Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 190177 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Referano Agustiawan
"Tujuan: Mengetahui jumlah berbagai kategori IMT pada penduduk Lombok usia ?50 tahun, prevalensi katarak senilis, proporsi katarak senilis di kelompok IMT rendah dan mencari hubungan IMT dengan katarak senilis.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional cross-sectional, meliputi 2720 subyek dari 68 klaster. Semua subyek dilakukan kunjungan rumah untuk pemeriksaan oftalmologi yang meliputi pemeriksaan visus secara kasar dengan pin-hole, pemeriksaan lensa serta segmen posterior menggunakan senter, dan oftalmoskopi langsung. Setiap subyek dihitung IMT-nya. Hubungan IMT dan katarak senilis dihitung dengan analisa statistik multivariat.
Hasil: Subyek yang dapat diperiksa secara lengkap sebesar 93,5% dari semua target. Prevalensi katarak di Lombok 12,4%. Penduduk yang masuk dalam kategori IMT severe thinness 13,6%, mild thinness 12,7%, normal 59%, mild overweight 7,7%, dan severe overweight 7%. Proporsi katarak senilis pada IMT rendah sebesar 36,6%. Tidak ada hubungan secara statistik antara IMT dan katarak senilis.
Kesimpulan: Prevalensi katarak senilis di Lombok masih cukup tinggi, dan diperlukan penanganan yang komprehensif dan lintas sektoral. Distribusi IMT di penduduk Lombok usia ?50 tahun merupakan distribusi normal. Perin diteliti lebih lanjut tentang hubungan antara katarak senilis dan IMT dengan memperhatikan jenis katarak dan faktor-faktor resiko katarak yang lain.

Objective: To determine the frequency of each category of BMI, prevalence of senile cataract, proportion of senile cataract in thin subjects, and the relationship between thinness and senile cataract of population aged 50 years and older living in Lombok.
Method: An observational cross-sectional study was carried out involving 2720 subjects aged 50 years. and over divided into 68 clusters. Home visits were conducted for ophthalmology examination including visual acuity evaluation with pin-hole, inspection of posterior segment and lens using flash light, and direct ophthalmoscopy. HMI was calculated after ophthalmology examination. Relations between BMI and senile cataract was anal-zed using multivariate statistical method.
Result: Ninety three point five percent subjects were examined completely. Prevalence of senile cataract in Lombok was 12,4%, severe thinness category was 13,6%, mild thinness 12,7%, normal 59%, mild overweight 7,7%, and severe overweight 7%. Proportion of senile cataract in subjects with low BMI was nearly 36,6%. No stastitical correlation was found between BMI and senile cataract.
Conclusion: Prevalence of senile cataract in Lombok is quite high. More comprehensive cataract management is needed. Normal BMI distribution was detected in this study. Further study is necessary to find the relationship between BMI and senile cataract regarding contribution of cataract maturation, type and other risk factors."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Reza Istiantho
"Latar Belakang: Diabetes melitus sering disebut penyakit multifaktor di mana faktor-faktor seperti demografi dan status gizi turut mempengaruhi perjalanan penyakit ini. Ternate adalah kota dengan prevalensi DM terbesar kedua di Provinsi Maluku Utara, provinsi dengan jumlah penyandang DM dan toleransi glukosa terganggu paling tinggi di Indonesia dan juga memiliki penduduk dengan ragam sosial dan ekonomi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran demografi dan indeks massa tubuh; dan juga prevalensi DM masyarakat kota Ternate tahun 2008 serta ada atau tidaknya hubungan antara keduanya.
Metode: Metode yang digunakan untuk pengumpulan data adalah cross-sectional melalui wawancara terpimpin dengan kuesioner ditambah dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium. Responden adalah mereka yang berumur 20 tahun ke atas yang tersebar di tiga kecamatan kota Ternate yang dipilih secara acak dengan multi-stage random sampling.
