Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 171170 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Eska Riyanti Kariman
"Tingkat pemakaian kontrasepsi pil di kalangan wanita PUS cukup tinggi, hal itu terlihat dari data pemakaian kontrasepsi pil hasil SDKI 2002103 sebesar 13,2 % . Tingginya prevalensi pemakaian kontrasepsi pil tersebut tidak dibarengi dengan tingginya tingkat kelangsungan pemakaian, hasil SDKI 1997 tercatat 34 % pemakai pit tidak menggunakan lagi setelah sate tahun_ Angka putus pakai (drop out) pil ini merupakan yang kedua tertinggi setelah kondom. Tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil arnat dipengaruhi oleh kedisiplinan dan kepatuhan akseptor dalam memakainya. Hal tersebut dimungkinkan bila akseptor memiliki pengetahuan dan informasi yang cukup yang dapat diperoleh melalui konseling yang dilakukan oleh petugas.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan konseling kontrasepsi dengan tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil. Data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 2002103. Disain penelitian adalah crossectional dengan kajian statistik analisis survival.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata tingkat kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil adalah 31 bulan dengan median survivalnya 37 bulan. Probabilitas kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 adalah 62 % dan probabilitas kelangsungan setelah bulan ke-60 adalah 31 %. Probabilitas kelangsungan pernakaian kontrasepsi pil setelah bulan ke-12 pads kelompok yang mendapat konseling kontrasepsi adalah 66%, sedangkan pada kelompok yang tidak mendapatkan konseling kontrasepsi 56 %. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak mendapatkan konseling adalah 1.6 kali bila bertempat tinggal dikota dan 1.5 kali bila tinggal didesa. Risiko untuk putus pada akseptor pil yang tidak konseling adalah 1.6 kali bila tidak ada efek camping dan menjadi 2 kali bila ada efek samping.
Tingginya risiko putus pemakaian kontrasepsi pil di wilayah perkotaan perlu mendapatkan perhatian dari pengelola program Keluarga Berencana. Dugaan sementara hal ini dijumpai didaerah kota pinggiran atau daerah kumuh, untuk itu kegiatan konseling kontrasepsi yang lebih intensif terkait dengan akseptor di daerah tersebut hares ditingkatkan misalnya melalui kunjungan petugas yang lebih sering ke rumah diharapkan dapat menurunkan risiko putus pakai. Kegiatan konseling pada prinsipnya dilakukan untuk mengurangi kekhawatiran akseptor akan efek sarnping yang ditimbulkan kontrasepsi selama pemakaiannya.

Prevalence of pill contraception used among reproductive woman are high, it can seen at SDKI 2002/03 which is about 13,2 %. This height prevalence is not followed with the-continuity rate, only 34 % of women still used pill contraception within 12th month recorded in SDKI 1997. This rate as highest secondly after condom. The pill contraception continuity rate is influenced by discipline and compliance of acceptor in using it.That things is possible when acceptor have enough knowledge and information about contraception usage which they can get it from councelling by family planning officer.
This study is aimed to gain information on relationship of contraception counselling with the period of time pills uses. This study uses secondary data SDKI 2002/03. Study design used is crossectional with statistical survival analysis.
The result study shows that mean of pill contraception continuity rate are 31 month with median survival are 37 month. The Probabilities of pills continuity rate after 12th month are 62 percent and probabilities of pills continuity rate after 60th month are 31 percents. Probabilities of pills continuity rate after 12'h month in whom that receive counsellings are 66 percents, men while the group whom that not receive counselling only 56 percent. The risk of drop out among the pills acceptbr whom that not receive counsellings are 1,6 times if they lives at the city and 1,5 times if they lives at the village. The risk of drop out pills among acceptor whom that not receive counsellings are 1,6 times if they not have side effect and it can be 2 times if they have side effects.
The height risk of drop out pills among acceptors in urban region need to get more attentions from the organizer of family planning program. Momentary, assumption whereas this matter is met in marginal town area or slum region, for that more intensive program of counselling contraception related to acceptor in the are, for example more regular follow up to the acceptors whom lives at this area and had side effect. The principle of counseling is to lessen the worried feeling of the acceptor with the side effects generated by contraception during its usage.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T19128
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rajagukguk, Wilson
"Studi tentang perilaku pemakaian kontrasepsi antara lain meliputi studi pemakaian (use), pemilihan (choice), penggantian (switching), ketidaklangsungan (discontinuation) dan kegagalan (failure). Studi ini memiliki sumber data yang kaya. Di Indonesia, salah satu sumber data untuk studi ini adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI). Dalam SDKI sejarah pemakaian alat kontrasepsi dalam lima tahun sebelum survei dicatat. Data sejenis ini disebut data kalender.
Studi tentang perilaku pemakaian kontrasepsi penting dalam upaya peningkatan dan perbaikan pelayanan kontrasepsi. Secara khusus, studi tentang penggantian metode kontrasepsi (contraceptive switching) penting untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penggantian metode serta siapa yang mempunyai risiko paling tinggi untuk mengganti, Pengetahuan tentang hal ini penting untuk intervensi program khususnya dalam upaya pengendalian angka kelahiran melalui pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan. Kehamilan yang tidak direncanakan dapat terjadi setelah menghentikan pemakaian suatu metode kontrasepsi.
