Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 146746 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Andrijani S.
"ABSTRAK
Tindak Pidana Kehutanan di Indonesia telah menjadi masalah serius yang tidak hanya berdimensi hukum, tetapi juga memiliki dimensi ekonomi, sosial, dan politik. Kondisi yang demikian menyebabkan tindak pidana kehutanan dapat dikualifikasikan sebagai tindak pidana luar biasa yang menuntut penanganan yang luar biasa pula. Dalam mengkaji tindak pidana kehutanan bukan saja aspek hukum positifnya yang mesti disoroti, tetapi juga aspek sejarah hukum dan masalah penegakan hukumnya. Aspek sejarah hukum sangat diperlukan untuk melihat politik hukum pemerintah dalam menangani masalah tindak pidana kehutanan yang nantinya dapat digunakan sebagai referensi pembuatan kebijakan pada masa kini. Sementara, aspek penegakan hukum boleh dikatakan integral dengan aspek hukum positif, karena penegakan hukum merupakan upaya untuk mengejawantahkan atau mengimplementasikan hukum positif agar memiliki keberlakuan secara efektif. Berhasil atau tidaknya penegakan hukum terhadap tindak pidana kehutanan di Indonesia sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor yang terkait, yakni instrumen hukum yang memadai, kebijakan dan peraturan yang mendukung, aparat penegak hukum serta kapasistas kelembagaan yang kuat, proses peradilan yang bersih, dan sanksi hukum yang dikenakan terhadap pelaku tindak pidana.

ABSTRAK
Forestry criminal act in Indonesia has been serious problem that is not only having legal dimension, but also having economic, social, and political dimension. That condition cause forestry criminal act has been able to be qualified as an extraordinary crime that is also pursuit extraordinary handling. In studying forestry criminal act, is not just positive law aspect that must be viewed, but also the aspect of legal history and its law enforcement. The aspect of legal history is much needed to see government's politics of law in handling the forestry criminal act and eventually can be used as policy making references in nowadays. At the same time, the aspect of law enforcement can be said integrated with positive law, because the law enforcement is effort to implement positive law in order to have deed effectively. Success or not the law enforcement toward forestry criminal act in Indonesia influenced by many factors, are sufficient law instruments, supporting policies and rules, law enforcer apparatus and strong institutional capacity, also, clean judicial process, and punishment that is imposed toward criminal actor.
"
2007
T22902
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Nixon Nikolaus Nilla
"ABSTRAK
Pengelolaan hutan di Provinsi Papua selama ini belum meningkatkan kesejahteraan rakyat Papua, khususnya masyarakat hukum adat Papua selaku pengguna hak ulayat. Sejak berlakunya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua, negara dan rakyat Indonesia mengakui, menghormati dan menghargai hak-hak masyarakat hukum adat Papua atas sumber daya alam, termasuk di dalamnya sumber daya hutan. Pengelolaan hutan di Provinsi Papua dilakukan dengan keberpihakan, perlindungan dan pemberdayaan masyarakat hukum adat Papua yang dilakukan melalui jalinan kerjasama setara dan adil, dengan tetap perpegang pada prinsip-prinsip kelestarian lingkungan, keadilan dan pemerataan. Metode penelitian yang digunakan adalah Yuridis Normatif, yaitu jenis penelitian yang didasarkan pada pemikiran bahwa telaah terhadap permasalahan yang nampak dalam fenomena masyarakat hukum adat di Provinsi Papua yang menggunakan Peraturan Daerah Khusus Papua (Perdasus) Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Provinsi Papua sebagai dasar dalam pengelolaan hutan berkelanjutan dengan dikeluarkanya Peraturan Gubernur Papua Nomor 13 Tahun 2010 tentang IUPHHK-MHA, kemudian untuk mengumpulkan data penelitian lapangan dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara terhadap para ahli hukum dan petugas penegak hukum dalam hal ini polisi, jaksa, hakim, instansi pemerintah serta Akademisi. Sedangkan Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) serta pendekatan konsep (conceptual approach). Pendekatan Undang-undang dilakukan untuk meneliti pasal-pasal yang berkaitan dengan Peraturan Daerah Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2008, sedangkan pendekatan konsep digunakan untuk memahami konsep-konsep yang berkaitan dengan Kehutanan, serta mencari kejelasan mengenai persepsi (pandangan) masyarakat Papua dan aparat penagak hukum di Papua tentang Peraturan Daerah Khusus Papua Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan Di Provinsi Papua. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka di peroleh beberapa kesimpulan bahwa Penerapan Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua sebagai implementasi Peraturan Daerah Khusus Nomor 21 Tahun 2008 telah diberlakukan di Papua. Dalam penerapannya, fakta membenarkan bahwa adanya perdasus kehutan tersebut telah di terima oleh masyarakat Papua khususnya hampir sebagian besar masyarakat adat di Papua, namun penerapannya belum efektif secara menyeluruh. Hal ini akan menjadi dilema ketika masyarakat hukum adat diperhadapkan dalam dua kondisi aturan yang bertentangan atau tidak sejalan, maka sangat diperlukan regulasi yang bisa membatasi dan memperjelas kedudukan kedua jenis hukum tersebut, dengan kata lain adanya singkronisasi dan harmonisasi aturan Perdasus kehutanan Papua dan aturan-aturan dari menteri kehutanan, dimana apabila hukum adat masih diakui keberadaannya, maka penting bagi negara untuk memberikan ruang bagi pemberlakuan hukum-hukum adat sepanjang dapat menjamin kemakmuran bagi warga Negara dalam pengelolaan hutan berkelanjutan.

ABSTRACT
Forest management in Papua province has so far not improve the welfare of the Papuan people, especially the indigenous people of Papua as users of customary rights, and not strengthen the fiscal capacity of government in the province of Papua. Forests in Papua province is a creation and gift of Almighty God, must be used wisely for the welfare of mankind, both current generation and future. Since the enactment of the Law of the Republic of Indonesia Number 21 of 2001 on Special Autonomy for Papua Province, the state and people of Indonesia recognize, honor and respect the rights of Papuan indigenous people over natural resources, including forest resources. Forest management in Papua province is done by partisanship, protection and empowerment of indigenous people of Papua, in order to achieve prosperity and independence in the Republic of Indonesia. Forest management in Papua province through the fabric of equal and fair cooperation, while perpegang on the principles of environmental sustainability, fairness, equity and human rights.The method used is the Judicial Normative, the type of research that is based on the notion that the examination of the problems evident in the phenomenon of indigenous people in Papua province that uses the Papua Special Local Regulation (Perdasus) No. 21 of 2008 on Sustainable Forest Management in Papua Province as the basis of sustainable forest management by the Governor Regulation No. 13 of 2010 on IUPHHK-MHA, and then to collect data on field research carried out using interview techniques to legal experts and law enforcement officers in this case the police, prosecutors, judges, government agencies and academics. While the research approach used in this study is to use the approach of legislation (Statute approach) as well as the approach to the concept (conceptual approach). The law approach taken to examine the articles associated with the Papua Special Local Regulation No. 21 of 2008 on Sustainable Forest Management in Papua province, while the concept of the approach used to understand the concepts related to forestry, as well as seek clarity on the perception the law of Papua and Papua enforcement officials on the Papua Special Local Regulation No. 21 of 2008 on Sustainable Forest Management in Papua Province.Based on the results of research that has been done, then obtained a conclusion that the implementation of Sustainable Forest Management in Papua province as the implementation of the Special Local Regulation No. 21 of 2008 has been enacted in Papua. In practice, a fact confirmed that the Special Local Regulation No. 21 of 2008 has been accepted by the people of Papua in particular most of the indigenous people in Papua, but its application has not been effective as a whole. This will be a dilemma when confronted indigenous peoples in the two conditions of a rule that contradicts or is inconsistent, it is necessary regulations that could restrict and clarify the legal status of both types, in other words, the synchronization and harmonization of rules Special Local Regulation No. 21 of 2008 and rules minister of forestry, which if customary law is recognized, it is important for countries to make room for the application of customary laws to ensure prosperity for all citizens in sustainable forest management."
2012
T30743
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Bambang Pamulardi
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1999
346.046 75 BAM h
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta : Sinar Grafika, 2003
346.046 75 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 2006
346.046 75 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Salim H.S.
Jakarta: Sinar Grafika, 1997
346.046 75 SAL d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Harry Alexander
"Tindak Pidana Kehutanan Terkait dengan Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU) di atas menimbulkan masalah dalam hukum Kehutanan, hukum perbankan dan hukum perdagangan internasional.
