Hasil Pencarian  ::  Simpan CSV :: Kembali

Hasil Pencarian

Ditemukan 64756 dokumen yang sesuai dengan query
cover
Rahmiyati
"Undang-undang Nomor 5 Tabun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha (selanjutnya disebut "UU Antimonopoli") merupakan sebuah undang¬undang yang secara khusus mengatur persaingan dan praktek monopoli, yang sudah sejak lama dipikirkan oleh para pakar, partai politik, lembaga swadaya masyarakat, serta instansi pemerintah. Sebagai contoh, misalnya Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1995 telah mengeluarkan gagasan tentang konsep Rancangan Undang-Undang tentang Antimonopoli. Namun demikian, semua gagasan dan usulan tersebut tidak mendapat tanggapan yang positif, karena pada masa itu belum ada komitmen maupun political will dari elite politik yang berkuasa untuk mengatur masalah persaingan usaha."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T19138
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Dalam kehidupan perekonomian Indonesia diperlukan adanya pengaturan mengenai batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha dan untuk itu telah terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) beserta dibentuknya lembaga pengawas bagi pelaksaannya yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Permasalahan pokok yang diteliti adalah kesesuaian antara dasar dan pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 serta amar Putusannya dibandingkan dengan ketentuan dalam UU Anti Monopoli. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001, dan UU Anti Monopoli; bahan hukum sekunder meliputi buku, artikel ilmiah dan penelaahan para ahli hukum terhadap praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta bahan hukum tertier dan dianalisis dengan metode kualitatif untuk disimpulkan dalam bentuk eksplanatoris¬analitis.
Hasil penelitian mengarah pada kesimpulan bahwa dasar dan pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 telah sesuai dengan Pasal 22 UU Anti Monopoli yang melarang Pelaku Usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang Tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sanksi berupa larangan untuk mengikuti Tender serupa selama 2 (dua) tahun di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang dijatuhkan kepada Pelaku telah sesuai dengan kewenangan KPPU menurut pasal 47 ayat (1) dan (2) huruf c untuk menjatuhkan sanksi admiministratif berupa larangan melakukan kegiatan usaha bagi pelanggar UU Anti Monopoli serta hasil pemeriksaan Majelis Komisi yang dapat membuktikan telah terjadinya Persekongkolan antara Pelaku dengan Panitia Pelelangan dan Kepala Dinas Perternakan berupa perlakuan khusus bagi peserta lelang tertentu.

In the business realm particularly in Indonesian economic life, there is a need of regulation that determines the matters allowed and prohibited in term of business competition, and for that reason the government has made the Law No.5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopoly Practice and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law), while at the same time established the supervising body for the implementation, named the Supervising Committee on the Business Competition. The main problem to be addressed here is whether the basis and considerations used by the committee in its decision No.07IKPPU-LI12001 and its implementation have been in accordance with the Anti Monopoly Law. This research is conducted by using a normative legal research method, based on secondary data consists of primary legal material (The Committee's Decision No.07IKPPU-LI12001, and the Anti Monopoly Law); and secondary data comprising books, scientific articles and unfair competition, as well as tertiary legal material, which are being analyzed in form of explanatory analytical.
The result shows that the basis and the legal consideration used by the Committee in the decision mentioned above has already in accordance with the Article 22 Anti Monopoly Law that prohibits a business practitioner to collude with other party to manipulate and determine the winner of the auction. The punishment imposed to them, in form of 2 (two) years of ban to participate in any auction in the territory of Republic of Indonesia, is in accordance with the Article 47 section (1) and (2) letter c, mentioning the imposing of administrative punishment in form of prohibition to conduct any business activity. In addition, the investigation conducted by the Board of Commission also has managed to prove the collusion committed by the convict and the auction committee, as well as the Chief of Farming Bureau, in form of the grant of privilege to certain auction participants.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T19551
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Kartika Sari
"Dalam kehidupan perekonomian Indonesia diperlukan adanya pengaturan mengenai batas-batas yang boleh dan tidak boleh dilakukan dalam persaingan usaha dan untuk itu telah terbit Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU Anti Monopoli) beserta dibentuknya lembaga pengawas bagi pelaksaannya yaitu Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Permasalahan pokok yang diteliti adalah kesesuaian antara dasar dan pertimbangan-pertimbangan yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 serta amar Putusannya dibandingkan dengan ketentuan dalam UU Anti Monopoli. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif berdasarkan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer yaitu Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001, dan UU Anti Monopoli; bahan hukum sekunder meliputi buku, artikel ilmiah dan penelaahan para ahli hukum terhadap praktek monopoli dan persaingan tidak sehat serta bahan hukum tertier dan dianalisis dengan metode kualitatif untuk disimpulkan dalam bentuk eksplanatoris¬analitis.
