Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 178194 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mawuntu, Joyce Helen
"ABSTRAK
Salah satu kelompok masyarakat hukum adat yang ada hingga saat ini adalah kelompok masyarakat adat di Kabupaten Lebong. Kelompok masyarakat ini adalah kelompok masyarakat yang hidup di sekitar kawasan hutan pegunungan Bukit Barisan. Mereka hidup dari hasil memanfaatkan dan mengolah sumber daya hutan yang ada di sekitar mereka.
Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 192/Kpts-II/1996, tertanggal 1 Mei 1996, telah mengubah fungsi dan menunjuk sebagian kawasan hutan di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan dan Bengkulu seluas +/-1.368.000 Ha, menjadi Taman Nasional Kerinci Seblat. Kemudian, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 901/Kpts-11/1999, tertanggal 14 Oktober 1999 Ditetapkan Kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat yang terletak di Propinsi Daerah Tingkat I Sumatra Barat, Jambi, Sumatra Selatan dan Bengkulu dengan luas 1.375.349,867 (satu juta tiga ratus tujuh puluh lima ribu tiga ratus empat puluh sembilan delapan ratus enam putuh tujuh perseribu) hektar.
Bahwa berdasarkan UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1990, kedudukan Masyarakat Hukum Adat serta Hak Ulayat yang dimilikinya secara tegas diakui. Akan tetapi dalam UU No. 41/1999, pengakuan terhadap Masyarakat Hukum Adat harus memenuhi beberapa syarat, artinya keberadaan Masyarakat Hukum Adat dalam satu wilayah teritorial di Indonesia diakui sepanjang memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dan keberadaannya harus diakui oleh Pemerintah Daerah setempat. Selanjutnya implementasi penyetenggaran otonomi daerah Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu terhadap peningkatan kesejahteraan' Masyarakat Hukum Adat akibat pelaksaaan surat keputusan Menteri Kehutanan RI Nomor 192/Kpts-II/1996 yang menetapkan kawasan TNKS sebagai kawasan cagar biosfer, belum memberikan tingkat kesejahteraan Masyarakat Hukum Adat yang maksimal dikarenakan ketika terjadi pembatasan akses terhadap Masyarakat Hukum Adat terhadap hutan, hal tersebut tidak diikuti dengan kebijakan pemberdayaan ekonomi Masyarakat Hukum Adat yang tinggal sekitar kawasan hutan.
"
2007
T 19650
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Anindita Nur Hidayah
"ABSTRAK
Penelitian ini membahas jejaring advokasi transnasional yang dilakukan non-state actor dalam menyelesaikan konflik HAM yang muncul di dalam sebuah Negara. Dalam skripsi ini, penulis meneliti AMAN sebagai non-state actor di Indonesia dalam menyelesaikan pelanggaran hak yang dialami indigenous peoples Kepulauan Aru sebagai studi kasus. Dengan menggunakan Transnational Advocacy Network TAN dari Keck dan Sikkink sebagai model analisis, penulis berupaya menganalisis strategi advokasi transnasional yang dilakukan AMAN dalam melindungi dan menegakkan hak-hak indigenous peoples Kepulauan Aru. Hal ini dikarenakan terdapat investor yang memasuki wilayah hutan Aru yang merupakan wilayah adat indigenous peoples. Hasil penelitian menunjukkan bahwa AMAN sebagai non-state actor mampu membentuk jejaring transnasional sehingga memberikan tekanan kepada Pemerintah Indonesia dengan menggunakan 4 empat tipologi analisis taktik TAN, yaitu: information politics politik informasi , symbolic politics politik simbolik , leverage politics politik pengaruh , dan accountability politics politik tanggung jawab.