Hasil: Sebanyak 502 orang responden mengikuti penelitian ini. Dari hasil pengumpulan data didapatkan hasil prevalensi DM di kota Ternate tahun 2008 adalah sebesar 19,6% dan didapatkan hubungan bermakna antara DM dengan usia (p<0,001), bentuk keluarga (p=0,033), status gizi (p=0,022), dan pekerjaan (p=0,030). Sedangkan untuk sebaran penduduk, mayoritas responden adalah perempuan (61,8%), berusia 40 tahun ke atas (71,1%), status pernikahan menikah (79%), dan tinggal dalam keluarga inti (80,9%). Sebagian besar dari responden memiliki pendapatan yang tergolong menengah rendah (51%), pendidikan yang tergolong rendah (46,8%), suku Ternate (48,3%), tergolong sebagai obesitas kelas I (37,8%), dan bekerja sebagai ibu rumah tangga (40,5%).
Kesimpulan: Prevalensi diabetes di kota Ternate yang didapat dari penelitian ini belum dapat menggambarkan walaupun mendekati prevalensi diabetes di provinsi Maluku Utara menurut Riskesdas yang cakupan wilayahnya lebih luas. Prevalensi diabetes di kota Ternate berhubungan dengan usia, bentuk keluarga, status gizi, dan pekerjaan.

Background: Diabetes melitus is so called multifactor disease where some factor i.e. demograph and nutritional status play role to the progressivity of this disease. Ternate is the second highest city with DM?s prevalence in North Maluku, the highest province with prevalence of DM and impaired glucosa tolerance, this city has wide social and economical diversity. This study is purposed to know percentage of demograph and body mass index, and also prevalence of DM in North Maluku. This study is also wanted to know whether demograph and body mass index are related to DM.
Method: The method used for collecting data is cross-sectional study through directed interview with physical and laboratory examination. Respondents are they who are more than 19 years old and are scattered in three districts of Ternate. They are randomly chosen by multi-stage random sampling method.
Result: The results are DM?s prevalence in Ternate year 2008 is 19,6% and there is relationship between DM and age (p<0,001), family type (p=0,033), nutritional status (p=0,022), and occupation (p=0,030). Majority of respondents are: women (61,8%), older than 39 years old (71,1%), married (79%), and live with nuclear family (80,9%). Most of them: have mid-lower income category (51%), low educational level (46,8%), Ternate ethnic (48,3%), are class I obese (37,8%), and are housewifes (40,5%).
Conclusion: Prevalence of diabetes in Ternate according to this study can not represent, altough it is close to, the prevalence of diabetes in North Maluku according to Riskesdas which is include larger area. Prevalence of diabetes in Ternate has relationship with age, family type, nutritional status, and occupation.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2009
S-pdf
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
Ali Haidar Syaifullah
"Sindrom prahaid didefinisikan sebagai suatu kumpulan gejala, baik somatik ataupun psikologis, yang dialami wanita pada 7-14 hari sebelum menstruasi yang telah berlangsung selama beberapa siklus. Sindrom prahaid telah terbukti menyebabkan penurunan produktivitas pada wanita terutama yang telah bekerja dan prevalensi di Jakarta belum diketahui. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran sindrom prahaid dan hubungannya dengan indeks massa tubuh agar diketahui beratnya gangguan yang disebabkan sindrom prahaid.
Penelitian ini adalah studi analitik observasional menggunakan desain penelitian potong lintang. Data didapat dengan menggunakan kuesioner yang dibagikan langsung ke sampel. Data yang terkumpul dianalisis dengan uji Kolmogorov- Smirnov untuk mengetahui hubungan antara sindrom prahaid dan indeks massa tubuh. Dari 106 sampel, didapatkan 40 (37,7% ) tidak mengalami sindrom prahaid dan 66 (62,3%) mengalami sindrom prahaid.
Dari analisis menggunakan metode Kolmogorov-Smirnov tidak didapat perbedaan bermakna antara sindroma prahaid pada sampel dengan indeks massa tubuh <25 dengan >=25 (p>0,05). Disimpulkan bahwa sindrom prahaid tidak memiliki hubungan yang bermakna dengan indeks massa tubuh dan prevalensi sindrom prahaid pada wanita usia 15-24 tahun adalah 62,3%.

Premenstrual syndrome is defined as a collection of symptoms, somatic or psychological, that is experienced at 7-14 days before menstruation and already happened for several cycles. Premenstrual syndrome is proven to make a drop in productivity, especially in a working female, and the prevalence of it is unknown in Jakarta. The objective of this research is to describe the prevalence of premenstrual syndrome and relation with body mass index. After this objective is completed, we hope to know the burden premenstrual syndrome caused.
