Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 145033 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Muhammad Syafiq
"Latar belakang. Gagal jantung dan aritmia merupakan penyebab kematian tersering pada penderita thalassemia R. Gangguan fungsi jantung, khususnya disfungsi diastolik merupakan komplikasi dini pada jantung akibat muatan besi berlebih (iron overload). Kadar feritin serum sampai saat ini masih secara luas digunakan sebagai parameter muatan besi berlebih (iron overload).
Tujuan. Mengetahui perbedaan kadar feritin serum antara penderita thalassemia j3 dewasa yang mengalami dan tidak mengalami disfungsi diastolik ventrikel kiri, dan mengetahui besar proporsi disfungsi diastolik pada penderita thalassemia 13 dewasa.
Metodologi. Penelitian ini merupakan studi potong lintang untuk melihat perbedaan kadar feritin serum (sebagai parameter iron overload) pada penderita thalassemia 13 dewasa yang mengalami disfungsi diastolik dibandingkan dengan yang tanpa disfungsi diastolik, serta untuk mendapatkan proporsi disfungsi diastolik pada penderita thalassemia 3 dewasa. Analisis terhadap variabel-variabel yang diteliti menggunakan uji-1 independen untuk mendapatkan perbedaan rerata kadar feritin serum antara kedua kelompok.
Hasil. Dari penelitian ini 30 orang penderita thalassemia 13 dewasa, laki-laki 13 orang, perempuan 17 orang, didapatkan rerata usia 25,9 tahun dengan rentang usia antara 18-38 tahun. Rerata Hb sebesar (7,5g%, SB I,4g%) dengan rentang kadar Hb antara 5,2 - 9,9 g%. Rerata kadar feritin serum sebesar (5590ng1m1, SB 4614,7 nglml) dengan rentang kadar, feritin antara 296,4 - 15900 nglml. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar feritin antara penderita yang mengalami disfungsi diastolik dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi diastolik. Proporsi disfungsi diastolik pada thalassemia 13 dewasa pada penelitian ini sebesar 70%.
Kesimpulan. Tidak terdapat perbedaan rerata kadar feritin antara penderita yang mengalami disfungsi diastolik dibandingkan dengan yang tidak mengalami disfungsi diastolik. Proporsi disfungsi diastolik pada thalassemia 13 dewasa pada penelitian ini sebesar 70%.

Background. Heart failure and aritmia is the major cause of death in 3 thalassemia major. Heart dysfunction, especially diastolic dysfunction in ji thalassemia seems to be an early involvement of the heart due to iron overload. Serum ferritin level as a parameter of iron overload still widely use for evaluation in 13 thalassemia.
Objectives. To know the mean difference of serum ferritin level between adult 13 thalassemia patients who have left ventricular diastolic dysfunction and who do not have Ieft ventricular diastolic dysfunction, and to obtain the proportion of diastolic dysfunction in adult 13 thalassemia patients.
Methods. This cross-sectional study was conducted to see the mean difference of Serum ferritin. IeVel'(as a parameter of iron overload) in adult P'thalassemia who have left ventricular diastolic dysfunction and who do not have left ventricular diastolic dysfunction and to know the proportion of diastolic dysfunction among adult 13 thalassemia. The independent t-test was used to analyze the variables to obtain the mean difference of serum ferritin level between the two groups.
Results. Thirty adult P thalassemia patients, 13 were male and 17 were female had been enrolled into this study. The age of the patients ranged from 18 to 38 years old, and the average-age was 25,9 years. The Hb level ranged from 5,2 to 9,9 g% and the mean was (7,5g%, SD 1,4g°/o). The serum ferritin level ranged from 296,4 to 15900 nglml, and the mean was (5590ng/ml, SD 4614,7 nglml). There was no significance mean difference serum ferritin level in patients who had diastolic dysfunction and those who do not have diastolic dysfunction. The proportion of diastolic dysfunction in adult 13 thalassemia patients in this study was 70%.