Oleh karena itu, dalam tesis ini dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penggantian metode kontrasepsi. Sumber data yang digunakan adalah hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 1994. Karena variabel respon bersifat biner (y=1 jika ganti metode kontrasepsi dan y=4 jika tidak ganti metode kontrasepsi) maka untuk analisis digunakan model regresi logistik biner. Variabel bebas dalam analisis adalah faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan faktor-faktor yang berhubungan dengan alat kontrasepsi.
Hasil analisis menunjukkan bahwa secara statistik ada pengaruh yang signifikan dari masing-masing faktor sosial, ekonomi, demografi dan faktor yang berhubungan dengan metode kontrasepsi. Analisis deskriptif menunjukkan bahwa faktor yang paling kuat yang mempengaruhi keputusan untuk mengganti pemakaian suatu metode KB adalah alasan untuk berhenti dan masalah kesehatan. Probabilitas mengganti pemakaian suatu metode kontrasepsi tertinggi untuk para perempuan yang ingin metode yang lebih baik (mudah diperoleh, lebih efektif, nyaman dipakai dan harga terjangkau)."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 1999
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maesaroh
"Jawa Barat mempunyai jumlah penduduk yang terbesar dibancling dengan propinsi lain. Pertambahan penduduk yang masih tinggi tersebut terlihat dengan masih tingginya angka TFR (Total Fertility Rate) yaitu 2,6l% dengan ASFR kelompok 20-29 tahun (SDKLI997). Cakupan akseptor KB aktif saat ini mencapai 69% dari PUS yang tercatat di Dinas Kesehatan propinsi Jawa Barat. J enis alat yang paling banyak digunakan adalah suntik, pil dan IUD.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi. Data yang digunakan adalah data sekunder SDKI 1997. Desain penelitian adalah crossectional dengan uji statistik analisis survival.
Hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kelangsungan pemakaian alat yang paling lama adalah FUD yaitu sebesar 65%, suntik 40,86% dan pil 35.55% pada interval waktu 1992-1997. Faktor-faktor yang berhubungan dengan lama kelangsungan pemakaian kontrasepsi pil adalah variabel umur, jumlah anak dan biaya, pada IUD selain variabel umur, jumlah anak, pendidikan, dan untuk suntik hanya ada dua variabel yang berpengaruh yaitu umur dan jumlah anak yang berhubungan dengan kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi.
Secara umun dapat dikatakan bahwa kelangsungan pemakaian kontrasepsi di Jawa barat mempunyai rata-rata kelangsungan lebih dari 2 tahun. Ditinj au dari umur dan jumlah anak, responden yang memakai kontrasepsi dalam penelitian ini sebagian besar adalah kelompok usia muda 20-35 tahun dengan jumlah anak kurang sama dengan 2. Upaya yang harus dilakukan adalah petugas lapangan hendaknya memberikan pembinaan pada pasangan usia subur terutama pada kelompok umur pasangan muda. Pembinaan yang dilakukan petugas lapangan kepada calon dan akseptor hendaknya dalam bentuk konseling dan persuasiti Petugas lebih memberikan informasi tentang alat kontrasepsi IUD kepada responden dengan melibatkan tokoh masyarakat dan tokoh agama, karena pada umumnya tingkat pendidikan responden yang masih rendah. Memasyarakatkan IUD melalui media elektronik seperti TV, Radio, atau bahkan memutar film di desa yang berhubungan dengan program KB khususnya IUD.

Compare the other provinces, The ProvinceWest Java has the biggest population. The population growth has been increasing, as can be seen in the Total Fertility Rate (TFR), which is 2.61%, for Age Spesific Rate (ASFR) within groups of 20-29 years old (1997). The coverage of contraceptive users in 69%, most of them use injection, pills and IUD.
This study is aimed to gain information on the factors related to the period of time contraception uses. This study uses secunder data SDKI 1997. Study design used is Cross sectional with survival analysis.
This research shows that the longest period of contraception use is five years, i.e: 65% of IUD, 40.62% injection and 34.75% pills. Age and number of children are factors related to the using period of pills, IUD and injection, cost also affect the use of pills where education related IUD.
Generally, the Province of West Java has an average of two years period of time in contraception uses in this research are mostly young age women of 20-35 with less equal of two children. Field workers should give guidance for fertile-aged women who have been already acceptors. Guidance given should be in counseling in a more persuasive way, or by including community leaders and religious leaders in giving informations about IUD, because of the respondents have low education.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2002
T4592
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rosita Muliawati
"Wanita usia 35 tahun keatas merupakan masa mengakhiri kehamilan sebab diketahui bahwa melahirkan pada usia tersebut memiliki risiko medik. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada wanita usia 35 tahun keatas serta faktor-faktor yang berhubungan. Penelitian ini menggunakan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 dan 2012 dengan analisis univariat, bivariat, dan multivariat.