The design of this research is observational analytic cross sectional study. Data is obtained by handing questionnaires directly to the subject. The collected data is analyzed using Kolmogorov-Smirnov test to find out the relation between premenstrual syndrome and body mass index. From 106 samples, 40 (37,7%) samples weren't diagnosed as premenstrual syndrome and 66 (62,3%) were diagnosed as premenstrual syndrome.
From the analysis using Kolmogorov-Smirnov test, we did not get any meaningful relation between premenstrual syndrome in samples with body mass index less than twenty five with equal to or more than 25 (p>0,05). It is concluded that premenstrual syndrome did not have any meaningful correlation with body mass index and the prevalence of premenstrual syndrome is 62,3% in 15-24 year old female."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Choiron Abdillah
"C-Reactive Protein merupakan protein penanda biologis yang jumlahnya akan meningkat ketika terjadi proses inflamasi di dalam tubuh. Pada kehamilan, proses inflamasi merupakan proses fisiologis namun tentunya dalam batas normal. Status gizi maternal dipercaya memiliki hubungan dengan proses inflamasi yang terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara kadar high-sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) pada ibu hamil trimester satu dengan indeks massa tubuh. Penelitian ini dilakukan dengan metode studi potong lintang dengan jumlah subjek penelitian 62 responden yang dipilih berdasarkan sistem simple random sampling.
Dari penelitian ini didapatkan hasil median kadar hs-CRP adalah 2,95 mg/L (0,30-35,30 mg/L). Penelitian ini menggunakan cut-off kadar hs-CRP 5 mg/L dan didapatkan hasil 32,3% subjek memiliki kadar yang tinggi. Indeks massa tubuh ibu hamil trimester pertama ini memiliki nilai rerata 23,68±3,73 kg/m2. Data kemudian dicari korelasinya dengan uji Pearson. Terdapat korelasi sedang positif antara kadar hs-CRP dengan indeks massa tubuh ibu hamil trimester satu (r = 0,435, p = < 0,001). Dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi nilai indeks massa tubuh, maka semakin tinggi kadar hs-CRP pada ibu hamil trimester satu.

C-Reactive Protein (CRP) is a biomarker protein which increases during inflammation. During pregnancy, there is a physiologic amount of inflammation which increases CRP. Maternal nutrition status is known to be associated with the inflammatory process and pregnancy outcome. The objective of this study was to find the normal value of high-sensitivity C-Reactive Protein (hs-CRP) in first trimester pregnancy and its association with body mass index. This study used cross-sectional design with 62 first trimester pregnant women as subjects. The subjects were chosen using simple random sampling method.
It was found that the median serum level of hs-CRP in the subjects was 2.95 mg/L (0.30-35.30 mg/L). The cut-off point of hs-CRP level in this study was 5 mg/L. There were 32.3 % subjects who had higher hs-CRP value. The mean body mass index was 23.68±3.73 kg/m2. Pearson analysis demonstrated medium correlation between the level of hs-CRP and body mass index in first trimester pregnant women (r = 0.435, p = < 0.001). In conclusion, higher body mass index was associated with the higher hs-CRP level in first trimester pregnant women.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2015
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hesti Munawaroh
"Indeks Massa Tubuh merupakan indikator status gizi yang mudah diukur. Remaja rentan terhadap masalah akibat perilaku makan yang kurang baik dan kualitas tidur yang buruk, yang akan berpengaruh terhadap status gizinya. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan perilaku makan dan kualitas tidur dengan Indeks Massa Tubuh IMT pada remaja. Desain penelitian ini adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan potong lintang. Sampel penelitian ini yakni 177 siswa Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di Pancoran Mas, Depok yang dipilih dengan teknik multistages cluster sampling. Peneliti menggunakan kuisioner Eating Attitudes Test EAT -26 untuk mengukur perilaku makan, kuisioner Pittsburgh Quality of Sleep Index PSQI untuk mengukur kualitas tidur, dan microtoise, serta timbangan digital untuk mengukur IMT. Analisis data menggunakan uji Spearman. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan signifikan antara perilaku makan dan IMT.

