Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 113713 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Syarif
"Kanker serviks masih merupakan permasalahan kesehatan perempuan di dunia, terutama dinegara berkembang. WHO melaporkan terdapat sekitar 500.000 kasus baru setiap tahunnya. Di Indonesia sendiri, kanker serviks merupakan jenis kanker yang paling sering pada perempuan. Lebih dari separuh penderita kanker serviks datang sudah dalam stadium lanjut, yang memerlukan fasilitas khusus untuk pengobatan. Disamping mahal, pengobatan terhadap kanker stadium lanjut juga memberikan basil yang tidak memuaskan dengan harapan hidup 5 tahun yang kurang dari 35%.' Meningkatnya stadium kanker memperburuk ketahanan hidup lima tahun penderitanya. Mengingat beratnya akibat yang ditimbulkan oleh kanker serviks dipandang dari segi harapan hidup, angka kesembuhan, lamanya penderitaan, serta tingginya biaya pengobatan, maka perlu program penapisan yang efektif dalam deteksi dini kanker serviks memang sangat diperlukan.
Penapisan kanker serviks di negara maju sudah dilakukan pada 50% perempuan dewasa, sedangkan di negara berkembang hanya 5%.' Padahal kematian penderita kanker serviks yang berusia 60 tahun ke atas disebabkan tidak pemahnya penderita melakukan penapis pada 3 tahun terakhir. Di Indonesia penerapan penapis dengan pap smir masih tersangkut dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah negara, kurangnya sarana laboratorium dan tenaga ahli patologi anatomi/sitologi serta biaya yang cukup mahal yang masih harus ditanggung sendiri oleh mereka yang ingin melakukan penapis dengan metode pap smir. Hal yang sama juga dialami oleh negara-negara lain yang sedang berkembang.
Karena itu dibutuhkan altematif penapis yang lebih sederhana, mampu laksana, murah sehingga memungkinkan tercapainya cakupan yang Iebih luas serta dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan selain dokter seperti bidan atau perawat. Dengan demikian dapat diharapkan Iebih banyak kasus ditemukan masih dalam tahap lesi prakanker serviks. Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) merupakan salah satu metode penapisan yang teiah cukup banyak diteliti dan menunjukkan akurasi pemeriksaan yang cukup baik untuk mendeteksi lesi prakanker serviks. IVA dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan yang sederhana. Sayangnya walaupun pemeriksaan ini cukup sensitif namun temyata angka positif palsunya cukup tinggi yang berdampak pada nilai spesifrsitas serta nilai duga positifnya. Hal ini dapat menyebabkan cukup banyak kasus dengan WA positif yang sebenamya normal namun harus dikirirn untuk pemeriksaan lanjutan seperti kolposkopi atau mendapatkan terapi. Salah satu upaya menurunkan angka kejadian positifpalsu ini adalah melakukan penapisan dengan 2 tahap secara serial. Dengan metode ini dilakukan suatu pemeriksaan lain yang lebih spesifik sebagai penapis lanjutan apabila ditemukan kasus dengan WA positif. Salah satu metode pemeriksaan yang sudah direkomendasikan pada banyak penelitian sebagai triase pada metode penapisan dengan pap smir adalah tes HPV (Human Papiloma Virus) dengan metode Hybrid Capture H (HC II). Tes HPV dianjurkan sebagai prosedur tingkat kedua bagi kasus dengan basil pap smir borderline atau abnormal. Penggunaan tes ini dikaitkan bahwa perkembangan yang ada menunjukkan HPV saat ini merupakan penyebab utama kanker serviks. Karena efektifitas tes HPV sebagai penapis pada kasus dengan WA positif belum diketahui, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui data mengenai hal tersebut.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah dalam penelitian ini adalah : Belum diketahuinya akurasi tes HPV dengan Hybrid Capture II sebagai penapis pada kasus WA positif dalam upaya deteksi dini lesi prakanker serviks di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T21407
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Finekri A. Abidin
"Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 400.000 kasus kanker serviks baru diseluruh dunia dan 80% Ilya ada di negara-negara berkembang dan minimal 200.000 wanita meninggal karena penyakit tersebut. Di Indonesia sampai saat ini insiden kanker belum diketahui, tetapi diperkirakan kejadian kanker kira-kira 90-100 penderita baru per 100.000 penduduk pertahun atau sekitar 180.000 kasus baru per tahun dan kanker ginekologik merupakan jumlah terbanyak, sedangkan dari kanker ginekologik tersebut adalah kanker serviks yang paling banyak dijumpai pada wanita. Di RSCM Bari tahun 1986 sampai 1990 ditemukan 1821 penderita kanker serviks dari 2360 kasus kanker ginekologik atau 77%.
Di bagian Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM lebih dari 60% kasus kanker serviks sudah berada dalam stadium lanjut dengan angka ketahanan hidup sangat rendah. Diketahui bahwa pengobatan pada tahap pra kanker seperti displasia dan karsinoma in situ memberi kesembuhan 100%, sedangkan pada kanker serviks stadium I angka ketahanan hidup 5 tahunnya adalah 70-80 %, sedangkan stadium II dan 111 masing-rnasing adafah 50-60 % dan 30-40 %2 Dengan penapisan massal sitologi serviks dijumpai penurunan angka kejadian dan angka kematian akibat kanker serviks.