Conclusions. There was no significannce mean difference serum ferritin level in patients who had. diastolic dysfunction and those. who. did, not have diastolic dysfunction . The proportion of diastolic dysfunction in adult thalassemia 3 patients in this study was 70%.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58467
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Cece Alfalah
"Latar belakang. Kadar hemoglobin pre-transfusi dan feritin serum mempengaruhi pertumbuhan anak dengan thalassemia B-mayor. Penelitian tentang thalassemia sudah dilakukan di Indonesia, namun penelitian tentang hubungan thalassemia dengan pertumbuhan fisik masih terbatas.
Tujuan. Mengetahui pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum berpengaruh terhadap pertumbuhan fisik pasien thalassemia ?-mayor.
Metode. Dilakukan bulan Agustus-Oktober 2017 pada pasien anak dengan thalassemia B-mayor yang berobat ke Thalassemia-Centre RSUD Pekanbaru. Penelitian berupa analitik observasional potong lintang, menganalisis pengaruh kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum terhadap parameter perawakan pendek dan sangat pendek, gizi kurang dan buruk, usia tulang yang terlambat.
Hasil. Subjek 41 orang, rentang usia 18-204 bulan. Jenis kelamin laki-laki lebih banyak daripada perempuan 53,7 vs 46,3. 40 subjek mengalami retardasi pertumbuhan. Terdapat korelasi bermakna antara kadar Hb pre-transfusi dengan Z-score TB/U r=0,507, p=0,001 dan LILA/U r=0,467, p=0,02. Hb pre-transfusi berpengaruh terhadap interpretasi duduk/umur p=0,007, IK95 -1,5 - -0,3, subischial leg length/umur p=0,002, namun tidak pada interpretasi rasio segmen atas/bawah dan usia tulang. Hasil berbeda pada kadar feritin yang tidak memiliki korelasi terhadap semua variabel.
Simpulan. Terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar Hb pre-transfusi dengan parameter penelitian serta tidak terdapat pengaruh yang bermakna secara statistik antara kadar feritin serum dengan parameter tersebut.

Background. The level of pre transfusion hemoglobin and ferritin serum affect physical growth on patient with thalassemic mayor. Study about thalassemia is mainly reported but its relationship with physical growth is limited.
Objective. The main objective of the present study was to evaluate the relationship of pre transfusion Hb and serum ferritin level in patient with thalassemic mayor.
Material and method. In this analytical cross sectional study, the growth parameters weight, standing height, sitting height, subischial leg length, nutritional status, bone age were measured in 41 patients attending Thalassemia Centre at RSUD in Pekanbaru from August October 2017.
Results. 41 patients with mean age 18 204 months. The results are boys dominated girls in sex criteria 53,7 vs 46,3. As much as 40 subjects have growth retardation. There rsquo s correlation in pre transfusion hemoglobin with Z score height for age r 0,507, p 0,001 and subischial length r 0,467, p 0,02. This study shows relationship in pre transfusion hemoglobin with sitting height p 0,007, IK95 1,5 0,3, subischial leg length p 0,002, but not in segment length and bone age. Serum ferritin level has no correlation to one of those parameters.
