Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 41239 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Mohammad Iqbal
"Pertumbuhan perekonomian dunia cenderung semakin berkembang dengan pesat seiring meningkatnya pula hubungan yang saling ketergantungan antara satu negara dengan negara lainnya. Kondisi menjadikan tantangan semakin terbuka, serta secara positif sebisa mungkin harus dapat dimanfaatkan untuk suatu keberhasilan pelaksanaan-pembangunan nasional di berbagai bidang.
Globalisasi yang terjadi terutama pada kegiatan finansial, produksi, investasi dan perdagangan, selanjutnya dipengaruhi oleh tata hubungan ekonomi antar bangsa. Dimana globalisasi itu telah meningkatkan kadar hubungan saling ketergantungan antar negara, bahkan menimbulkan proses menyatunya ekonomi dunia, sehingga batas-batas antara suatu negara dalam berbagai praktek dunia usaha seakan tidak berlaku lagi.
Sementara itu, globalisasi di bidang produksi, keuangan, perdagangan dan teknologi, adalah komponen yang telah membawa kepada globalisasi di bidang hukum. Pengaruh globalisasi ekonomi ke globalisasi hukum telah berdampak pada bidang-bidang dan sektor-sektor lain untuk ikut berbenah terhadap keadaan ini. Salah satu sektor itu adalah bidang Minyak dan Gas Bumi (Migas)."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T19167
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sri Wahyuni Sumarningrum
"ABSTRAK
Undang-Undang No. 22 tahun 1999 yang merupakan penjabaran
pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR No.
XV/MPR/1998 tentang penyelenggaraan otonomi daerah,
Pengaturan, Pembagian dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
yang Berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan
daerah dalam rangka NKRI, pada hakikatnya mengatur
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang lebih mengutamakan
pelaksanaan asas desentralisasi. Dalam kenyataan, Undang-
Undang Nomor 22 tahun 1999 dianggap terlalu memberikan
keleluasan (discretionary of power) kepada daerah, sehingga
akan dikuatirkan akan menimbulkan disintegrasi. Jika
berbicara mengenai otonomi daearah itu akan menyangkut
pertanyaan sampai sejauh mana Undang-undang Nomor 22 tahun
1999 memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk
menyelenggarakan pemerintahannya berdasarkan asas
desentralisasi. Bagaimana hubungan kewenangan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah setelah
diberlakukannya Undang-undang Nomor 2 Tahun 1999. Faktor
penghambat dan pendukung apa saja yang dihadapi.
Desentralisasi pada hakikatnya merupakan media dalam
pelaksanaan hubungan antara level pemerintah dalam lingkup
suatu negara. Hubungan antara level pemerintah ini berbeda
penerapannya pada negara dengan sistem negara kesatuan
dengan sistem negara federal. Pemberian otonomi kepada
daerah dalam negara kesatuan Republik Indonesia telah
terakomodasi dalam pasal 18 Undang-Undang Dasar 1945. Dalam
penyusunan tesis ini digunakan pendekatan yuridis normatif
di mana alat pengumpulan data studi dokumen meliputi bahan
hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.
Data sekunder diolah dan dianalisa secara kualitatif dengan
menggunakan teori hukum serta pendapat para pakar.
Pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor
22 tahun 1999 secara luas diletakkan di daerah Kabupaten
dan daerah Kota bukan kepada daerah provinsi. Pemerintah
dan masyarakat mengatur sendiri daerahnya secara
bertanggungiawab. Kemampuan prakarsa dan kreatifitas daerah
menjadi paradigma baru dalam implementasi Undang-Undang
Nomor 22 Tahun 1999."
Universitas Indonesia, 2004
T36634
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kunto Wibisono
"Perusahaan Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA) didirikan berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1971 tentang PERTAMINA, dimana dinyatakan bahwa Negara memberikan kuasa pertambangan secara penuh dan mutlak kepada suatu Perusahaan Negara yang didirikan dengan undang-¬undang.
PERTAMINA sebagai pelaksana kuasa pertambangan migas Negara, berdasarkan Pasal 12 UU No. 811971 melakukan kerjasama dengan kontraktor dalam bentuk "Kontrak Production Sharing"; selain itu pada wilayah kerja pertambangan yang dikelola juga melakukan kegiatan operasi sendiri serta melakukan kontrak kerjasama dengan model Kontrak Production Sharing yang salah satunya dalam bentuk Technical Assistance Contract (TAC).