Di negara maju telah berhasil menekan jumlah kasus kanker serviks baik jumlah rnaupun stadiumnya. Pencapaian tersebut berkat adanya program skrining dengan pap smir. Sknining di negara maju sudah dilakukan pada 50% wanita dewasa, sedangkan di negara berkembang hanya 5%. Padahal kematian penderita kanker serviks yang berusia 60 tahun ke alas disebabkan tidak pemahnya penderita melakukan skrining pada 3 tahun terakhir. Di Indonesia penerapan skrining dengan pap smir masih tersangkut dengan banyak kendala, antara lain luasnya wilayah negara, kurangnya sarana laboratorium dan tenaga ahli patologi anatomi dan ahli ginekologi, serta biaya transportasi yang cukup mahal.
Untuk itu dibutuhkan alternatif skrining yang lebih sederhana, marnpu laksana, murah dan cakupan Iuas serta dapat dilakukan tenaga kesehatan lain seperti bidan sehingga diharapkan temuan lesi prakanker serviks secara dini lebih banyak, hal tersebut ada pada pemeriksaan dengan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). IVA dapat dilakukan pada pelayanan kesehatan yang sederhana. Sayangnya walaupun pemeriksaan ini sensitif tetapi spesifisitasnya rendah hanya 64,1% ,sehingga menyebabkan wanita tanpa adanya lesi prakanker akan mendapat terapi yang tak perlu. Upaya untuk mempertahankan keungguln yang ada pada WA ini dalam deteksi dini Iesi prakanker adalah melakukan penapisan dengan 2 tahap secara serial, dengan menggabungkan pemeriksaan WA dengan hasil positif dilanjutkan pemeriksaan Servikografi, sehingga didapatkan spesifitas yang tinggi. Dan penelitian di Afrika Selatan, didapat penapisan dua tahap tersebut lebih efektif dari pada hanya dilakukan satu tahap pemeriksaan. Penggabungan kedua pemeriksaan ini dapat mengurangi pengeluaran biaya secara keseluruhan dalam penapisan kanker servik di daerah-daerah terpencil.
Rumusan masalah: Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang akan diteliti melalui penelitian ini adalah : Belum diketahuinya sensitivitas dan spesifisitas pemeriksaan Servikografi pada wanita dengan WA positif sebagai usaha penapisan dua tahap dala.in deteksi dini lesi prakanker di Indonesia."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2004
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dwiana Ocviyanti
"ABSTRAK
Pendahuluan : Penggunaan pemeriksaan triase seperti tes HPV, tes Pap serta servikografi diharapkan akan dapat membantu upaya menurunkan angka kejadian positif palsu dari tes IVA (Inspeksi Visual dengan Aplikasi Asam Asetat) sebelum dilakukan rujukan untuk pemeriksaan kolposkopi. Keuntungan dari pemeriksaan triase dibandingkan dengan mjukan langsung untuk pemeriksaan kolposkopi adalah bahwa pada tahap awal tidak perlu pasien yang dirujuk tetapi cukup sediaan atau foto hasil pemeriksaan yang dikirimkan untuk dilakukan evaluasi diagnostik lebih lanjut. Untuk negara berkembang yang mempunyai fasilitas kesehatan dengan sumber daya terbatas seperti Indonesia harus diupayakan agar rujukan pasien hanya dilakukan pada kasus-kasus yang berisiko Tujuan penelitian ini adalah untuk mernperoleh informasi tentang efektifitas pemeriksaan dalam bentuk Nilai Prediksi Positif dan Analisis Efektititas Biaya tes Pap, tes HPV, servikografi dan gabungan dari dua atau tiga pemeriksaan tersbut sebagai pemeriksaan triase pada tes IVA positif dalam upaya mendeteksi lesi prakanker serviks.
Metode : Selama kurun waktu penelitian yaitu antara bulan Januari 2005 hingga Januari 2006 poliklinik Obstetri dan Ginekologi Rumah Sakit dr. Cipto Mangunkusumo Jakartamenerima 130 orang perempuan dengan hasil tes IVA positif dan 1 orang dengan dugaan kanker serviks yang dirujuk dari 8 Puskesmas dan Klinik Bersalin di Jakarta Pusat dan Jakarta Timur. Empat belas orang bidan dari Puskesmas dan Klinik selama kurun waktu tersebut telah melakukan pemeriksaan terhadap 1250 perempuan sesuai kriteria inklusi yaitu berusia antara 25 hjngga 45 tahun. Terhadap seluruh kasus yang dirujuk peneliti melakukan berturut-turut pengambilan sampel tes Pap, sampel tes HPV untuk pemeriksaan dengan metode Hybride Capture 2, permeriksaan servikografi dan dilanjutkan dengan kolposkopi. Bila didapatkan lesi epitel putih dilakukan biopsihistopatologi. Data hasil pemeriksaan dianalisis untuk uji diagnostik dengan komputer menggunakan program Stata 7.0. Analisis efektivitas biaya dilakukan dengan menggunakan program Treeage@.