Conclusion. There is a significant relationship in physical growth based on parameters mentioned above with pre transfusion Hemoglobin, but not with serum ferritin level.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2017
SP-Pdf
UI - Tugas Akhir  Universitas Indonesia Library
cover
Savero Vasya Jendriza
"Latar Belakang: Talasemia merupakan penyakit kelainan hemoglobin (Hb) dengan prevalensi tinggi di Indonesia maupun dunia. Komplikasi pada talasemia dapat terjadi akibat kadar Hb pre-transfusi yang rendah dan penumpukan feritin serum. Pengetahuan, sikap, dan perilaku yang baik terhadap suatu penyakit dibutuhkan untuk mencapai kesehatan yang diinginkan dan mencegah komplikasi. Studi ini bertujuan untuk mencari hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap talasemia, Hb pre-transfusi dan kadar feritin serum pada pasien remaja talasemia karena mereka memiliki prevalensi tertinggi. Metode: Kuesioner pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) melalui google form disebarkan untuk mendapatkan data dari pasien talasemia remaja yang memenuhi kriteria studi. Pengetahuan akan dibagi menjadi adekuat atau tidak adekuat, sikap dibagi menjadi positif atau negatif, perilaku dibagi menjadi baik atau buruk berdasarkan hasil skor kuesioner. Kadar Hb pre-transfusi dan feritin serum diambil dari rekam medik pasien, dan dikelompokkan menjadi Hb dan serum ferritin yang tinggi atau rendah. Hasil Penelitian: Dari 85 subjek, terdapat 49.4% pasien dengan pengetahuan adekuat, 91.8% pasien dengan sikap positif, dan 72.9% pasien dengan perilaku baik. Pasien masih kurang memahami fasilitas skrining dan pentingnya suplementasi vitamin. Pasien perlu meningkatkan sikap positif terhadap skrining thalassemia dan perilaku baik terhadap kepatuhan obat. Terdapat hubungan yang tidak bermakna secara statisik antara pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap kadar Hb pre-transfusi dan kadar ferritin (p >0.05) pada remaja dengan talasemia. Kesimpulan: Remaja talasemia di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo memiliki pengetahuan yang tidak adekuat, namun dengan sikap dan perilaku yang baik. Perlu adanya edukasi berkala untuk meningkatkan pengetahuan.

Introduction: Thalassemia is a hemoglobin (Hb) disorder that has a high prevalence in Indonesia and the world. Complications in thalassemia can occur due to low pre-transfusion Hb and accumulation of serum ferritin. A good knowledge, attitude, and practice towards a disease are needed to achieve desired health outcomes and prevent complications. This study aims to find the relationship between knowledge, attitude, and practice towards thalassemia, pre-transfusion Hb, and serum ferritin levels in thalassemic adolescents as they have the highest prevalence. Methods: Knowledge, attitude, and practice (KAP) questionnaire through google form were distributed to adolescent thalassemic patients who met the criteria. Knowledge will be divided into adequate or inadequate; attitudes are divided into positive or negative; practice is divided into good or bad based on the questionnaire results. Level of Pre-transfusion Hb and serum ferritin were taken from the patient's medical record and grouped into high or low Hb and ferritin. Result: Out of 85 subjects, there were 49.4% patients with adequate knowledge, 91.8% patients with positive attitude, and 72.9% patients with good practice. Patients still lack understanding of screening facilities and the importance of vitamin supplementation. Patients need to increase positive attitude towards thalassemia screening and good behavior towards treatment adherence. There was a statistically insignificant relationship between knowledge, attitude, and practice on thalassemia with pre-transfusion Hb and serum ferritin (p > 0.05) in thalassemic adolescents. Conclusion: Thalassemic adolescents at Cipto Mangunkusumo Hospital have inadequate knowledge, but with good attitudes and behavior. Periodic education is needed to increase knowledge."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2022
S-pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Prevalensi talasemia di Indonesia cukup tinggi. Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ-organ tubuh dan kerusakan sel. Pemberian deferoxamine sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ektrak air daun Mangifera foetida L. terbukti memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental pada tujuh serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh kelompok perlakuan secara ex vivo yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya empat kelompok yaitu: serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi setiap kelompok diukur menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang ()=280 nm.
Hasil uji statistik One Way Anova menunjukkan bahwa terdapat perbedaan bermakna antara kelompok perlakuan (p<0,001). Uji Post Hoc didapatkan hasil bahwa ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun Mangifera foetida L. dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi yang berbeda (p=0,001). Perbedaan efek kelasi ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan dosis ekstrak etanol.

Thalassemia has a high prevalence in Indonesia. Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida L. leaf was proven to have the chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent.
This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg, etanol extract 0,5 mg and 0,75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0,5 mg and 0,75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (SOH)=280 nm.
The result by One Way Anova statistical test showed that there was significant difference between groups (p <0.001). Post Hoc test showed that the ethanol extract 0,5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0,133). Ethanol extract 0,5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0,52), while ethanol extract 0,75 mg has different effect (p=0,001). The difference of chelating effect maybe caused by the difference of extract dose.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2013
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Pohan, Anggi P.N.
