Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 10761 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Maisyaroh
"Gagasan dernokrasi merupakan hal yang senantiasa aktual unmk diperbincangkan. Penghargaannya atas prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan, dianggap memiliki nilai universal dan relevan dengan hakikat kehidupan umat manusia. Di Indonesia, tumbangnya rezim Orde Baru menghidupkan kembali ide-ide demokrasi. Sistem politik pun berangsur-angsur berubah. Demokrasi menjadi slogan utama dan tema di setiap pembicaraan sosial dan politik, bahkan demokrasi pun dikaitkan dengan realitas dan tradisi keagamaan.
Para pemikir, cendikiawan dan pengamat demokrasi tak henti-hentinya mengusung gagasan demokrasi yang relevan dengan konteks kehidupan bangsa Indonesia. Tentu saja, nilai-nilai tradisi sosial dan keagamaan tidak lepas dari pertimbangan. Dalam konteks inilah, pemikiran Gus Dur memiliki kontribusi yang sangat panting. Tesis ini hendak menjelaskan pemikirannya tentang demokrasi, sejauh mana pemikiran keagamaan membentuk pemikiran Gus Dur dan menyesuaikannya dengan gagasan demokrasi dan implikasi pemikirannya bagi pcrkembangan demokrasi di Indonesia.
Pemikiran Gus Dur ditelaah berdasarkan teori dan konsep tentang demokrasi, demokratisasi, civil society dan sosialisasi politik. Dari uraian gagasan dan pemikirannya, tampak bahwa Gus Dur menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi. Proses menuju terciptanya suasana demokratis diperjuangkan olehnya lewat berbagai peran sosial dan politik yang ia jalani. Latar belakang kultur agama yang kuat turut memperkuat dukungannya terhadap konsep demokrasinya. Bahkan ia berani, tegas dan teguh menyatakan bahwa Islam tidak bertentangan dengan demokrasi. Islam memiliki kontribusi yang besar bagi perkembangan demokrasi.
Sikap kritis terhadap pemerintah menunjukkan penghargaan atas kedaulatan rakyat. Konsep masyarakat sipil terwujud jika kedaulatan berada di Iangan rakyat. Sentuhan pemikiran Islam dan Barat dalam karir intelektualnya turut mempengaruhi sikap toleransi yang ia miliki. Karena itu pula, pemikirannya seringkali dianggap sebagai representasi dari kehendak rakyat pada level bawah. Meski demikian, ia juga sosok yang unik dan kontroversial. Dalam keteguhan pendirian, terkadang ia harus berbenturan dengan berbagai pihak. Baginya, hal ini merupakan bagian dari dinamika demokrasi.
Implikasi teori dari penelitian ini menunjuldcan bahwa pada umumnya pemikiran Gus Dur tentang demokrasi relevan dengan demolcrasi itu sendiri khususnya yang berkaitan dengan nilai-nilai pluralisme. Hal ini sekaligus mendukung teori demokrasi sebagai salah satu sistem politik yang paling relevan bagi kehidupan sosial-politik yang sangat majemuk di Indonesia.

Democracy is always actual idea to be discussed. Its appreciation of freedom and equal principles is assumed to have a universal value. They are also relevant with the substance of human life. In Indonesia, the fall of New Order has generated the idea of democracy. Democracy becomes main topic and slogan in every social and political discussion, and it is also tried to be linked with religious tradition and reality.
Thinkers, scholars, and academicians always support the idea of democracy which is said as relevant with the life of Indonesia. Of course, socio-religious traditional values are still considered. In that context, the idea of Gus Dur has an important contribution. This thesis tries to explain the idea on democracy; the role of religious values which is shaped GuDur ideas on democracy and adjust it with democracy; and its implication on democracy in Indonesia.
The idea of Gus Dur is examined with theory and concept of democracy, democratization, civil society, and political socialization. From the description of his ideas and thoughts, it seems that Gus Dur supports the values of democracy. Process in realizing democratic situation in fought by him through his social and political role. His strong background on religious culture strengthens his support on his concept of democracy. Even he is brave, assertive, and tough to state that Islam is compatible with democracy. Islam has significant contribution for the advancement of democracy.
His critical perception toward the government shows his appreciation on peop|e's sovereignty. The concept of civil society will be realized if the people have the sovereignty. His experience with Islamic and Westem ideas contributes to his tolerance attitude. Because of that , his ideas represent people's aspiration. Even tough, sometimes he is also unique and controversial because he must oppose other's opinion.