Telitian: Pada penelitian ini didapatkan hasil tes IVA positif pada 130 perempuan (10,4%) dari 1250 perempuan usia 25-45 tahun yang diperiksa. Hasil pemeriksaan histopatologi menunjukkan hasil positif lesi prakanker pada 67 perempuan (persentasenya sekaligus menggambarkan Nilai Prediksi Positif dari pemeriksaan kolposkopi+biopsi pada kasus dengan tes IVA positif, yaitu: 51,5%). Prevalensi lesi prakanker serviks pada penelitian ini adalah 5.4% dengan prevalensi lesi derajat tinggi 0.2% yaitu sekitar 2% dari seluruh kasus IVA positif yang dirujuk. Satu kasus yang dirujuk dengan kanker serviks teryata memang positif menderita kanker serviks stadium 3B. Seluruh kasus lesi derajat tinggi (3 kasus) adalah NIS2. Hasil Nilai Prdiksi Positif yang sekaligus menggambarkan efektifitas masing-masing pemeriksaan sebagai triase pada tes tes IVA positif : tes Pap 82% (CI 95% 75%;88%) , tes HPV 58% (CI 95% 49%; 66%), servikografi 94% (CI 95% 90%;98%), tes Pap+HPV 73% (CI 95% 64%;79%), tes Pap+servikografi 86% (CI 95% 8l%;90%), tes HPV+servikografi 78% (CI 95% 72%;84%), tes Pap+HPV+servikografi 77% (CI 95% 72%;82%). Pemeriksaan triase yang lebih efektif biaya dibandingkan rujukan langsung tes IVA positif untuk kolposkopi apabila diasumsikan bahwa pasien dari dalam kota adalah servikografi, tes Pap dan gabungan tes Pap+servikografi, sedangkan bila diasumsikan pasien dari luar kota maka selumh pemeriksaan triase yang diteliti terbukti lebih efektif biaya.
Simpulan : Pemeriksaan triase dengan tes Pap, tes HPV dan servikografi maupun gabungannya dapat meningkatkan efelctivitas pemeriksaan dan efektifitas biaya tes IVA dalam mendeteksi lesi prakanker serviks.

ABSTRACT
Introduction: It was expected that the use of triage examination such as HPV test, Pap test, and cervicography could help reduce the false positive rates of VIA (Visual Inspection with Acetic Acid application) prior to making any referral for colposcopic examinations. The advantage of triage examination, in comparison with direct referral, for colposcopic examination was that at early stages patient referral was not necessary, and it was sufficient to send specimens or photos of the examination results for further diagnostic evaluations. In developing countries that possessed health facilities with limited resources, such as Indonesia, efforts must be made to ensure that patient referral was made only for high-risk cases. The aim of this study was to gather information on the effectiveness of examinations in the form of Positive Predictive Value and Cost Effectiveness Analysis of Pap test, I-[PV test, cervicography, and a combination of two or three of the above-mentioned examinations as a triage examination in positive VIA test in the effort to detect cervical precancerous lesions.
Methods: During the period of January 2005 to January 2006, Obstetrics and Gynecology clinic of Dr. Cipto Mangunkusumo General Hospital admitted 130 females with positive VIA test, and one female with suspected cervical cancer referred from eight Community Health Centers (Puskesmas) and Maternity Clinics in Central Jakarta and East Jakarta During that period, 14 midwives of those Community Health Centers and Maternity Clinics performed examinations in 1,250 women in accordance with inclusion criteria, i.e., ages between 25 and 45 years. In all cases that were referred, the author consecutively performed the taking of Pap test samples, HPV test samples for examinations with Hybride Capture 2 method, cervicographic examination, which was followed by colposcopy. Histopathological biopsy was performed when white epithelial lesions were found. Data of the examination results were analyzed using a computer-based diagnostic test with Stata 7_0 Stata Analysis of cost effectiveness analysis was performed using Treeage@ software.
Results: In this study, positive VIA test results were found in 130 women (10.4%) of 1,250 women undergoing examinations with ages ranging from 25 to 45 years- The results of histopathological examinations showed the positive results of precancerous lesion in 67 women (its percentage also described Positive Prediction Value of colposcopy+biopsy examinations in the cases with positive VIA tests, i.e., 5l.S%). Prevalence rate of cervical precancerous lesions in the present study was 5.4%, with a 0.2% high grade lesion prevalence of approximately 2% of the overall positive IVA cases that were referred. One case referred with cervical cancer proved to have a positive cervical cancer of 3B stage. All cases of high grade lesions (3 cases) were CIN 2. The results of Positive Predictive Value which also described effectiveness of each...
"
Depok: Universitas Indonesia, 2006
D610
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dini Utari
"Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat meningkatkan akurasi tes IVA dalam mendeteksi lesi derajat tinggi kanker serviks.
Metode: Dua puluh lima subjek dilakukan pemeriksaan IVA, dimana didapatkan hasil IVA positif dan dinilai lima kriteria berdasarkan kecepatan muncul lesi, intensitas warna putih yang kuat, ketebalan lesi berbentuk plak, batas lesi yang tegas dan tepi lesi yang meninggi. Kemudian dilakukan biopsi pada lesi putih yang dihasilkan dan dilakukan pemeriksaan histopatologi. Hasil histopatologi dikelompokkan menjadi lesi derajat tinggi dan non lesi derajat tinggi.
Hasil: Penelitian ini diikuti oleh 25 wanita dengan hasil IVA positif Didapatkan NPP untuk kriteria kecepatan muncul lesi ≤60 detik, ketebalan lesi berbentuk plak, intensitas warna putih yang kuat, batas lesi yang tegas dan tepi lesi yang meninggi, adalah masing-masing sebesar 0,36; 0,33; 0,18; 0,2 dan 0,09. Apabila dua kriteria IVA positif dengan NPP tertinggi, yaitu kecepatan muncul lesi dan ketebalan lesi bentuk plak digabungkan, akan meningkatkan NPP menjadi 0,40.