"Pengobatan talasemia berupa transfusi darah menyebabkan penumpukan besi di organ dan kerusakan sel. Pemberian deferoksamin sebagai kelator besi banyak menimbulkan efek samping dan mahal. Oleh karena itu, diperlukan pengobatan dengan bahan yang lebih aman dan terjangkau dengan memanfaatkan bahan alami yang memiliki efek kelasi besi. Ekstrak air daun Mangifera foetida memiliki efek kelasi terhadap feritin serum penderita talasemia, namun belum diteliti apakah ekstrak etanol daun M.foetida juga menunjukkan efek kelasi terhadap feritin. Studi eksperimental ini dilakukan pada serum pasien talasemia yang dibagi ke dalam tujuh perlakuan yaitu: serum, mangiferin, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg, ekstrak etanol 0,5 mg dan 0,75 mg ditambah serum, namun yang akan dianalisis hanya serum, mangiferin ditambah serum, ekstrak etanol 0,5 dan 0,75 mg ditambah serum. Nilai absorbansi diukur menggunakan spektrofotometer, λ = 280 nm. Uji one way anova menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg dan 0,75 mg memiliki efek kelasi dibandingkan kontrol negatif (p<0,001). Uji Post hoc menunjukkan ekstrak etanol M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan dosis 0,75 mg (p=0,133). Ekstrak etanol daun M.foetida dosis 0,5 mg memiliki efek kelasi yang sama dengan mangiferin murni (p=0,52), sedangkan dosis 0,75 mg memiliki efek kelasi berbeda (p=0,001) yang mungkin disebabkan perbedaan dosis ekstrak etanol.

Treatment of thalassemia with blood transfusion causing iron accumulation in the organs and damaging cells. Chelating agent, deferoxamine causes side effects and expensive. Therefore, it?s needed a safer and cheaper treatment by utilizing natural ingredients which have chelating effect. Water extract of Mangifera foetida leaf has chelating effect on serum thalassemia patients, but there was no research the effects in the ethanol extract. The purpose of this study was to prove the effects of ethanol extract as a chelating agent. This study used an experimental study using seven serums of patients with thalassemia by ex vivo and devided into seven treatments: serum, mangiferin, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg, etanol extract 0.5 mg and 0.75 plus serum, however only four treatments will be analized: serum, mangiferin plus serum, etanol extract 0.5 mg and 0.75 mg plus serum. They were measured in a spectrophotometer with (λ)=280 nm. The result by One Way Anova statistical test showed that the ethanol extract of M. foetida leaf 0.5 mg and 0.75 mg has the chelating effect when it compared to negative control (p <0.001). Post hoc test showed that the ethanol extract 0.5 mg has the same chelating effect with ethanol extract 0,75 mg (p = 0.133). Ethanol extract 0.5 mg has the same effect of iron chelation with the mangiferin (p=0.52), while ethanol extract 0.75 mg has different effect (p=0.001). The differences of chelating effect maybe caused by the differences of extract dose."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
AJ-Pdf
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Riska Wahyuningtyas
"Talasemia merupakan anemia herediter yang disebabkan kurangnya sintesis satu dari dua rantai polipeptida globin, α dan β. Transfusi darah yang merupakan tatalaksana rutin talasemia dapat menyebabkan penumpukan zat besi dalam darah dan berbagai komplikasi lain. Obat yang digunakan untuk mengikat penumpukan besi yaitu Deferoxamine ternyata cukup mahal dan dapat menimbulkan efek samping. Oleh karenanya, diperlukan pengobatan alternatif yang lebih aman dan terjangkau yaitu mangiferin (C-Glucosylxanthone) yang terdapat pada batang Mangifera indica L. dan daun Mangifera foetida L.