Pokok-pokok permasalahan dalam Penerapan UU TPPU atas tindak pidana Kehutanan adalah:
1. Bagaimanakah bentuk-bentuk tindak pidana kehutanan (forestry crime) ?
2. Bagaimanakah hubungan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana kehutanan sebagai predicate of crime ?
3. Bagaimanakah penerapan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap tindak pidana kehutanan ?
Penelitian dengan tema Tindak Pidana Kehutanan Terkait Dengan Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang antara lain :
1. Mengetahui bentuk-bentuk tindak pidana kehutanan (forestry crime).
2. Mengetahui hubungan tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana kehutanan sebagai predicate of crime.
3. Mengetahui penerapan Undang-Undang Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang terhadap tindak pidana kehutanan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T17978
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fitria Noor
"Otonomi Daerah sejak Tahun 200 l diterapkan, dengan perubahan paradigma Pembangunan yang ditujukan kepada penguatan sumber daya Iokal, demokratisasi dan kemandirian masyarakat Kebijakan ini temyata menimbulkan berbagai permasalahan diseputar penerapannya. Salah satu permasalahan tersebut adalah mengenai Tarik Menarik Kewenangan Di Bidang Perizinan antara Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah.
Tulisan ini merupakan analisa sederhana dari basil penehtian mengenat permsalahan tersebut dengan mengidentifikasi wujud, penyebab dan beberapa implikasi tarik menarik kewenangan tersebut dan pemecahan pennasalahan tersebut melalul rekomendasi. Dengan menggunakan metode kua1itatif deskriptif.
Tulisan ini mencoba menggambarkan secara singkat dari hasil temuan penelitian antata lain mengenai wujudnya ada1ah Tumpang tindih kewenangan, keridakjelasan kewenangan dan adanya campur tangan Pemerintah Propinsi kepada urusan rumah tangga Kabupaten. Adapun Penyebab dari permasalahan ini antara lain, beragamnya pemahaman desentrahsasi pada semua tingkat Pemerintah, tidak adanya kesesuaian antara regulasi otonomi daerah dan teknis serta tidak adanya konsitiasi kelernbagaan daerah mengenai kewenangan tersebut.
Berdasarkan kondisi empirik: yang terjadi di lapangan friksi mengenai pengaturan kewenangan itu juga dipicu dari kepentingan masing masing itu tentu saja dari keinginan baik (good will) kedua pihak yang bertikai dan di mediasi oleh pemerintah pusat.
Bagian akhir tesis menyampaikan pula anallsa sederhana mengenai Good Forestry Governance yang dapat bersinergi dengan Otonomi daerah itu sendiri. Merupakan sumbang pemikiran bagi daerah terhadap berbagai konflik kepentingan yang terjadi sepanjang penerapan otonomi daerah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T5039
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fathiri Mulki
"Tesis ini menjelaskan mengenai implikasi reformasi kebijakan sektor kehutanan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia karena adanya dorongan dari lembaga keuangan multilateral, JMF (International Monetary Fund) agar pemerintah Indonesia melakukan liberalisasi sektor kehutanan, terutama alur perdagangan kayu bulat produksi hutan Indonesia. Ruang lingkup pembahasan dari penelitian ini akan mencakup pembahasan mengenai kebijakan JMF dalam merumuskan program penyesuaian struktural (SAP, Structural Adjustment Programme) sektor kehutanan Indonesia. Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implikasi apakah yang kemudian timbul dari reformasi kebijakan pengelolaan sektor kehutanan Indonesia tersebut.
Tesis ini diawali dengan menjelaskan gambaran umum mengenai sejarah kebijakan pengelolaan hutan Indonesia sejak masa pemerintahan kolonial Belanda hingga masa pemerintahan Orde Baru. Tesis ini juga menjelaskan mengenai Jatar belakang keterlibatan IMF dalam isu lingkungan global hingga akhirnya merumuskan kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan isu lingkungan sebagai prasayarat pencairan dana pinjaman bagi negara-negara debitor. Periodisasi penelitian ini dimulai pada tahun 1998 hingga tahun 2001, yakni pada saat sektor kehutanan Indonesia berada dalam program penyesuaian struktural IMF.