Hasil penelitian mengarah pada kesimpulan bahwa dasar dan pertimbangan hukum yang dipergunakan oleh KPPU dalam Putusan KPPU Nomor 07/KPPU-LI/2001 telah sesuai dengan Pasal 22 UU Anti Monopoli yang melarang Pelaku Usaha bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan Pemenang Tender sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat. Sanksi berupa larangan untuk mengikuti Tender serupa selama 2 (dua) tahun di seluruh wilayah Republik Indonesia, yang dijatuhkan kepada Pelaku telah sesuai dengan kewenangan KPPU menurut pasal 47 ayat (1) dan (2) huruf c untuk menjatuhkan sanksi admiministratif berupa larangan melakukan kegiatan usaha bagi pelanggar UU Anti Monopoli serta hasil pemeriksaan Majelis Komisi yang dapat membuktikan telah terjadinya Persekongkolan antara Pelaku dengan Panitia Pelelangan dan Kepala Dinas Perternakan berupa perlakuan khusus bagi peserta lelang tertentu.

In the business realm particularly in Indonesian economic life, there is a need of regulation that determines the matters allowed and prohibited in term of business competition, and for that reason the government has made the Law No.5 Year 1999 concerning the Prohibition of Monopoly Practice and Unfair Business Competition (Anti Monopoly Law), while at the same time established the supervising body for the implementation, named the Supervising Committee on the Business Competition. The main problem to be addressed here is whether the basis and considerations used by the committee in its decision No.07IKPPU-LI12001 and its implementation have been in accordance with the Anti Monopoly Law. This research is conducted by using a normative legal research method, based on secondary data consists of primary legal material (The Committee's Decision No.07IKPPU-LI12001, and the Anti Monopoly Law); and secondary data comprising books, scientific articles and unfair competition, as well as tertiary legal material, which are being analyzed in form of explanatory analytical.
The result shows that the basis and the legal consideration used by the Committee in the decision mentioned above has already in accordance with the Article 22 Anti Monopoly Law that prohibits a business practitioner to collude with other party to manipulate and determine the winner of the auction. The punishment imposed to them, in form of 2 (two) years of ban to participate in any auction in the territory of Republic of Indonesia, is in accordance with the Article 47 section (1) and (2) letter c, mentioning the imposing of administrative punishment in form of prohibition to conduct any business activity. In addition, the investigation conducted by the Board of Commission also has managed to prove the collusion committed by the convict and the auction committee, as well as the Chief of Farming Bureau, in form of the grant of privilege to certain auction participants.
"
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2007
T 02249
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Rahmawati Miladia
"Kartel dilarang karena dapat mengakibatkan persaingan usaha tidak sehat dalam suatu perdagangan dan merugikan konsumen. Guna mengkaji putusan-putusan tentang kartel maka digunakan metode penelitian normatif yang bersifat preskriptif. Pengaturan tentang larangan perjanjian kartel di Indonesia dicantumkan dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Tidak Sehat. Pasal 11 Undang-Undang ini, melarang pelaku usaha membuat perjanjian dengan pelaku usaha saingannya dengan maksud mempengaruhi harga dengan cara mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/atau jasa, yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Implementasi dari pengawasan tentang kartel dilaksanakan oleh Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU). Putusan KPPU yang berkaitan dengan kartel terjadi pada tahun 2003 dan 2005 dimana terdapat 3 (tiga) putusan. Kartel merupakan tindakan pelaku usaha dengan cara berkumpul, berjanji, baik tertulis atau tidak, serta sepakat untuk melakukan tindakan secara bersama-sama dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang ditentukan diantara mereka sendiri. Mekanisme berlakunya kartel biasanya dilakukan oleh pelaku usaha di tingkat perdagangan yang produknya sejenis.