Penelitian ini merupakan studi eksperimental dengan menggunakan 7 serum pasien talasemia dari Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI tahun 2009-2010. Setiap serum akan mendapat lima perlakuan yang terdiri atas satu kelompok plasebo, satu kelompok kontrol (mangiferin), satu kelompok yang diberi Deferoxamine, dan dua kelompok yang diberi ekstrak daun Mangifera foetida L. dengan dosis 0,75 mg dan 1,125 mg. Selain itu juga terdapat dua kelompok kontrol yaitu kelompok mangiferin dan kelompok perlakuan terhadap Deferoxamine tanpa serum. Reaksi antara serum dan perlakuan diukur nilai absorbansinya pada spektrofotometer UV VIS Optima 3000, suhu 28°C dan λ=190 nm-400 nm. Data dianalisis dengan One-Way Anova, p=0,05.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa antara data serum, ekstrak 0,75 mg, 1,125 mg dan mangiferin menunjukkan nilai kemaknaan p=0,022. Hal ini menunjukkan ekstrak air daun Mangifera foetida L. mempunyai efek kelasi terhadap serum. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak 1,125 mg (p=0,498) menunjukkan efektivitas yang lebih mendekati kontrol mangiferin dalam membentuk kompleks dengan feritin serum penderita talasemia dibandingkan ekstrak 0,75 mg (p=0,044).

Thalassemia is hereditary anemia caused by lack of synthesis of one of the two globin polypeptide chains, α and β. Blood transfusion is a routine treatment of thalassemia, but this treatment was found to cause accumulation of iron in the blood and various other complications. Deferoxamine is drug used to bind the iron, but it is expensive and has side effects. Therefore, the necessary treatment alternative that is safer and more affordable with mangiferin, a CGlucosylxanthone contained in Mangifera indica L. stem and leaves of Mangifera foetida L.
This study is an experimental study using 7 serum of patients with thalassemia from the Department of Child Health, Medicine Faculty of Indonesia University in 2009-2010. Every serum got five treatment consisting of one placebo group, one control group (mangiferin), one group given Deferoxamine, and two groups were given the leaves extract of Mangifera foetida L. with a dose of 0,75 mg and 1,125 mg. Besides, there are two additional groups as a control consist of mangiferin and Deferoxamine without serum. Reaction of serum and treatment groups measured in a spectrophotometer UV-VIS Optima 3000 at 28° C and λ = 190 nm-400 nm. Data is analyzed with One-Way Anova, p=0,005.
Results shows that data of serum, extract 0,75 mg, extract 1,125 mg, and mangiferin have significant means p=0,022. It means extract from Mangifera foetida L. has chelating activity to serum. It is concluded that extract 1,125 mg (p=0,498) has effectiveness approach mangiferin in forming complex between ferritin serum thalassemia patients than extract 0,75 mg (p=0,044).
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jeffry Beta Tenggara
"ABSTRAK
Latar Belakang: Muatan besi berlebih adalah kondisi yang akan terjadi pada penderita thalassemia yang bergantung transfusi. Muatan besi berlebih yang terjadi progresif akan menimbulkan kerusakan organ akibat toksisitas besi. Banyak ditemukan kelainan tulang pada penderita thalassemia seperti perawakan pendek, facies cooley atau fraktur spontan, tetapi sampai saat ini hanya sedikit penelitian yang secara khusus mencari efek toksisitas besi di tulang pada penderita thalassemia dewasa.Tujuan: Mengetahui peran toksisitas besi pada penurunan densitas tulang penderita thalassemia dewasa yang bergantung transfusiMetode: Studi potong lintang dilakukan terhadap penderita thalassemia mayor dan intermedia dewasa yang mendapat transfusi rutin di RSUPNCM Jakarta dari Agustus sampai Oktober 2016. Dilakukan pemeriksaan kadar besi yaitu saturasi transferrin ST dan ferritin serum, pemeriksaan Dual X-ray Absorbtiometry DXA untuk menilai densitas masa tulang BMD dan rontgen pelvis untuk menilai indeks femoral Singh. Analisis dilakukan untuk mengetahui korelasi antara ST atau ferritin dengan nilai BMD, korelasi antara indeks femoral Singh dengan BMD dan pencarian titik potong ST atau ferritin untuk membedakan densitas