Dalam menjelaskan implikasi kebijakan SAP IMF terhadap kerusakan hutan Indonesia, penulis menggunakan konsep Sustainable Development yang digagas oleh Komisi Bruntland sejak tahun 1983 dan konsep Aktor Organisasi lnternasional yang dikemukakan oleh Gareth Porter dan Janet Welsh Brown. Kedua konsep ini menunjukkan bahwa terjadi pertentangan dalam memaknai pembangunan ekonomi di sebuah negara. Konsep sustainable development menempatkan pembangunan ekonomi sejajar dengan kelestarian lingkungan,sedangkan konsep aktor organisasi internasional memiliki power untuk memaksa suatu negara untuk menerapkan kebijakan pembangunan ekonomi yang dibuat aktor organisasi intemasional tersebut, meskipun kebijakan tersebut berdampak negatif bagi sektor lingkungan di negara tersebut.
Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan implikasi kebijakan penyesuaian struktural IMF terhadap proses pengrusakan sektor kehutanan Indonesia. Data yang digunakan berupa data sekunder yang telah dipublikasikan, seperti buku, jumal, dokumen, artikel, media cetak, dan juga laporan data statistik yang telah dikumpulkan dari penelitian terdahulu maupun laporan yang diberikan oleh instansi pemerintah atau organisasi resmi lainnya yang relevan dengan penelitian yang akan disusun. Data sekunder ini diperoleh baik melalui perpustakaan umum, instansi pemerintah, media cetak maupun elektronik, koleksi pribadi penulis, situs internet, dan sebagainya. Metode analisis data yang akan digunakan oleh peneliti adalah metode analisis data kuantitatif yang kemudian akan dianalisa lebih lanjut untuk rnelihat bagaimana hasil interpretasi pengolahan data.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebijakan program penyesuaian struktural sektor kehutanan Indonesia yang diusung oleh IMF, terutama liberalisasi perdagangan kayu bulat produksi hutan Indonesia, berimplikasi negatif bagi keberadaan hutan alam Indonesia. Asumsi awal IMF agar harga kayu Indonesia dapat bersaing di pasar intemasional serta untuk mengefisienkan penggunaan bahan baku kayu tidak terbukti. Yang terjadi justru tingkat kerusakan hutan (deforestasi) yang meningkat secara siginifikan pada saat kebijakan tersebut dilaksanakan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Hendi Handoko Suryandono
"Skripsi ini membahas penerapan sanksi administrasi, sanksi pidana, tindak pidana korporasi serta asas subsidiaritas dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Kehutanan terhadap masalah kerusakan hutan berdasarkan kasus PT. Keang Nam Development Indonesia (PT. KNDI)-Adelin Lis. Penulisan skripsi ini adalah penelitian yuridis normatif menarik asas hukum. Pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan. Hasil penelitian menyarankan Pemerintah Indonesia untuk mengatur mengenai Baku Mutu Kerusakan Hutan; Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan dan koordinasi yang dilakukan oleh pejabat administrasi, baik pejabat kehutanan maupun pejabat daerah (Provinsi, Kotamadya, Kabupaten); Pemerintah perlu meningkatkan kualitas aparat penegak hukum di bidang kehutanan dalam hal pemahaman terhadap kejahatan di bidang kehutanan; Pemerintah perlu meningkatkan pengawasan secara eksternal dan berkala pemegang izin pengelolaan hutan; Pemerintah perlu meningkatkan kesejahteraan terhadap aparatur administrasi kehutanan antara lain dengan adanya tunjangan operasional, terutama yang berada di daerah (Provinsi, Kotamadya, Kabupaten).

This thesis focusing on implementation of administrative sanction, criminal sanction, corporate culpability and subsidiarity principle in accordance with Forestry Act Number 41 of 1999 regarding deforestation with issues based on case of PT. Keang Nam Development Indonesia (PT. KNDI)-Adelin Lis. In this thesis, writens using normative juridicial research for data collection using study literature. This thesis conclude advises Indonesian’s Goverment to improve regulation related to forest damage standard quality; it is necessary for the Government to improve supervision and coordination for administration officer; both forestry officer and local officer (Province, Municipality, District); Government need to improve quality of law officer in forestry; Government need to improve external supervision for forestry management license holder; Government need to improve remuneration for forest administration officer, like operational benefit, specially for local officer."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2009
S25480
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>