ABSTRAK
This study discussed transnational advocacy network on indigenous peoples rsquo rights. In this thesis, the writer analyzed AMAN as non state actor in Indonesia and its advocacy to address human rights violation of indigenous peoples in Kabupaten Kepulauan Aru. Using Transnational Advocacy Network TAN of Keck and Sikkink as frame of thought, the writer analyzed the transnational advocacy conducted by AMAN to protect and maintain the rights of indigenous peoples in Kepulauan Aru. The finding of this study showed that AMAN as non state actor is able to conduct a transnational network. AMANS succeed giving pressure to Indonesia government by using four typology of TAN tactics, which are information politics, symbolic politics, leverage politics, and accountability politics."
2017
S69134
UI - Skripsi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Friska Liberti
"Tesis ini berupaya mendalami pola-pola adaptasi yang dikembangkan penduduk Pesisir Krui menanggapi tantangan/dilema dalam mempertahankan keserasian dengan lingkungan hidupnya dari perspektif ketahanan nasional. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan metode deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola-pola adaptasi yang dikembangkan masyarakat dalam merespon keterbatasan lahan dan sumberdaya alam, intervensi ekonomi pasar, dan intervensi politik telah melemahkan kohesi sosial dan memicu munculnya gejala-gejala sosial yang mengarah pada konflik dan tindak kekerasan yang membahayakan stabilitas keamanan sehingga mengganggu ketahanan nasional. Penelitian menyarankan agar kebijakan-kebijakan pemerintah terkait kehutanan harus memperhatikan aspek ekologi, ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat setempat serta tidak bersifat represif dan diskriminatif. Selain itu, perlu upaya penguatan kelembagaan adat dan penciptaan diversifikasi lapangan pekerjaan untuk mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hutan.

This thesis attempts to explore the patterns of adaptation developed by West Lampung Krui Coast residents, as a response to the challenge/dilemma in sustaining harmony with the environment from the perspective of national resilience. This research was conducted with qualitative descriptive method. The result showed that the patterns of adaptation developed by West Lampung Krui Coast residents as a response to the scarcity of land, the intervention of market economy, and the intervention of politic has affected weakening social cohesion and rised social phenomenon such as conflict and violence which endangering the security stabilities thus disturbed national resilience. This research suggest to the government policies interrelated of forestry must be pay attention ecology aspect, economy, social and culture of local society as well as not repressive and discriminate. Besides that, necessary effort strengthened the indigenous institution and creating the diversification of occupation to reduce the interpendency of peoples to the forest resources."
Depok: Universitas Indonesia, 2013
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Semiarto Aji Purwanto
Depok: Departemen Antropologi FISIP Universitas Indonesia, 2018
307 SEM k
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
San Afri Awang
Yogyakarta: Bigraf Publishing, 2004
354.55 SAN d
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