tulang rendah dan normal pada penderita thalassemia mayor dan intermedia dewasa dengan menggunakan receiver operating curve ROC .Hasil: Sebanyak 60 penderita usia 18-68 tahun, 32 adalah penderita thalassemia mayor dan 68 adalah penderita intermedia dewasa yang mendapat transfusi minimal sekali tiap bulan dengan rerata Hb pre-transfusi sebesar 8.08mg/dL. Sebanyak 68 penderita memiliki densitas tulang rendah. Didapatkan nilai median ST 86 20-112 , median dari rerata nilai ferritin setahun yaitu 3881 ng/mL 645-15437ng/mL , median nilai BMD terendah -1.1 -5.7- -2.6 . Didapatkan korelasi negatif secara bermakna antara ST dengan nilai BMD r=-0.329, nilai p=0.01 , namun tidak didapatkan korelasi yang bermakna antara ferritin dengan nilai BMD r=-0.088, nilai p=0.504 serta tidak ditemukan korelasi yang bermakna antara indeks femoral Singh dengan BMD r=0.273, nilai p= 0.038 . Kurva ROC, nilai ST didapatkan area dibawah kurva AUC 0.727 dengan titik potong ST 89.5 untuk membedakan densitas tulang rendah dan normal Kesimpulan: Kejadian densitas tulang rendah pada penderita thalassemia adalah sebesar 68 . Terdapat korelasi terbalik yang signifikan antara ST dan nilai BMD dengan nilai titik potong ST 89.5 untuk membedakan densitas tulang rendah dan normal pada thalassemia dewasa
"
"
"ABSTRACT
"Background Iron overload is a complication experienced by transfusion dependent thalassemia TDT patients. Progressive iron accumulation results in tissue damage referred as iron toxicity. Bone deformities complication such as short stature, cooley rsquo s face and fracture are also commonly found among TDT patients but only few studies has been conducted to evaluate the effect of direct iron toxicity in bone among such population.Objective To determine the role of iron toxicity in low bone mass density among transfusion dependent thalassemia patients.Methods Cross sectional study conducted among major and intermedia thalassemia patients whom regularly received blood transfusion in CiptoMangunkusumo Central Hospital Jakarta between August to October 2016. Level of transferrin saturation TS and ferritin were measured as indicator of body iron level while dual x ray absorptiometry were measured to evaluate bone mass density BMD and pelvic X ray to evaluate Singh femoral index. Statistical analysis were conducted to evaluate correlation between TS or ferritin to BMD, correlation between Singh index and BMD and to determine the best cutoff value of TS or ferritin to differentiate between normal to low bone mass density among TDT patients using receiver operating curve ROC Results Total of 60 patients between 18 68 years old, 32 were thalassemia major patients, 68 were transfusion dependent thalassemia intermedia patients. Mean pre transfusion HB were 8.08mg dL, and as much as 68 subjects had low bone density. Median value of TS was 86 20 112 , median value of ferritin was 3881ng mL 645 15437ng mL , median value of the lowest BMD score was 1.1 5.7 2.6 . Significant reverse correlation between BMD score and TS was found r 0.329 p value 0.01 but no correlation with ferritin r 0.088, p value 0.504 nor correlation to Singh femoral index r 0.273, p value 0.038 . ROC curve analysis showed with area under the curve AUC 0,727, the best cutoff TS to differentiate normal to low bone density was 89.5 Conclusion Low bone mass density is a common complication of thalassemia major and transfusion dependent thalassemia intermedia. Reverse correlation between BMD score and TS with cutoff value of TS 89.5 to to differentiate normal to low bone density"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
T58841
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Luszy Arijanty
"Thalassemia merupakan suatu kelainan genetik yang diturunkan secara autosomal resesif. Pada thalassemia terjadi proses hemolisis, sehingga terjadi anemia kronis. Penyakit thalassemia membawa banyak sekali masalah bagi penderitanya, mulai dan kelainan darah sampai kelainan berbagai organ tubuh akibat proses penyakitnya maupun akibat usaha pengobatannya, karena penderita thalassemia berat akan memerlukan transfusi darah seumur hidupnya.