Hasil menunjukkan bahwa penggunaan MKJP pada wanita usia 35 keatas pada SDKI 2007 sebesar 29,2%, sedangkan pada SDKI 2012 sebesar 24,4%. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan MKJP pada SDKI 2007 dan 2012 adalah pendidikan, jumlah anak hidup, dan pengambilan keputusan. Faktor yang paling berperan dengan penggunaan MKJP pada penelitian ini adalah pengambilan keputusan yang dilakukan oleh suami (OR =1,90 - 2,35).

Women aged over 35 years is a period terminating a pregnancy because it is known that giving birth at that age have a medical risk. This study aims to describe the use of Long-Term Contraception Method (LTM) in women over the age of 35 years and the factors associated. This study uses data Indonesian Demographic and Health Survey (IDHS) 2007 and 2012 with the univariate, bivariate, and multivariate analyzes.
The results showed that the use of LTM in IDHS 2007 of 29.2%, whereas in 2012 amounted to 24.4% IDHS. Factors associated with the use of LTM in 2007 IDHS is education, number of living children, ideal number of children, and decision making. Factors associated with the use of LTM in IDHS 2012 is education, number of living children, and decision making. The factors that most contribute to the
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014
S55057
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sjamsibar Baras
"Perluasan Pelayanan Keluarga Berencana menyebabkan bertambahnya peserta KB baru. Penambahan peserta KB baru diikuti pula oleh banyaknya peserta KB drop out, sehingga menghambat tercapainya tujuan Program KB yaitu norma keluarga kecil bahagia sejahtera. Berbagai faktor dapat mempengaruhi kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi antara lain faktor-faktor yang berhubungan dengan pelayanan KB meliputi sumber pelayanan, jenis petugas dan keterampilan petugas, kepuasan peserta KB terhadap pelayanan. Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kegiatan pembinaan petugas kesehatan/KB terhadap peserta KB.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembinaan petugas kesehatan/KB terhadap peserta KB dalam meningkatkan kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi. Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian analitik dan pengumpulan data dengan teknik Cross Sectional. Pengambilan sample pada peserta KB dengan cara Stratified random sampling, sedangkan pada petugas tidak dilakukan sampling. Analisis yang digunakan yaitu Analisis presentase, Chi Kuadrat, Cramer's V atau Phi, uji korelasi dan Analisis regresi sederhana.
Dari penelitian ini didapatkan bahwa kebanyakan petugas kesehatan/KB adalah petugas pemerintah dari jenis tenaga terbanyak Dokter. Ternyata kegiatan konseling dilaksanakan oleh sebagian besar petugas kesehatan kemudian kunjungan ke Posyandu merupakan kegiatan kedua terbanyak, sedangkan kegiatan pembinaan lainnya hanya di laksanakan oleh kurang dari separuh petugas kesehatan. Didapatkan pula bahwa bidan paling banyak melayani peserta KB dalam pembinaan.
Peserta KB yang menerima kegiatan pembinaan sebagian besar adalah ibu rumah tangga yang kebanyakan berumur 20-40 tahun. Jenis kontrasepsi yang digunakan terbanyak suntikan dan pil, hanya sebagian kecil menggunakan IUD. Peserta KB tersebut sebagian besar masih memanfaatkan pelayanan pemerintah. Alasan terbanyak drop out peserta KB karena adanya keluhan. Didapatkan 44, 1% peserta aktif selama 18 bulan, 42, 4% selama 12 bulan, 7,4% selama 6 bulan dan 6, 1% selama 20 bulan.
Dari Analisa Statistik ternyata tidak ada perbedaan tingkat kelangsungan penggunaan alat kontrasepsi yang bermakna menurut frekuensi kunjungan rumah, frekuensi kunjungan ke Posyandu, frekuensi pembinaan Tokoh Masyarakat, pembinaan organisasi, frekuensi rapat staf dan frekuensi rapat koordinasi, ada/tidak adanya uraian tugas, baik/tidak rencana kerja, motivasi kerja, kerja lama dan penampilan kerja. Terbukti adanya korelasi yang bermakna antara frekuensi konseling dengan kelangsungan pemakaian alat kontrasepsi dan kekuatan korelasi sebesar 18%. Tiap kenaikan kategori frekuensi konseling akan meningkatkan keikutsertaan KB sebesar 0,167. Diharapkan adanya peningkatan pelayanan pembinaan melalui konseling dan pemerataan pelayanan KB terutama meningkatkan peranan Dokter/Bidan Swasta.
Akhirnya disarankan perlunya penelitian lebih lengkap mengenai kegiatan pembinaan peserta KB yang mencakup bukan hanya intensitas kegiatan tapi juga kualitas dan materi pelaksanaan kegiatan."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1989
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Ulfah Mashfufah
"Tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah peningkatan kesejahteraan penduduk. Sesuai dengan komitmen pembangunan nasional yang pada hakekatnya bersifat adil, demokrasi, terbuka, partisipatif dan terintegrasi, maka pada saat ini, pemerintah berupaya mengurangi kesenjangan pembangunan yang terjadi antar daerah, terutama pada daerah-daerah yang sulit dijangkau, rawan konflik/bencana, aksesibilitas yang rendah serta infrastruktur yang terbatas yang dikenal dengan Daerah Tertinggal.