"Konstitusi hijau (green constitution) menempatkan Indonesia sebagai negara yang memiliki konsekuensi yuridis konstitusional di dalam UUD 1945 untuk menerapkan prinsip-prinsip ekokrasi, yakni setiap kebijaksanaan atau pembangunan dibidang perekonomian selalu memperhatikan lingkungan hidup disegala sektor, termasuk kehutanan. Objek kajian ini adalah putusan MK No. 35/ PUU-X/2012 dengan subjek hukumnya masyarakat adat yang telah dilanggar hak konstitusionalnya. Tujuan dari pengkajian ini adalah: pertama, untuk menguji dan menganalisis konsistensi kewenangan negara atas doktrin welfare state dalam pengelolaan hutan negara dengan kewenangan masyarakat adat dalam pengelolaan hutan adat berdasarkan kajian socio-legal putusan Mahkamah Konstitusi; dan kedua, menjamin dan menganalisis terlaksananya prinsip-prinsip ekokrasi atas penguatan hak konstitusional masyarakat hukum adat sebagai living law dalam pengelolaan hutan adat, sebagai konsekuensi logis Indonesia penganut demokrasi berbasis lingkungan dan green constitution. Penulis menggunakan metodologi berdasarkan pengkajian putusan Mahkamah Konstitusi, dengan menelaah aspek socio-legal dalam putusan ini. Hasil kajian ini terungkap bahwa pertama, terdapat hubungan antara hak menguasai negara dengan hutan negara, dan hak menguasai negara terhadap hutan adat. Terhadap hutan negara, negara mempunyai wewenang penuh untuk mengatur dan memutuskan persediaan, peruntukan, pemanfaatan, pengurusan serta hubungan-hubunan hukum yang terjadi di wilayah hutan negara. Adapun hutan adat, wewenang negara dibatasi sejauhmana isi wewenang yang tercakup dalam hutan Adat. Hak pengelolaan hutan adat berada pada masyarakat hukum adat, namun jika dalam perkembangannya masyarakat hukum adat yang bersangkutan tidak ada lagi, maka hak pengelolaan hutan adat jatuh kepada Pemerintah. Kedua, Pelaksanaan pembangunan nasional ataupun daerah selama ini selalu memprioritaskan unsur ekonomi atau dalam konteks otonomi daerah lebih mengutamakan pendapatan asli daerah, tanpa memperhatikan demokrasi lingkungan berbasis pembangunan berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup"
JK 11 (1-4) 2014
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Agus Warsito
"Penulisan tesis ini berangkat dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012 terkait uji meteri beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan karena dianggap bertentangan dengan ketentuanketentuan yang ada dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Salah satu putusan penting Mahkamah Konstitusi adalah mengubah Pasal 1 angka 6 dengan menghapus kata "negara" sehingga menjadi ?hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat?. Dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, status hutan adat dipulihkan kembali menjadi salah satu obyek hak ulayat dalam wilayah masyarakat hukum adat. Dengan banyaknya pengakuan atau klaim dari masyarakat hukum adat atas hutan adat, maka diperlukan analisis mengenai pemulihan hutan adat sebagai hak ulayat pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 35/PUU-X/2012, khususnya terkait kriteria kepemilikan hutan adat sebagai hak ulayat dalam konsep negara kesatuan, status kepemilikan atas tanah dan izin pada hutan adat serta mekanisme dan peran pemerintah dalam rangka pemulihan hutan adat sebagai hak ulayat. Metodologi yang digunakan yaitu studi normatif dan empiris dengan model deskriptif kualitatif. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa untuk membuktikan kepemilikan hutan adat sebagai hak ulayat masyarakat hukum adat diperlukan penelitian terhadap keberlangsungan penguasaan dan penggunaan hutan adat baik sebagai tempat tinggal maupun tempat memenuhi kebutuhan hidup seharihari dan tidak hanya sekedar pengakuan atau klaim semata. Hasil penelitian tersebut merupakan salah satu dasar pengakuan masyarakat hukum adat dan hak ulayatnya oleh Pemerintah Daerah melalui Peraturan Daerah, dan selanjutnya menjadi rujukan bagi Pemerintah Pusat untuk menetapkan hutan adat sebagai hak ulayat masyarakat hukum adat. Dengan penetapan hutan adat sebagai hak ulayat tidak ternyata menghapus hak-hak pihak lain atas tanah maupun izin yang diperoleh sebelum penetapan hutan adat. Kesimpulan penting dari hasil analisis yaitu penetapan hutan adat sebagai hak ulayat harus sesuai prinsip-prinsip negara kesatuan dengan batasanbatasan yang telah ditentukan baik dalam UU Kehutanan maupun UU tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria.