Body mass index BMI is indicator of nutritional status that was measured easily. Adolescent are high risk person to have poor eating behaviour and worse quality of sleep that will affect to their nutritional statuses. The purpose of the study was to determine the relationship eating behavior and sleep quality to BMI of adolescent. This study employed a descriptive correlation design with cross sectional approach. The sample of this study were 177 students from high school in Pancoran Mas, Depok who were selected using multistages cluster sampling. Data were analyzed by Spearman correlation test. The results showed that there was significant relationship between eating behaviour and BMI of adolescent."
Depok: Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, 2017
S69700
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Raka Pradhana Fajri
"Kanker payudara merupakan jenis kanker yang paling banyak ditemukan pada wanita dengan 2,3 juta kasus baru pada tahun 2020. Klasifikasi berdasarkan ekspresi reseptor hormon penting diketahui karena tiap subtipe dapat berbeda dalam karakteristik klinis, strategi pengobatan, dan prognosis. Penelitian hubungan faktor risiko usia dan IMT terhadap subtipe kanker payudara yang telah dilakukan masih menghasilkan kesimpulan yang bertentangan dan belum konklusif sehingga penelitian lebih lanjut perlu dilakukan. Penelitian ini dilakukan di RCSM pada April-Mei 2024 dengan mengakses rekam medis 180 pasien kanker payudara primer yang datang ke Poli Bedah RSCM pada tahun 2022 dan menjalani pemeriksaan patologi anatomi dan imunohistokimia. Diperoleh 180 subjek dengan 82,8% berusia >40 tahun dan 17,2% berusia ≤40 tahun. Ditemukan 51,1% subjek obesitas, 27,2% berat badan normal, 16,1% berat badan berlebih, dan hanya 5,6% berat badan kurang. Ditemukan subtipe luminal mencakup 72,8% kasus dan non-luminal 27,2% kasus. Subtipe dengan proporsi paling banyak ditemukan adalah tipe luminal B dengan 41,1%, diikuti tipe luminal A 31,7%, TNBC 17,2%, dan HER2-enriched 10%. Analisis chi-square antara usia dengan subtipe kanker payudara serta IMT dengan subtipe kanker payudara tidak menemukan hubungan yang bermakna. Tidak terdapat hubungan antara usia ataupun IMT terhadap subtipe molekuler kanker payudara yang signifikan di RSCM tahun 2022.

Breast cancer is the most common type of cancer found in women with 2.3 million new cases in 2020. Classification based on hormone receptor expression is important because each subtype can differ in clinical characteristics, treatment strategies and prognosis. Research on the relationship between risk factors of age and BMI on breast cancer subtypes that has been carried out still produces conflicting conclusions and is not yet conclusive, so further research needs to be carried out. This research was conducted at RCSM in April-May 2024 by accessing the medical records of 180 primary breast cancer patients who came to the RSCM Surgical Clinic in 2022 and underwent anatomical pathology and immunohistochemical examinations. There were 180 subjects with 82.8% aged >40 years and 17.2% aged ≤40 years. It was found that 51.1% of subjects were obese, 27.2% were normal weight, 16.1% were overweight, and only 5.6% were underweight. It was found that the luminal subtype covered 72.8% of cases and non-luminal 27.2% of cases. The subtype with the highest proportion found was luminal B type with 41.1%, followed by luminal A type 31.7%, TNBC 17.2%, and HER2-enriched 10%. Chi-square analysis between age and breast cancer subtype and BMI and breast cancer subtype did not find a significant relationship. There was no significant relationship between age or BMI and breast cancer molecular subtype in RSCM in 2022."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2024
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Itsna Arifatuz Zulfiyah
"Hipertensi pada remaja didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik dan/atau diastolik lebih dari P95 sesuai jenis kelamin, umur, dan tinggi badan. Peningkatan prevalensi hipertensi pada remaja secara global diduga disebabkan karena peningkatan prevalensi obesitas pada remaja. Remaja dengan obesitas berisiko sepuluh kali lebih besar mengalami hipertensi dibandingkan remaja dengan berat badan normal. Penelitian ini bertujuan untuk menyelediki korelasi antara tekanan darah dengan obesitas, yang direpresentasikan oleh indeks massa tubuh, lingkar pinggang, dan massa lemak tubuh, pada remaja yang mengalami obesitas. Penelitian ini menggunakan desain potong lintang dengan data sekunder yang didapat dari penelitian sebelumnya. Subjek penelitian terdiri dari 66 remaja berusia 14-17 tahun dengan indeks massa tubuh lebih dari P95 berdasarkan jenis kelamin dan usia. Tiga puluh dua (48,5%) dari 66 remaja obesitas pada penelitian ini mengalami hipertensi, dengan hipertensi sistolik sebanyak 25,8% dan hipertensi diastolik sebanyak 31,8%. Analisis bivariat menunjukkan bahwa tekanan darah sistolik tidak berkorelasi dengan indeks massa tubuh, namun berkorelasi positif dengan lingkar pinggang (r = 0,218, p <0,05) dan berkorelasi negatif dengan massa lemak tubuh (r = -286, p <0,05). Tekanan darah diastolik tidak berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, namun berkorelasi positif dengan indeks massa tubuh (r = 0,223, p <0,05). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa remaja obesitas di Jakarta memiliki prevalensi hipertensi yang tinggi dan tekanan darah sistolik berkorelasi dengan lingkar pinggang dan massa lemak tubuh, sementara tekanan darah diastolik berkorelasi dengan indeks massa tubuh.