Kesimpulan: Di antara lima kriteria IVA positif yang diuji pada penelitian ini, yang mempunyai nilai prediksi positif paling baik dalam mendeteksi lesi derajat tinggi adalah kriteria kecepatan munculnya lesi dan ketebalan lesi berbentuk plak.

Objective: To know the factors that can increase the accuracy of VIA tests in detecting high grade lesions.
Study design: Twenty-five subjects were performed VIA test with positive results, assessed further by five criterias based on speed of the lesion appear, strong white intensity of the lesions, thick lesions with plaque-shaped, firm-bordered lesions, and rised-edged lesions. Then punch biopsy and histopathology examination were conducted. Histopathology results grouped into high grade lesions and non-high grade lesions.
Results: This research followed by 25 woman with VIA positive results. Obtained PPV for five criterias: speed of lesions appear less than 60 seconds, strong white intensity of the lesions, the thickness of lesions with plaque-shaped, firm-bordered lesions, and rised-edged lesions were respectively 0.36; 0.33; 0.18; 0.2 and 0.09. If 2 criterias with best PPV, speed of lesions appear less than 60 seconds and the thickness of lesions with plaque-shaped, were combined, it will improve PPV to 0.40.
Conclusion: Among five criterias of VIA positive tested in the research, 2 criterias with best predictive values in detecting high grade lesions are speed of lesions appear less than 60 seconds and thick lesions with plaque-shaped.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nancy Liona Agusdin
"Kanker serviks merupakan salah satu kanker tersering yang dialami, wanita di dunia. Diperkirakan terdapat 440.000 kasus baru setiap tahunnya dan sekitar 80% terjadi di negara berkembang. Negara - negara di Asia Tenggara, Asia Selatan, sub-Sahara Afrika, dan Amerika Latin, tercatat sebagai negara dengan prevalensi kanker serviks yang tinggi. Contohnya di India, kasus baru kanker serviks setiap tahunnya adalah 90.000, sementara di Zimbabwe antara tahun 1990-1992 insiders kanker serviks mencapai 47.6 per 100.000. Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta pada tahun 1998 dilaporkan 39,5% penderita kanker adalah kanker serviks. Di negara industri maju kanker serviks relatif lebih jarang, dibandingkan dengan kejadian kanker -payudara, paru-paru, kolon, rektum, dan prostat.
Perbedaan yang sangat jelas antara negara berkembang dengan negara maju ini adalah karena adanya skrining kanker serviks yang telah dilaksanakan secara luas di negara maju tersebut. Sekitar 50% wanita di negara maju telah menjalani tes pap paling sedikit 1 kali dalam periode 5 tahun, namun di negara berkembang hanya 5% wanita. Di beberapa negara seperti Amerika, Kanada, dan hampir seluruh negara di Eropa, 85% wanitanya telah menjalani Tes pap paling sedikit satu kali. Shining kanker serviks telah menurunkan insidens kanker serviks yang invasif. Penurunan insidens ini sangat berkaitan dengan jumlah populasi yang menjalani skrining dan jangka waktu antara dua skrining (skrining interval). Pada populasi dengan cakupan skrining yang luas, insidens kanker serviks turutl sampai 70-90%, sementara pada populasi yang tidak menjalani skrining, insidens kanker serviks terus berada pada kondisi awal seperti saat skrining belum diberlakukan di negara maju. Indonesia yang merupakan negara berkembang, telah diterapkan tes pap sebagai shining kanker serviks namun seperti yang juga dialami oleh negara berkembang lainnya penerapan tes pap sebagai skrining kanker serviks masih mendapat berbagai kendala, antara lain luasnya wilayah, dan juga masih kurangnya tenaga ahli sitologi.
Alternatif yang lebih sederhana serta mampu laksana dengan cakupan yang luas sehingga diharapkan temuan Iasi prakanker serviks lebih banyak adalah dengan tes IVA (WA). Pemeriksaan ini adalah pemeriksaan yang sensitif, namun spesifisitasnya rendah. Spesifisitas yang rendah berarti bahwa positif palsu tes WA masih tinggi. Sebuah penelitian mendapati bahwa 40% pasien yang dirujuk untuk kolposkopi karena hasil WA positif, temyata hasil kolposkopinya normal. Ini berarti masih banyak pasien dengan hasil WA positif yang kemudian harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut dimana sebenarnya pasien tersebut tidak perlu menjalani pemeriksaan tersebut atau tidak perlu mengeluarkan biaya lebih apabila spesifisitas tes WA ditingkatkan. Upaya untuk meningkatkan spesifisitas WA dalam skrining Iasi prakanker adalah dengan melakukan penapisan dua tahap. Penapisan tahap kedua setelah didapatkan hasil WA yang positif, dapat menggunakan berbagai Cara, seperti dengan tes pap, dengan Servikografi, maupun dengan tes DNA HPV Dengan penapisan dua tahap ini, diharapkan spesifisitas WA dapat lebih baik.