This thesis departs from the decision of the Constitutional Court number 35/PUU-X/2012 related judicial test several articles in Law No. 41 of 1999 on Forestry because it is contrary to the provisions contained in the Constitution of the Republic of Indonesia in 1945. With the decision of the Constitutional Court, the status of indigenous forests restored into one of the objects within the jurisdiction of communal rights of indigenous peoples. With so many confessions or claims of indigenous people on indigenous forests, it would require an analysis of the recovery of the communal rights of indigenous forest after the Constitutional Court decision number 35/PUU-X/2012, particularly related to the ownership criteria as communal rights of indigenous forest in the concept of the unitary state, status of land ownership and permissions on indigenous forests and the mechanisms and the role of government in order to recovery the communal rights of indigenous forest. The methodology used is normative study with qualitative descriptive models. The results of the study showed that to prove ownership of indigenous forests as communal rights of indigenous people needed research on the sustainability of communal tenure and forest use either as a residence or a place to meet the needs of everyday life and not just a mere acknowledgment or claim. The results of these studies is one of the basic recognition of customary laws and communal rights by local governments through local legislation, and subsequently became a reference for the central government to establish communal rights of indigenous forest as indigenous peoples. The determination of customary rights of indigenous forest as it turns out doesn?t remove the rights of other to land and permission obtained before the establishment of indigenous forests. Important conclusion from the analysis is the determination of the communal rights of indigenous forest should be according to the principles of the unitary state with the limits specified either in the forestry laws and regulation laws on agrarian basis points.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T41573
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Haniasti Titis Tresnandrarti
"ABSTRAK
Hutan merupakan sumberdaya alam dan lingkungan yang mempunyai peranan strategis bagi bangsa Indonesia, terutama sebagai pelindung ekosistem flora, fauna dan plasma nutfah. Kepentingan masyarakat terhadap hutan sebagai sumberdaya alam, tidak hanya memberikan ruang atau lahan usaha tani, tetapi juga bermanfaat dalam memberi kesempatan kerja.
Berbagai alternatif bentuk pengelolaan hutan terus dikembangkan, salah satunya adalah dengan pengembangan model untuk mendapatkan hasil yang optimal. Pembangunan hutan kemasyarakatan (HKm) untuk selanjutnya disebut dengan HKm, merupakan salah satu alternatif model pengelolaan hutan tanaman yang dikelola bersama antara pemerintah dengan masyarakat sekitar hutan.
Banyak uji coba dilakukan pada model HKm, salah satunya adalah uji coba dengan menggunakan program tujuan berganda dengan menitik-beratkan pada variabel sosial ekonomi terutama nilai finansial komoditi. Pada umumnya model yang dikembangkan tersebut kurang berhasil, karena kurang mempertimbangkan kondisi fisik lahan sebagai faktor penentu disamping faktor sosial ekonomi.
Studi ini mencoba mengembangkan model HKm optimal. Metode yang digunakan untuk pengembangan model lahan HKm optimal adalah metode survei dengan pendekatan komplek wilayah dalam ilmu geografi. Variabel yang digunakan adalah variabel fisik dan sosek, dan keduanya diperhitungkan sebagai faktor yang memberikan kontribusi sama.
Pengembangan model lahan HKm optimal memberikan masukan berupa tingkat kesesuaian lahan terhadap tujuh komoditi dan penyebarannya, serta distribusi spasial lahan HKm optimal dinilai dari faktor fisik maupun sosial ekonomi. Tingkat kesesuaian lahan dalam penelitian ini menghasilkan dua kriteria terhadap tujuh komoditi yang disesuaikan dengan keinginan masyarakat, yaitu: (a) tingkat kesesuaian lahan fisik. (b) tingkat kesesuaian lahan sosial ekonomi. Sedangkan distribusi spasial sebaran lahan HKm optimal, diperoleh tiga kriteria menurut gradasi dari tingkat yang tertinggi sampai terendah tingkat keberhasilannya, yaitu : (a) sebaran lahan optimal I . (b) sebaran lahan optimal II, (c) sebaran lahan optimal III.
Kekuatan dari pengembangan model lahan HKm optimal adalah diperhitungkannya kondisi fisik lahan sebagai faktor yang mendukung model hutan kemasyarakatan, dengan diketahuinya sebaran lahan optimal I sampai optimal III dapat memberi informasi keberhasilan dan perlindungan terhadap kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat.