Theoretical implication of the research is that generally the ideas of Gus Dur on democracy relevant with democracy it selĀ£ especially pluralism. It is relevant with theory of democracy as a political system with plural social and political life of Indonesia.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2006
T21464
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yanuar Prihatin
"Salah satu tokoh publik yang memiliki perhatian terhadap ide demokrasi adalah Abdurrahman Wahid. SeIain itu ia juga dikenal sebagai pemimpin organisasi. Tentu menjadi pertanyaan, sebagai pemimpin, apakah dia menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan perilaku politik individual yang dilakukannya? Pertanyaan lain, apakah dia tergolong pemimpin demokratis, atau justru sebaliknya pemimpin yang otoriter? Inilah pertanyaan kunci yang menjadi fokus pembahasan dalam tesis ini.
Untuk menjawab pertanyaan ini dibuatlah kerangka berpikir tertentu. Pertama, yang dimaksud perilaku politik Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi dibatasi pads tindakan politik berupa pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis. Disebut penting dan strategis karena keputusan tersebut dapat mempengaruhi upaya-upaya pencapaian visi dan misi organisasi, platform dan program organisasi, juga mempengaruhi kinerja organisasi.
Pada sisi lain keputusan tersebut mempunyai dampak politis yang cukup besar, baik bagi posisi Abdurrahman Wahid sendiri maupun bagi organisasi yang dipimpinnya. Kedua, untuk menilai kepemimpinan Wahid tersebut dipilih beberapa kasus yang relevan selama dia menjadi pemimpin, baik di NU, PKB maupun pemerintahan. Ada tujuh kasus yang menjadi bahan analisis. Kasus tersebut adalah penetapan khittah NU tahun 1984, pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992, perseteruan dengan Abu Hasan tahun 1994, pengangkatan Matori Abdul Djalil sebagai ketua umum DPP PKB tahun 1998, bongkar pasang kabinet di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, pemberhentian Surojo Bimantoro sebagai kapolri tahun 2001 serta keluarnya Dekrit Presiden 22 Juli 2001. Ketiga, untuk menilai perilaku politik Wahid dalam konteks pengambilan keputusan tersebut digunakan sudut pandang nilai-nilai demokrasi. Karena itu, elaborasi kerangka konseptual dan teoritis diambil dari teori-teori dasar tentang demokrasi. Untuk menetapkan parameter perilaku, maka dilakukan elaborasi terhadap pendekatan perilaku politik yang biasa digunakan dalam ilmu politik.
Jenis penelitian yang digunakan adalah studi kasus. Penelitian jenis ini bertujuan menyingkap informasi yang terperinci tentang gejala politik tertentu. Dalam penelitian ini gejala politik dimaksud adalah pengambilan keputusan tentang masalah-masalah penting dan strategis yang dilakukan oleh tokoh yang diteliti. Unit analisanya adalah individu, yakni Abdurrahman Wahid. Sifat penelitian ini adalah deskriptif-analitis. Walau unsur subyektivitas peneliti tak mungkin dihilangkan sepenuhnya, sebuah deskripsi adalah representasi obyektif dari fenomena yang diteliti. Analisa dan interpretasi data menjadi unsur penting dalam penelitian ini. Data dikumpulkan melalui tiga cara, yakni pengamatan tak langsung, wawancara dan studi kepustakaan.
Data-data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan metode berpikir induktif, yaitu suatu proses penalaran dari khusus ke umum. Tujuannya untuk memperoleh kesimpulan dari beberapa kasus yang diteliti. Generalisasi dilakukan dengan berpedoman pada nilai-nilai demokrasi sebagai instrumen pengukurnya.
Dengan sudut pandang nilai-nilai demokrasi, basil penelitian menunjukkan bahwa Abdurrahman Wahid sebagai pemimpin organisasi cenderung bertindak otoriter dalam mengambil keputusan. Kecenderungan otoriter ini nampak lebih jelas lagi bila berkaitan dengan pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu.
Pada awalnya, dia itu demokratis sebagaimana terlihat dalam kasus penetapan khittah NU tahun 1984 dan ,kasus pengisian lowongan jabatan di PBNU tahun 1992. Namun dalam perkembangan berikutnya, seiring dengan menguatnya posisi dan peran dia, kecenderungan otoriter mulai nampak.
Ini berarti Wahid tidak menunjukkan konsistensi antara pemikiran demokrasi yang dianutnya dengan tindakan politik individual yang dilakukannya. Namun demikian, penelitian ini memperlihatkan pula visi lain, bahwa dalam hal kebebasan, Wahid masih konsisten untuk menjaganya. Betapapun dia cenderung otoriter dalam lima kasus yang diteliti, Namun dia tak pernah mengurangi kadar kebebasan pihak lain. Dia tak pernah melarang apalagi membungkam pikiran dan pendapat orang, sekalipun itu berbeda dengan pikirannya.
