Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 160201 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Indra Alverdian Arie
"Tesis ini mengevaluasi kinerja dari dimensi operasional strategi deterens kumulatif Israel selama perang Lebanon kedua yang berlangsung selama tigapuluh tiga hari dari (12 Juli 2006 sampai dengan 13 Agustus 2006) dalam konteks perang asimetris yang terjadi diantara Israel dengan Hezbollah. Ruang lingkup pembahasan dalam penelitian ini akan mencakup evaluasi efektivitas dan pengaruh dimensi operasional dalam strategi deterens kumulatif Israel melalui pengkajian interaksi strategi yang diterapkan dalam operasi militer angkatan bersenjata Israel dengan Hezbollah dalam suatu perang asimetris diantara kedua aktor. Tujuan utama yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kinerja dari dimensi operasional strategi deterens kumulatif Israel berdampak pada pencapaian strategi tersebut secara keseluruhan.
Tesis ini pada awalnya akan memaparkan strategi Israel secara keseluruhan terutama prinsip-prinsip dasar dalam elemen operasional serta taktik dalam dimensi operasional strategi deterens kumulatif Israel. Selain itu penulis juga akan menjelaskan dimensi operasional dari strategi Hezbollah serta hubungan asimetris diantara kedua aktor pada tataran operasional. Untuk menjelaskan sejauh mana efektivitas dimensi operasional strategi deterens kumulatif Israel terhadap Hezbollah pada perang Lebanon kedua pada tahun 2006, di dalam penelitian ini digunakan konsep interaksi strategi yang dikemukakan oleh Ivan Arreguin Toft dimana terdapat dua pendekatan ideal yang dapat diterapkan oleh aktor kuat maupun aktor lemah dalam perang asimetris yakni pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung. Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian evaluatif sumatif untuk mengukur sejauh mana efektivitas dan pengaruh dimensi operasional strategi deterens kumulatif Israel dalam perang Lebanon kedua pada tahun 2006. Sementara itu, data yang akan digunakan adalah gabungan data primer serta data sekunder yang diperoleh melalui sumber-sumber tertulis baik itu institusi-institusi resmi pemerintahan Israel maupun buku, majalah, surat kabar, jurnal, dokumen, laporan penelitian, dll.
Hasil dari penelitian berdasarkan interaksi strategi angkatan bersenjata Israel dengan Hezbollah dalam suatu hubungan yang asimetris menunjukkan telah melemahnya dimensi operasional strategi deterens kumulatif Israel yang disebabkan oleh tidak sesuainya strategi Israel terutama elemen taktik serta operasional penggunaan angkatan bersenjatanya yang selama ini diorientasikan untuk menghadapi perang konvensional menghadapi negara-negara Arab jika diterapkan pada aktor non negara yang menerapkan metode non konvensional seperti Hezbollah.

The thesis will evaluate the performance of the operational dimension of Israel?s cumulative deterence strategy for the duration of the second Lebanon War which lasted for thirty three days starting from the 12th of July until the 13th of August 2006 within the context of asymmetric warfare between Israel and Hezbollah. The scope of this research will include evaluating the effect of the operational dimension of the cumulative deterrence strategy through analyzing the interaction of strategy which is implemented by the Israel Defence Forces and Hezbollah during their military campaign in an asymmetric between the two actors. The main objective of this research is to gain an understanding and knowledge regarding the implications of the performance operational dimension of the cumulative deterrence will affect the performance of the strategy as a whole. At the beginning of the thesis, Israel?s strategy will be elaborated in detail including the basic principles in the operational and tactical element within the operational dimension of cumulative deterence strategy. In addition to that, the operational dimension of Hezbollah strategy will be shown to put into perspective the asymmetrical relationship between the two actors at operational level.
In order to explain the degree of effectivity of the operational dimension of Israel?s cumulative deterrence strategy against the Hezbollah in the 2006 Second Lebanon war, Ivan Arreguin Toft?s theory of strategic interaction assumption of the ideal typology which is same approach interaction and opposite approach interaction would be used during the research. During the research, the methodology which is implemented is the evaluative summative research methods in order to measure the effectivity and implications of the operational dimension of the cumulative deterrence strategy during the second Lebanon war in 2006. Meanwhile, the data used in this research will be a compilation of primary and secondary data which has been acquired from written materials released by official Israel government institution and also books, magazines, newspapers, journal, document, and also research report by respected analyst.