Seperti yang sudah disinggung di atas bahwa Tes pap dapat dijadikan pemeriksaan tahap kedua dalam upaya meningkatkan-spesifisitas tes WA dalam skrining Iasi prakanker serviks. Saat ini telah dikembangkan metode tes pap yang baru yang dikenal dengan Thin prep pap test. Latar belakang dikembangkannya metode ini adalah karena tes pap konvensional memiliki negatif palsu berkisar antara 6-55% dan meningkat jika pembuatan slide atau sediaan tidak baik. Dengan menggunakan Thin Prep kualitas spesimen yang dihasilkan lebih balk jika dibandingkan dengan preparat tes pap konvensional. Prep meningkatkan kualitas spesimen dengan cam mengurangi darah, mukus, inflamasi, dan artifak lainnya yang dapat menggangu pembacaan sediaan. Karena kualitas spesimen yang dihasilkan lebih balk, maka Thin Prep lebih efektf juga dalam mendeteksi lesi intraepitelial skuamosa derajat rendah dan juga lesi-lesi yang lebih beat pada berbagai populasi pasien dibandingkan dengan Tes pap konvensional. Thin prep pap test meningkatkan deteksi Iasi prakanker 65% pada populasi skrining dan 6% pada populasi risiko tinggi jika dibandingkan dengan Tes pap konvensional.
Tes WA dengan kelebihannya yang mudah untuk dilakukan , murah, dan mempunyai sensitivitas yang tinggi, namun memiliki positif palsu yang tinggi, apabila dikombinasikan dengan tes pap dimana sensitivitas dan spesifisitasnya cukup baik maka diharapkan sistem skrining dua tahap ini dapat diberlakukan sebagai sistem skrining kanker serviks di Indonesia.
Rumusan Masalah: Apakah tes pap digabungkan dengan tes WA positif dapat meningkatkan spesifisitas dan menurunkan positif palsu tes WA ?"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Tahfizul Ramadhani
"ABSTRAK
Tujuan: Untuk mengetahui distribusi hasil uji DNA HPV pada populasi serviks normal dengan hasil IVA negativ di Jakarta. Metode: Studi deskriptif, retrospektif, consecutive sampling. Data penelitian diambil dari rekam medis pasien di Poliklinik Ginekologi, Kolposkopi, dan Onkologi Ginekologi Departemen Obstetri dan Ginekologi RS Cipto Mangunkusumo Jakarta, Puskesmas, dan fasilitas kesehatan lain yang ditunjuk pada See and Treat Female Cancer Program (FCP) di Jakarta, dan di Poliklinik Women s Health Center (WHC) Kencana RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Hasil: 1210 subjek, prevalensi infeksi HPV pada IVA negatif sebesar 4,4. Prevalensi HPV positif dihubungkan dengan jumlah pernikahan (satu kali vs lebih dari satu kali) 94,3% vs 5,7%; awitan berhubungan seksual dini (<20 tahun vs ≥20 tahun) 20,8% vs 79,2%; kebiasaan merokok (ya vs tidak) 5,7% vs 94,3%. Kesimpulan: IVA merupakan metode yang memiliki akurasi yang baik, sehingga hasil penelitian ini memperkuat rekomendasi bahwa IVA dapat dijadikan metode skrining di Indonesia. Perlu diberikan perhatian khusus agar metode ini dapat dijadikan metode skrining pada praktik klinik sehari-hari, dalam bentuk penggiatan pelatihan secara periodik dan pengayaan praktik.

ABSTRACT
Objective: To investigate the distribution of HPV DNA result in normal cervical population with negative VIA result in Jakarta. Methods: Descriptive study, retrospective, consecutive sampling. Study data was taken from patient s medical record in gynecology, colposcopy, and gynecology oncology polyclinic of obstetrics and gynecology department Cipto Mangunkusumo Hospital in Jakarta, public health center, and other health facilities which were appointed at See and Treat Female Cancer Program (FCP) in Jakarta, and Women s Health Center (WHC) Kencana Polyclinic in Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta. Results: 1210 subjects, 4,4% HPV infection prevalence on negative VIA. Positive HPV prevalence associated with number of marriage (once vs more than once) was 94,3% vs 5,7%; onset of sexual intercourse (< 20-year-old vs ≥ 20-year-old) was 20,8% vs 79,2%; smoking habits (yes vs no) was 5,7% vs 94,3%. Conclusion: VIA is one of the methods with good accuracy, therefore this study result reinforces the recommendation that VIA can be used as a screening method in Indonesia. A special attention is needed in order for this method to become screening method on daily practice, in the form of periodic training activities and enrichment practices."
2019
SP-pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Yuven Satya Pratama
"Latar Belakang: Kanker serviks merupakan keganasan terbanyak nomor tiga pada perempuan di seluruh dunia dan nomor dua di Indonesia dengan angka insidensi mencapai 20928 kasus per tahunnya. Angka insiden dan mortalitas dari kanker serviks memiliki korelasi yang cukup baik dengan program pencegahan kanker serviks, terutama pada pemeriksaan berbasis sitologi, salah satunya sitologi berbasis cairan liquid-based cytology. Penambahan tes DNA HPV yang sensitif dalam pemeriksaan sitologi juga bertujuan untuk meningkatkan angka sensitivitas sehingga dapat memperkuat parameter penapisan lesi pra kanker serviks terutama pada pemeriksaan liquid-based cytology dan tes DNA HPV pada pusat pelayanan kesehatan swasta.
Tujuan: Diketahuinya angka akurasi liquid-based cytology, DNA HPV, dan kombinasi keduanya dibandingkan dengan hasil histopatologi. Diketahuinya genotyping dan karakteristik DNA HPV tipe High Risk dalam setiap derajat NIS.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian potong lintang dengan jumlah sampel 138 subjek pada Juli 2013 ndash; Desember 2015 di RSCM Kencana. Data dikumpulkan secara total sampling dan dilakukan uji akurasi. Penelitan ini sudah lolos kaji etik dan mendapat persetujuan pelaksanaan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI-RSCM pada bulan Februari 2016.