Salah satu faktor yang berpengaruh pada tingkat kesejahteraan adalah besarnya beban yang ditanggung oleh satu keluarga. Semakin banyak jumlah anak, berarti semakin besar tanggungan kepala rumah tangga dalam memenuhi kebutuhan material dan spiritual anggota rumah tangganya. Bagi daerah tertinggal, angka pertambahan jumlah penduduk akan menjadi beban tersendiri, padahal sumber daya daerah tersebut sangat terbatas. Dengan demikian, program yang perlu diprioritaskan oleh Daerah Tertinggal adalah program KB.
Dan hasil analisis SDKI 2002-2003, menunjukkan bahwa prevalensi pemakaian kontrasepsi di Indonesia sebesar 60%, sedangkan untuk Daerah Tertinggal, belum ada data tentang prevalensi pemakaian kontrasepsi. Dengan penelitian ini, diharapkan akan didapatkan gambaran tentang pemakaian kontrasepsi, faktor-faktor yang berhubungan, serta faktor dominan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur di Daerah Tertinggal Indonesia yang terdaftar dalam SDKI 2002-2003.
Penelitian ini merupakan analisis lanjut dari data SDKI 2002-2003 dengan desain cross sectional, dengan populasi berjumlah 1315 wanita usia subur yang tersebar di 9 propinsi. Pengolahan dan analisis data menggunakan aplikasi analisis regresi logistic ganda. Analisis mencakup analisis univariabel, analisis bivariabel dengan Khi Kuadrat dan regresi logistik sederhana serta analisis multivariabel dengan regresi logistik multivariat.
Hash analisis menunjukkan prevalensi pemakaian kontrasepsi pada wanita usia subur di Daerah Tertinggal masih rendah (45,9%) dan faktor sosiodemografi yaitu pendidikan responder, pekerjaan responden, jumlah anak yang dilahirkan mempunyai hubungan bermakna dengan pemakaian kontrasepsi, sedangkan faktor akses terhadap media/informasi yang mempunyai hubungan bermakna dengan pemakaian kontrasepsi adalah akses media televisi, akses informasi melalui keluarga, teman/tetangga serta akses informasi melalui tokoh masyarakatlagama. Dui 6 faktor tersebut, faktor jumlah anak yang dilahirkan merupakan faktor dominan yang berhubungan dengan pemakaian kontrasepsi.
Berdasarkan hasil di atas, untuk percepatan peningkatan kesejahteraan masyarakat di Daerah Tertinggal, disarankan agar dibentuk kerjasama lintas sektoral antara Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal, BKKBN dan Depkes dalam penguatan kelembagaan dan jaringan KB serta perlunya peningkatan promosi dan informasi KB, balk melalui media televisi, peningkatan peran tokoh masyarakatlagama dan petugas kesehatan/KB. Sedangkan dari hasil penelitian terhadap faktor pendidikan, disarankan bagi Departemen Pendidikan bekerjasama dengan Kementerian PDT untuk lebih memperhatikan tingkat pendidikan masyarakat di Daerah Tertinggal.

The parameter of a successful development of the nation is a noted of the increasing on its citizen's well being. As the national development commitment, which has characteristics on fairness, democracy, openness, participated, and integrated, the government is try to reduce the disparity of the development between regions in Indonesia, especially to those area that remote, at risk for natural disaster or conflict, having low accessibility, and Iimited on infrastructures, that we know as underprivileged areas.
One of factor that influence the level of citizen's well being is the dependency ratio of the family has. The more they have children, the more they likely to have greater family members dependency and have to responsible in fulfilling the need for their family members, materially and spiritually. In case of underprivileged areas, the increase on population number will be another burden, as they only have limited resources. Therefore, a program that has to be prioritized is a Family Planning Program.
Results from the prior analyses of Indonesia DI-IS 2002 - 2003 showed that the contraceptive use prevalence of Indonesia is as high as 60%, but there in no figure for the underprivileged areas. Therefore, a continuation analyses of the data has been conducted in order to describe on factors related on contraceptive uses, as well as the most factors related to the contraceptive uses among women at reproductive age (WRA) at underprivileged areas that Iisted on Indonesia DHS 2002 - 2003.
There are 9 (nine) provinces listed as underprivileged areas that comprises in number of population on WRA as 1315 people. The data is analyzed using double logistic regression, which consists of univariable analyses, bivariable analyses with Chi-square and simple logistic regression, and multivariable analyses with multivariate logistic regression.
Analyses has showed that contraceptive use prevalence among WRA at underprivileged areas is still low (45.9%) and socio-demographic factors such as education, occupation, and number children ever born (CEB), is related significantly with the contraceptive use. While factors on access to media/information that also have significantly related with contraceptive use are television, family/friends/neighbors, and community/religious leaders. From those 6 (six) factors, CEB is the most or dominant factor that related to contraceptive uses.