The result of this research shows that based on the asymmetrical strategic interaction of the Israel Defence Forces with the Hezbollah during operation Change of Direction, that the operational dimension of Israel?s cumulative deterrence has been weakened. This is mainly due to the incompatibility of the tactical-operational elemen within the operational dimension that is designed primarily to deal with conventional warfare against Arab nations and not unconventional warfare as in the case of second Lebanon War with Hezbollah."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2007
T 22893
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Bekti Lin Eridiani
"ABSTRAK
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia kira-kira pertengahan tahun 1997
mengakibatkan sektor moneter kekurangan dana, bank-bank dilikuidasi serta hampir
semua kegiatan ekonomì yang menggunakan fasilitas bank juga semakin terpuruk.
Menurut data dan Biro Pusat Statistik (data pertumbuhan nil sektor ekonomi tahun 1996-
1998), sektor-sektor yang mengalami pertumbuhan negatif diantaranya adalah sektor
keuangan yang mengalami krisis berkepanjangan, Sub sektor keuangan diantaranya yaitu
sub-sektor lembaga keuangan non bank (termasuk Dana Pensiun) yang mengalami
pertumbuhan positif tidak mampu menjadikan pertumbuhan sektor tersebut positif karena
peranannya yang kecil dalam pembentukan PDB sektor keuangan. Padahal di negara lain
seperti Chili dan beberapa negara Asia Pasifik, Dana Pensiun dapat memngkatkan
domesgic saving rate, yang akan mengurangi kebergantungan negara tersebut pada modal
asing untuk mendanai investasi yang diperlukan bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi.
Jelaslah bahwa sebenarnya penyelenggaraan Dana Pensiun yang baik dapat membantu
Pertumbuhan ekonomi.
Mengingat perlunya Dana Pensiun., dan kenyataan bahwa masih banyak masyarakat
Yang belum familiar mengenai Dana Pensiun maka dalam penulisan ini dilakukan potret
lembaga keuangan non bank tersebut di Indonesia. Tujuannya adalah untuk sedikit
membuka ke assymetric?an informasi antara pengurus dan peserta Dana Pensiun, baik
Peserta potensial maupun yang sudah menjadi peserta di suatu Dana Pensiun.
Selain itu, pada penulisan ¡ni juga diperkenalkan radar chart untuk analisis. Prosedur
Umum dalam managerial function untuk penetapan strategi (tactical planning) didasarkan
Pada beberapa fase yaitu fase plan-do-see. Prosedur tersebut tidak selalu harus dimulai
dari fase ?plan?, melainkan dapat dimulai misalnya dari fase see sehingga urutan
prosedurnya adalah see-plan-do. Fase ?see? terdiri dari:
1. Analisis dan evaluasi hasil
2. Koreksi hasil-hasil yang tidak memuaskan
Pada fase ?plan? disusun berbagai tujuan dan rencana, baik tujuan dan rencana jangka
pendek, maupun strategi jangka panjang dalam rentang lima atau sepuluh tahunan.
Sementara fase ?do? adalah bagian dimana berbagai rencana diimplementasikan untuk
merealisasikan tujuan yang telah ditetapkan. Penulisan ini dimaksudkan untuk memotret
industri Dana Pensiun, dengan demikian lingkupnya dibatasi padafase ?see?. Salah satu
contoh tools yang efektif dalam penerapan analisis di fase ?see?adalah penggunaan radar
chart. Analisis radar chart dapat mencakup banyak dimensi. Radar chart digunakan
sebagai sinyal, baik untuk pengurus maupun peserta Dana Pensum untuk melihat
bagaimana kinerja dan pola-pola kinerja yang terjadi. Dalam penulisan ini, dimensi yang
diamati adalah growth, profitability, efficiency, asset quality dan financial stability. Tiap
dimensi terdiri dan satu atau beberapa rasio.
Dalam penulisan ini, Dana Pensiun dibedakan dalam 2 (dua) kategori yaitu kategori
DPPK IP & DPLK (Dana pensiun Pemberi Kerja Program Iuran Pasti & Dana Pensiun
Lembaga Keuangan) dan kategori DPPK MP ( Dana Pensiun Pemberi Kerja Program
Manfaat pasti). Tiap kategori tersebut dibagi lagi menjadi kelompok. Kategori DPPK IP
& DPLK dibagi menjadi kelompok BUMN vs Non BUMN dan kelompok DPPK IP vs
DPLK. Sedangkan kategon DPPK MP dikelompokkan menjadi BIJMN vs Non BIJMN.