Asosiasi bisnis menjadi wadah bagi para pelaku usaha untuk berkomunikasi di antara pelaku usaha dalam industri yang sama dan berpengaruh dalam penentuan kebijakan anggota dan industri mereka. Unsur-unsur yang harus dibuktikan pada kartel sesuai Pasal 11 UU No. 5/1999, yaitu pelaku usaha, perjanjian, pelaku usaha pesaingnya, mempengaruhi harga dengan mengatur produksi dan/atau pemasaran suatu barang dan/ atau jasa, serta unsur mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan/ atau persaingan usaha tidak sehat. Metode pendekatan hukum dalam putusan kartel menggunakan rule of reason yaitu dengan membuktikan adanya aspek dampak terjadinya persaingan usaha tidak sehat dalam suatu perdagangan."
Depok: Universitas Indonesia, 2006
T18239
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Jaya Putra Zega
"Sektor kepelabuhan merupakan sektor strategis yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, oleh karakteristiknya yang demikian maka pengelolaannya diserahkan kepada BUMN dan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah. Legitimasi ini diperoleh secara konstitusional yakni, Pasal 33 UUD 1945 yang menghendaki sektor-sektor penting, strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara atau dalam bahasa lain dikelola oleh negera melalui perusahaan negara atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk. Kemudian oleh Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1999 kembali menegaskan hal yang serupa. Namun, ternyata dalam prakteknya oleh BUMN atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah melakukan praktek monopoli. Oleh sebab itu, penelitian ini mencoba menganalisis bentuk-bentuk monopoli, pandangan KPPU, serta proses pembuktian terhadap pelanggaran praktek monopoli yang terjadi di sektor kepelabuhanan.

The Port services is a essential facilities that have high economic value, by such characteristics shall be conducted by State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government. It has the constitutionally legitimacy obtained, namely Article 33 UUD 1945 that requires essential facilities controlled by the state or managed by the country through the State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government. Then by Article 51 of Competition Law No. 5/1999 reaffirm it. However, such conditions in practice by State-Owned Companies and/or entities or institution formed or appointed by The Government turned out to conduct monopolistic. Therefore, this study attempts to analyze the forms of monopoly, the Business Competition Supervisory Commission's view, and the process of proving the violation of monopolistic that occurred in the Port services."
Jakarta: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2014
T39002
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Sirait, Nurintan Marolop Novianti Octaviana
"Praktek kartel pelelangan kerap kali mewarnai tender pengadaan barang pemerintah (Goverment Procurement) pemerintah. Proses yang tidak fair dalam Goverment Procurement merupakan kendala dalara memberlakukan prinsip kornpetisi yang adil (fair) dan non-diskriminatif, Di Indonesia, lahirnya Keppres No 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah menimbulkan dilema dimana pada sate sisi, peraturan ini benisaha menciptakan persaingan usaha yang sehat dan ketat dalam mengikuti tender pengadaan baran/jasa di instansi pemerintah dan BUMN, namun di sisi lain juga dihadapkan pada kendala yang dialami oleh pelaku usaha nasional skala kecil dan menengah yang masih memerlukan perlindungan dan kemudahan dalam menjalankan usahanya serta helum mampu bersaing dengan pelaku usaha besar maupun asing.
Benluk persekongkolan yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah adalah persekongkolan dalam menentukan pemenang tender (Collusive Tendering), sebagaimana diatur dalam Pasal 22 UU No. 5 Tahun 1999, Oleh karena itu , perlunya Keppres No. 80 Tahun 2003 dilatarbelakangi oleh beberapa hal, yaitu: hesarnya pembelanjaan APBNIAPBD untuk pengadaan barang/jasa, namun tingkat kebocoran dalam pelaksanaannya tinggi; kelemahan dalam ketentuan perundangundangan yang mengatul pengadaan barang/jasa pemerintah; sumber daya manusia (5 Dili) yang tidak profesional; serta tuntutan era pasar bebas.
