in Indonesia. ACE were measured using the Adverse Childhood Experience International Questionnaire (ACE-IQ) and prosocial behavior was measured using the Prosocialness Scale for Adults (PSA). The results of the research analysis showed that the higher the frequency of negative childhood experiences (M=39.51, SD=9.31), the lower the frequency of prosocial behavior tendencies (M=61.56, SD=9.56). This demonstrates how Indonesians need to create good experiences in childhood, in order to help increase prosocial behavior in emerging adulthood."
Depok: Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Eka Musridharta
"Latar belakang : Belum adanya perangkal untuk memprediksi keluaran pada pasien dewasa cedera kranioserebral. Penilaian awal yang akurat diperlukan sebagai dasar menilai keluaran. Tidak semua fasilitas kesehatan memiliki sarana diagnostik yang canggih sehingga membutuhkan pedoman praktis untuk memprediksi risiko kematian dalam 3 hari pertama pada pasien dewasa cedera kranioserebral derajat sedang dan berat.
Tujuan : Penerapan sistim skor untuk memperkirakan kemungkinan kematian pasien dewasa cedera kranioserebral sedang dan berat.
Metode : Dipergunakan desain nested case control yang bersarang pada penelitian prospektif tanpa pembanding. Pasien dewasa cedera kranioserebral derajat sedang dan berat yang mengalami kematian dalam 3 hari pertama dimasukkan sebagai kelompok kasus, kelompok kontrol diambil secara random dari pasien yang tidak mengalami kematian. Periode penelitian dari bulan Agustus 2005 sampai awal November 2005, didapatkan 103 pasien yang memenuhi kriteria inklusi untuk studi deskriptif. Dari pasien tersebut didapatkan jumlah kasus sebanyak 34 pasien dengan kontrol 34 pasien untuk studi analisis. Data diolah dan disusun dalam bentuk Label distribusi maupun tabel silang menggunakan perangkat SF55 versi 13.0. Hubungan antara variabel faktor resiko dan kematian dalam 3 hari pertama dinilai dengan uji Chi Square atau uji mutlak Fisher serta perhitungan nilai OR dengan batas kemaknaan sebesar 5%, diteniskan dengan analisa logistic regresi secara backward stepwise untuk merumuskan model prediksi.
Hasil : Dari 103 pasien cedera kranioserebral didapatkan perbandingan jumlah pasien trauma kranioserebral perempuan dengan laki-laki adalah 1:6,3 dengan jumlah terbanyak pada kelompok usia 25-44 tahun (42,7%). 34 pasien meninggal dunia (33,0%), dari 27 pasien CKB yang meninggal 23 orang, 76 pasien CKS yang meninggal 11 orang. Pada uji multi variat backward stepwise didapat faktor penentu independen untuk keluaran dalam 3 hari pertama yaitu frekuensi nafas > 26 x 1 menit, respon membuka mata < 3 dan respon motorik < 5.
Kesimpulan : Sistem skoring trauma kranioserebral ini menggunakan parameter respon motorik, frekuensi nafas dan respon membuka mata (M N M skor) yang merupakan prediktor bermakna dalam memperkirakan kematian dalam tiga hari pertama, pasien dengan total skoring yang minimal (nilai 0) memiliki probabililas kematian dalam 3 hari sebesar 5,3%, sedangkan pasien dengan total skoring maksimal (nilai 7) probabililas kematiannya adalah 97,4%.
Kata Kunci : Trauma kranioserebral - prediksi keluaran - kemungkinan kematian - M N M skor

Background: The lack of tool to predict outcome of craniocerebral injury in adult patients. Accurate initial assessment is needed to predict outcome. Not all of the health facilities have modem and sophisticated diagnostic tool, and thus there is a need for practical guideline to predict mortality risk within first three days for adult patients with moderate to severe craniocerebral injury.
Objective: To implement score system to predict mortality rate on adult patients with moderate to severe craniocerebral injury.
Methods: Prospective nested case control study without external control. Adult patients with moderate to severe craniocerebral injury who died within first three days onset was included consecutively as case, while control was taken from random survive patients. The study was taken from August - November 2005, and 103 patients were included for descriptive study. Thirty four patients then were included as case and 34 as control for further analysis. SPSS for Windows v 13.0 was used for statistical analysis. The relationship between risk factors and mortality within first 3 days was assessed with chi square of Fisher test, then significant variables were further tested with logistic regression analysis using backward stepwise to formulate prediction model.
Results: There were 103 craniocerebral injury patients, with the proportion of female and male 1 : 6.3, and most of them were from 25 - 44 year old group (42.7%). Thirty four (33.0%) died, 23 out of 27 severe head injury patients died, while 11 out of 76 moderate head injury patients died. On backward stepwise multivariate test, independent predictor factor for first three days outcome were respiration frequency 26 xfmin, response to eye opening t 3, and motor response < 5.