Regarding to the analyses results, in order to accelerate the people's well being at the underprivileged areas, it is suggested that there should be a strong inter-sectors collaboration between National Ministry on The Development of Underprivileged Areas, National Family Planning Coordination Board and Ministry of Health to enhance the institutional and networking on promoting and dissemination of the information on Family PIanning through television, increase the role of community/religious leaders, as well as its FP providers. Another important findings upon education factors, it is suggested that collaboration between Ministry of National Education and National Ministry on The Development of Underprivileged Areas is also needed in order to increase the level of education among people at the underprivileged areas.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2006
T20305
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Maesuroh
"Alat/cara kontrasepsi merupakan suatu sarana yang penting dalam upaya pengendalian kelahiran, baik untuk tujuan menunda dan menjarangkan kehamilan maupun mengakhiri kehamilan. Gerakan KB Nasional telah menggunakan berbagai jenis kontrasepsi sejak dimulainya program KB di Indonesia. Penelitian yang dilakukan oleh Freedman et al (1981) dan Soeradji et al {1987) mengungkapkan bahwa faktor-faktor sosial, ekonomi, demografi dan lingkungan mempunyai pengaruh yang cukup menentukan dalam keikutsertaan ibu ber KB.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai karakteristik sosial, ekonomi, demografi dan faktor lingkungan serta memperkirakan besarnya probabilitas dari ibu (peserta KB aktif) yang memakai kontrasepsi efektif terpilih (MKET), non efektif (non MKET) dan ibu yang tidak ikut KB.
Penelitian ini menggunakan data hasil pilot Susenas tahun 1991 yang digabung dengan data hasil PODES (Potensi Desa) Tahun 1990 untuk propinsi Nusa Tenggara Barat. Unit penelitiannya adalah wanita yang berstatus kawin dan berumur 15-49 tahun. Dari jumlah sampel sebanyak 1.308 rumah tangga, yang memenuhi syarat sebagai unit penelitian (responden) ada sebanyak 918 orang wanita.
Model statistik yang dipakai untuk memperkirakan probabilitas keikutsertaan ibu ber KB adalah model regresi multi nomial logistik berganda. Variabel bebas yang diamati terdiri dari: umur ibu, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu, rata-rata pengeluaran per kapita per bulan, indeks kondisi perumahan, pekerjaan ibu dan tersedianya sarana rumah sakit bersalin/poliklinik, puskesmas, dokter/paramedis, pos KB, sekolah dan pasar di desa tempat tinggal ibu.
Untuk memperkirakan probabilitas keikutsertaan ibu ber KB dilakukan pemilihan model yang cocok secara statistik dan substantif. Dari model yang diperhatikan dipilih tiga model sebagai berikut:
Model pertama {model l.a), yaitu model dengan faktor sosial ekonomi dan demografi sebagai variabel bebas, yang terdiri dari: umur ibu, jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan.
Model kedua (model 2.a), yaitu model dengan faktor lingkungan sebagai variabel bebas, yang terdiri dari: tersedianya sarana pos KB, sekolah dan pasar di desa tempat tinggal ibu.
Model ketiga (model 3.a),yaitu model dengan variabel bebas yang tercakup pada model pertama dan model kedua.
Dari hasil perhitungan menunjukkan bahwa dari model l.a dan model 3.a probabilitas rata-rata ibu memakai kontrasepsi efektif (MKET) dan non efektif (non MKET) cenderung berimbang. Sedangkan dari model 2.a walaupun probabilitas rata-rata ibu cenderung lebih memakai kontrasepsi non efektif dibandingkan dengan probabilitas rata-rata ibu yang memakai kontrasepsi efektif, tetapi perbedaannya relatif kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa ibu (peserta KB aktif) di NTB sudah mulai dapat memilih jenis kontrasepsi secara rasional dan semakin menjurus kepada pemakaian kontrasepsi efekfif.
Kesimpulan lebih lanjut mengenai hubungan berbagai variabel dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi adalah sebagai berikut: adanya hubungan yang negatif antara umur ibu dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi. Pada kelompok ibu berumur muda (20-34 tahun) probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif (MKET dan non MKET) cenderung berimbang dan lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu berumur tua ( 35 tahun) yang cenderung memakai kontrasepsi non efektif (non MKET).
Variabel sosial ekonomi dan demografi lainnya, yaitu jumlah anak masih hidup, pendidikan ibu, dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menunjukkan hubungan yang positif dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi. Probabilitas ibu yang mempunyai anak > 3 orang untuk memakai kontrasepsi baik efektif maupun non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang mempunyai anak masih hidup orang. Kelompok ibu yang mempunyai anak < 2 orang probabilitasnya cenderung memakai kontrasepsi non efektif, sedangkan ibu yang mempunyai anak >3 orang probabilitasnya untuk memakai kontrasespsi efektif dan non efektif cenderung berimbang.