Hasil: DNA HPV tipe high risk terdapat pada 76 NIS 1, 88.46 NIS 2, dan 84.21 NIS 3 pada hasil histopatologi. Didapatkan akurasi pemeriksaan liquid-based cytology; sensitivitas 88.54 , spesifisitas 35.71 , NPP 75.89 , dan NPN 57.69 . Akurasi pemeriksaan DNA HPV; sensitivitas 81.25 , spesifisitas 78.57 , NPP 89.66 , dan NPN 64.71 . Sementara akurasi kombinasi keduanya adalah sensitivitas 94.79 , spesifisitas 35.71 , NPP 77.12 , dan NPN 75.
Simpulan: Penambahan pemeriksaan DNA HPV meningkatkan angka sensitivitas dari 88.54 menjadi 94.79 karena turunnya angka negatif palsu pemeriksaan LBC. Hal ini menjadikan kombinasi pemeriksaan liquid-based cytology dan DNA HPV dapat menjadi pilihan metode penapisan lesi pra kanker serviks terutama pada fasilitas kesehatan sekunder ataupun tersier di Indonesia.

Background: Cervical cancer was the third of the most female cancer in the world and the second in Indonesia with the incidence of 20928 new cases annually. The incidence and moratlity in cervical cancer have a good correlation with the cervical cancer prevention program, especially cytology based examination, for instance, liquid based cytology. The addition of HPV DNA test in cytology will increase the sensitivity, strengthened the parameter of pre cervical cancer lesion screening, espescially in liquid based cytology and HPV DNA test in the secondary or tertier health center in Indonesia.
Objectives: To show the accuracy of liquid based cytology, HPV DNA test, and the combination of liquid based cytology and HPV DNA test, compared to histopathology as a the gold standard of pre cervical cancer lesion screening. Furthermore, this study will show the genotyping characteristic of high risk type HPV DNA and dan high risk type HPV DNA characteristic in every stage of CIN.
Methods: This study is a cross sectional study with the sample of 138 subjects in July 2013 ndash December 2015 at RSCM Kencana. The data were collected by total sampling and be performed the accuracy test. This study had already passed the ethical clearance and permitted by Ethical Committee FKUI RSCM in February 2016.
Results: The high risk type HPV DNA is detected in 76 CIN 1, 88.46 CIN 2, and 84.21 CIN 3 in histopathology results. The accuracy of liquid based cytology sensitivity 88.54 , specificity 35.71 , PPV 75.89 , and NPV 57.69 . The accuracy of HPV DNA sensitivity 81.25 , specificity 78.57 , PPV 89.66 , and NPV 64.71 . The accuracy of combination sensitivity 94.79 , specificity 35.71 , PPV 77.12 , dan NPV 75.
Conclusions: The addition of HPV DNA test increased the sensitivity from 88.54 to 94.79 because of decreasing of false negative of liquid based cytology. This thing has showed that the combination of liquid based cytology and HPV DNA test could the one of the option of pre cervical cancer lesion screening method, especially in secondary or tertier health center in Indonesia.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rizky Rahmadhany
"Latar belakang: Saat ini banyak metode skrining untuk mendeteksi dini kanker serviks di seluruh dunia namun semuanya masing-masing memiliki keterbatasan dalam nilai diagnostiknya. Di beberapa negara dengan jumlah laboratorium dan ahli patologi anatomi yang sedikit, perangkat untuk mendeteksi lesi prakanker serviks yang memberikan hasil pemeriksaan saat itu juga dan hasilnya cukup akurat diharapkan dapat mengatasi masalah ini. Belum ada sebuah studi di Indonesia mengenai penggunaan perangkat optoelektronik (Truscreen) dalam mendeteksi lesi prakanker serviks sehingga kami tertarik untuk mencari tahu nilai diagnostik dari perangkat optoelektronik dalam deteksi lesi prakanker serviks.
Tujuan: Untuk mengetahui nilai diagnostik perangkat optoelektronik dalam mendeteksi lesi prakanker serviks.
Metode: Studi ini merupakan studi diagnostik dengan desain potong lintang. Subyek penelitian didapatkan dari rumah sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia dari bulan Februari hingga Desember 2013 (11 bulan). Beberapa metode skrining dilakukan pada semua subyek yaitu perangkat optoelektronik, sitologi berbasis cairan, kolposkopi dan biopsi terarah patologi anatomi. Sampel didapatkan dengan metode pengambilan sampel secara konsekutif hingga jumlah minimum sampel tercapai (60 sampel). Satu (1) subyek dengan massa khas keganasan serviks dan telah dibuktikan hasil biopsinya yaitu karsino maserviks. Tiga (3) sampel dieksklusi karena memiliki hasil biopsi karsinoma invasif. Semua pasien memberikan persetujuan setelah mendapatkan informasi dari peneliti. Data-data dianalisis dengan penghitungan manual dengan menggunakan tabel 2x2 dan rumus parameter diagnostik. Hasil abnormal dari pemeriksaan dengan perangkat optoelektronik, sitologi, kolposkopi, biopsi patologi anatomi, dan DNA HPV akan dipaparkan secara deskriptif. Kami menganalisis nilai diagnostik untuk perangkat optoelektronik (Truscreen), sitologi berbasis cairan, dan kolposkopi dibandingkan dengan pemeriksaan baku emas nya, biopsi patologi anatomi. Untuk mengetahui kemiripan antar dua metode dalam mendeteksi lesi prakanker serviks, kami menentukan nilai kappa antara perangkat optoelektronik (Truscreen) dengan sitologi berbasis cairan dan dengan kolposkopi.