Dari sudut pandang penulis berdasarkan rasio-rasio yang bersangkutan, baik untuk
kategori DPPK IP & DPLK maupun kategori DPPK MP, temyata secara kinerja
Dana Pensiun BUMN masih lebih baik daripada Non BUMN. Selain itu diidentifikasi
pula adanya kemungkinan bahwa Dana Pensiun BUMN memiliki banyak ?pendapatan
lain-lain? yang memberikan sumbangan dalam kinerja profitability nya. Dan dalam
kategori DPPK IP & DPLK, di kelompok DPPK IP vs DPLK, ternyata secam umum
kinerja DPLK lebih baik dibandìngkan kineija DPPK IP.
Selain itu juga dibuat radar chart untuk enam Dana Pensiun yang terbaik kinerja
rasio profitability nya (HUSP/AB) di tahun 1998. Juga lima Dana Pensiun yang terbaik
kinerja rasio financial stability nya (AB/KA) di tahun 1998. Pola garnbar radar chart
yang sama menggambarkan bahwa strategi yang dijalankan oleh Dana Pensiun sama,
begitu juga sebaliknya. Sebagai tambahan, pada lampiran dicantumkan juga ranking
Dana Pensiun pada masing-masing kategori yang diamati. ini dimaksudkan untuk
membuka informasi yang lebth luas mengenai industri Dana Pensiun.
"
2001
T1642
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
JIP 42(2013)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Novi Nurviani
"Pengambilalihan berdasarkan ketentuan Pasal 125 ayal (I) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 dapat dilakukan langsung melalui pemegang saham Perusahaan Sasaran. Pengambilalihan semacam ini diperholehkan secara hukum asalkan disetujui oleh pihak Direksi Perusahaan Sasaran. Dalam praktek bisnis, sering kali Direksi Perusahaan Sasaran tidak setuju perusahaannya diambilalih oleh pihak lain sementara pemegang saham berhak menjual sahamnya kepada Perusahaan Pengambilalih tanpa persetujuan Direksi Perusahaan Sasaran. Hal ini dapat dipahami karena pada kenyataannya, Direksi-lah yang mengetahui segala sesuatu yang tcrjadi di dalam tubuh perusahaan. Oleh karena itu, Akta Merger dapat dibatalkan karena tidak terpenuhinya syarat subjektif prjanjian, yakni kesepakatan. Secara internal, hal ini mengakibatkan chaos karena antara pemegang saham dengan Direksi Perusahaan Sasaran terdapat informasi asimetris yang (dalam ilmu manajemen) memicu terjadinya principal-agent problem.
Di sisi lain, Perusahaan Pengambilalih umumnya menerapkan strategi-strategi tertentu supaya pemegang saham Perusahaan Sasaran mau menjual sahamnya. Dalam menjalankan strategi bisnis, Perusahaan Pengambilalih mengiming-imingi pemegang saharn Perusahaan Sasaran dengan memberikan argumentasi yang seolah-olah akan menguntungkan Perusahaan Sasaran. Namun, sering kali, dalam rangka melancarkan niatnya tersebut, Perusahaan Pengambilalih memberikan alasan-alasan yang tidak jujur sehingga muncul informasi asimetris yang menyebabkan pemegang saham Perusahaan Sasaran mengambil keputusan yang salah. Bahkan, dalam jangka panjang, informasi asimetris mengakibatkan kegagalan pasar (market failure). Strategi yang diterapkan dengan cara yang tidak jujur merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat sehingga bertentangan dengan Pasal 17 dan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 5 Talmn 1999. Bahkan, secara luas praktek seperti ini dikategorikan sebagai kejahatan korporasi.

Acquisition under the provision of Article 125 paragraph (1) of Law Number 40 Year 2007 shall be conducted directly through the shareholders of the target company. This kind of takeovers is permitted by law, if it is approved by the Boaid of Directors of the target company. In business practices, the Board of Directors of the target company sometimes does not agree to be acquired, while the shareholders is entitled to sell their shares without approval from the Board of Directors. This is understandable because in reality, the Board of Directors knows more every single point in the company than shareholders itself. Therefore, the deed of merger can be canceled due to non-fulfillment of the terms subjective agreement, ie agreement by the parties. Internally, this could resulted a chaos becaue of Directors that (in theory of management) trigger a principal-agent problem.