Begitulah, kesimpulan ini hanya berlaku untuk kasus-kasus pengambilan keputusan yang dimaksud dalam penelitian ini. Namun demikian, satu hal bisa diambil generalisasi, sejauh keputusan itu menyangkut pemberhentian, penggantian dan pengangkatan orang dalam suatu jabatan tertentu, maka kesimpulan penelitian ini kemungkinan besar tak akan bertentangan bila diterapkan pada kasus lain di luar kasus-kasus yang diteliti di sini."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2003
T12144
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Retia Sari Sofiani
Depok: Fakultas Ilmu Pengetahuan dan Budaya Universitas Indonesia, 2010
S13349
UI - Skripsi Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Novieta Hardeani Sari
"Seorang Presiden, sebagai kepala negara dan sebagai kepala pemerintah, dalam menjalankan roda pemerintahan membutuhkan dukungan penuh, tidak hanya dari orangorang didalamnya namun juga dari masyarakat. Beliau sebagai Presiden dituntut memiliki adanya kredibilitas yang positif. Dalam melakukan tugasnya sehari-hari dia harus memiliki strategi komunikasi yang efektif, terarah, efisien dan terencana yang dilakukan oleh Public Relations/Humas. Dengan seringnya terjadi kerancuan informasi dan berita, Presiden merasa perlu untuk menyesuaikan diri agar tidak terjadi kesenjangan terutama untuk kebijakan-kebijakan yang diambilnya.
Maka pada Surat Keputusan Presiden No. 255/M/2000 tanggal 9 Oktober 2000, Presiden resmi mengangkat tiga orang juru bicara dan satu institusi pendukung yang menjadi satu kesatuan tim, Tim Media/Juru Bicara Kepresidenan, untuk membantu Presiden dalam mengelola informasi dan hubungan dengan media massa, mewakili apa saja yang menjadi keinginan Presiden yang layak diketahui masyarakat pada umumnya. Hal ini juga sebagai langkah menyikapi tekanan masyarakat yang meminta agar Presiden memiliki seorang juru bicara.
Karena Presiden mempunyai 'kekurangan' dalam masalah penglihatan, maka dengan keberadaan juru bicara akan banyak membantu tugas Presiden sehari-hari. Dalam menentukan suatu strategi komunikasi yang efektif, terarah, efisien dan terencana, sehingga dapat menunjang tujuan, visi dan misi organisasi, juru bicara perlu menguasai teknik-teknik kehumasan. Penjabaran teknik-teknik kehumasan, dijelaskan didalam kerangka pemikiran yang berisi tentang teori-teori manajemen komunikasi, meliputi reposisi, komunikasi internal, media relations, manajemen berita (cara mengemas pesan), dan manajemen fungsi human.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat evaluatif, dimana pengambilan datanya melalui wawancara tidak berstruktur tetapi terfokus kepada permasalahan, serta studi kepustakaan yang dapat memberikan kelengkapan data penelitian.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwasanya penyusunan strategi komunikasipada Tim Medial juru Bicara Kepresidenan masih belum maksimal dan efektif. Dimana pada level individu, permasalahan timbul karena kurangnya pengalaman yang dimiliki masing-masing anggota Tim Media/juru Bicara Kepresidenan dalam hal kejuru bicaraan.
Pada level insitusi, permasalahan yang timbul banyak berkaitan dengan kebijakan politik pemerintah yang lebih memperhatikan masalah-masalah politis dibandingkan masalah substantif Selain itu, balk Presiden maupun para juru bicara kepresidenan itu sendiri masih kurang memiliki sense of human relation, dimana mereka lebih mendahulukan emosi dari pada rasionalitas, yang tergambar pada pernyataan-pernyataan Presiden yang sering kali kontroversial.
Opini publik yang seharusnya dijadikan sebagai masukan bagi sebuah institusi untuk kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian, kurang diperhatikan secara serius oleh individu-individu didalam sistem ini, termasuk mereka yang langsung dekat dengan Presiden, dengan alasan peroleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat untuk Partai Kebangkitan Bangsa sangatlah sedikit. Karena faktor-faktor (level socio-political environment) tersebutlah maka Presiden lebih peduli dengan masalah-masalah koalisi maupun kompromi-kompromi politik dibandingkan dengan opini publik, yang beliau nilai bisa ditempatkan diposisi kedua setelah dicapainya kompromi politik."