Hypertension in adolescents is elevation of systolic and/or diastolic blood pressure in the P95 or greater based on gender, age, and stature. The increased global prevalence of hypertension among adolescents is thought to be the result of the increasing prevalence of childhood obesity. Obese adolescents have tendencies to have hypertension ten times greater that the normoweights. This research is conducted to determine the correlation between blood pressure and obesity, which is presented as body mass index, waist circumference, and body mass fat, in obese adolescents. Using cross-sectional study, from secondary data collection, we found 66 adolescents age 14-17 years old in which body mass index are in the P95 or greater based on gender and age. Thirty-two (48,5%) adolescents have hypertension, where 25,8% adolescents have systolic hypertension and 31,8% adolescents have diastolic hypertension. Bivariate analysis shows that systolic blood pressure does not correlate with body mass index but positively correlates with waist circumference (r = 0,233, p <0,05) and negatively correlates with body mass fat (r = -286, p ≤0,01). Diastolic blood pressure does not correlate with waist circumference and body mass fat but positively correlates with body mass index (r = 0,223, p <0,05). It can be concluded that the prevalence of hypertension in obese adolecsents in Jakarta is high and systolic blood pressure has a weak correlation with waist circumference and body mass fat while diastolic blood pressure has a weak correlation with body mass index."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2018
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Azizah Ajeng Pratiwi
"Obesitas pada anak menjadi masalah gizi utama dalam beberapa dekade terakhir dan berkembang pesat di banyak negara, termasuk Indonesia. Pangan olahan khususnya ultra processed food (UPF) sebagai bagian dari klasifikasi NOVA diketahui memiliki ciri-ciri padat energi tinggi, berlemak, bergula dan asin sehingga dapat menyebabkan obesitas. Penelitian cross sectional ini bertujuan untuk mengetahui hubungan UPF dengan indeks massa tubuh menurut umur (BAZ) pada anak usia sekolah 10-12 tahun di Surabaya. Pengumpulan data dilakukan di tiga sekolah negeri dan swasta di Surabaya, Jawa Timur Indonesia selama Maret-April 2020. Responden penelitian ini adalah siswa SD kelas 4 dan 5 sebanyak 136 siswa yang dipilih secara acak. Pengukuran berat badan dan tinggi badan diperoleh untuk menghitung BAZ, sedangkan konsumsi UPF diperoleh dengan food frequency questionnaire (FFQ) dan recall 24 jam. FFQ untuk menilai konsumsi UPF disusun berdasarkan 1x recall 24 jam pada studi utama. Kuesioner terstruktur dan kuesioner aktivitas fisik untuk anak (PAQ-C) digunakan untuk menilai status sosio- demografi, tingkat aktivitas fisik, asupan energi, waktu di depan layar dan morbiditas anak. Uji Spearman digunakan pada analisis bivariat dan regresi linear digunakan untuk analisis multivariat, analisis data menggunakan SPSS versi 20. Hasil penelitian menunjukkan sebanyak 13% responden mengalami kelebihan berat badan dan 24% obesitas; konsumsi UPF menyumbang 14% dari total asupan energi dengan median energi dari UPF 247 kkal/hari. Sebagian besar responden mengonsumsi energi yang tidak cukup dan aktivitas fisik rendah. Tidak ada hubungan signifikan antara konsumsi UPF dan BAZ (r=-0.097, p=0.196). Hanya aktivitas fisik yang berhubungan signifikan dengan BAZ pada analisis multivariat (p=0.014). Jenis UPF Obesogenik dan Non Obesogenik perlu dibedakan untuk mendapatkan korelasi yang jelas antara konsumsi UPF dan BAZ pada anak usia sekolah.