Conclusions: This craniocerebral trauma scaring system uses motor response, respiration frequency, and response to eye opening parameter (M N M score), that can be used to predictor for mortality within first day of onset. Patients with minimal total score (score 0) has mortality probability 5.3%, while patients with maximal total score (score 7) has mortality probability 97.4%.
Key Words: Craniocerebral trauma - outcome prediction - mortality probability - M N M score
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
S.F. Teguh Wardaya
"Trauma adalah cedera atau rudapaksa atau kerugian psikologis atau emosional. Untuk mengidentifikasi status mortalitas pasien trauma dibutuhkan skor trauma yang digunakan untuk menilai korban trauma diantaranya adalah RTS, ISS dan TRISS. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui skor trauma yang paling optimal digunakan di IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo sehingga dapat diketahui batasan skor yang dapat mengancam nyawa dengan menggunakan disain kohort retrospektif. sampel yang digunakan adalah seluruh pasien trauma yang datang ke IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 2013 sebanyak 1306. Skor RTS yang optimal pada penelitian ini sebesar 7,69 dengan sensitivitas 35,3% dan spesifisitas 99,4%, dengan OR 97,247 yang berarti skor RTS < 7,69 mampu mengidentifikasi 97,247 kali dibandingkan dengan skor RTS ≥ 7,69. Skor ISS yang optimal pada penelitian ini sebesar 39,5 dengan sensitivitas 11,8% dan spesifisitas 15%, dengan OR 45,084 yang berarti skor ISS ≥ 39,5 mampu mengidentifikasi 45,084 kali dibandingkan dengan skor ISS < 39,5. Skor TRISS yang optimal sebesar 99,35 dengan sensitivitas 76,5% dan spesifisitas 60,2% dengan OR 4,924 yang berarti skor TRISS < 99,35 mampu mengidentifikasi 4,924 kali dibandingkan dengan skor TRISS ≥ 99,35. Batasan skor TRISS yang digunakan di IGD RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo untuk mengidentifikasi status mortalitas sebesar 99,35.

Trauma is an injury or involuntary or emotional or psychological harm. To identify status mortality of trauma patients are needed trauma scores which used to assess trauma victims such as RTS, ISS, and TRISS. This study aims to determine the most optimal trauma score to be used in Emergency Unit of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo so that can be known limitation score that may threaten the lives. This research used retrospective cohort design method. The study sampel were all patients who come to Emergency Unit of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo in 2013 as many as 1.306 people. Optimal RTS scores in this study was 7.69 with a sensitivity of 35.3%, a specificity of 99.4%, and OR 97,247. It means RTS score < 7,69 were able to identify the status of trauma patient mortality 97.247 times compared with RTS score ≥ 7.69. Optimal ISS score in this study was 39,5 with a sensitivity of 11,8%, a specificity 15%, and OR 45,084. It means ISS score ≥ 39,5 were able to identify the status of trauma patient mortality 45,084 times compared with ISS score < 39,5. Optimal TRISS score in this study is 99,35 with a sensitivity of 76,5%, a specificity 60,2%, and OR 4,924. It means TRISS score < 99,35 were able to identify the status of trauma patient mortality 4,924 times compared with TRISS score ≥ 99,35. Limitation of TRISS score in Emergency Unit of RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo to identify status mortality was 99.35."
Depok: Universitas Indonesia, 2015
T43646
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ridwan Tri Armandas
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2010
S26575
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Nini Hidayati Jusuf
"Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa cerita kenangan merupakan genre yang mempunyai susunan naratologis atau struktur cerita tertentu. Dengan kata lain untuk menemukan konvensi cerita kenangan masa kanak-kanak.
Pilihan atas korpus didasarkan pada asumsi bahwa karya-karya tersebut memiliki unsur-unsur cerita yang khas sesuai dengan pernyataan pengarang Pagnol dan Dini. Pertimbangan lai, kedua karya merupakan bagian pertama dari serial cerita kenangan Pagnol dan Dini yang khusus mengungkapkan kenangan masa kanak-kanak mereka.
Untuk memperoleh jawaban terhadap masalah, maka penelitian kedua cerita kenangan akan menggunakan pendekatan struktural. Metode ini melakukan pendekaran terhadap karya sastra dengan mempelajari hubungan-hubungan antar unsur yang fugsional dalam karya sastra untuk menemukan maknanya. Pendekatan semacam ini mempergunakan ilmu bahasa sebagai dasarnya."
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, 1992
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>