Hasil: Selama 11 (sebelas) bulan, didapatkan 60 pasien yang ikut serta dalam penelitian ini. Terdapat 32 (53%) pasien dengan hasil abnormal pada pemeriksaan dengan perangkat optoelektronik, 41 (68.3%) pasien ditemukan lesi prakanker serviks pada hasil biopsi mereka. Sensitivitas, spesifisitas, nilai prediktif positif,dan nilai prediktif negatif dari perangkat optoelektronik yaitu 76%, 95%, 96%, dan 64% berturut-turut. Kami juga mencari nilai diagnostik dari metode skrining yang lain yaitu sitologi dan kolposkopi. Sensitivitas dan spesifisitas sitologi berbasis cairan 83% dan 63% secara berturut-turut. Kombinasi dari pemeriksaan perangkat optoelektronik dan sitologi berbasis cairan telah meningkatkan sensitivitas menjadi 92.68%.Sedangkan sensitivitas dan spesifisitas kolposkopi yaitu 88% dan 58% secara berturut-turut. Nilai kappa berdasarkan kriteria Altman perangkat optoelektronik dengan sitologi yaitu 0,35 (cukup) dan dengan kolposkopi 0,45 (sedang).
Kesimpulan: Perangkat optoelektronik yang hasilnya didapatkan saat itu juga dapat menjadi metode alternatif dalam deteksi dini lesi prakanker serviks baik sebagai metode tunggal maupun kombinasi dengan sitologi berbasis cairan. Dibandingkan dengan metode skrining kanker serviks yang lain, perangkat optoelektronik dapat disetarakan.

Background: Nowadays there are many screening methods for cervical cancer worldwide but they all have limitation in their diagnostic values. In some country with less pathology anatomy laboratory available, a real time device to detect cervical precancerous lesion is expecting to solve this problem. There was no study yet about use of optoelectronic device (Truscreen) in detecting cervical precancerous lesion in Indonesia. Therefore, we are interested to investigate use of optoelectronic device in detectionof cervical precancerous lesion.
Objectives: To know diagnostic values of optoelectronic device in cervical precancerous lesion screening.
Methods: This is a diagnostic study with cross sectional design. The subjects were enrolled from Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta, Indonesia from February until December 2013 (eleven months). Some screening methods are performed in all subject such as optoelectronic device, liquid based cytology, colposcopy continued to targeted biopsy. The samples were enrolled based on consecutive sampling method until the minimum sample was achieved (60 samples). One (1) patient has been excluded due to cervical cancer result of her biopsy. Three (3) patients were excluded due to invasive carcinoma result from their biopsy. All patient gave their consent after get informed by physician (researcher). Data were analyzed using 2x2 table using diagnostic parametric formula. Abnormal result of optoelectronic device (Truscreen), colposcopy liquid based cytology examination, biopsy resultand HPV DNA examination will be showed descriptively. We analyze diagnostic values for optoelectronic device (Truscreen), Liquid Based Cytology (LBC), and colposcopy compared to their gold standard, pathology anatomic biopsy. To know the similarity and comparison between two methods in screening of cervical precancerous lesion, we determine kappa value between optoelectronic device (Truscreen) with LBC and colposcopy.
Result : During 11 (eleven) months, 60 patients were enrolled. There were 32 (53%) patients with abnormal optoelectronic device, 41 (68.3%) patients have cervical precancerous lesion in their own biopsy result. Sensitivity, specificity, positive predictive value, and negative predictive value of optoelectronic device were 76%, 95%, 96%, and 64%, respectively. We also investigate diagnostic values of other screening methods, sitology and colposcopy. Sensitivity and specificity of liquid based cytology were 83% and 63% respectively. Combination of optoelectronic device and liquid based cytology has increase sensitivity to 92.8%. Sensitivity and specificity of colposcopy were 88% and 58% respectively. Based on Altman criteria, kappa value for optoelectronic device with cytology was 0.35 (fair) and optoelectronic device with colposcopy was 0.45 (moderate).
Conclusion: A real-time optoelectronic device might be used as an alternative method in early detection of cervical precancerous lesion, either as single method or combined with liquid based cytology. Comparing to other cervical cancer screening methods, optoelectronic device is comparable.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2014
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Fahrizka Nurdia Putri Pakaya
"Latar Belakang Kanker serviks menempati urutan kedua sebagai kanker yang paling sering terjadi pada wanita Indonesia. Penyakit tersebut umumnya disebabkan oleh infeksi Human papillomavirus (HPV). Temuan kelainan serviks (prakanker dan kanker serviks) dapat dicegah dengan vaksinasi HPV dan deteksi dini kelainan dengan pemeriksaan Inspeksi Visual Asam Asetat (IVA). Untuk itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah vaksinasi HPV dan pemeriksaan IVA memiliki hubungan terhadap temuan kelainan serviks pada pasien Poliklinik Ginekologi dan Onkologi RSCM tahun 2021-2022. Metode Desain penelitian ini adalah potong lintang. Data sekunder diambil dari hasil wawancara pasien yang berkunjung ke Poliklinik Ginekologi dan Onkologi RSCM. Hasil Pada penelitian ini, subjek penelitian yang diikutsertakan berjumlah 193 subjek. Pada analisis data, hubungan vaksinasi HPV dengan temuan kelainan serviks (prakanker dan kanker serviks) didapatkan p-value 0,005 (bermakna secara statistik) dengan OR 0,022 (95% CI 0,002 – 0,194). Selanjutnya, hubungan pemeriksaan IVA dan temuan kelainan serviks didapatkan p-value 0,14 (tidak bermakna secara statistik) dengan OR 0,24 (95% CI 0,041 – 1,392). Kesimpulan Vaksinasi HPV ditemukan memiliki hubungan yang signifikan dengan temuan kelainan serviks. Sementara itu, pemeriksaan IVA ditemukan tidak memiliki hubungan yang signifikan. Faktor tersebut sebenarnya sangat berperan dalam pencegahan temuan kelainan serviks. Hasil yang tidak signifikan tersebut kemungkinan disebabkan oleh keterbatasan penelitian, seperti jumlah sampel sedikit dan karakteristik sampel yang homogen.