Childhood obesity became the major nutritional problem in the last decades and growing rapidly in many countries, including Indonesia. Processed food especially ultra-processed food (UPF) as part of NOVA classification had known contain obesogenic nutrient which were high energy dense, fatty, sugary and salty may lead to overweight and obesity. This cross-sectional study aimed to assess the correlation between UPF and body mass index for age (BAZ) among school age children 10- 12 years old in Surabaya. Data collection was conducted in three public and private school in Surabaya, East Java Indonesia during March-April 2020. Elementary students in the 4th and 5th grade were enrolled 136 students randomly selected as respondents. Weight and height measurement were obtained for calculating the BAZ, while UPF consumption was obtained by food frequency questionnaire (FFQ) and 24-hours recall. FFQ to assessed UPF consumption was developed based on single 24-hours recall from bigger study. Structured questionnaire and physical activity questionnaire for children (PAQ-C) were used to assessed socio- demographics status, physical activity level (PAL), energy intake, sedentary screen time and child morbidity. Spearman test for bivariate analysis and linear regression for multivariate analysis, all data analyzed used SPSS version 20. The result found 13% of respondents were overweight and 24% obese; UPF consumption contribute 14% of total energy intake with median energy from UPF 247 kcal/day. Most of respondent had inadequate TEI and low PAL. No significant association was found between UPF consumption and BAZ (r=-0.097, p=0.196). Only physical activity that significant in multivariate analysis (p=0.014). It is necessary to distinguish the type of obesogenic and non-obesogenic UPF to get clear correlation between UPF consumption and BAZ among school age children."
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Via Valencia Arifin
"Kanker payudara adalah penyakit di mana sel-sel di payudara tumbuh di luar kendali dan menjadi salah satu jenis kanker paling umum di dunia. Di Indonesia, kanker payudara merupakan kanker dengan prevalensi tertinggi pada wanita. Tinggi Angka kejadian kanker payudara sangat erat kaitannya dengan faktor risiko yang ada, diantaranya kelebihan berat badan dan obesitas. Pengukuran berat badan dan obesitas dapat dilakukan dengan menggunakan pengukuran yang dikenal sebagai indeks massa tubuh (BMI). Obesitas tidak hanya digambarkan sebagai penyimpanan lemak berlebih tetapi juga akumulasi jaringan adiposa yang dideregulasi. Ini bisa diidentifikasi melalui zat yang dikenal sebagai CD36. CD36 ditemukan memiliki berpotensi menjadi penanda prognostik karena perannya dalam proses metastasis kanker payudara. Tapi selain sebagai penanda prognostik yang terkait dengan metastasis, CD36 juga diduga berpotensi menjadi penanda diagnosis kanker payudara. Karena itu, Dalam studi ini, analisis hubungan antara BMI dan CD36 dan insiden dilakukan kanker payudara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah rekam medis dari salah satu rumah sakit di Jakarta dengan total 84 subjek yang terdiri dari 3 kategori status, yaitu penderita kanker payudara, kanker selain payudara, dan sehat. Metode Keputusan Tree digunakan untuk memperoleh informasi tentang hubungan antara BMI dan CD36 terhadap kejadian kanker payudara. Selanjutnya digunakan metode Regresi Logistik untuk mengetahui peran masing-masing faktor dalam kejadian kanker payudara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara CD36 dengan kejadian kanker payudara, dimana ciri-ciri subjek dengan status kanker payudara memiliki nilai konsentrasi CD36 antara 0,17-0,34 dan di bawah 0,14 (dalam ng / mL). Kemudian diperoleh juga bahwa peningkatan skor CD36 menurunkan risiko kanker payudara awal, padahal peningkatan nilai BMI akan meningkatkan risiko.