Dalam peraturan mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah, terdapat heherapa hal yang sangat terkait dengan peraturan perundang-undangan mengenai persaingan usaha. Hal ini dapat dilihat dalam prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat yang harus juga diterapkan dalam proses pengadaan barangljasa pemerintah, diantaranya yaitu: larangan praktek monopoli, transparan dan nondiskriminatif. larangan melakukan persekongkolan atau kartel Agar prinsip-prinsip dan aturan-aturan normatif yang terkandung dalam Keppres No 80 Tahun 2003 dapat diterapkan secara efektif, maka perlu dilakukan: agenda Government Procurement Reform yang mencakup antara lain: reformasi bidang pengaturan pengadaan barang/jasa (policy reform); pengembangan SDM; pengembangan sistem informasi pengadaan barangljasa publik; serta Institutional Hui/ding. Untuk mengantisipasi terjadinya penyimpangali, rekayasa, penyalahgunaan wewenang serta KKN dalam proses pengadaan barangljasa pemerintah, maka perlu dilakukan pembinaan dan pengawasan terhadap instansi terkait berikut SDM-nya serta para pelaku usaha. Setiap pelanggaran yang terbukti harus dikenakan sanksi yang dapat berupa sanksi administratif, ganti rugi secara perdata, maupun diproses secara pidana.
Tesis ini dengan menggunakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif analitis dan berdasarkan teori-teori serta kaidah-kaidah hukum tertentu dan didukung fakta kasus yang ada, mencoba menggambarkan mengenai analisis yuridis ierhadap Keppres No. 80 Tahun 2003 dikaitkan dengan UU No, 5 Tahun 1999."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2004
T18883
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Simbolon, Bistok
"Pada tanggal 5 Maret 1999 Indonesia telah mengadopsi sebuah produk hukum yang mengatur Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Produk hukum tersebut adalah UU Nomor 5 Tahun 1999 yang mulai efektif berlaku 1 (satu) tahun sejak diundangkan, itu berarti berlaku sejak tanggal 5 Maret 2000. Guna memberi penyesuaian kepada para pelaku usaha, UU tersebut memberi tenggat waktu peralihan selama 6 (enam) bulan sejak UU diberlakukan, yang berarti terhitung mulai tanggal 5 September 2000 UU tersebut berlaku tanpa pengecualian. Karena UU tersebut telah dimuat dalam Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 33, maka UU Nomor 5 Tahun 1999 mengikat seluruh rakyat Indonesia.
Untuk mengawasi pelaksanaan UU Nomor 5 Tahun 1999 dibentuk Komisi Pengawas Persaingan Usaha yang selanjutnya disebut KPPU'. Melaksanakan amanat UU Nomor 5 Tahun 1999 tersebut, Presiden membentuk serta menetapkan susunan organisasi, tugas, dan fungsi Komisi dengan Keputusan Presiden Nomor 75 Tahun 1999 tentang Komisi Pengawas Persaingan Usaha.
Guna menjalankan tugas dan peran KPPU tersebut untuk pertama kali telah ditetapkan 11 (sebelas) orang anggota KPPU dengan Keputusan Presiden Nomor 162/M Tahun 2000 setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan DPR. Sejak penetapannya pada tanggal 7 Juni 2000, KPPU telah menangani 144 kasus, baik yang dilaporkan oleh pengusaha dan masyarakat maupun yang diselidiki atas inisiatif KPPU, dan diantaranya telah mendapat putusan/penetapan sebanyak 18 kasus. Dari sekian banyak kasus tersebut yang menarik perhatian masyarakat banyak adalah kasus "Tender Penjualan Saham dan Convertible Bonds PT. Indomobil Sukses International, Tbk". Dalam pengamatan penulis, besamya perhatian masyarakat terhadap kasus Indomobil (selanjutnya disebut kasus PT. Indomobil) tersebut karena beberapa alasan. Periama, kasus tersebut terkait dengan masalah penyalahgunaan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang menjadi bagian program penyehatan yang ditangani oleh Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN). Persoalan BLBI tersebut memang menjadi perhatian luas bukan saja para aparatur hukum, pakar hukum, pakar ekonomi, pengamat politik, pengusaha, tetapi telah menyita perhatian sebagian besar rakyat Indonesia, terrnasuk pemerintah sendiri. Besarnya perhatian masyarakat dan beragamnya latar belakang pemikiran yang menilai kasus Indomobil tersebut menjadikan persoalan tersebut tidak cukup lagi dilihat sekedar permasalahan hukum per se, melainkan sudah kompleks sehingga telah memasuki ruang persepsi sosiologis."