Introduction Cervical cancer is the second most common cancer in Indonesian women. This disease is generally caused by Human papillomavirus (HPV) infection. Therefore, cervical abnormalities findings (precancerous and cervical cancer) can be prevented by HPV vaccination and early detection of abnormalities with Visual Inspection with Acetic Acid (VIA) screening. For this reason, the purpose of this study was to determine whether HPV vaccination and IVA examination have an association with cervical abnormalities findings in patients at the RSCM Gynecology and Oncology Clinic 2021-2022. Method The design of this study was cross-sectional. Secondary data was collected by interviewing patients who visited the RSCM Gynecology and Oncology Clinic. Results In this study, the total number of research subjects was 193 subjects. In the data analysis, the association between HPV vaccination and cervical abnormalities findings (precancerous and cervical cancer) was found to have a p-value of 0.005 (statistically significant) with an OR of 0,022 (95% CI 0,002 – 0,194). Meanwhile, the association between VIA screening and cervical abnormalities findings was found to have a p-value of 0.14 (not statistically significant) with an OR of 0.24 (95% CI 0.041 – 1.392). Conclusion HPV vaccination were found to have a significant association with cervical abnormalities findings. Meanwhile, VIA screening were not found to have a significant association with cervical abnormalities findings. However, these factors play a very important role in preventing cervical abnormalities. The insignificant results are likely due to the limitations of the study, such as small sample size and homogenous sample characteristics."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2023
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Melisa Yenti
"Kanker serviks merupakan penyakit kanker dengan pervalensi tertinggi kedua pada perempuan di Indonesia. Deteksi dini kanker serviks metode IVA merupakan program preventif prioritas pemerintah Indonesia dalam pengendalian kanker serviks, namun cakupan pemeriksaannya masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku deteksi dini kanker serviks dengan metode IVA pada WUS usia 30-50 tahun. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional, data dikumpulkan melalui wawancara menggunakan kuesioner kepada 180 WUS dan dianalisis menggunakan uji chi-square dan regresi logistik ganda.
Hasil penelitian menunjukkan 22,8 WUS melakukan deteksi dini metode IVA. Penelitian ini membuktikan pengetahuan, keterpaparan informasi dan dukungan tenaga kesehatan berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode IVA, sementara pendidikan, akses kepelayanan kesehatan dan dukungan suami sebagai konfonding pada hubungan tersebut. Keterpaparan informasi merupakan faktor dominan, WUS yang terpapar informasi mengenai kanker serviks berpeluang 13,8 kali lebih tinggi untuk melakukan deteksi dini kanker serviks metode IVA dibandingkan WUS yang tidak terpapar informasi setelah dikontrol pendidikan, akses kepelayanan skrining dan dukungan suami p=0,013, OR:13, 869, 95 CI:1,723-111,650. Sedangkan pekerjaa dan asuransi kesehatan tidak berhubungan dengan perilaku deteksi dini kanker serviks metode IVA. Instansi terkait perlu melakukan upaya intervensi komunikasi informasi dan edukasi berupa penyuluhan dan penyebaran media promosi terkait kanker serviks dan tes IVA untuk meningkatkan jumlah WUS yang terpapar informasi.

Cervical cancer is cancer with the highest prevalence in Indonesia women. Early detection of cervical cancer VIAmethod is the government 39 s priority preventive program in controlling cervical cancer, but the coverage of the examination is still low. This study aimed to determine the determinants of the behavior of early detection of cervical cancer with VIA method in women of childbearing age of 30 50 years. This study used cross sectional design, data was collected through interviews using questionnaires to 180 samples and analyzed using chi square test and multiple logistic regression test.
The results showed 22.8 of childbearing age women perform early detection of cervical cancer VIA method. These finding revealed that knowledge, information exposure and support of health care related to early detection of cervical cancer VIA method, while education, access to health care and husband support as confounding. Information exposure is a dominant factor, childbearing age women exposed to information about cervical cancer had 13.8 times chance to early detection of cervical cancer VIA method than unexposed information after being controlled by education, screening service access and husbands support p 0,013, OR 13, 869, 95 CI 1,723 111,650. Meanwhile, work and health insurance are not related to the behavior of early detection of cervical cancer VIA method. Relevant institutions need to make efforts communication, information and education in the form socialization and dissemination of promotion media related to cervical cancer and VIA test to increase the number of childbearing age women exposed information.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2018
T51396
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>