UU No. 2212001 tentang Minyak dan Gas Bumi dengan peraturan pelaksaan nya PP No. 42/2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi serta PP No. 3512004 tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi, mengalihkan pelaksanaan kuasa pertambangan kepada BP Migas, dan selanjutnya PERTAMINA fokus hanya sebagai pengusaha dibidang energi berubah menjadi PT PERTAMINA (PERSERO) yang diwajibkan untuk mengadakan kontrak kerja sama dengan BPMIGAS untuk kontrak wilayah kerja pertambangan yang telah ada.Berdasarkan UU No. 2212001 tersebut BPMIGAS berperan sebagai Manajemen Kontrak baik bagi KPS maupun PT PERTAMINA (PERSERO) sebagai operator kontrak.
Sesuai dengan Ketentuan Pengalihan yang diatur pada Pasal 104, PP No. 35/2004 peran manajemen kontrak TAC adalah PT PERTAMINA (PERSERO) Direktorat Hulu yang juga dibawah kendali manajemen kontrak BPMIGAS, hal ini dapat diartikan bahwa dalam manajemen kontrak TAC berdasarkan UU No. 22/2001 tidak sesuai lagi karena terdapat super manajemen yaitu BPMIGAS. Diperlukan pengaturan-pengaturan dan kesepakatan lebih lanjut dari Pemerintah, BP Migas dan PT PERTAMINA (PERSERO) agar ada kepastian hukum kontrak TAC sebagai dasar untuk mengadakan perubahan/amandemen agar sesuai dengan Undang-Undang yang berlaku."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T19156
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Uky Moh Masduki
"Istilah pembangunan telah menjadi kata kunci dalam kehidupan masyarakat. Secara umum,istilah tersebut diartikan sebagai usaha untuk memajukan kehidupan masyarakat dan warganya. Kemajuan dimaksud terutama adalah kemajuan di bidang material. Oleh karena itu, pembangunan sering diartikan sebagai kemajuan yang dicapai oleh sekelompok masyarakat di bidang ekonomi.
Keberhasilan pembangunan dapat diukur melalui beberapa segi, seperti pertumbuhan ekonomi, pemerataan, kualitas hidup, kelestarian lingkungan, dan lain-lain. Adapun cara untuk mengukur keberhasilan pembangunan, menunjukkan bahwa masalah pembangunan suatu bangsa bukan merupakan masalah pertumbuhan ekonomi semata-mata."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006
T17035
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
"Indonesia menganut asas desentralisasi dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan yang berarti melimpahkan kewenangan atau kekuasaan pemerintah kepada pemerintahan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan sendiri kecuali dalam bidang politik luar negri..."
JHB 23:1 (2004)
Artikel Jurnal  Universitas Indonesia Library
cover
Ade Reza Hariyadi
"Latar belakang penelitian ini adalah terjadinya konflik politik akibat penerapan UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas selama tahun 2003-2012. Konflik politik berlangsung dalam arena judicial review di Mahkamah Konstitusi tahun 2003 dan 2012, dan konflik politik di DPR dalam pembentukan Pansus BBM tahun 2008, serta perumusan APBN-P tahun 2012. Ada anggapan bahwa UU Migas sangat liberal, ditunggangi kepentingan asing dan bertentangan dengan UUD 1945, serta mengancam hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, rumusan masalah yang hendak diteliti adalah bagaimana karakter ideologis dari UU Migas dan pengaruhnya terhadap peran aktif negara dalam tata kelola migas? Bagaimana dinamika konflik tersebut berlangsung? Serta bagaimana konflik politik tersebut diselesaikan?.Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan jenis penelitian studi kasus. Pengumpulan data melalui studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Sedangkan teori yang digunakan adalah teori Ideologi Seliger , Liberalisme Ekonomi Hayek , Nasionalisme Ekonomi List , Konflik dan Konsensus Politik Rauf dan Cosser , serta teori MNC Gilpin.
Kesimpulan penelitian menunjukkan karakter ideologis UU Migas yang liberal telah meminimalisasi peran negara untuk mengatur harga BBM, pengelolaan langsung usaha hulu dan hilir, pemberian kewenangan monopoli pada BUMN, serta membatasi ekspansi asing di hulu dan hilir migas. Hal tersebut memicu penolakan di MK dan DPR dengan justifikasi nasionalisme ekonomi untuk mengembalikan peranan negara dalam tata kelola migas. Justifikasi ideologis bersifat operatif, baik untuk kepentingan mengamankan akses terhadap sumber daya migas maupun akses terhadap posisi kekuasaan politik. Konflik berakhir dengan penyelesaian yang diterima semua pihak dan menjadi katup penyelamat bagi kepentingan bersama.