Secara klinis dibedakan antara thalassemia mayor dan thalassemia minor. Pasien thalassemia mayor umumnya menunjukkan gejala klinis yang berat, berupa anemia, hepatosplenomegali, pertumbuhan yang terhambat dan gizi kurang sampai gizi buruk. Pasien thalassemia mayor memerlukan transfusi darah terus-menerus. Gejala anemia bahkan sudah dapat terlihat pada usia kurang dari satu tahun. Bentuk heterozigot biasanya secara klinis sukar dikenal karena tidak memperlihatkan gejala klinis yang nyata dan umumnya tidak memerlukan pengobatan. Wahidiyat mendapatkan 22,7% penderita thalassemia tergolong dalam gizi baik, 64,1% gizi kurang dan 13,2% gizi buruk. Gangguan pertumbuhan pada penderita thalassemia disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor hormonal akibat hemokromatosis pada kelenjar endokrin, hipoksia jaringan akibat anemia, serta adanya defisiensi mikronutrien terutama defisiensi seng. Faktor lain yang berperan pada pertumbuhan penderita thalassemia adalah faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi merupakan faktor lingkungan yang panting dalam mempengaruhi tumbuh kembang anak. Beratnya anemia dan hepatosplenomegali menyebabkan nafsu makan menurun, sehingga asupan makanan berkurang, berakibat terjadinya gangguan gizi. Bila kadar hemoglobin dipertahankan tinggi, lebih kurang 10 g/dL, disertai pencegahan hemokromatosis, maka gangguan pertumbuhan tidak terjadi.
Alabat pemberian transfusi darah berulang dan penggunaan deferoksamin untuk kelasi besi, yang tidak teratur akan terjadi penimbunan besf. Kadar besi yang berlebihan di dalam tubuh akan diubah menjadi feritin Gangguan berbagai fungsi organ dapat teijadi bila kadar feritin plasma lebih clan 2000 ng/m2 . Kadar feritin plasma yang tinggi dapat menyebabkan penurunan kadar seng dalam darah, karena besi dan seng bersaing pads saat akan berikatan dengan transferor (binding sife), setelah diabsorpsi pads mukosa jejunum dan ileum s,g
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
- Berapa rerata kadar seng plasma pada pasien thalassemia mayor ?
- Berapa besar korelasi antara kadar seng plasma dengan kadar feritin plasma?
- Apakah terdapat korelasi antara kadar seng dengan status gizi pasien thalassemia mayor ?
TUJUAN PENELITIAN
Mengetahui rerata kadar seng plasma, serta korelasinya dengan kadar feritin plasma, dan status gizi pasien thalassemia mayor di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Perjan RSCM."
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2005
T58474
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Fikri Ichsan Wiguna
"Transfusi darah berulang pada subjek thalassemia mayor berpotensi menyebabkan transmisi virus hepatitis B dan / atau C. Infeksi dapat menyebabkan perubahan kadar feritin serum. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi infeksi varian virus hepatitis dan hubungannya dengan kadar feritin serum. Penelitian potong-lintang dilakukan dengan membandingkan kadar feritin serum antar kelompok subjek terinfeksi varian virus hepatitis pada subjek thalassemia mayor di RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta antara tahun 2006-2015. Hasil penelitian menyebutkan bahwa prevalensi infeksi hepatitis keseluruhan sebesar 10,06 subjek dan didapatkan nilai p < 0,050 dari uji komparasi antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis. Pevalensi infeksi hepatitis keseluruhan pada penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan penelitian lain dan terdapat hubungan yang bermakna antara kadar feritin serum pada kelompok subjek hepatitis B dengan hepatitis C, hepatitis B dengan hepatitis B dan C, hepatitis C dengan non-hepatitis serta hepatitis B dan C dengan non-hepatitis.

Regular blood transfusion in major thalassemia subjects potentially mediates infection of hepatitis B and or C virus. Infection can change serum ferritin level. This research intends to know the prevalence of hepatitis virus variant infection and its association with serum ferritin level. This research used cross sectional method to compare serum ferritin level within each hepatitis virus variant infection subject's groups on major thalassemia subjects in RS Cipto Mangunkusumo Kiara Jakarta within 2006 2015. Results showed that prevalence of hepatitis in total was 10.06 subjects and p value from comparison test of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis is p 0,050. Prevalence of hepatitis in total was lower than prevalence value in the other studies and there were significant association of serum ferritin level in subject's group of hepatitis B with hepatitis C, hepatitis B with hepatitis B and C, hepatitis C with non hepatitis, and hepatitis B and C with non hepatitis.