ABSTRACT
Breast cancer is a disease in which cells in the breast grow out of control and is one of the most common types of cancer in the world. In Indonesia, breast cancer is a cancer with the highest prevalence in women. The high incidence of breast cancer is closely related to the existing risk factors, including being overweight and obese. Weight and obesity measurements can be made using a measurement known as body mass index (BMI). Obesity is not only described as excess fat storage but also the accumulation of deregulated adipose tissue. This can be identified through a substance known as CD36. CD36 was found to have potential to be a prognostic marker because of its role in the metastatic process of breast cancer. But apart from being a prognostic marker associated with metastasis, CD36 is also thought to be a potential marker of breast cancer diagnosis. Therefore, in this study, an analysis of the relationship between BMI and CD36 and incidence of breast cancer was carried out. The data used in this study were medical records from a hospital in Jakarta with a total of 84 subjects consisting of 3 status categories, namely breast cancer patients, non-breast cancer, and healthy. The Decision Tree method was used to obtain information about the relationship between BMI and CD36
against the incidence of breast cancer. Furthermore, the Logistic Regression method is used to determine the role of each factor in the incidence of breast cancer. The results showed that there was a relationship between CD36 and the incidence of breast cancer, where the characteristics of subjects with breast cancer status had a CD36 concentration value between 0.17-0.34 and below 0.14 (in ng / mL). Then it was also found that an increase in CD36 score decreased the risk of early breast cancer, whereas an increase in the BMI value would increase the risk."
Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia, 2019
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Alfiyyah Rizqy
"Latar belakang: Menarke merupakan peristiwa menstruasi pertama yang mencerminkan berbagai aspek kesehatan. Usia menarke remaja putri di Indonesia mengalami penurunan akibat berbagai faktor. Peneliti bertujuan ingin mengonfirmasi lebih lanjut hubungan usia menarke dengan indeks massa tubuh (IMT), aktivitas fisik, dan konsumsi teh.
Metode: Penelitian ini merupakan studi cross-sectional pada 84 remaja putri berusia 9-15 tahun di Kota dan Kabupaten Tegal, yang mengalami menarke dalam satu tahun terakhir. Data usia menarke dan aktivitas fisik diambil menggunakan kuesioner yang diisi berdasarkan ingatan remaja putri. IMT dihitung berdasarkan berat badan serta tinggi badan yang diukur mandiri atau oleh peneliti. Data konsumsi teh diambil menggunakan metode wawancara.
Hasil: Median usia menarke dari penelitian adalah 11.42 tahun dengan usia menarke tercepat, yaitu 9 tahun dan usia menarke paling lambat 13.83 tahun. Tidak ditemukan adanya hubungan signifikan antara IMT dengan usia menarke (p = 0.291), aktivitas fisik dengan usia menarke (p = 0.241), dan konsumsi teh dengan usia menarke (p = 0.758). Uji korelasi menunjukkan korelasi negatif yang tidak signifikan antara IMT dengan usia menarke (r = -0.058; p = 0.602) dan korelasi positif yang tidak signfikan antara konsumsi teh dengan usia menarke (r = 0.005; p = 0.975)
Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara IMT, aktivitas fisik, dan konsumsi teh dengan usia menarke pada remaja putri di Kota dan Kabupaten Tegal

Introduction: Menarche is the first menstrual event that reflects various aspects of health. The menarche age for adolescent girls in Indonesia has decreased due to various factors. Researchers aimed to further confirm the relationship between menarche age and Body Mass Index (BMI), physical activity, and tea consumption
Method: This study was a cross-sectional study on 84 adolescent girls aged 9-15 years in the City and District of Tegal, who experienced menarche in the past year. Data on the menarche age and physical activity were taken using a questionnaire that was filled out based on the memories of adolescent girls. BMI was calculated based on weight and height measured independently or by researchers. Tea consumption data was taken using the interview method.
Result: The median menarche age from the study was 11.42 years with the fastest being 9 years old and the latest being 13.83 years old at the latest. There was no significant relationship between BMI and menarche age (p = 0.291), physical activity with menarche age (p = 0.241), and tea consumption with menarche age (p = 0.758). Correlation test showed an insignificant negative correlation between BMI and menarche age (r = -0.058; p = 0.602) and an insignificant positive correlation between tea consumption and menarche age (r = 0.005; p = 0.975)
Conclusion: There is no relationship between BMI, physical activity, and tea consumption with menarche age in adolescent girls in the City and District of Tegal
"
Depok: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2021
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>