Temuan penelitian menunjukkan adanya gelombang nasionalisme ekonomi yang diartikulasikan dengan mekanisme judicial review untuk menentang berbagai kebijakan yang liberal. Judicial review di MK menjadi arena konflik politik baru selain arena legislasi di DPR. Implikasi teoritis dari penelitian ini, teori liberalisme ekonomi Hayek cenderung kurang memadai untuk menjelaskan anomali adanya liberalisasi yang dipadukan dengan perencanaan pemerintah seperti kebijakan target lifting, subsidi dan cost recovery. Teori MNC Gilpin juga cenderung kurang memadai untuk menjelaskan terjadinya infesiensi MNC Migas dalam produksi migas dengan naiknya cost recovery. Sementara itu, teori ideologi Seliger relevan untuk menjelaskan terjadinya justifikasi ideologis operatif dalam relasi konflik. Begitu pula dengan teori konflik Rauf dan katup penyelamat Cosser relevan untuk menjelaskan masalah penelitian.Kata kunci :konflik migas, ideologi, liberalisme, nasionalisme, MNC dan katup penyelamat.

The background of this dissertation is the political conflicts incited by the implementation of Act No. 22 of 2001 on Oil and Gas which occurred during 2003-12012. The conflicts took several forms during this time period: a judicial review in the constitutional court 2003 and 2012 , the formation process of a special assembly on oil and gas 2008 , and the formulation of the changes in government budget. These problems are mainly caused by the perception that the act is very liberal, benefits foreign interests, contradicts the Constitution, and endangers the wellbeing of many. Based on these facts, this dissertation aims to research three matters: 1 the ideological character of the act and its effect on the state's governance on oil and gas; 2 the dynamics of the conflict; and 3 the resolve of the conflict. The methodology of this research is qualitative and uses case studies, while the data is primarily collected through literary reviews and indepth interviews. Seliger's ideology theory, Hayek's economic liberalism theory, List's economic nationalism, Rauf and Cosser's conflict and consensus theory, as well as Gilpin's MNC theory are used in this dissertation.
This research reveals that the ideological character of the Oil and Gas Act, which is liberal, minimizes the state's role in setting the price, managing the businesses, giving state-owned enterprise authority to monopolize, and limiting foreign expansion in the oil and gas sector. Due to these reasons, the Constitutional Court rejected the act by using economic nationalism as a justifying argument. The purpose is to secure the state's accessibility to oil and gas resources, as well as to secure political sovereignty. The conflict ended with a settlement that is accepted by all parties and became the rescue valve of mutual interests.
The principal findings of this study reveal that a wave of economic nationalism was evident, and was articulated through judicial review, which opposes various liberal policies. Aside from legislation in the People's Representative Assembly, it became the new birthplace and arena of political conflicts. The theoretical implication of this study is that Hayek's economic liberalism theory is often irrelevant, mainly because of its inability to elaborate the anomalies regarding liberalization and the government's plan, such as lifting target, subsidies, and cost recovery. Gilpin's MNC theory proves to be irrelevant because it fails to explain the production inefficiency of oil and gas MNC in relations to the increase of cost recovery. Meanwhile, Seliger's ideology theory is relevant for it explains the occurrence of operative ideological justification in relations to conflict. This also applies Rauf and Cosser's conflict theory.Keywords: oil and gas conflict, liberalism, nationalism, multinational corporations, and safety valve.
"
Depok: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, 2018
D-Pdf
UI - Disertasi Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sudargo Gautama
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002
346.048 8 SUD u
Buku Teks  Universitas Indonesia Library
cover
Ratu Riftia Rizki
"Penelitian ini didasarkan pada Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia sesuai dengan amanat Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945 Penelitian ini membahas tiga permasalahan utama Pertama kaitan mengenai Politik Hukum Pengelolaan Migas dengan teori kedaulatan Migas dalam mewujudkan Negara Kesejahteraan Kedua Perkembangan Politik Hukum Pengelolaan Migas di Indonesia dari Massa Hindia sampai dengan Massa Reformasi Ketiga Politik Hukum Pengelolaan Migas sesudah Putusan Mahkamah Konstitusi mengenai Pengujian Undang undang Migas Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang menggunakan data sekunder Hasil penelitian menunjukkan bahwa hak menguasai negara atas sumber daya Migas merupakan landasan kokoh sebelum menetapkan langkah kebijakan politik hukum pengelolaan Migas Negara harus mampu mengelola kekayaan alam untuk sebesar besarnya kemakmuran rakyat Politik hukum pengelolaan Migas di Indonesia merupakan sikap dan atau perhatian Pemerintah terhadap pengelolaan Migas berupa kebijakan kebijakan yang dituangkan ke dalam Undang Undang dan Peraturan Pemerintah Pengelolaan dan Pengusahaan Minyak dan Gas Bumi Politik hukum pengelolaan migas di Indonesia selalu mengalami gejolak dan perubahan baik Setiap terjadinya perubahan Orde politik pemerintahan ataupun beberapa faktor yang mendasarinya seperti halnya tuntutan masyarakat sampai dengan permohonan Judicial review Undang undang Migas di Mahkamah Konstitusi Atas dasar itulah perubahan politik Hukum pengelolaan Migas harus segera dilaksanakan sesuai dengan Pancasila Undang undang Dasar Politik keberpihakan Pemerintah serta penguataan kelembagaan negara dalam pengelolaan Hulu Migas Disamping itu penulis menyampaikan bahwa Rancangan perubahan Undang Undang Migas diharapkan dapat mengakomodir segala masalah yang selalu terjadi yang dikeluhkan oleh berbagai pihak baik dalam hal hak menguasai negara dan maupun kebijakan teknis guna mendukung berkembangnya industri Migas Nasional sebagai wujud kemandirian dan ketahanan energi.