Depok: Universitas Indonesia, 2004
T14478
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Yusri
"ABSTRAK
Persaingan bisnis yang sehat akan menguntungkan semua pihak, termasuk konsumen dan usaha kecil. Tujuan persaingan adalah untuk menghindari terjadinya konsentrasi kekuatan pada satu atau beberapa kelompok usaha tertentu. Dengan adanya persaingan, konsumen dapat menikmati mutu barang/jasa yang baik dengan tingkat harga yang bersaing. Konsumen juga dapat memilih barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Kecuali itu, mekanisme pasar yang sehat memungkinkan terbukanya kesempatan berusaha selebar-lebarnya, sehingga dapat meningkatkan iklim berusaha yang kondusif. Dalam persaingan usaha, produsen dituntut memberi pelayanan yang terbaik. kepada konsumen. Produsen yang tidak mampu bersaing dengan sendirinya akan mengalami kegagalan dalam manjalankan bisnisnya. Oleh karena itu, dalam teori invisible hand, Adam Smith menyatakan bahwa, pemerintah tidak perlu ikut campur terlalu jauh di bidang bisnis, karena melalui mekanisme pasar itu sendiri akan lahir struktur pasar yang sehat. Namun kenyataannya mekanisme pasar tidak pernah sempurna, bahkan tidak jarang terjadi persaingan yang tidak sehat. Dengan tidak terkendalinya mekanisme pasar, sistem ekonomi akan terjerumus pada sistem "free fight liberalism" dan praktik-praktik "monopoli". Kedua fenomena ini mesti dihindari, karena bertentangan dengan Sistem Demokrasi Ekonomi.
Tesis ini bertujuan untuk mengkaji; 1) bagaimana bentuk praktik persaingan bisnis di Indonesia; 2) bagaimana dampak praktik monopoli terhadap perlindungan konsumen dan usaha kecil; serta 3) bagaimana peranan pranata hukum untuk mengatasi dampak monopoli tersebut. Penelitian ini bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pada prinsipnya, monopoli bukanlah sesuatu yang mutlak dilarang dalam sistem perekonomian nasional, karena beberapa sektor yang vital bagi negara dan bangsa boleh dikuasai oleh negara sesuai dengan amanat konstitusi (Pasal 33 UUD 1945). Sedangkan praktik monopoli yang merugikan masyarakat, yang biasanya dilakukan oleh swasta, "dilarang" karena dikhawatirkan terjadinya pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu. Melalui pemusatan ekonomi tersebut rakyat akan tersisih karena prilaku para monopolis cendrung untuk mencari keuntungan maksimum dengan mengabaikan kepentingan umum.
Monopoli yang disebut belakangan ini merupakan salah satu wujud persaingan yang tidak sehat (unfair competition), sehingga akibat yang ditimbulkan lebih banyak negatifnya dibandingkan dengan sisi positifnya, terutama terhadap konsumen dan usaha kecil. Konsumen sangat tergantung pada produsen tanpa bisa menuntut kualitas barang dan jasa yang dihasilkan oleh produsen. Dalam kondisi seperti ini, konsumen juga kehilangan haknya untuk memilih barang dan jasa, karena hanya ada satu produsen yang menghasilkan barang dan jasa yang sejenis. Di samping itu, karena tidak ada saingan, produsen dengan seenaknya dapat menaikkan harga barang/jasa dengan cara membatasi jumlah produksi dan distribusi. Di samping itu praktik monopoli dapat mempersempit kesempatan berusaha bagi usaha kecil untuk mengembangkan usahanya karena adanya praktik-praktik yang membatasi persaingan bisnis (restrictive business practice). Praktik-praktik monopoli tersebut masih mewarnai iklim berusaha di Indonesia, sementara para pelakunya belum dapat digugat ke pengadilan karena pranata dan lembaga hukum yang ada masih bersifat parsial.