"
Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2016
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Dessy Framita Sari
"Talasemia adalah golongan anemia herediter yang terjadi karena gangguan sintesis salah satu rantai polipeptida globin, rantai α atau β globin, yang disebabkan karena kelainan genetik. Saat ini, prevalensi kasus talasemia di Indonesia cukup tinggi, 3-5% diantaranya merupakan talasemia β dan 2,6-11% merupaka talasemia α. Transfusi darah setiap bulan secara teratur dibutuhkan penderita, tetapi tindakan ini dapat menyebabkan kelebihan dan penumpukan besi di dalam tubuh. Untuk mengatasi hal tersebut, Deferoxamine digunakan sebagai agen kelator yang berfungsi mengikat besi di dalam tubuh dan kemudian dikeluarkan dari tubuh. Penggunaan Deferoxamine membutuhkan biaya yang besar dan efek samping yang tinggi. Oleh karena itu, dibutuhkan pengobatan alternatif yang berasal dari bahan alami antara lain mangiferin yang berasal dari ekstrak air daun Mangifera foetida L. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk memanfaatkan bahan alami sebagai terapi kelasi besi pada penderita talasemia.
Desain penelitian yang digunakan adalah studi eksperimental dan terdapat 7 sampel serum. Hasil penelitian dan perhitungan dengan uji statistik One Way Anova menunjukkan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 0,375 mg dan 0,75 mg memiliki efek kelasi bila dibandingkan dengan kontrol negatif (p=0,005). Namun, ketika selanjutnya diuji dengan Post Hoc didapatkan hasil ekstrak 0,375 mg tidak memiliki efek kelasi bila dibandingkan dengan mangiferin (p=0,018).
Sementara itu, ekstrak 0,75 mg memiliki efek kelasi tetapi tidak sebaik mangiferin (p=0,259). Hal ini diduga dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: dosis ekstrak yang terlalu kecil; dan adanya dugaan ekstrak tidak mengikat besi (Fe) secara langsung, melainkan mengikat apoprotein dalam serum. Oleh karena itu, dapat dikatakan mangiferin masih memiliki efektivitas yang lebih baik dalam mengikat besi bila dibandingkan dengan ekstrak air daun Mangifera foetida L. dosis 0,375 mg dan 0,75 mg.

Thalassemia is a group of hereditary anemia that result from diminished synthesis of one of two globin polypeptide chains, α and β, which is caused by genetic disorder. Nowdays, the prevalence of thalassemia cases in Indonesia are high enough, 3-5% of these cases are β-thalassemia and 2.6 to 11% are α- thalassemia. Blood transfusion every month regularly is needed but it can lead to excess and iron overload in the body. To overcome this possibility, Deferoxamine is used as a chelating agent which function is to bind iron and excrete them from
the body. In fact, the use of Deferoxamine needs much fee with high side effects.
Therefore, it’s needed an alternative medicine which comes from nature, such as: mangiferin derived from aqueous extract of Mangifera foetida L. leaf. The general purpose of this research is to exploit the natural substance as a chelating agent of ferritin in thalassemia patient’s serum.
Research design which is used is experimental study with 7 serum as sample. The result of research and calculation by One Way Anova statistical test showed that the aqueous extract of Mangifera foetida L. leaf dose of 0.375 mg and 0.75 mg has shown a chelating effect compared with negative control (p=0.005). However, when subsequently tested with Post Hoc, 0.375 mg extract doesn’t show a chelating effect compared with mangiferin (p=0.018). Meanwhile, 0.75 mg extract has shown a chelating effect but not as good as mangiferin (p=0.259). This is thought to be influenced by several factors, they are: low doses of the extract; and a possibility that the extract doesn’t bind the iron directly, but binding apoprotein. Therefore, we can conclude that mangiferin still has a better effectiveness in binding iron compared with aqueous extract of Mangifera foetida L. leaf dose of 0.375 mg and 0.75 mg"
2011
S-Pdf
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>