On the other hand, acquirer Gompany generally apply certain strategies so that shareholders of the target company agree to sell their shares. In conducting its business strategy, the acquirer company hereafter persuade the shareholders of the target company by a rguing reasons that seems to favor the whole target company. However, in order to rei nforce its intention, the acquirer company presents some unlawful reasoning trigger asymmetric infonnation that makes the shareholders of the target company made a wrong decision. In fact, in the long term, asymmetric information leads to the market failure. These kind of strategies is unlawful because trigger an unfair business competition that was prohibited by Article 17 and Article 25 Law N umber 5 Year 1999. In future research, such practice is widely categorized as a corporate crime."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2010
T28516
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
Muhammad Fakhrul
"Salah satu bentuk ancaman nyata yang mengancam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah ancaman asimetris. Dalam hal ini, ancaman asimetris merupakan ancaman yang bersifat non tradisional dan bersifat nyata terhadap keselamatan Kepala dan Wakil Kepala Negara.Terkait pengamanan VVIP khususnya pada pengamanan instalasi di lingkungan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia dilakukan oleh Paspampres. Namun pada pelaksanaannya Paspampres tidak bekerja sendiri melainkan bersama Kementerian/Lembaga lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi dan sistem pengamanan VVIP serta kendala yang dihadapi dalam upaya menghadapi potensi ancaman asimetris di lingkungan Lembaga Kepresidenan Republik Indonesia.. Tidak hanya dalam penindakan, pihak – pihak yang menjadi operator dan first responder yang terkait dalam penanganan ancaman asimetrisjuga melakukan pencegahan melalui kegiatan intelijen. Melalui penanganan yang kolaboratif dari semua pihak diharapkan dapat meminimalisisr potensi ancaman asimetrissecara komprehensif dan propfesional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data wawancara terhadap beberapa pihak – pihak yang berkompeten di bidang pengamanan VVIP

One form of real threat that threatens the sovereignty of the Unitary State of the Republic of Indonesia is the asymmetric threat. In this case, asymmetric threats are non-traditional and real threats to the safety of the Head and Deputy Head of State. Regarding the security of VVIP, especially in securing installations within the Presidential Institution of the Republic of Indonesia, Paspampres is carried out. However, in its implementation Paspampres does not work alone but with other Ministries/Institutions. This study aims to analyze the VVIP security strategy and system as well as the obstacles faced in an effort to deal with potential asymmetric threats within the Presidential Institution of the Republic of Indonesia. Not only in taking action, the parties who are the operators and first responders involved in handling asymmetric threats also carry out prevention through intelligence activities. Through collaborative handling from all parties, it is expected to minimize potential asymmetric threats in a comprehensive and professional manner. This study uses qualitative research methods with interview data collection techniques to several competent parties in the field of VVIP security."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 2022
T-pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Helmi Ahdiat Rahawarin
"Pasca tragedi pengeboman World Trade Centre (WTC) ancaman transnasional khususnya terorisme semakin marak terjadi sehingga tindakan perlunya penanganan dan pemberantasannya. Perubahan ini seharusnya mempengaruhi persepsi gelar pasukan indonesia dalam menjaga kedaulatan wilayahnya dari ancaman terorisme transnasional atau ancaman asimetris, seharusnya gelar pasukan indonesia tidak hanya melihat ancaman internal sebagai ancaman utama akan tetapi perlunya juga melihat perubahan yang terjadi di kawasan Asia Tenggara sebagai lingkungan bermain Indonesia, dalam hal ini ancaman yang bersumber dari luar atau eksternal. Pada kenyataannya persepsi ancaman gelar pasukan Indonesia masih melihat internal sebagai ancaman utama dengan strategi gelar pasukan yang lebih ditujukan kepada stabilitas keamanan dalam negeri.