Lebih lanjut dari model yang diperhatikan nampak bahwa variabel pendidikan ibu menunjukkan pola hubungan yang sama, yaitu ibu yang berpendidikan SD mempunyai probabilitas pemakaian kontrasepsi baik efektif maupun non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan tidak tamat SD/tidak pernah sekolah yang probabilitasnya cenderung memakai kontrasepsi non efektif.
Demikian pula perbedaan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menunjukkan hubungan yang positif dengan probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif (MKET) setelah dikontrol dengan faktor sosial, ekonomi dan demografi lainnya di dalam model. Tetapi sebaliknya dari model yang sama ternyata probabilitas pemakaian kontrasepsi non efektif dari kelompok ibu yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di atas batas miskin tidak menunjukkan adanya perbedaan dengan kelompok ibu yang mempunyai rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah batas miskin.
Di samping dukungan terhadap adanya hubungan antara status sosial ekonomi dan faktor demografi dengan probabilitas pemakaian kontrasepsi penelitian ini juga memberikan temuan adanya pengaruh faktor lingkungan yaitu tersedianya sarana pos KB, sekolah dan pasar terhadap probabilitas pemakaian kontrasepsi balk sebelum maupun setelah memperhi tungkan pengaruh faktor sosial, ekonomi dan demografi. Keberadaan pos KB berpengaruh positif terhadap probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif (MKET), sebaliknya tidak berpengaruh terhadap probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi non efektif (non MKET). Kelompok ibu yang tinggal di desa yang ada sarana pos KB probabilitasnya memakai kontrasepsi efektif cenderung dua kali lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa yang tidak ada sarana pos KB.
Berikut adanya sarana sekolah juga menunjukkan pengaruh yang positif terhadap probabilitas pemakaian kontrasepsi efektif dan non efektif. Kelompok ibu yang tinggal di desa yang terdapat sarana SD dan SLTP/SLTA probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif cenderung lebih besar dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa .yang hanya ada sarana SD. Tetapi ada atau tidak adanya sarana sekolah lanjutan (SLTP/SLTA) disamping SD di desa tempat tinggal ibu, probabilitasnya cenderung masih lebih besar memakai kontrasepsi non efektif dibandingkan dengan probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi efektif.
Selain itu penelitian ini memberikan temuan yang kurang menggembirakan, yaitu adanya pengaruh negatif dari tersedianya sarana pasar terhadap probabilitas keikut sertaan ibu ber KB di mana ibu yang tinggal di desa yang ada sarana pasar, probabilitasnya untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kelompok ibu yang tinggal di desa yang tidak ada sarana tersebut.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dengan memperhatikan pengaruh faktor lingkungan dari model yang diperhatikan (model 3.a), ternyata probabilitas ibu untuk memakai kontrasepsi efektif dan non efektif (MKET dan non MKET) dari variabel umur, jumlah anak masih hidup, pendidikan dan rata-rata pengeluaran per kapita per bulan cenderung meningkat.
Demikian pula dari model yang sama probabilitas ibu yang memakai kontrasepsi, efektif dan non efektif dari faktor lingkungan yaitu: variabel pos KB, sekolah dan pasar juga cenderung meningkat setelah memperhitungkan pengaruh faktor sosial, ekonomi dan demografi."
Jakarta: Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia, 1993
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Erna Mutiara
"Prevalensi penggunaan kontrasepsi di beberapa propinsi wilayah Indonesia Timur masih lebih rendah dari prevalensi nasional. Salah satu penyebabnya masih banyaknya hard to reach area atau daerah-daerah yang masih tertinggal dalam kemampuannya memberikan pelayanan KB dan kesehatan yang optimal pada masyarakat, sehingga informasi dan aksesibilitas KB masih rendah. Di samping itu ada beberapa faktor lain yang berperan seperti faktor sosio-demografi (umur, lama pernikahan, pendidikan, pekerjaan, daerah tempat tinggal, jumlah anak masih hidup), faktor sosio-psikologi (keinginan untuk mempunyai anak) dan faktor yang berhubungan dengan pelayanan (tempat tinggal terlama sampai umur 12 tahun, paparan media massa, akses pelayanan KB).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi penggunaan kontrasepsi di 8 propinsi Indonesia Timur (Nusa Tenggara Timur, Timor Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku dan Irian Jaya) dan hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan penggunaan kontrasepsi berdasarkan data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 1994.