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2001
T8653
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Rendro Dhani
"Selama menjadi presiden keempat RI, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) mengalami begitu banyak permasalahan komunikasi baik yang bersumber dari Gus Dur sendiri maupun kinerja dari para pembantunya. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan komunikasi tersebut dan memahami bagaimana konsep dan strategi manajemen komunikasi Presiden KH Abdurrahman Wahid. Selain itu, tesis ini juga meneliti bagaimana peran dari pers/media massa dalam konteks manajemen komunikasi kepresidenan.
Penelitian ini didesain menggunakan metode penelitian kualitatif dan memakai pendekatan studi kasus, dengan tujuan ingin mengetahui lebih dalam permasalahan dalam manajemen komunikasi Gus Dur sebagai Presiden. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif, penulis menggunakan teknik pengumpulan data wawancara mendalam dan studi kepustakaan, tale menganalisis data tersebut yang berasal dari beberapa kalangan, yaitu kalangan pemerintah dan birokrasinya, kalangan pers/media pemberitaan, dan sejumtah pakar terkait.
Sebuah konsep yang dijadikan rujukan dalam menganalisis manajemen komunikasi Presiden Wahid adalah konsep yang dikembangkan oleh Mark Fletcher (1999) tentang manajemen komunikasi. Menurut Fletcher, manajemen komunikasi secara sederhana merupakan manajemen atas bentuk, isi, dan konteks dari informasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Presiden Wahid tidak menjalankan atau menggunakan salah satu teknik atau konsep manajemen komunikasi yang umumnya dilakukan presiden. Selama menjadi presiden Gus Dur sangat sering mengeluarkan pernyataan dan kebijakan yang kontroversial, sehingga hal itu merefleksikan bahwa Presiden Wahid tidak mengolah informasi yang diterimanya dan mempersiapkan pesanpesan yang ingin disampaikan kepada publik. Ada beberapa kekurangan yang menyebabkan mengapa hal itu terjadi, seperti faktor eksternal dan faktor internal dari Gus Dur sendiri.
Namun demikian, kesimpulan lain dalam penelitian ini menyebutkan bahwa kekurangan yang dimiliki Gus Dur dalam berkomunikasi masih bisa diminimalkan seandainya Presiden Wahid mempunyai asisten atau pembantu-pembantu yang mampu bekerja secara cermat dan professional berdasarkan mekanisme kerja yang jelas dalam menjembatani hubungan presiden dengan media massa, dan secara tegas mampu mendisiplinkan Gus Dur. Dengan kata lain Presiden Wahid membutuhkan suatu manajemen yang ketat luar biasa dan dia harus mematuhi aturan mainnya jika dia ingin menghindarkan, atau paling tidak mengurangi kesalahan-kesalahan dalam penyampaian informasi.

During his term as the fourth Indonesian President, KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) had face many communication problems, which derived from Gus Dur himself, and his assistants. This study was carried out in order to understand the concept and strategy of President Wahid in managing his communication. Besides, this thesis also tries to understand the role of the press/mass media in the context of presidential communication management.
This study was designed to use qualitative method, using case study approach that the objective is to understand more deeply some problems in President Wahid communication management. To obtain objective result, the author used in-depth interview of people from various circles, such as government officers, journalists, experts, and other people close to President Wahid.
A conceptual definition about management communication, developed by Mark Fletcher (1999), was used in analyzing President Wahid communication management. According to Fletcher, in order to bring about specific outcome the concept of communication management is put simply three crucial elements: the management of the form, the content, and the context of information.
The result of this study indicate that President Wahid actually has no management in his communication because President Wahid often launching controversial statement and policy, which is reflecting that he did not manage information carefully and prepare his messages before announce it to public. There were some weaknesses that caused this to happen, such as internal and external factors from Presiders Wahid.
However, other conclusion in this thesis indicate that President Wahid's weakness could be minimized if he has some good assistants who can able to work professionally based on a vivid working mechanism, such as able to bridge the relation between president and the press, portray the correct image of the president, and the most important thing is able to discipline the president to follow the rule of presidential protocol."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T1568
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Herinto Sidik Iriansyah
"Penelitian ini merupakan evaluasi terhadap pertimbangan-pertimbangan anggota DPR/MPR dalam pemberhentian KH. Abdurrahman Wahid sebagai Presiden RI. Permasalahan yang diangkat dalam Tesis ini diuraikan menjadi tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut : (1) Pertimbangan-pertimbangan apa saja dipakai oleh para anggota DPR/MPR untuk memberhentikan KH. Abdurrahman Wahid sebelum masa jabatannya berakhir?. (2) Diantara pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, manakah pertimbangan yang paling menentukan (dominan) dalam menjatuhkan KH. Abdurrahman Wahid ?. (3) Bagaimana dampak pemberhentian KH. Abdurrahman Wahid terhadap Ketahanan Nasional Indonesia pada waktu itu ?.