ABSTRACT
Optimum Community Forestry (HKm) Land Modeling Development (Case Study in Labanan Forest Area, Berau District, East Kalimantan Province)Forest has been considered as a natural resources which has strategic role for Indonesian's people, mainly for protecting land and all people, animals and trees who depend on it. Forest as a natural resources not only give space for agriculture sectors, but it can give job opportunities for other sectors.
Various alternatives in managing the forest have been developed continuously. Develop in forest modeling has aim to get the optimum yield. Social forestry (later called by Hkm) is an alternative model in managing forest plantation. This model involves government and people around the forest.
Several efforts have been done in applying HKm model. One of the model used multi purpose program focusing on financial value of the commodities. Generally, such a model doesn't work successfully. This model was neglecting physical land condition as a critical factor as well as socio economic factor.
This research tried to develop the optimum Hkm land modeling. The research methods were done using survey with considering landscape approach of geographical science. Physical and socio economic variable had been counted can give equal contribution.
The optimum Hkm land modeling give information on land suitability level for seven commodities and their distribution spatially. There are two criteria for those 7 commodities according to local people perception; those are physical land suitability and socio economic land suitability. The optimum Hkm land spatial distributions have three classes, those are: a). First optimum land distribution, b). Second optimum land distribution, c). Third optimum land distribution.
Considering physical factors as a variable in developing Hkm land modeling are the strength point of the optimum Hkm land modeling. The spatial distribution of the optimum Hkm land give information on the success and failure of land utility in order to achieve people prosperity and ensure the forest sustainability.

"
2000
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Prudensius, Maring
"Bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Sumber Agung merupakan keputusan yang dilakukan di tengah pangaruh berbagai faktor yang melingkupinya. Masyarakat Sumber Agung tinggal di pinggir kawasan hutan dan memanfaatkan lahan kawasan hutan. Praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan meliputi kegiatan berladang, tumpangsari, kebun monokultur dan kebun campuran. Dalam kenyataan, bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan tersebut telah menimbulkan kerusakan hutan karena banyak aspek yang telah memberikan pengaruh terhadap pilihan bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan tersebut.
Kajian ini menjelaskan hubungan interaktif antara bentuk-bentuk praktek pemanfaatan lahan kawasan hutan yang dilakukan oleh masyarakat lokal dengan kebutuhan ekonomi rumah tangga, pasar, pengetahuan lokal dan penerapan kebijakan pembangunan. Bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan kawasan hutan merupakan keputusan yang dilakukan di tengah situasi dan kondisi sosial yang melingkupinya. Untuk menjelaskan proses pengambilan keputusan yang dilakukan dan mengungkap pertimbangan yang mendasarinya maka kajian ini mengacu kepaga kerangka teori pengambilan keputusan. Penelitian lapangan dilakukan sejak bulan Oktober 1998 - Oktober 1999. Penelitian dilakukan di kampung Sumber Agung, sebuah kampung berbatasan dengan kawasan hutan yang dihuni masyarakat yang sumber penghidupannya berasal dari pemanfaatan sumberdaya dan kawasan hutan gunung Betung.