Mengingat banyaknya praktik-praktik bisnis yang tidak sehat terjadi selama ini, konsumen menjadi tidak berdaya mepertahankan haknya untuk mendapatkan barang yang bermutu dengan harga yang bersaing, maka sudah sewajarnya pemerintah turun tangan dengan menggunakan kewenangan yang ada padanya. Sebagai negara kesejahteraan (welfare state), pemerintah berkewajiban turun tangan untuk mengendalikan mekanisme pasar melalul kebijakan-kebijakan negara yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Dalam kasus ini, pemerintah perlu segera mengundangkan Undang-undang Perlindungan Konsumen dan Undang-undang Persaingan Usaha, yang telah lama disiapkan dalam bentuk naskah rancangan akademik oleh beberapa lembaga pemerintah dan lembaga non-pemerintah. Dengan adanya kedua pranata hukum ini diharapkan praktik monopoli yang membawa dampak negatif bagi konsumen dan usaha kecil dapat dihindari. Di samping itu perlu adanya institusi hukum yang menyelenggarakan berbagai pranata hukum dimaksud, seperti Komisi Perdagangan Nasional (Federal Trade Cornission, atau Fair Trade Commission).
"
1996
T-Pdf
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Lavenia Lauri Gricella
"Metode pernunjukan langsung dalam pengadaan insfrastruktur ketenagalistrikan dari PT PLN kepada Anak Perusahaannya (PT X) yang diteruskan pada Afiliasinya (PT Y) untuk melakukan percepatan Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan (PIK) dengan membangun Mobile Power Plant (MPP) merupakan bagian dari sinergi BUMN sebagaimana diamanatkan Permen BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 tentang Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara dan telah diubah dengan PER-15/MBU/2012. Metode Penunjukan Langsung ini digunakan karena mempunyai sejumlah keuntungan, antara lain efisien, mempercepat proses pengadaan dan kepastian penyelesaian pekerjaan. Namun demikian, tidak jarang metode tersebut dilaksanakan tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan lainnya, seperti dalam kasus ini yaitu tidak selaras dengan UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi yang melarang penggunaan Penyedia Jasa yang terafiliasi pada pembangunan untuk kepentingan umum tanpa melalui seleksi. Artinya metode penunjukan langsung dari BUMN ke Anak Perusahaan BUMN dan Perusahaan Terafiliasi BUMN dilarang. Dalam kasus ini juga diduga terjadi praktik monopoli, di mana PT Y menunjuk langsung Z sebagai pemasok gas turbin berdasarkan hasil comparative study. Padahal Z bukanlah satu-satunya penyedia, bahwa masih terdapat Penyedia lain yang juga mampu untuk mengerjakan pekerjaan dengan cepat sekalipun sifat pekerjaan mendesak. Tentunya penunjukan langsung ini berpotensi menimbulkan isu persaingan usaha yang tidak sehat sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

The direct appointment method in the procurement of electricity infrastructure from PT PLN to its Subsidiaries (PT X) which was forwarded to its Affiliates (PT Y) to accelerate the Development of Electricity Infrastructure by building a Mobile Power Plant (MPP) is part of State-Owned Enterprise (SOE) Synergy as mandated by the Regulation Minister of State-Owned Enterprise (SOE) No. PER-05/MBU/2008 concerning the Implementation of Procurement of Goods and Services of State-Owned Enterprises and amended by PER-15/MBU/2012. This Direct Appointment Method is used because it has a number of advantages, including being efficient, speeding up the procurement process and the certainty of completing work. However, it is not uncommon for these methods to be implemented not in harmony with other laws and regulations, as in this case that is not harmony with Law No. 2 of 2017 concerning Construction Services which prohibits the use of Service Providers affiliated with development for public use without going through selection. This means that the method of direct appointment