The study was based on the Law of Political Management of Oil and Gas in Indonesia in accordance with the mandate of Article 33 of the Constitution of 1945 This study addresses three main issues First the relation of the Political Law of Oil and Gas Management Oil and Gas sovereignty theory in realizing the Welfare State Secondly Political Developments in Indonesia Oil and Gas Management Law of the Indies to the mass Mass Reformation Third Political Law of Oil and Gas Management after the Constitutional Court Decision on Testing Oil and Gas Act The method used in this study is a normative juridical using secondary data The results showed that the state over oil and gas resources are the bedrock before setting policy measures law of oil and gas management Countries should be able to manage natural resources for the greatest welfare of the people Political management of oil and gas law in Indonesia is the attitude or the attention of the government and the management of oil and gas in the form of policies that poured into the Law and Government Regulation Management and Operation of Oil and Gas Political management of oil and gas law in Indonesia has experienced turmoil and change both political Any Order changes in government or some underlying factors as well as the demands of the public to request a judicial review of Oil and Gas Law in the Constitutional Court On this basis the management of oil and gas law for political change must be implemented in accordance with Pancasila the Constitution the Government Political alignments as well as institutional Strengthening the state in the management of upstream oil and gas In addition the authors convey that the draft oil and gas law change is expected to accommodate any problems that always occur complained of by the various parties both in terms of rights and state control of the technical and policy to support the development of the National Oil and Gas industry as a form of self reliance and energy security.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39337
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Susetyo Yuswono
"Kegiatan usaha pertambangan minyak dan gas bumi di Indonesia sudah dimulai jauh sebelum negara Indonesia terbentuk. Minyak dan gas bumi digolongkan sebagai bahan galian yang memiliki nilai strategis dan vital, maka peran (intervensi) dari pemerintah memiliki posisi yang penting. Intervensi pemerintah ini diperlukan dalam rangka meningkatkan penerimaan, menjamin kelangsungan ketersediaan (pasokan) sumber daya alam yang takterbarukan (unrenewable) bagi generasi mendatang dan menghindari terjadinya kelangkaan pasokan minyak dan gas bumi di dalam negeri. Sejarah perkembangan pengaturan minyak dan gas bumi di Indonesia telah mengalami perkembangan, dimulai dari pengaturan yang bersifat kolonialisme sebagaimana yang diatur dalam Indische Mijn Wet, kemudian setelah merdeka bangsa Indonesia menciptakan Undang-undang Nomor 44 Prp Tahun 1960 yang merupakan produk hukum berlandaskan pada falsafah Pasal 33 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945. Seiring dengan perkembangan zaman serta dengan dilatarbelakangi oleh berbagai hal seperti globalisasi, krisis ekonomi, privatisasi Badan Usaha Milik Negara dan reformasi hukum serta pada tataran filosofis telah terjadi perubahan yang mendasar terhadap pemahaman makna Pasal 23 ayat (2) dan (3) Undang-undang Dasar 1945 maka diterbitkanlah Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001 telah membawa perubahan yang fundamental terhadap tatanan pengusahaan minyak dan gas bumi yang telah berlangsung harmpir empat dasa warsa. Perubahan tersebut antara lain pola kegiatan (pengusahaan) usaha hulu, penyusunan kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi, demikian juga implementasi pengaturan dalam kontrak. Dengan diterbitkannya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001, maka kegiatan usaha hulu sejak awal telah ditentukan pola kerja samanya, yaitu melalui kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi. Kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang selama ini ditangani oleh Pertamina, sekarang beralih kepada Pemerintah dan BPMIGAS. Klausul-klausul yang ada dalam kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi merupakan formulasi (penuangan) dari apa yang diatur dalam Undang-undang Nomor 22 Tahun 2001.