Kajian ini mengungkapkan bahwa bentuk-bentuk praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan oleh masyarakat Sumber Agung merupakan keputusan dalam menghadapi berbagai faktor yang saling berkaitan terutama upaya pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga, ketersediaan pasar dan kepastian harga, pengalaman dan pengetahuan masyarakat lokal dan penerapan kebijakan pembangunan. Pada setiap praktik pemanfaatan lahan hutan yang dilakukan, pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga selalu menjadi pertimbangan masyarakat. Hal ini tercermin dari berbagai pilihan tanaman pada semua bentuk praktik pemanfaatan lahan yang selalu dipertimbangan untuk dapat memenuhi kebutuban pangan dan uang tunai dalam jangka pendek dan sebagai investasi jangka panjang. Pertimbangan ekonomi dalam pilihan tanaman tahunan selalu diintegrasikan dengan ketersediaan pasar dan harga jual. Pengetahuan teknis budidaya tanaman dan kemampuan memahami kesesuaian agroklimat dengan pilihan tanaman selalu dikembangkan dalam proses belajar dari pengalaman di lingkungan sekitarnya. Tidak konsistennya penerapan kebijakan pembangunan, di satu sisi telah memberikan peluang kepada masyarakat untuk mengembangkan praktik pemanfaatan lahan hutan. Tetapi di sisi lain telah menimbulkan suasana yang tidak nyaman bagi masyarakat dan telah mengabaikan kemampuan dan pengalaman masyarakat dalam pengelolaan lahan kawasan hutan."
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2000
T4694
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Aca Sugandhy
"ABSTRAK
Pelestarian dan pemanfaatan kekayaan hayati kawasan fungsi lindung diperlukan bagi keseimbangan Iingkungan dan keberlanjutan pembangunan dalam pemenuhan kebutuhan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu cara pengelolaannya adalah dengan penetapan Taman Nasional.
Indonesia adalah negara kepulauan yang dinilai mempunyai kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) baik di ekosistem daratan maupun lautan. Potensi kaanekaragaman hayati tersebut termasuk yang ada di kawasan taman nasional sangat penting bagi pemenuhan kebutuhan pangan, sandang, papan dan obat-obatan dan ekowisata (ecotourism). Segara bioregional Indonesia terbagi dalam tujuh biogeografik region yaitu bio-regional Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya. Dalam Setiap bio-regional tersebut telah ditetapkan sejumlah taman nastonal.
Taman nasional adalah satu kawasan nasional yang ditetapkan sebagai salah satu kawasan konservasi fungsi ekosistem dan keanekaragaman hayati. Sebagai salah satu dari kawasan fungsi lindung yang merupakan subsistem dari suatu ruang wilayah mempunyal peran yang sangat strategis bagi pembangunan berkelanjutan.
Obyek penelitian adalah Taman Nasional menurut UU No. 5 tahun 1990 yaitu kawasan yang ditetapkan mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; memiliki sumber daya alam yang khas dan unik baik berupa jenis tumbuhan maupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh dan alami; memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh; memiliki keadaan alam yang asli dan alami untuk dlkembangkan sebagal pariwisata alam; merupakan kawasan yang dapat dibagl ke dalam zona Inti, zona pemanfaatan, zona rimba dan zona lainnya.

ABSTRACT
The conservation and utilization of biodiversity in the preservation area are needed for the environmental balance and sustainable development to meet the basic need and society welfare. One of the management effort is to designate the national park.
Indonesia is an archipelagic country which has domain the most richness of the biodiversity resources (mega biodiversity country) not only in the terrestrial ecosystem but also in the marine environment. The biodiversity potential includes those in the national park, is not USBU yet in an optimal way not only in direct use but also in an indirect way for meeting the need such as foods, clothes, shelters, medicines and ecotorism. Indonesia bio-region consist of seven biogeography region l.e. bioregional Sumatera, Jawa, Bali, Kalimantan, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Maluku, dan lrian Jaya. In each bioregion consist of numbers of national park.
National park is a national area designated as an ecosystem and biodiversity conservation area. As one of the preservation area in a subsystem of the regional spatial structure it has a very strategic role for sustainable development.
As an object chosen for this study, a national park according to the Government of Indonesia Law Number 5 year 1990 is ah area which meet the criteria interalia as follows: appropriate size of land to maintain the sustainability of the natural ecological process; it has a unique and specific natural resources; it has one or more untouched ecosystem; it has an original natural conditions which are potential for developing the ecotourism. Internally national park area can be divided into various zone based on the function and it's structure of the ecosystem."
Depok: 2006
D720
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>