from State-Owned Enterprise, to State-Owned Enterprise’s Subsidiaries and State-Owned Enterprise’s Affiliated company is prohibited. In this case, a monopolistic practice is also suspected, where PT Y directly appoint Z as the gas turbine supplier based on the results of a comparative study. Whereas Z is not the only provider, there are still other providers who are also able to do the project quickly despite the nature of the urgent work. Of course this direct appointment has the potential to cause unfair business competition issues as regulated in Law No. 5 of 1999 concerning Prohibition of Monopolistic Practices and Unfair Business Competition."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2020
T54734
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
cover
Mohamad Arief Khumaidi
"Pada umumnya tujuan UU Antimonopoli di dunia adalah kesejahteraan konsumen. Di dalam UU Antimonopoli di Indonesia (UU No.5/1999) disamping hendak mencapai efisiensi dalam pengelolaan sumberdaya dan kesejahteraan konsumen, juga mencakup tujuan-tujuan lain, yaitu melindungi usaha kecil, perkecualian terhadap koperasi dan pengecualian monopoli berdasar UU. Ketentuan yang terdapat dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang No 5/1999 menyebutkan tujuan kebijakan antimonopoli Indonesia. Pasal 2 UU No.5/1999 diharapkan akan membantu terwujudkan demokrasi ekonomi sebagaimana dimaksud dalam pasal 33, ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945. Sedangkan Pasal 3 UU No.5/1999 bertujuan menjamin sistem persaingan usaha yang babas dan adil untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat serta menciptakan sistem ekonomi yang of lien. Sebagai tujuan, pasal 2 dan 3 UU No. 5/1999 tidak memiliki relevansi langsung terhadap pelaku usaha karena tidak menetapkan syarat-syarat kongkret terhadap perilaku usaha. Namun, pasal yang bercorak filosofis ini dapat digunakan untuk menerjemahkan menerapkan ketentuanketentuan yang meliputi persyaratan terhadap perilaku perusahaan monopolis tersebut. Peraturan persaingan usaha diterjemahkan dengan ciri sedernikian rupa sehingga tujuan-tujuan pasal 2 dan 3 tersebut dapat terwujud sebaik mungkin.
Untuk melihat konsistensi tujuan UU No.5/1999 dengan pelaksanaannya, perlu dilakukan penelaahan putusan yang berkaitan dengan tindak anti persaingan di Indonesia, terutama kasus tindak antimonopoli yang terjadi di Indonesia yang telah diputuskan oleh KPPU maupun belum selesai diputuskan. Dari kasus-kasus ini akan didapatkan gambaran bahwa putusan-putusan kasus tersebut konsisten dengan tujuan UU No.5/1999. Beberapa kasus diantaranya Kasus Lelang Sapi, Kasus INACA dan Kasus Asosiasi Permebelaan Indonesia (Asmindo) dapat dilihat darn perspektif tujuan UU Antimonopoli pada umumnya di dunia, yaitu apakah dapat pencapaian efidensi dan kesejahteraan konsumen secara efektif menjadi dasar keputusan atau karena pertimbangan Pasal-pasal perkecualian yang bercorak diskriminatif. Dengan demikran, maka didapatkan kejelasan subtansi didalam UU No.511999, yaitu UU Antimonopeli Indonesia apakah hanya mengatur tujuan efisiensi dan kesejahteraan konsumen ataa lebib darn itu, Mengingat bahwa tujuan efisensi dan kesejahteraan dalam UU Antimonopli dan tujuan yang berkaitan dengan pasal-pasal perkecualian tersebut merupakan amanat Pasal 33 UUD 1945, yang hams di atur dalam penindangan di Indonesia. Barangkali, subtansi yang berkaitan. dengan pasal-pasal perkecualian dipisahkan dari UU No.5/1999 dan di agendakan menjadi UU tersendiri. Deegan demikian, tujuan UU Antimonopoli Indonesia yang murni menekankan hanya pada efisiensi dan kesejahteraan konsumen akan membantu menyelesaikan kasus-kasus persaingan tidak sehat di Indonesia."
Depok: Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005
T14523
UI - Tesis Membership  Universitas Indonesia Library
<<   1 2 3 4 5 6 7 8 9 10   >>