After World Trade Centre (WTC) Tragedy, transnational threats especially terrorism is often happen so it needs to be handled and to be combat. This change should influence the perception of Indonesia force employment in guarding Indonesia sovereignty from transnational terrorism threat or asymmetric threats, Indonesia force employment should not only looking internal threats as main threats but also need to see the change happen in Southeast Asia region as a play ground for Indonesia, in this case external threats. In fact, Indonesia force employment perception still looking for internal threats as main threats with force employment assembling strategy which more function to maintain internal stability."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2011
T 28666
UI - Tesis Open  Universitas Indonesia Library
cover
cover
cover
Azis Rahmani
"Perkembangan teknologi informasi di dunia beberapa dekade terakhir juga membuat AS mengembangkan doktrin militer dengan berbasiskan teknologi informasi tersebut yang disebut sebagai ?network centric warfare‟. Ketika AS melakukan invasi ke Afghanistan sebagai bagian dari perang global melawan terorisme doktrin ?network centric warfare‟ diuji untuk dapat mengatasi kondisi perang asimetris di Afghanistan. Disparitas yang terjadi dalam perang asimetris di Afghanistan tidak hanya pada kekuatan militer, tetapi juga pada status, ideologi dan struktural. Pada masa perang di Afghanistan, doktrin ?network centric warfare‟ dapat berfungsi secara efektif untuk meningkatkan kemampuan tempur dan operasi militer AS. Tetapi disparitas ideologi dan struktural antara AS dengan kelompok teroris/perlawanan di Afghanistan membuat tujuan operasi militer di Afghanistan belum sepenuhnya dapat dicapai oleh AS.

The recent development of information technology within global society and contemporer industry also followed by US military as part of Revolution of Military Affairs to develop military doctrine that based on network organization and maximation of information technology to conducting the warfare. The doctrine has been developing since late 20th century within the concept of network centric warfare doctrine. This doctrine come into challenge when implement in the invasion to Afghanistan part of US global war on terrorism policy. The asymmetric conditions in Afghanistan war overcome effectively with network centric warfare doctrine for military combat operation to neutralize terrorist/insurgents organization network in Afghanistan but not comprehensively handling ideology and structural disparity as the war still raging until now."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2014
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Felix Tawaang
"This paper discusses about the phenomenon of mediation representation of political actors in media agenda. The focus is how and what issues the actor was mediated. Newspapers samples are Media Indonesia; Kompas; Rakyat Merdeka; and Republika. Data were collected through content analysis in the tradition of agenda setting. The findings show the communication process through media agenda by media organizations is based on the phenomenon showed a relatively complete communications process. Media seems trying to show who the communicator and who became a communicant in the communication process. Related to this, in the context of the political system, the political superstructure components communicator element is more dominant than communicators in infra component of the political structure. While the elements of the communicant, according the findings indicate that the component supra political structures that (the government) was also more than the infra component of the political structure (non-government). There are five types of predicate actors that were targeted communication by communicator earlier. However, it seems the level from the Ministry institutions to village became the most widely mediated editor. Academically, for the implementation of similar future studies should include a review of related phenomena involving the public agenda so that the relevance of the phenomenon of mediating between two actors can be known. Practically, the study's findings are expected to help increase media literacy among readers of the newspaper media.
Paper ini membahas fenomena representasi mediasi aktor politik dalam pengagendaan media. Fokusnya pada bagaimana dan pada isu apa saja para aktor itu dimediasikan. Suratkabar sampelnya adalah Media Indonesia ; Kompas; Rakyat Merdeka; dan Republika. Data dikumpulkan melalui metode content analysis dalam tradisi agenda setting. Temuan memperlihatkan proses komunikasi melalui pengagendaan media oleh organisasi media berdasarkan fenomenanya memperlihat sebuah proses komunikasi yang relatif lengkap. Media tampak berupaya menunjukkan siapa yang menjadi komunikator dan siapa yang menjadi komunikan dalam suatu proses komunikasi itu. Terkait dengan ini, maka dalam konteks sistem politik, unsur komunikator komponen suprastruktur politik itu lebih dominan ketimbang komunikator dalam komponen infra struktur politik. Sementara pada unsur komunikan, sesuai temuan menunjukkan bahwa komponen supra sruktur politik (pemerintah) itu juga lebih banyak dari pada komponen infra struktur politik (non pemerintah) . Ada lima jenis predikat aktor yang menjadi sasaran komunikasi komunikator tadi. Namun demikian tampaknya predikat Lembaga pemerintah setingkat Kementerian s/d Kelurahan) menjadi paling banyak dimediasi redaksi. Secara akademik, untuk pelaksanaan penelitian yang sejenis ke depannya hendaknya menyertakan telaah terkait fenomena agenda publik agar relevansi menyangkut fenomena mediasi aktor di antara keduanya dapat diketahui. Secara praktis, temuan penelitian ini diharapkan dapat membantu peningkatan literasi media di kalangan pembaca media suratkabar."
Peneliti Bidang Studi Komunikasi dan Media pada Balai Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika Jakarta, 2016
607 JSKM 20:2 (2016)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>