Penelitian ini menggunakan metode Deskriptif Kualitatif yang bertujuan untuk memahami fenomena sosial dari perspektif para partisipan melalui penelitian ke dalam kehidupan aktor-aktor yang terlibat, kemudian sebagai justifikasi dari hasil analisis kualitatif diuunakan metode Analitical Hierarchi Process (AHP).
Temuan penelitian ini adalah pertimbangan-pertimbangan anggota DPR/MPR RI dalam pemberhentian Presiden KH. Abdurrahman Wahid yang dominan adalah pertimbangan hukum, lebih spesifik tentang "penegakan hukum" proses pemberhentian tersebut mengandung kelemahan konstitusional.

The research has evaluated of the considerations which Members of DPRIMPR ("Indonesian Parliament/People's Consultative Council") took for discharging Mister KH Abdurrahman Wahid from his chair as President of the Republic of Indonesia. Statement of the problem revealed in this Thesis consists of three questions as follows: (1) What are considerations taken by the Members of DPRIMPR for discharging Mister KH Abdurrahman Wahid prior to the termination of his administrative position?, (2) Which is the dominant among the considerations for discharging his excellency?, (3) Meanwhile, what were the effects of his discharge on the National Stability?
This study, on one hand, applies a Descriptive Qualitative Method for identifying social phenomena viewed from the participants' perspectives by researching into activities of the involved actors while justification for the results of qualitative analysis uses an Analytical Hierarchy Process (AHP) method, on the other.
Research findings are all considerations which Members of DPRIMPR of the Republic of Indonesia take for discharging President KH Abdurrahman Wahid in which the dominant is legal aspect or "law enforcement". However his termination carries some constitutional violence.
"
Jakarta: Program Pascasarjana Universitas Indonesia, 2004
T13148
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
cover
Indah Putri Indriany
"Abdurrahman Wahid adalah figur yang menarik dan pemikirannya tentang hubungan Islam dan negara yang disertai argumen-argumen dan praksis yang sering kontroversial, telah menjadi salah satu arus besar dalam khasanah intelektual dan perpolitikan kontemporer di Indonesia. Dalam hal ini, selain mempunyai implikasi secara normatif-substansial, Abdurrahman Wahid secara empirik-prosedural memainkan peran yang lebih besar dan berimplikasi luas dalam realitas politik. Hal ini dikarenakan Abdurrahman Wahid dalam aktivitasnya lebih kuat warna politiknya daripada warna akademisnya. Hal ini kemudian yang menyulitkannya untuk mewujudkan cita-citanya untuk menjadi seorang guru bangsa, yang dapat berdiri di atas semua golongan dan kelompok kepentingan.
Penelitian yang dititikberatkan pada library research ini dimaksudkan untuk memetakan, menggambarkan dan menganalisis penolakan Abdurrahman Wahid terhadap negara Islam di Indonesia. Dari pemetaan ditemukan bahwa penolakan Abdurrahman Wahid tersebut tidak dapat digolongkan ke dalam satu pemahaman, 'secara normatif-substansial atau secara empirik-prosedural; karena pemikiran Abdurrahman Wahid secara normatif dan empirik, ditemukan butir-butir pemikirannya yang berkelindan satu sama lain.
Penerimaan Abdurrahman Wahid terhadap Pancasila sebagai ideologi kebangsaan, Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai bentuk finalitas negara bangsa di Indonesia, dan masyarakat Indonesia demokratis yang dicita-citakannya; adalah wujud dari penolakannya terhadap gagasan masyarakat atau negara Islam di Indonesia dari kalangan Islam modernis.
Walaupun secara umum, praktek politik Abdurrahman Wahid liberal dan sekuler, tetapi gagasannya tentang negara berakar dan dielaborasi dari keyakinan Abdurrahman Wahid terhadap Islam, baik Islam sebagai nilai-nilai ajaran maupun Islam sejarah. Sikap Abdurrahman Wahid yang moderat, inklusif, dan eklektis pada dasarnya adalah pengaruh ke-NU-annya yang sangat diwarnai oleh tradisi Sunni."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2002
T3033
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>