Studi dengan analisis data sekunder ini mendasarkan pada rancangan cross-sectional dengan jumlah sampel 5066 wanita berstatus kawin umur 15 - 49 tahun, tidak hamil dan tinggal di wilayah cacah terpilih pada waktu wawancara dilaksanakan. Analisis data meliputi analisis univariat, bivariat dan multivariat dengan menggunakan uji tabulasi silang dan analisis regesi logistik. Analisis dilakukan dengan menggunakan program STATA versi 4.0 dengan mempertimbangkan unsur strata, klaster, maupun pembobotannya.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa proporsi responden yang sekarang menggunakan kontrasepsi hampir sama dengan proporsi yang tidak menggunakan kontrasepsi, masing-masing sebesar 49,7 % dan 50,3 %. Responden yang menyatakan pernah menghubungi/dihubungi petugas KB sekitar 29,3 %, yang menunjukkan masih rendahnya akses pelayanan KB. Dari yang menyatakan tidak pernah menghubungi atau dihubungi petugas KB sebagian besar (82,2 %) berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di desa (80,7 %). Ditemukan adanya hubungan yang bermakna dari semua variabel dengan penggunaan kontrasepsi, kecuali variabel pekerjaan responden. Dari hasil analisis bivariat ternyata variabel yang berperanan besar adalah variabel akses pelayanan KB. Kemungkinan responden yang menyatakan pernah kontak dengan petugas KB untuk menggunakan kontrasepsi sebesar 3,90 kali dibanding yang tidak pernah mengadakan kontak dengan petugas KB. Ditemukan adanya interaksi antara umur dengan jumlah anak masih hidup. Pada kelompok umur 15 - 19 tahun, kemungkinan responden yang memiliki anak 2 orang atau lebih untuk menggunakan kontrasepsi 0,91 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 0,17 - 4,82), sementara pada kelompok umur 30 tahun keatas, kemungkinan responden yang telah memiliki anak 2 orang atau Iebih untuk menggunakan kontrasepsi 5,81 kali dibanding yang memiliki anak < 2 orang (95 % CI = 4,01 - 8,43) setelah dikontrol dengan variabel lain.
Mengingat masih rendahnya akses pelayanan KB, perlu diupayakan langkah-langkah yang dapat memperluas kontak dengan petugas melalui kegiatan-kegiatan yang lebih produktif, program perlu lebih menjelaskan tentang keuntungan dari suatu Cara kontrasepsi, perlu upaya penyuluhan yang intensif kepada kelompok umur 15 - 19 tahun yang memiliki 2 anak atau lebih, berpendidikan rendah dan bertempat tinggal di pedesaan dan perlu penelitian lebih lanjut tentang rendahnya akses pelayanan KB selain karena alasan kondisi geografis.

The prevalence of contraceptive use in some provinces in Eastern Indonesia was still lower than national prevalence. One of its causes was still many hard to reach areas or areas which were left behind by progress in their capability to give family planning service and optimum health to the community, so that information and accessibility about family planning was still poor. Besides there were some other factors which contributed such as socio-demography factors (age, marital duration, education, occupation, type of place of residence, number of living children), socio-psychology factor (desire for more children) and factors related to service (childhood place of residence, exposure of mass media, accessibility of family planning service).
The objective of this study was to understand the prevalence of contraceptive use in 8 provinces in Eastern Indonesia (East Nusa Tenggara, East Timor, North Sulawesi, Central Sulawesi, South Sulawesi, South-East Sulawesi, Maluku and Irian Jaya) and the relationship between those factors and contraceptive use based on data of Indonesia Demographic and Health Survey (IDHS) 1994.
The study using this secondary data based on cross-sectional design and the number of samples were 5066 married women, aged 15 - 49 years, not pregnant and lived in selected census area at the time interview was conducted. The data analysis included univariate, bivariate and multivariate analysis by using cross-tabulation and logistic regression analysis. The analysis was conducted by using software STATA version 4.0 by considering strata, cluster and weight.
The result showed that the proportion of respondents used contraceptive almost the same as the proportion who did not use, respectively 49,7 % and 0,3 %. Respondents who had contact with family planning workers were 29,3 %, showed that family planning accessibility was still poor. From the respondents who said that they never visited family planning workers or be visited by family planning workers, most of them (82,2 %) had low education and lived in rural area (80,7 %). There was a significant relationship between all variables, except respondents' occupation, and contraceptive use. From the bivariate analysis, the variable that had great contribution was variable of family planning accessibility. The probability of respondents who said that they had ever visited family planning workers to use contraceptive use was 3,90 times compared to respondent who did not visit family planning workers. There was an interaction between age and number of living children. For the respondents aged 15 - 19 years, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 0,91 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 0,17 - 4,82), meanwhile for the age group 30 years and more, the probability of respondents had 2 children or more to use contraceptive was 5,81 times compared to respondents with no child and 1 child (95 % CI = 4,01 - 8,43) after be adjusted with other variables.
By considering that family planning accessibility was still poor, it is necessary some ways which can extent contact with family planning workers by conducting more productive activities, family planning program should explain the advantage of contraceptive, it is necessary to give the information intensively to the women aged 15 - 19 years with 2 children or more, had low education and lived in rural area and it is necessary to carry out a further research about the poor of family planning accessibility not caused by geographical condition.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1998
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Patricia Vanda Trigno
"Hubungan antara lama amenore dan jarak kehamilan telah dipelajari di banyak negara. Di Indonesia, lama amenore panjang, tapi banyak wanita menyusui yang menggunakan kontrasepsi pil pada saat yang bersamaan. Bila wanita postpartum mulai menggunakan pil, dia akan segera mendapatkan kembali siklus menstruasinya, dan menjadi fertil. Bila banyak diantara mereka berhenti menggunakan pil, maka kita akan kehilangan banyak masa amenore yang dapat menyebabkan jarak kehamilan yang lebih pendek. Agar dapat diperpanjang ada dua faktor penting yaitu laktasi (menjaga wanita tetap amenore) dan kontrasepsi.