Oil and gas business activities in Indonesia have been established even before the Republic of Indonesia has been declared. Oil and gas are considered as having strategic and vital value towards the national interest. Therefore the government of Republic of Indonesia is expected to have important role in this area of business. Intervention from the government is crucial to ascertain the increase of state revenue, security of supply of un-renewable energy resources in the future and to avoid domestic scarcity of oil and gas. In its history, oil and gas businesses have undergone a lot of changes since imperialistic era. During the Dutch colonization, oil and gas business were regulated with Indische Mijn Wet. After independence, in accordance with circumstance, Indonesia established Law Number 44 Year 1960 which adopted philosophical values set in article 33 (2) and (3) of the 1945 constitution. In response to change such as globalization, economic crises, privatization of state owned companies, legal reforms and shifting of existing paradigms, the Government enacted Law Number 22 Year 2001 on Oil and Gas. Law Number 22 Year 2001 has brought fundamental changes towards modern oil and gas business in Indonesia which has been implemented for almost four decades. The changes comprised of, inter alia, methods of upstream oil and gas businesses, drafting of upstream oil and gas contracts, and its implementation. By the enactment of Law Number 22 Year 2001, upstream oil and gas business is outlined to be carried out in upstream oil and gas Cooperation Contract Agreement. Cooperation Contract that are used to be handled by Pertamina are now conducted by the Government and BPMIGAS. Term and conditions specified in Cooperation Contract shall reflected the required condition in Number 22 Year 2001."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19911
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jarwo Sanyoto
"Globalisasi berupa proses liberalisasi ekonomi meruakan proses yang tidak dapat dihindarkan. Globalisasi di bidang produksi, keuangan, perdagangan, dan teknologi telah membawa kepada globalisasi di bidang hukum. Pengaruh globalisasi ekonomi ke globalisasi hukum juga berdampak pada sektor minyak dan gas bumi yang menjadi kebutuhan pokok dan menyangkut hajat hidup orang banyak.
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa cabang-cabang produksi yang panting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak, serta bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tak terbarukan yang dikuasai oleh negara dan merupakan komoditas vital yang memegang peranan panting dalam penyediaan bahan baku industri, pemenuhan kebutuhan energi di dalam negeri, dun penghasil devisa negara, sehingga pengelolaannya perlu dilakukan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.
Dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan global pada masa yang akan datang, kegiatan usaha minyak dan gas bumi dituntut untuk lebih mampu mendukung kesinambungan pembangunan nasional dalam rangka peningkatan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. UU No.44 Prp. Tabun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi dan UU No.8 Tabun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara yang merupakan perwujudan Pasal 33 UUD 1945 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan sekarang maupun kebutuhan masa depan, juga krisis ekonomi di Indonesia pada pertengahan 1998 yang membawa IMF ikut mempengaruhi kebijakan ekonomi, politik, dan hukum, sehingga disepakati bahwa sektor minyak dan gas bumi harus direstrukturisasi.
UU No.22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi merupakan pembaruan dart penataan kegiatan usaha minyak dan gas bumi, di dalamnya sudah dimuat tentang kepastian hukum, iklim usaha yang kondusif, kesetaraan dan keadilan, transparansi dalam proses pengambilan kebijakan dan pengoptimalan pendapatan negara dari sektor minyak dan gas bumi melalui pemisahan tugas dan fungsi sebagai pembuat kebijakan, pengawas dan pelaku usaha serta liberalisasi kegiatan usaha secara bertahap. Monopoli yang diberikan kepada Pertamina sebagai pemain clan regulator di bidang usaha hulu dan pemain tunggal di bidang usaha hilir sesuai UU No. 811971, telah direstrukturisasi.
Sebagai implementasi UU No.22/2001, Pemerintah terus mendorong pemakaian gas dalam negeri, karena lebih bersih, ramah lingkungan, cadangannya besar, dan tidak Iangsung akan mengurangi subsidi BBM dan ketergantungan import minyak mental. Seiring dengan hal itu kontrak penjualan gas bumi juga domestik terus meningkat. Pemisahan peran Pertamina sebagai regulator dan pelaku usaha membawa dampak pada kontrak penjualan gas bumi. Penunjukan penjual gas bumi bagian negara membuahkan masalah terutama mengenai tugas, kewajiban, dan tanggung jawab penjual gas bumi yang terdapat dalam kontrak-kontrak penjualan gas bumi."
Depok: Universitas Indonesia, 2005
T14499
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>