Penelitian ini merupakan analisis data sekunder dari IFLS-2 yang diadakan pada tahun 1997-1998. Saat penggunaan piI berhubungan negatif dengan lama amenore. Tidak ada hubungan antara saat penggunaan pil dan jarak kehamilan, namun kehamilan dalam ≤ 18 bulan hanya terjadi pada ibu yang mulai menggunakan pil sejak amenore. Juga tidak ada hubungan antara lama amenore dan jarak kehamilan, tapi kemungkinan ibu yang lama amenore ≤ 8 bulan hamil dalam ≤ 18 bulan dua kali ibu yang lama amenorenya > 8 bulan. Untuk mendapat manfaat ASI sepenuhnya terhadap jarak kehamilan, sebaiknya penggunaan pil ditunda hingga amenore berakhir, dan sebaiknya ibu menggunakan metode amenore laktasi.

Analysis of Sociodemography Factors, Time to Start Pill Contraception, Duration of Amenorrhea, and Pregnancy Interval among Women in Childbearing Ages in Indonesia (A Secondary Data Analysis of IFLS-2 1997)The association between the amenorrhea period and birth intervals has been studied in many countries. In Indonesia, the mean duration of amenorrhea is long, but many lactating women using the pill at the same time. When postpartum women start using pill, she will soon get her menstrual cycle return, and become fertile. If many of these women stop taking the pill, then we will lose a lot of the amenorrhea period which will lead to a shorter birth interval. To extend the interval there are two important factors: lactation (keep women in amenorrhea state) and contraception.
This study presents a secondary data analysis from the IFLS-2 that was carried out in 1997-1998. The time to start pill has negative association with duration of amenorrhea. There is no association between time to start pill and pregnancy interval, but pregnancy within ≤ 18 months only occurs in women who start the pill while amenorrhea. There is also no association between duration of amenorrhea and pregnancy interval, but women with duration of amenorrhea ≤ 8 months are twice likely to have pregnancy interval ≤ 18 months then the women with > 8 months amenorrhea. To get the full advantages of lactation on the pregnancy interval, women should cancel using the pill until the amenorrhea has stop, and mother use the lactation amenorrhea method for best.
"
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2001
T9349
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Izzatun Nidaa
"Salah satu isu terkait kontrasepsi adalah ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi karena merupakan determinan yang mempengaruhi Contraception Prevalence Rate. Ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi dapat menyebabkan dampak masalah kesehatan masyarakat yaitu kehamilan tidak diinginkan. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran faktor-faktor ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di Kabupaten Lombok Barat, Lombok Timur dan Sumbawa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional dengan data sekunder dari Survei Pemantauan dan Evaluasi Penggunaan Kontrasepsi di Jawa Timur dan NTB. Sampel penelitian adalah ibu yang berstatus menikah dan berusia 15-49 tahun. Jumlah sampel yang dianalisis sebanyak 5023 responden. Hasil penelitian proporsi ketidaklangsungan penggunaan kontrasepsi suntik, implan dan IUD di total tiga kabupaten sebesar 29,2%. Faktor predisposisi yang berhubungan adalah umur dan jumlah anak hidup. Faktor pemungkin, jenis alat kontrasepsi tidak berhubungan di tiga kabupaten. Faktor penguat, KIE KB dan diskusi KB dengan suami berhubungan secara total di tiga Kabupaten. Sehingga disarankan untuk Pemerintah Provinsi dan NTB untuk melakukan penyuluhan intensif tentang perlunya melanjutkan penggunaan alat kontrasepsi terutama pada ibu-ibu berusia diatas 35 tahun atau yang memiliki anak lebih dari 3, menggencarkan pemberian informasi KB oleh kunjungan petugas kesehatan atau tokoh masyarakat dan meningkatkan peran suami.

One of the issues related to the use of contraception is contraceptive discontinuation as a determinant affecting Contraception Prevalence Rate. Contraceptive discontinuation can cause public health problem such as unwanted pregnancy. This study aims to describe of the factors associated with injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in West Lombok Barat, East Lombok and Sumbawa. This study used a cross-sectional design and secondary data from the Monitoring and Evaluation Survey Use of Contraception in East Java and West Nusa Tenggara Province. The samples were mothers who are married and aged 15-49 years. The number of samples analyzed is 5023 respondents. The results of the study the proportion of injection contraceptive, implant and IUD discontinuation in a total of three districts is 29.2 %. Predisposing factors that statistically correlated are age and number of living children. Enabling factors, types of contraceptives is not statistically correlated in three districts. Reinforcing factors, IEC KB and discussion about KB with husband is statistically correlated in total of three districts. So it is recommended to the Provincial Government of NTB to conduct intensive counseling about the need to continue the use of contraceptives, especially in women older than 35 years or who have children over 3, to intensify the provision of family planning information by visiting health workers or community leaders and enhance the role of the husband."
Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2013
S53527
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>